atas karya sinematografi, diharapkan bahwa aparat penegak hukum dapat bertindak proaktif dalam arti tidak terpaku kepada adanya pengaduan saja.
Sebagai bagian dari sistem HKI, penegakan hukum hak penjualan karya sinematografi dalam bentuk DVD dan VCD tidak terlepas dari pengaruh adanya
perbedaan pandangan antara prinsip HKI dengan prinsip kepemilikan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini disebabkan Undang-Undang Hak Cipta di
Indonesia bukan bersumber dari sistem nilai atau norma yang bersumber dari masyarakat Indonesia, sebab masyarakat Indonesia pada umumnya mempunyai
karakter atau corak komunalistik dan spritualistik, yang sangat berbeda dengan dasar filosofi sistem HKI yang bercorak induvidualistik-kapitalistik.
E. Hubungan Karya Sinematografi dengan Hak Cipta
Film merupakan ekspresi bentuk lahiriah dari sebuah idea tau gagasan awal yang datang dari pihak-pihak tertentu. Hal mana sesuai dengan prinsip
perlindungan dalam hak cipta yang pada intinya melindungi ekspresi dari ide atau gagasan, dan bukanlah memberikan perlindungan pad aide atau gagasan itu
sendiri. Adapun bentuk perwujudan dari sebuah ide atau gagasan amatlah luas dan beraneka ragam sesuai dengan kreativitas masyarakat yang semakin lama
semakin luas, bahkan menemukan kreavitivas yang sama sekali yang belum pernah ada sebelumnya mejnadi amat dihargai dalam hak cipta.
Segala kreativitas manusia yang dilahirkan dalam bentuk apapun mendapatkan perlindungan hak cipta. Hal mana sesuai dengan ketetapan dalam
konvensi Berne sebagai salah satu perjanjian internasional yang menyepakati
Universitas Sumatera Utara
mengenai perlindungan terhadap karya cipta sastra dan karya seni. Menurut Konvensi Berne bahwa tiap-tiap ekspresi di bidang sastra dan kesenian yang
diciptakan oleh pihak manapun dalam cara, isi, bentuk pengutaraan apapun haruslah mendapatkan perlindungan hak cipta. Perlindungan terhadap apa yang
terlahir dari kreativitas manusia ini merupakan penghargaan bagi hak-hak dasar manusia.
Membicarakan mengenai film, maka karya sinematografi atau film merupakan salah satu karya cipta seni yang mendpatkan perlindungan hak cipta.
Perlindungan tersebut dalam Article 2 Konvensi Berne telah disebutkan secara tegas bahwa salah satu bentuk kesenian yang dilindungi dalam hak cipta adalah
karya sinematografi. Begitu pula di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta khususnya diatur dalam Pasal 12, karya
sinematografi merupakan objek karya yang mendapat perlindungan hukum hak cipta.
Salah satu masalah yang menjadikan pentingnya hak cipta dalam sinematografi juga amat dirasakan ketika membicarakan siapa pemegang hak
cipta dari suatu karya film, mengingat suatu film dilahirkan karena campur tangan berbagai pekerjaan kreatif. Namun demikian kaitan karya sinematografi sebagai
objek perlindungan hak cipta saat ini menjadi lebih signifikan, mengingat bahwa pelanggaran hak cipta karya sinematografi oleh pihak ketiga khususnya di
Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun yang terbukti amat merugikan pencipta film baik secara ekonomis maupun secara moral. Hal ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
penghargaan terhadap karya sinematografi di Indonesia amatlah kurang padahal telah dilindungi secara hukum.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA