Standar berlaku mengenai jangka waktu berlakunya perlindungan hukum hak cipta, konvensi Bern menentukan sebagai ketentuan umum: selama hidup
pencipta dan terus berlangsung selama 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Terhadap ciptaan yangtidak diketahui atau penciptaanya memakai nama samaran
atau pencipta merahasiakan jati dirinya, jangka waktu perlindungan adalah 50 tahun, semenjak pengumumannya secara sah dilakukan, kecuali jikapencipta yang
memakai nama samaran atau merahasiakan namanyadiketahui identitas pribadinya, jangka waktu perlindungan diberikansesuai dengan ketentuan yang
berlaku umum, yaitu selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah meninggal dunia.
Selanjutnya konvensi Bern mengatur jangka waktuperlindungan hukum ciptaan-ciptaan audiovisual, jangka waktu minimum perlindungan hukum adalah
50 tahun sejak ciptaan direkam dan dapat diperoleh oleh konsumen. Atau jika tidak direkam dan tidak dapat diperoleh konsumen perlindungan hukumnya
adalah minimum 50 tahun semenjak diciptakan. Untuk ciptaan-ciptaan yang tergolong seni terapan dan fotografi, jangka waktu minimum perlindungan
diberikan adalah 25 tahun semenjak diciptakan.
D. Pelanggaran Terhadap Hak Cipta
Hak cipta sebagai salah satu kekayaan intelektual telah dikenal sejak lama. Namun, ironisnya, pelanggaran akan hak cipta ini lebih banyak terjadi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan kekayaan intelektual lainnya. Oleh karena itu, hak cipta merupakan salah satu Hak Atas Kekayaan Intelektual yang sangat rentan dieksploitasi
sehingga diperlukan pengaturan komprehensif di setiap negara sebagai langkah antisipatif.
45
Pelanggaran berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan
pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras
atau mengambil dan menggunakannya tanpa izin, ini termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu bahwa mencuri barang milik orang lain itu salah. Tetapi dalam
hal barang tidak dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila mencurinya. Namun, hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta
adalah hak milik yang berharga, hak yang diberikan kepada ciptaan yang dihasilkan secara kreatif dalam proses intelektual, seperti berpikir dan merasa.
Perlindungan hak cipta secara individual pada hakikatnya merupakan hal yang tidak dikenal di Indonesia. Suatu ciptaan oleh masyarakat dianggap secara
tradisional sebagai milik bersama. Tumbuhnya kesadaran bahwa ciptaan itu perlu perlindungan hukum setelah dihadapinya bahwa ciptaan itu mempunyai nilai
ekonomi. Adapun dalam pandangan tradisional segi nilai moral hak cipta lebih menonjol daripada nilai ekonomisnya. Baru setelah menonjol nilai ekonomis dari
hak cipta, terjadilah pelanggaran terhadap hak cipta, terutama dalam bentuk tindak
45
Ahmad M. Ramli, Fathurahman, Film Independen dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilmn Indonesia Bandung: Ghalia Indonesia, 2004, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
pidana pembajakan lagu atau musik, buku dan penerbitan, film dan rekaman video serta komputer.
Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada.
Si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya tersebut berasal dari karya ciptaannya. Hak cipta juga
dilanggar bila seluruh atau bagian substansial dari ciptaan yang telah dilindungi hak cipta telah dikopi.
Tindak pidana hak cipta biasanya dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan perdagangan. Motifnya
adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara melanggar hukum. Modus operandinya yang terbanyak adalah menggandakan dalam jumlah
besar untuk dijual kepada masyarakat. Adapun alat yang digunakan berteknologi cukup canggih, seperti alat-alat komputer, mesin-mesin industri, alat-alat kimia,
alat transportasi, serta dokumen-dokumen penunjang lainnya guna mensukseskan usaha mereka. Hasil produksi bajakannya pun sangat baik, sehingga sulit untuk
membedakan antara karya cipta yang asli dengan hasil bajakan. Lokasi untuk melakukan tindak pidana hak cipta pada umumnya dilakukan
di lokasi pabrik pembuatan hasil produksinya dan di rumah-rumah perorangan yang dianggap aman dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Korban atau
sasaran mereka adalah pencipta ataupun pengusahapedagang yang memegang hak cipta dari pencipta untuk memperbanyak ciptaan dari penciptanya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Konsolidasi, ada 2 dua klasifikasi pelaku kejahatan pelanggaran Hak Cipta,
yaitu: 1.
Pelaku utama, baik perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku utama adalah pembajak
Ciptaan atau rekaman. 2.
Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum Ciptaan atau rekaman yang diketahuinya
melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, pengedar, pihak yang menyewakan
Ciptaan atau rekaman hasil pembajakan. Menurut siaran IKAPI 15 Februari 1984, kejahatan pelanggaran Hak Cipta
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
46
1. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan
sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri, atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah itu ciptaan sendiri. Perbuatan ini dapat terjadi antara lain pada
buku, lagu dan notasi lagu. 2.
Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta,
penerbitperekam. Perbuatan ini disebut pembajakan piracy. Perbuatan ini banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audiovideo
seperti kaset lagu, kaset lagu dan gambar DVD dan VCD.
46
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual Lampung: Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 221
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang Hak Cipta telah menyediakan dua sarana hukum, yang dapat dipergunakan sekaligus untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak
cipta, yakni sarana hukum pidana dan hukum perdata. Pelanggaran terhadap hak
cipta dapat dituntut secara pidana dan perdata sekaligus.
Dalam Pasal 42 ayat 3 lama atau Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997 dinyatakan bahwa: Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta. Berdasarkan Pasal 42 ayat 3 lama atau
Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997, pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, selain dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana.
Demikian Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 juga telah menyediakan dua sarana hukum untuk yang dapat digunakan untuk menindak pelaku pelanggaran
terhadap hak cipta, yaitu melalui sarana instrumen hukum pidana dan hukum perdata. Bahkan, dalam Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, penyelesaian
sengketa lainnya dapat dilakukan di luar Pengadilan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam Pasal 66 Undang-undang Hak
Cipta Tahun 2002 dinyatakan bahwa: Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55,
Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan terhadap pelanggaran Hak Cipta.
Ini berarti berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, pelaku pelanggaran Hak Cipta, selain dapat dituntut secara perdata,
juga dapat dituntut secara pidana. Berhubung hak moral tetap melekat pada
Universitas Sumatera Utara
penciptanya, pencipta atau ahli waris suatu ciptaan berhak untuk menuntut atau menggugat seseorang yang telah meniadakan nama penciptanya yang tercantum
pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, mengganti atau mengubah judul ciptaan itu, atau mengubah isi ciptaan itu tanpa persetujuannya
terlebih dahulu. Hak ini dinyatakan dalam Pasal 41 Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997 dan Pasal 65 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, bahwa
penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
1. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu:
2. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya;
3. mengganti atau mengubah judul Ciptaan itu; atau
4. mengubah isi Ciptaan.
Menurut Pasal 15 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta suatu perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta
dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan: 1.
penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan wajar dari Pencipta;
2. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; 3.
pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
a.
ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
b. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; 4.
perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika
perbanyakan itu bersifat komersial;
Universitas Sumatera Utara
5. perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas
dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
6. perubahan yang dilakukan beradasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis
atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan; 7.
pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Mengacu pada Undang-undang Hak Cipta, maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Untuk
ciptaan yang ada dalam ketentuan Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta ciptaan ini dilindungi dalam wilayah dalam negeri maupun luar negeri, sementara itu untuk
ciptaan yang terdapat pada ketentuan Pasal 10 Undang-undang Hak Cipta sifat perlindungannya hanya berlaku ketika ciptaan itu digunakan oleh orang asing.
Salah satu Ciptaan yang mendapat perlindungan Hak Cipta adalah buku.
47
Pelanggaran terhadap hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan semakin meluas dan saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan
dan mengurangi kreativitas untuk mencipta. Dalam pengertian yang lebih luas, Suatu karya tulis yang diterbitkan penerbit dengan wujud buku yang memuat
tulisan tentang esai ilmu hukum adalah suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta karena buku semacam ini merupakan ciptaan baik yang termasuk ilmu
pengetahuan = ilmu hukum, maupun seni = susunan perwajahan karya tulis, dan sastra = esai. Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah
secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya.
47
Pasal 12 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran tersebut juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluas- luasnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP KARYA SINEMATOGRAFI