Analisis Kinerja Modulasi Discrete Multitone (DMT) Pada Jaringan Very High Data Rate Digital Subscriber Line (VDSL)

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS KINERJA MODULASI DISCRETE MULTITONE

(DMT) PADA

JARINGAN VERY HIGH DATA RATE DIGITAL SUBSCRIBER

LINE (VDSL)

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

O L E H

050402064

DEWI PERMATA SARI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK


(2)

ANALISIS KINERJA MODULASI DISCRETE MULTITONE (DMT) PADA JARINGAN VERY HIGH DATA RATE DIGITAL SUBSCRIBER LINE (VDSL)

Oleh :

DEWI PERMATA SARI 050402064

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro.

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Ir. ARMAN SANI, MT NIP. 131 945 349

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU, Pelaksana Harian

2009

PROF. DR. IR. USMAN BAAFAI NIP. 19461022 197302 1 001

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Modulasi DMT adalah salah satu teknik modulasi multicarrier yang digunakan pada modem Very High Data Rate Digital Subscriber Line (VDSL) dimana penggunaan kanal secara efisien dan memaksimalkan pengiriman jumlah bit pada subkanal yang berbeda-beda. Sinyal-sinyal dibagi kedalam sejumlah kanal dimana masing-masing kanal mempunyai bandwidth yang sama dengan frekuensi yang berbeda sehingga diperoleh keuntungan seperti kanal yang independen.

Pada Tugas Akhir ini dilakukan simulasi untuk menghitung BER (Bit error Rate) pada masing-masing subcarrier dari sistem yang dipengaruhi oleh kanal AWGN. Simulasi ini dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab 7.1. Dari simulasi yang dilakukan maka akan terlihat proses pengolahan yang terjadi pada masing-masing blok. Dimulai dari sinyal yang diubah ke bentuk bit, pemetaan konstelasi QAM lalu pencerminan dengan IFFT. Selain itu didapat besarnya nilai BER untuk jumlah carrier 1024 adalah 0.0043 dan untuk jumlah carrier 16384 nilai BER yang dihasilkan adalah 0.0213 dengan demikian semakin banyak jumlah carrier maka nilai BER yang dihasilkan juga semakin besar.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro pada Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir yang berjudul: “Analisis Kinerja Modulasi Discrete Multitone (DMT) pada Jaringan Very High Data Rate Digital Subscriber Line (VDSL)” ini, berisi analisis kinerja modulasi DMT dan simulasi Bit Error Rate (BER) yang dipengaruhi jumlah subcarrier dan gangguan berupa AWGN.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa, yaitu Ayahanda Alm. Umar Ali Nasution dan Ibunda N. Pulungan, SPd serta kakak dan adik penulis , Rizki Ely Syafitri Nasution, SKM dan Siti Luthfiah Nasution yang merupakan motivasi terbesar bagi penulis untuk selalu melakukan yang terbaik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai selaku Pelaksana Harian Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Arman Sani, MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis, atas segala bimbingan, pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(5)

4. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, selaku Dosen Wali penulis, atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan.

5. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro, khususnya Konsentrasi Teknik Telekomunikasi yaitu Bapak Ir. Arman Sani, MT, Bapak Ir. M. Zulfin, MT, Bapak Maksum Pinem, ST, MT, Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, Bapak Sihar P. Panjaitan, MT, yang banyak memberi pelajaran moril dan spritual serta masukan dan dorongan bagi penulis untuk selalu menjadi lebih baik.

6. Seluruh Karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

7. Prindi, untuk segala masukannya. Teman-teman seperjuangan : Ami, Diana, Harpen, serta rekan-rekan lainnya yang selalu setia menjadi teman-teman terbaik penulis dalam mencapai tujuan bersama ”Sarjana Teknik”.

8. Asisten Lab. Pengukuran Listrik : Meggy, Suib, Kesi, Mudhin, Supenson yang menghibur penulis dan selalu memberikan dukungan.

9. Dan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Metodologi Penulisan... 4

1.6 Sistematika Penulisan... 4

BAB II VERY HIGH DATA RATE DIGITAL SUBSCRIBER LINE (VDSL) 2.1 Umum ... 6


(7)

2.2.1 Kapasitas ... 7

a. Modulasi dan Demodulasi ... 7

b. Coding ... 8

c. Batas ... 9

2.2.2 Metode Duplexing...10

2.3 Teknologi Akses Data Berkecepatan Tinggi ...11

2.3.1 Jalur Telepon (Loop telephone) ...11

2.3.2 Kabel Koaksial ...12

2.3.3 Serat Optik ...12

2.3.4 Wireless ...12

2.4 Jenis-jenis DSL ...13

2.4.1 ADSL ...14

2.4.2 VDSL ...15

2.4.3 HDSL ...15

2.4.4 SDSL ...16

2.5 VDSL ...16

2.6 Struktur Modem VDSL ...19

2.7 Keunggulan dan Kekurangan VDSL ...20

BAB III MODULASI DISCRETE MULTITONE (DMT) 3.1 Umum ...22


(8)

3.3 Quadrature Amplitude Modulation (QAM) ...26

3.3.1 Pemancar Sistem 16-QAM dengan Konstelasi Rectangular...29

a. 16-QAM Natural Binary Code ...29

b. 16-QAM Gray Code ...31

3.3.2 Penerima 16-QAM dengan Konstelasi Rectangular ....32

3.3.3 Sistem 16-QAM Circular ...33

3.4 Transformasi Fourier Diskrit ...36

3.4.1 Formula DFT...38

3.4.2 Formula IDFT ...39

3.4.3 Fast Fourier Transform (FFT) dan Inverse FFT ...40

3.5 Frequency Division Multiplex (FDM) ...42

3.6 Struktur Model DMT ...43

3.7 Transmitter ...44

3.7.1. Pembangkitan data masukan ...44

3.7.2. Konversi analog ke Digital ...45

3.7.3. Konversi Serial ke Paralel...47

3.7.4. Modulasi Sinyal ...47

3.7.5. IFFT ...48

3.7.6. Cyclic Prefix ...49

3.8 Kanal ...49

3.9 Receiver ...50


(9)

3.9.2. FFT ...50

3.9.3 Demodulasi Sinyal ...51

3.9.4 Konversi Paralel ke Serial...51

3.10 Perhitungan BER...51

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS KINERJA MODULASI DMT PADA JARINGAN VDSL 4.1 Umum ...53

4.2 Prinsip Kerja Sistem ...54

4.3 Kinerja BER Yang Dipengaruhi Oleh Jumlah Carrier ...56

4.5 Analisis Data Keluaran Simulasi ...57

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...60

5.2 Saran ...60

DAFTAR PUSTAKA ...61 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Evolusi Teknologi DSL ...13

Gambar 2.2 Konfigurasi VDSL ...18

Gambar 2.3 Struktur modem VDSL ...20

Gambar 3.1 Modulasi DMT ...23

Gambar 3.2 Frekuensi Sinyal DMT ...24

Gambar 3.3 Blok Diagram Transmisi Multikanal ...25

Gambar 3.4 Konstelasi Sinyal QAM Rectangular ...27

Gambar 3.5 Konstelasi Sinyal Rectangular dan Sinyal Output...28

(a) 16 QAM Rectangular (b) Sinyal Output Gambar 3.6 Blok Pemancar 16 QAM Rectangular ...29

Gambar 3.7 16 QAM Natural Binary Code ...30

Gambar 3.8 16 QAM 2D Gray Code ...31

Gambar 3.9 Penerima 16 QAM ...32

Gambar 3.10 Modulator 16 QAM Circular ...33

Gambar 3.11 Diagram Konstelasi Sinyal Circular 16 QAM ...35

Gambar 3.12 Penerima 16 QAM Circular ...36

Gambar 3.13 Mekanisme FDM...42

(a) Mekanisme FDM pada Pengirim (b) Mekanisme FDM pada Penerima Gambar 3.14 Blok Rangkaian dari Sistem DMT ...44


(11)

Gambar 3.15 Proses Sampling ...46

Gambar 3.16 Ilustrasi serial to parallel converter ...47

Gambar 3.17 Konstelasi sinyal 16-QAM ...48

Gambar 3.18 cyclic prefix ...49

Gambar 4.1 Diagram alir simulasi DMT ...55


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Digital Subscriber Line ...14

Tabel 3.1 Perbandingan Output pada Natural Code dan Gray Code ...30

Tabel 3.2 Tabel Kebenaran Sinyal 8 PAM ...34

Tabel 3.3 Perbandingan Jumlah Komputasi antara DFT dan Algoritma FFT ...38


(13)

DAFTAR SINGKATAN

DSL : Digital subscriber Line

VDSL : Very High Data Rate Digital Subscriber Line CAP : Carrierless Amplitude / Phase

DMT : Discrete Multitone

FDM : Frequency division Multiplex ISDN : Integrated Service Digital Network POTS : Plain Old Telephone Service HDTV : High-Definition Television ISP : Internet Service Provider MDF : Main Distribution Frame

DSLAM : Digital Subscriber Line Access Multiplexer AWGN : Additive White Gaussian Noise

BER : Bit Error Rate

DFT : Discrete Fourier Transform FFT : Fast Fourier Transform I : In-phase

IDFT : Inverse Discrete Fourier Transform IFFT : Invers Fast Fourier Trasform ISI : Intersymbol Interference LPF : Low Pass Filter


(14)

MCM : Multicarrier Modulastion

QAM : Quadrature Amplitude Modulation ASK : Amplitude Shift Keying

APSK : Amplitude – Phase Shift Keying CP : Cyclic Prefix

ISI : Intersymbol Interference ICI : Intersubchannel Interference SNR : Signal to Noise Ratio


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di abad dua puluh satu ini, perkembangan teknologi telekomunikasi tumbuh dengan pesat. Ini ditandai dengan semakin beragamnya jasa atau layanan komunikasi yang ditawarkan kepada masyarakat. Jasa atau layanan komunikasi kabel tembaga yang ditawarkan kepada masyarakat berupa suara dan data. Jasa atau layanan yang ditawarkan tidak hanya suara dan data saja tetapi integrasi antara layanan suara, data, dan gambar atau yang lebih dikenal sebagai layanan multimedia. Hal ini tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang semakin modern yang membutuhkan fleksibelitas yang tinggi didalam berkomunikasi tanpa harus dibatasi ruang dan waktu.

Kebutuhan akan layanan multimedia ini berdampak pada penggunaan

bandwidth yang sangat besar dan kecepatan data yang semakin tinggi sehingga harus

didukung oleh sistem yang handal agar dapat memberikan kualitas layanan dengan baik. Pengaplikasian layanan multimedia pada teknologi yang sudah ada sebelumnya (seperti pada FDMA dan TDMA) menyebabkan menurunnya kapasitas dan kualitas yang berdampak pada menurunnya kinerja sistem. Untuk mengatasi hal ini dilakukan dengan memperbesar bandwidth yang digunakan. Tetapi cara ini sulit dilakukan karena spektrum frekuensi yang tersedia terbatas dan pentransmisian data kecepatan tinggi sangat rentan terhadap lingkungan multipath yang dapat menyebabkan


(16)

Ketika permintaan lebar pita yang besar mulai meningkat, beberapa layanan telekomunikasi bereksperimen untuk mengurangi jumlah repeater dan menyederhanakan keseluruhan penyebaran jaringan, sehingga menghasilkan teknologi Digital Subsriber Line (DSL), dengan metode pengkodean menggunakan

Carrieless Amplitude / Phase Modulation (CAP) atau Discrete Multitone (DMT).

Tetapi yang mendapat standardisasi oleh American National Standards Institute (ANSI) adalah DMT.

Dasar pemikiran untuk transformasi kanal pita lebar (wideband channel) adalah Discrete Multi Tone (DMT). DMT berfungsi sebagai modulasi untuk

Asymmetric Digital Subscriber Lines (ADSL) dan Very High Data Rate Digital Subscriber Line (VDSL). DMT membagi kanal broadband menjadi beberapa

subkanal narrowband untuk mendapatkan kanal yang independen. Pada Tugas Akhir ini, penulis menganalisis bagaimana tentang prinsip kerja modulasi DMT dan analisis kinerjanya pada jaringan VDSL.

1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah pada Tugas Akhir ini adalah : 1. Menguraikan prinsip kerja dari modulasi DMT.

2. Membahas pemilihan modulasi DMT sebagai modulasi dari VDSL yang merupakan bentuk khusus modulasi multicarrier.

3. Membahas mengenai parameter-parameter apa saja yang mempengaruhi modulasi DMT.


(17)

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah menguraikan dan menganalisis kinerja dari modulasi DMT pada jaringan VDSL.

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang meluas maka penulis akan membatasi pembahasan Tugas Akhir ini dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Hanya membahas teknik modulasi multicarrier DMT. 2. Tidak membahas VDSL secara mendetail.

3. Tidak membahas teknik pengkodean kanal.

4. Tidak memperhitungkan Peak to Average Power Ratio (PAPR) dalam proses simulasi menghitung BER.

5. Sinkronisasi diantara transmitter dan receiver diasumsikan sempurna (perfect).

6. Analisis kinerja modulasi DMT dilakukan untuk mengetahui Bit Error Rate (BER) pada masing-masing subcarrier berdasarkan jumlah subcarrier yang digunakan, ukuran FFT, jumlah bit yang ditransmisikan, panjang cyclic

prefix, frekuensi sampling, periode sampling serta besar ukuran kanal yang

digunakan berupa bilangan acak.

7. Simulasi dan Analisis kinerja modulasi DMT menggunakan bahasa pemrograman Matlab 7.1.


(18)

1.5 Metodologi Penulisan

Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Studi Literatur

Berupa tinjauan pustaka dan kajian dari buku-buku serta jurnal ilmiah yang berkaitan dengan sistem transmisi komunikasi.

2. Simulasi

Berupa perancangan simulasi DMT pada jaringan VDSL dengan menggunakan bahasa pemrograman MATLAB 7.1.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai tulisan ini, secara singkat dapat diuraikan sistimatika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II : Very High Data Rate Digital Subscriber Line (VDSL)

Bab ini menjelaskan sejarah perkembangan DSL, jenis-jenis DSL, struktur VDSL dan keunggulan serta kekurangan VDSL.


(19)

BAB III : Modulasi Discrete Multitone (DMT)

Bab ini berisi tentang penjelasan modulasi DMT dan penjelasan modulasi QAM, DFT dan FDM, serta peranan masing-masing sistem pendukungnya, yaitu A/D converter, S/P converter, pemetaan konstelasi QAM, DFT dan cyclic prefix.

BAB IV : Simulasi dan Analisis Kinerja Modulasi DMT pada Jaringan Very High Data Rate Digital Subscriber Line (VDSL)

Bab ini menampilkan bentuk sinyal pada tahapan proses simulasi, pembangkitan data acak pada kanal dan analisis Bit Error Rate (BER).

BAB V : Penutup

Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan-pembahasan sebelumnya.


(20)

BAB II

VERY HIGH DATA RATE DIGITAL SUBSCRIBER LINE (VDSL)

2.1 Umum

Jaringan telepon dari sentral lokal ke pelanggan secara umum masih menggunakan pesawat kawat tembaga berpilin (twisted pair copper), sementara itu layanan jasa telekomunikasi saat ini tidak hanya terbatas pada suara (telepon) saja. Penggantian saluran kawat tembaga dari sentral ke pelanggan dengan saluran serat optik untuk transmisi multimedia masih sangat mahal. Oleh sebab itu, peningkatan layanan ke pelanggan masih tetap diusahakan dengan mengoptimalkan saluran kawat tembaga, yakni dengan teknologi DSL (Digital Subscriber Line). DSL merupakan cara pemecahan masalah secara teknis bagi perusahaan penyedia layanan telekomunikasi untuk menawarkan biaya lebih murah kepada pelanggannya, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa serat optik merupakan jawaban yang paling tepat dalam jangka panjang untuk mengintegrasikan distribusi jalur pita lebar.

2.2 Digital Suscriber Line (DSL)

DSL adalah teknologi akses dengan perangkat khusus pada sentral dan pelanggan yang memungkinkan transmisi broadband melalui kabel tembaga. DSL bekerja menggunakan kabel telepon standard. Teknologi DSL ini membawa kedua sinyal analog serta digital pada satu kabel. Sinyal digital untuk komunikasi data sementara sinyal analog untuk suara seperti halnya yang digunakan telepon sekarang


(21)

yang disebut sebagai POTS (Plain Old Telephone System). Kemampuan untuk memisahkan sinyal suara dan data ini adalah merupakan suatu keuntungan. Teknologi ini sering disebut dengan istilah teknologi suntikan atau injection

technology.

Kabel telepon biasa dapat digunakan untuk menghantarkan data dalam jumlah yang besar dan dengan kecepatan yang tinggi. Telepon hanya menggunakan sebagian frekuensi yang mampu dihantarkan oleh tembaga. Sedangkan DSL memanfaatkan lebih banyak frekuensi dengan membaginya (splitting), frekuensi yang lebih tinggi untuk data dan frekuensi yang lebih rendah untuk suara dan faks. Teknologi DSL mempunyai sistem-sistem pendukung yang berpengaruh dalam kinerjanya, yaitu kapasitas (capacity) dan metode duplexing[3].

2.2.1 Kapasitas

Kapasitas adalah ukuran atau besaran dari data yang dapat ditransmisikan melalui kanal. Pada prakteknya tidak tergantung pada signal/ noise ratio (SNR), tetapi juga metode modulasi dan demodulasi, pengkodean, batasnya dan error yang diperbolehkan.

a. Modulasi dan Demodulasi

Pada awal perkembangan DSL, modulasi yang digunakan adalah 2B1Q (dua biner satu kuartener). Namun, seiring perkembangannya ada dua bentuk modulasi yang sering digunakan dalam teknologi DSL ini, yaitu[11] :


(22)

1. Modulasi Carrierless Amplitude / Phase (CAP)

CAP adalah teknik modulasi yang mirip dengan Quadrature Amplitude

Modulation (QAM), tetapi mempunyai perbedaan penting, yaitu sinyal

carrier dikurangi. CAP menggunakan data yang masuk untuk

memodulasikan sebuah carrier yang kemudian ditransmisikan melalui kabel yang panjang. Karena carrier tidak mempunyai isi informasi sehingga dapat dikompres sebelum ditransmisikan serta dikembangkan kembali di bagian penerima. Hal ini disebut carrierless.

2. Modulasi Discrete Multitone (DMT)

DMT merupakan kombinasi dari QAM dan FDM (Frequency Division

Multiplex). Beberapa bandwidth yang tersedia dibagi ke dalam sub-kanal 4

KHZ. DMT bekerja dengan mendistribusikan data yang masuk melalui sejumlah individu carrier- carrier kecil menjadi sejumlah sub-kanal.

Karena kesuksesan beberapa perusahaan jasa telekomunikasi yang menggunakan metode modulasi DMT daripada CAP, mendorong disepakatinya standar penggunaan modulasi DSL oleh American National Standard Institute (ANSI) pada tahun 1995.

b. Coding

Ada dua jenis metode pengkodean kanal digunakan untuk DSL adalah block


(23)

1. Block Code

Merupakan salah satu kode yang bersifat forward error correction (FEC) yang mampu untuk mendeteksi dan mengkoreksi error tanpa meminta proses transmisi ulang. Reed-Solomon Code merupakan salah satu teknik block code yang sudah dikenal. Reed-Solomon Code merupakan jenis kode nonbiner yang mampu mengkoreksi error yang muncul secara acak dan tak terduga.

2. Convolutional Code

Merupakan jenis kode yang memiliki perbedaan mendasar dari block code dimana urutan bit informasi tidak dikelompokkan dalam blok-blok yang berbeda sebelum dikodekan. Proses yang terjadi adalah bit informasi sebagai masukan secara kontinu yang dimapping kedalam urutan bit output encoder. Salah satu teknik convolutional code yang sering dipakai adalah

Algoritma Viterbi

c. Batas

Pengembang layanan DSL mengakui kerusakan-kerusakan perangkat berdasarkan banyaknya kasus yang terjadi. Untuk menjamin pelayanan, ada data dan

error yang diatur dalam mengantisipasi crosstalk dan tingkat noise yang bertambah

oleh batas. Untuk itu toleransi dari bit error rate (BER) mempunyai batas 10-12 untuk video dengan kualitas tinggi dan 10-4 untuk transmisi data[1].


(24)

2.2.2 Metode Duplexing

Metode duplexing merupakan metode hubungan yang digunakan agar pengirim dan penerima dapat berkomunikasi satu sama lain. Metode duplexing yang digunakan pada DSL yaitu full duplex dimana pengiriman data dilakukan dalam dua arah pada waktu yang sama. Adapun efisiensi yang diperoleh dari metode duplexing yaitu sebagai berikut :

Efisiensi dari duplexing adalah :

kapasitas up down total

data ( + )

=

ε (2.1)

Dengan transmisi full duplex ada 3 macam cara yang biasa digunakan yaitu : 1. Echo Cancelling (EC)

EC digunakan untuk menghilangkan pembiasan dari pengiriman sinyal lokal dan mentransmisikan ke banyak tujuan secara simultan dengan menggunakan lebar pita pada DSL.

2. Frequency Division Duplexing (FDD)

FDD memiliki efisiensi data tergantung dari variasi SNR pada bandwidth.

Uplink dan downlink sub-band dipisahkan oleh frekuensi, sehingga FDD

lebih efisien dalam hal trafik simetris. Keuntungan lain adalah membuat lebih mudah dan efisien dalam pengalokasian radio karena base station dalam berkomunikasi tidak mendengarkan yang lain (selama pengiriman dan penerimaannya berada pada sub-band yang berbeda) dan oleh karena itu tidak akan menggangu yang lainya.


(25)

3. Time Division Dulpexing (TDD)

TDD merupakan aplikasi dari TDM (teknik sinkronisasi untuk mengatur alur transmisi dimana terdapat dua atau lebih saluran yang sama yang diperoleh dari spektrum frekuensi yang diberikan) untuk memisahkan sinyal. Desain dan sistemnya lebih mudah dan tidak tergantung oleh filter.

2.3 Teknologi Akses Data Berkecepatan Tinggi

Saluran telepon merupakan teknologi untuk transmisi data berkecepatan tinggi yang diinginkan untuk konsumen. Medianya berua jalur telepon, kabel koaksial, serat optik dan wireless. Tentunya tidak semua media transmisi mampu melayani semua aplikasi pengiriman dan penerimaan secara sempurna. Oleh karena itu dapat dilihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing media transmisi itu.

2.3.1 Jalur telepon (Loop telephone)

Jalur telepon merupakan layanan tertinggi dikarenakan secara populasi, pengguna terbanyak menggunakan media ini, oleh sebab itu DSL sangat potensial digunakan pada media ini. Walau begitu, 5-10 % dari total jalur telepon tidak mampu menyediakan layanan DSL dikarenakan panjang jarak, kemampuan beban coil atau jumlah dari bridge tap pada media ini. DSL juga dapat terganggu akibat noise dan interferensi pada jalur dan efisiensinya sangat buruk.


(26)

2.3.2 Kabel koaksial

Jaringan kabel koaksial dirancang untuk sistem pengiriman video broadcast. Tetapi rancangannya juga ditingkatkan dan dapat digunakan untuk layanan interaktif lainnya seperti suara dan data. Kekurangan dari jaringan kabel koaksial adalah kebanyakan digunakan untuk pelanggan residensial tetapi sangat sedikit untuk bisnis, sehingga penggunanya terbatas.

2.3.3 Serat optik

Serat optik sangat baik untuk jarak dan bandwidth sehingga dapat mengirim laju bit yang besar dengan jarak yang jauh. Tetapi, nilai ekonomis dan instalasinya yang harus dalam skala yang luas, sehingga kebanyakan digunakan untuk bisnis – bisnis besar dan pada area residensial. Penggunaan jaringan optik masih jarang jika penggunaannya radius ratusan meter, dan umumnya digunakan teknologi tembaga untuk DSL seperti kabel koaksial atau ethernet.

2.3.4 Wireless

Akses wireless memungkinkan fleksibilitas pengguna dalam hal lokasi.

Wireless juga lebih baik ketika digunakan pada area gedung. Walaupun begitu akses wireless terbatas oleh spektrum bandwidth radio dan area penempatannya. Hubungan wireless secara substansi dapat terganggu oleh noise.


(27)

2.4 Jenis – Jenis DSL

DSL umumnya menggunakan sambungan telepon biasa untuk mengirim

sinyal-sinyal digital berkecepatan tinggi selain media-media transmisi lainnya. Awal perkembangan DSL, 144 kbps basic rate ISDN (Integrated Service Digital Network) digunakan pada layanan ISDN tahun 1986 dan kemudian disetujui menjadi mode paket ISDN DSL (IDSL)[1]. Karena keterbatasan ISDN DSL maka pada tahun 1992 muncul HDSL dengan mode transmisi simetrik dan asimetrik. Untuk simetrik disebut SDSL (1998) dan untuk asimetrik disebut ADSL (1995). Karena ADSL dianggap dianggap tidak dapat bersaing dengan HFC maka muncul VDSL yang merupakan pengembangan DSL yang memiliki laju bit yang besar. Gambar 2.1 memperlihatkan evolusi dari teknologi yang berkembang dari 144 kbps jalur suara pada tahun 1970 hingga 55 Mbps VDSL (Very-High DSL).


(28)

Pada DSL, terdapat berbagai jenis DSL diantaranya Asymmetric DSL (ADSL),

High-Speed DSL (HDSL), Single-Line DSL (SDSL) dan Very-High DSL (VDSL).

Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan jenis dari DSL

Tabel 2.1 Jenis Digital Subcriber Line (DSL)

No Jenis DSL Upstream Bandwidth

Downstream

Bandwidth Jarak ft (m) 1 ADSL 16-640 Kbps 1.5-9 Mbps 18,000 (5,500) 2 HDSL 1.544 Mbps 1.544 Mbps 12,000 (4,000)

3 IDSL 144 Kbps 144 Kbps 18,000 (5,500)

4 SDSL 1.544 Mbps 1.544 Mbps 12,000 (4,000) 5 VDSL 1.5-4 Mbps 15-55 Mbps 1,000-4,500

(330-1500)

Semua istilah-istilah ini dikenal juga dengan sebutan xDSL atau juga keluarga DSL. Perkembangannya diawali pada tahun 1986 ketika ISDN menjadi pilhan utama dalam mentransmisikan data-data untuk modem. Seiring perkembangan pemrosesan sinyal yang begitu pesat, maka muncul HDSL di tahun 1992. Bentuk pentransmisian HDSL kemudian terbagi atas yang simetris dan tidak simetris. Untuk yang tidak simetris yaitu ADSL (tahun 1995) dan SDSL (tahun 1998). Pada awal tahun 2000, muncul VDSL, yang merupakan pengembangan DSL yang memiliki laju bit yang besar.

2.4.1 ADSL

Teknologinya secara mendasar cocok untuk mengakses internet karena dibuat untuk memberikan lebih banyak bandwidth untuk aliran ke bawah (downstream), yakni dari sentral ke pelanggan daripada sebaliknya (upstream), dari pelanggan ke sentral. Laju downstream berkisar dari 1.5 Mbps sampai 9 Mbps, sementara


(29)

upstream dari 16 kbps sampai 640 kbps. Transmisi ADSL bekerja sampai jarak

18000 kaki (5.48 km) pada sepasang kawat tembaga berpilin (twisted pair).

2.4.2 VDSL

VDSL bersifat asimetrik. Rentang operasinya terbatas pada 1000-4500 kaki (304 m - 1.37 km), tetapi VDSL dapat menangani lebar pita rata-rata 15 Mbps sampai 55 Mbps untuk downstream dan 1.5 Mbps sampai 4 Mbps untuk upstream melalui sepasang kawat tembaga berpilin sesuai standard ITU-T G.993.1. Lebar pita yang tersisa memungkinkan perusahaan telekomunikasi memberikan program layanan HDTV (High-Definition Television) dengan menggunakan teknologi VDSL.

2.4.3 HDSL

Tidak seperti ADSL, HDSL ini bersifat simetrik. Teknologi ini dapat memberikan lebar pita 1.544 Mbps di setiap jalurnya pada dua pasang kawat tembaga berpilin. Pada kenyataannya, karena kecepatan HDSL sesuai dengan saluran T1 sehingga dapat dipakai untuk menyediakan layanan T1. Rentang operasi HDSL lebih terbatas daripada ADSL untuk diatas 12000 kaki (3.65 km) harus disediakan penguat sinyal (repeater) untuk memperpanjang jarak layanannya. Karena HDSL membutuhkan dua pasang saluran, maka digunakan terutama untuk koneksi – koneksi jaringan PBX (Private Branch Exchange), antar sentral, server – server internet dan jaringan data pribadi. Transmisi komunikasi melalui HDSL dapat diterapkan pada akses primer ISDN.


(30)

2.4.4 SDSL

SDSL sama dengan HDSL dalam hal bandwidth yang diberikan, 1.544 Mbps baik untuk downstream maupun upstream, tetapi penggunannya pada sepasang kawat tembaga berpilin. Penggunaan sepasang kawat saluran ini membatasi rentang operasi SDSL. Dalam praktek, 10000 kaki (3 km) merupakan batas aplikasi SDSL. Celah-celah aplikasinya adalah seperti pada residential video converencing atau akses LAN (Local Area Network) jarak jauh.

2.5 VDSL

Teknologi VDSL adalah suatu teknologi modem. VDSL merupakan salah satu jenis DSL dengan pentransferan data berkecepatan tinggi. Penelitian tentang cara pentransferan data berkecepatan tinggi dengan menggunakan saluran telepon sudah lama dilakukan oleh para ahli, sedangkan penelitian teknologi VDSL sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun 1991 oleh perusahaan Bellcore-Stanford dengan laju data 10 Mbps untuk simetrik dan asimetrik pada saluran yang lebih pendek. VDSL pertama kali distandarisasi oleh American T1E1 dari perusahaan Amati Communications dan ETSI dari British Telecom sebagai fungsi uji coba ADSL pertama di Inggris. Kemudian pada tahun 1994 dan 1995 ADSL dianggap tidak dapat mensupport layanan video, data dan suara yang diperlukan untuk bersaing dengan HFC. VDSL diusulkan oleh pendukung ADSL sebagai tingkat lanjut dari ADSL. Dengan memanfaatkan jaringan yang ada VDSL dianggap lebih hemat dengan kenyaman dan keamanan yang jauh lebih baik.


(31)

VDSL sebelumnya disebut sebagai VADSL karena pada awalnya, VDSL hanya dapat mengirimkan data digital secara asimetrik seperti ADSL, tetapi dengan kapasitas yang lebih tinggi dari ADSL dan panjang saluran yang lebih pendek dengan kecepatan downstream yang bisa mencapai 55 Mbps. Untuk keperluan

upstream, kapasitas tersedia antara 1,5 Mbps hingga 4 Mbps. Istilah VADSL banyak

ditentang, terutama oleh American T1E1.4, karena menunjukkan sesuatu yang selalu tidak simetrik dan tentunya VDSL tidak akan menggunakan transmisi simetrik tetapi asimetrik sehingga tidak perlu membaginya dalam dua nama, sehingga nama VADSL lebih dikenal dan digunakan sampai sekarang.

Dalam beberapa hal VDSL lebih sederhana dibandingkan ADSL. Saluran transmisi yang lebih pendek pada VDSL menyebabkan hambatan-hambatan pada saluran yang mungkin terjadi pada saluran yang lebih panjang menjadi dapat ditekan. Oleh karena itu, teknologi transceiver-nya dapat menjadi lebih sederhana dan kapasitasnya akan 10 kali lebih tinggi. VDSL merupakan sasaran dari arsitektur jaringan ATM. VDSL memungkinkan terminasi jaringan pasif dan dapat digunakan pada lebih dari satu modem VDSL untuk digunakan pada saluran pelanggan, sama halnya dengan sistem telepon analog biasa (POTS). Sepasang modem (VTU-C & VTU-R) untuk menyalurkan data kecepatan tinggi atau untuk mentransmisikan signal digital dengan menggunakan media transmisi berupa kabel tembaga. VDSL menyediakan bandwidth secara dedicated (no-share bandwidth). VDSL membagi


(32)

layanan komunikasi broadband. Dengan kecepatan transmisi data 15 Mbps-55 Mbps arah bawah (downstream) dan 1,5 Mbps-4 Mbps arah atas (upstream). Jarak yang dapat ditempuh teknologi ini cukup pendek sekitar 300 meter sampai 1500 meter, menggunakan twisted pair copper wire, teknologi modem VDSL sebagai suatu langkah maju teknologi x-DSL setelah pengembangan teknologi ADSL.

Pengiriman dilakukan dengan beberapa tahap yaitu Modem memodulasi dan mengkodekan (encode) data digital dari PC (komputer) dan kemudian digabungkan dengan sinyal telepon untuk dikirimkan ke sentral. Pada sentral, sinyal telepon dipisahkan dari sinyal digital VDSL untuk kemudian dimodulasikan dan dikodekan. Melalui jaringan komunikasi, data sinyal ini dikirimkan ke pihak yang dituju, seperti ISP (Internet Service Provider).Transmisi data yang digunakan ini tergantung dari penyelenggara jasa VDSL, umumnya ATM (Asynchronous Transfer Mode). Sinyal digital dari ISP dikodekan menjadi sinyal VDSL di sentral. Kemudian modem menggabungkannya dengan sinyal telepon di Main Distribution Frame (MDF) sebelum dikirimkan ke pelanggan, perangkat pemisah (splitter) memisahkan sinyal telepon dari sinyal digital. Sinyal digital didemodulasi dan di-decode, kemudian dikirimkan ke PC. Konfigurasi VDSL dapat dilihat pada Gambar 2.2[1].

Gambar 2.2 Konfigurasi VDSL

POTS

Sentral PSTN

ONU / VDSLAM Fiber

Optik

2-wire

0 1 0 1 1

ISP

VDSLAM

VDSL

Data Splitter


(33)

Konfigurasi VDSL terdiri atas 2 komponen utama, yaitu perangkat VDSLAM (Digital Subscriber Line Access Multiplexer) di sisi operator telekomunikasi dan modem VDSL di sisi pelanggan. VDSLAM ditempatkan di sentral telepon. Perangkat VDSLAM biasanya berukuran besar dan dilengkapi POTS (Plain Old

Telephone Service) spliter yang digunakan untuk memisahkan antara suara dan data.

2.6 Struktur Modem VDSL

Struktur modem VDSL terdiri dari blok rangkaian pengirim dan blok rangkaian penerima. Proses yang terjadi pada blok pengirim yaitu data input diframekan, kemudian dijadikan kode (coding) dengan menggunakan rangkaian pengkode yang berfungsi untuk mencegah kesalahan-kesalahan pada kode-kode data. Setelah itu dimodulasikan dengan rangkaian modulator DMT (constellation encoder). Lalu sinyal output (sinyal digital) tadi di analisa dengan menggunakan rangkaian IDFT (Inverse Discrete Fourier Transform). Setelah itu dikonverterkan dengan DAC (Digital to Analog Converter) yang sebelum dilewatkan ke rangkaian P/S (Parallel/Serial). Rangkaian driver berfungsi mengamplitudokan sinyal-sinyal output analog dari rangkaian DAC. Setelah itu dengan menggunakan rangkaian hybrid, output dari rangkaian driver dialirkan ke sambungan (line) telepon. Pada modem terdapat rangkaian pengirim dan penerima satu sama lain terpisah. Baik dari sinyal rangkaian pengirim maupun sinyal dari rangkaian penerima menggunakan sepasang saluran telepon yang sama. Rangkaian hybrid bertugas memisahkan sinyal pengirim


(34)

penerima. Gambar 2.3[8] menunjukkan blok struktur modem VDSL yang menggunakan sistem modulasi DMT.

Gambar 2.3 Struktur modem VDSL

Proses yang terjadi pada blok penerima merupakan kebalikan dari rangkaian pengirim. Sinyal input yang masuk dari saluran telepon diperkuat dengan rangkaian penguat LNA (Low Noise Amplifier).

2.7 Keunggulan dan Kekurangan VDSL

Dengan bertambahnya jumlah pengguna internet, kebutuhan akses cepat internet sudah menjadi keharusan. Teknologi VDSL merupakan salah satu solusi untuk akses internet cepat yang memanfaatkan saluran telepon eksisting atau PSTN untuk layanan triple play.

Berapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan VDSL adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan kabel tembaga eksisting. Hampir 90% jaringan akses saat ini adalah kabel tembaga.


(35)

2. Menghemat investasi penggelaran jaringan baru. 3. Cepat dalam proses instalasi.

4. Mendukung transmisi data kecepatan tinggi hingga 55 Mbps untuk downstream dan 4 Mbps untuk upstream.

5. Layanan multimedia mempersyaratkan penggunaan bandwidth yang lebar dan kecepatan tinggi.

6. Dapat menggunakan telepon dan pentransferan data secara bersamaan tanpa ada efek gangguan pada salah satu diantaranya.

Tetapi terdapat juga kekurangan penggunaan VDSL. Diantaranya adalah akibat frekuensi tinggi dari VDSL ini menyebabkan interferensi terhadap saluran tembaga[3].


(36)

BAB III

MODULASI DISCRETE MULTITONE (DMT)

3.1 Umum

Teknologi modem VDSL mengandalkan modulasi discrete multitone (DMT). DMT mengatur kanal broadband menuju banyak subkanal dari frekuensi terdekat dan memodulasi sinyal encode ke subkanal frekuensi terdekat dengan menggunakan

Fast Fourier Transform (FFT). Pada VDSL standar, subkanal terendah tidak

digunakan untuk transmisi data hanya mengatur sinyal suara dan ISDN, artinya satu subkanal awal ini sering digunakan sebagai pola perintis. Subkanal tersebut menggunakan sinyal QAM, berdasarkan dari alokasi bit pada penerima dan mengirimkan kembali pada transmitter.

3.2 Discrete Multitone (DMT)

DMT adalah teknik modulasi yang membagi-bagi lebar pita yang ada menjadi beberapa sub-band yang sempit untuk menjamin reliabilitas transmisi data, bahkan ketika noise mempengaruhi area tertentu dalam spektrum yang ada. DMT merupakan kombinasi dari QAM dan FDM. Beberapa bandwidth yang tersedia dibagi ke dalam subkanal 4 KHz, dimana masing-masing subkanal memiliki frekuensi carrier sendiri. Pada Gambar 3.1 menunjukkan konsep DMT dengan N kanal. Bit-bit yang dibentuk berdasarkan sumber yang dilewatkan melalui serial-to-parallel converter (S/P), dimana bit-bit N dibagi atas jalur paralel yang masing-masing hanya terdiri


(37)

dari 1 kode bit. Sinyal-sinyal QAM yang terdiri dari beberapa jalur disatukan bersama oleh FDM dan hasilnya dikirimkan ke sentral/pelanggan[6].

Gambar 3.1 Modulasi DMT

American National Standard Institute (ANSI) telah memilih DMT sebagai

standar modulasi untuk ADSL dan VDSL. DMT merupakan bentuk spesial dari implementasi modulasi multicarrier (MCM), yang berdasarkan transformasi Fourier-diskrit (DFT) yang dapat disesuaikan ke bentuk digital. Keuntungan utama dari DMT dibandingkan modulasi lainnya pada MCM adalah implementasi bentuk digital dan juga rendahnya tingkat kesulitannya. DMT sebagai metode modulasi yang banyak digunakan dari MCM lainnya, yaitu membagi kanal VDSL menjadi beberapa subkanal sempit dengan lebar pita 4.3125 KHz. Frekuensi kerja sinyal DMT dapat dilihat pada Gambar 3.2[2]. VDSL menyediakan bandwidth secara dedicated

(no-share bandwidth). VDSL membagi bandwidth menjadi 2 bagian yaitu band frekuensi

rendah (0-4 KHz) untuk suara (POTS) dan band frekuensi tinggi (300 KHz -12 MHz) untuk data.


(38)

DMT merupakan ide dasar untuk mentransformasikan lebar pita kanal menjadi sub-sub kanal N yang beroperasi secara paralel. Yang membuat kekhususan DMT adalah kemampuan transformasi waktu diskrit yang sangat baik. Sifat pengirimnya meneruskan sistem komunikasi berupa representasi matriks linear, dimana implementasinya berupa transformasi Fourier Diskrit (DFT).

Basic

Telephone service ISDN upstream downstream

Gambar 3.2 Frekuensi Sinyal DMT

Blok diagram sistem transmisi data multikanal ditunjukkan pada Gambar 3.3[8] merupakan bentuk umum dari transmisi multikanal. Sistem ini dikonfigurasikan menggunakan Quadrature Amplitude Modulation (QAM), dimana sistem ini berdasarkan efisiensi spektralnya. Laju data biner yang datang pertama sekali menuju demultiplexer, yang menghasilkan laju sub N. Masing-masing laju sub merepresentasikan deretan dari 2 elemen sub-simbol, yaitu an dan bn. Dimana an dan

bn adalah elemen nilai yang termasuk oleh sub-kanal n. Sedangkan fungsi dasar

passband dari QAM ditunjukkan:

{φ(t)cos(2πfnt), φ(t)sin(2πfnt)}, n = 1,2,…..,N (3.1)


(39)

Dimana frekuensi pembawa fn dari modulator adalah rata-rata simbol 1/T yang ditunjukkan : N n T n

fn = =1,2,..., (3.2)

Fungsi lowpass φ(t) adalah fungsi sinc :

∞ < < ∞ −       = t T t c T

t) 2sin

(

φ (3.3)

Gambar 3.3 Blok Diagram Transmisi Multikanal

Untuk masing-masing 2 bentuk fungsi sinc modulasi quadrature yang sebagian orthogonal : Sinyal Output Sinyal input S Noise h(t) S Modulator 1 Modulator 2 Modulator N . . . .

F (t) Sin (2pf1t) cos (2pf1t)

F (t) Sin (2pf2t) cos (2pf2t)

F (t) Sin (2pfNt) cos (2pfNt)

Modulator 1 Modulator 2 Modulator N . . . .

F (t) Sin (2pf1t) cos (2pf1t)

F (t) Sin (2pf2t) cos (2pf2t)

F (t) Sin (2pfNt) cos (2pfNt)


(40)

Hubungan orthogonal ini menjadi dasar untuk formulasi konstelasi sinyal untuk masing-masing modulator N, dimana :

exp (j2πfnt) = cos(2πfnt) + jsin(2πfnt) (3.5)

Dengan ini dapat menyempurnakan defenisi fungsi dasar passband dari bentuk kompleks :

   

( )exp( 2 )

2 1

t f j

t π n

φ n = 1,2,...,N (3.6)

Gambar 3.3 juga menyertakan struktur pada penerima. Pada penerima terdiri dari detektor N, dengan kanal keluarannya secara bersamaan diterima oleh detektor. Masing-masing detektor didukung dengan masing-masing operasi fungsi sinc modulasi quadrature dengan bagian dari fungsi dasar passband yang dikirim oleh modulator di transmitter.

3.3 Quadrature Amplitude Modulation (QAM)

QAM merupakan kombinasi dari Amplitude Shift Keying (ASK) dengan Phase

Shift Keying (PSK) yang disebut juga Amplitude-Phase Shift Keying (APSK). ASK

merupakan bentuk dari Amplitude Modulation (AM) dimana frekuensi yang digunakan berdasarkan data digital. Sedangkan PSK adalah teknik modulasi dimana frekuensi carrier juga berdasarkan data digital. QAM biasanya merupakan tingkat lanjut dari PSK dan PAM. Fungsi dasar sinyal QAM memiliki kemiripan dengan sinyal PSK seperti berikut[5]:


(41)

[cos(2 ) sin(2 )] ) ( ) ( ) ( 2 m c m c m m t f j j m m t f t f t g A e mT t g e A t

S m c

θ π θ π π θ + + + = −

=

(3.7)

Dimana Am = (AI 2 + AQ 2)1/2, sedangkan AI dan AQ adalah informasi yang dibawa sinyal pada masing-masing kanal yang berupa sinyal PAM, sedangkan g(t) adalah pulsa terbentuk dari sinyal yang dibangkitkan. Parameter Am.g(t) disederhanakan sebagai Am(t), yang memberi indikasi sebuah bentuk modulasi amplitudo. Parameter θm memberi indikasi sebuah modulasi fase, dan memiliki nilai:

) / (

tan 1 Q I

m A A

=

θ (3.8)

Untuk suatu konstelasi sinyal QAM M = M1/M2 level, dapat dipilih suatu kombinasi M1-level PAM dan M2-level PSK. Gambar 3.4 menunjukkan beberapa konstelasi rectangular pada beberapa nilai M yang berbeda. Konstelasi sinyal akan menentukan jarak minimum pada masing-masing sinyal yang berdekatan, yang dalam kondisi real diwakili oleh amplitudo dan fasenya. Untuk nilai M = 4 akan menempatkan 4 titik sinyal pada satu lingkaran energi yang sama dan masing-masing memiliki fase berbeda, hal ini akan memberikan bentuk konstelasi seperti QPSK.


(42)

Untuk M = 16 ada beberapa cara pembentukan konstelasi. Salah satu model yaitu konstelasi rectangular (konstelasi square) memiliki keuntungan lebih pembentukannya dan memiliki efisiensi daya tidak terlalu jauh dibanding dengan konstelasi optimalnya. Bentuk rectangular yang dihasilkan pada sistem 16-QAM dapat dilihat pada Gambar 3.5a. Model konstelasi ini dapat dibangkitkan dari dua sinyal PAM pada masing-masing kanal in-phase (I) dan quadrature (Q). Bentuk sinyal output dari 16-QAM secara umum dapat diberikan seperti pada Gambar 3.5b.

a. 16 QAM Rectangular b. Sinyal output Gambar 3.5 Konstelasi rectangular dan sinyal output 16-QAM

Secara umum diagram blok pemancar 16-QAM seperti pada Gambar 3.6. Disini dibuat asumsi umum bahwa sinyal input merupakan sederetan pasangan 4 bit, dan diikuti dengan proses S/P untuk menghasilkan dua pasangan 2 bit untuk kanal I dan kanal Q. Dua bit disalurkan pada kanal Q, dan dua bit disalurkan pada kanal I. Pasangan 2 bit informasi paralel pada masing-masing kanal selanjutnya dikodekan menggunakan Gray coding. Setiap pasangan bit informasi terkode pada masing-masing kanal memodulasi amplitudo sinyal carrier. Kanal I memodulasi sinyal sinus


(43)

dengan fase awal -π/2 radiant (cos2πfct) yang selanjutnya disebut in-phase, dan

kanal Q memodulasi sinyal sinus yang memiliki fase awal 0 radian (sin2πfct) yang

selanjutnya disebut sebagai kanal quadrature. Sinyal carrier termodulasi ini dikombinasi untuk menghasilkan 16 macam bentuk sinyal dengan amplitudo dan fase yang bervariasi dan siap ditransmisi.

Gambar 3.6 Blok Pemancar 16-QAM

3.3.1 Pemancar Sistem 16-QAM dengan Konstelasi Rectangular

Pada bagian ini merupakan gambaran penempatan data input menjadi suatu bentuk konstelasi rectangular yaitu :

16-QAM Natural binary code

16-QAM 2D Gray Code

a. 16-QAM Natural binary code

Dalam natural binary code 16-QAM, pasangan 2 bit pada kanal Q and kanal I dikodekan secara natural (alamiah). Dua pasangan bit secara natural dikodekan dan


(44)

Tabel 3.1 Perbandingan output pada Natural Code dan Gray Code Pasangan

bit input

Natural Code Gray Code

Q I Q Output kanal Q

I Output kanal I

Q Output kanal Q

I Output kanal I

00 00 00 -3sin(2 fct) 00 -3sin(2 fct) 00 -3sin(2 fct) 00 -3sin(2 fct) 01 01 01 -1sin(2 fct) 01 -1sin(2 fct) 01 -1sin(2 fct) 01 -1sin(2 fct) 10 10 10 +1sin(2 fct) 10 +1sin(2 fct) 11 +1sin(2 fct) 11 +1sin(2 fct) 11 11 11 +3sin(2 fct) 11 +3sin(2 fct) 10 +3sin(2 fct) 10 +3sin(2 fct)

1

Gambar 3.7 16-QAM Natural binary code

Dari gambar 3.7 terlihat bahwa diantara dua titik berdekatan perbedaan dua bit mungkin terjadi, sehingga jika kesalahan dilakukan penerima dalam menerjemahkan suatu informasi bisa menyebabkan kesalahan dua bit.

Asumsikan ada sederetan input: 0010, 1000, 1111, dan 0101. Pasangan 2 bit output pada modulator kanal Q adalah 00, 10, 11, dan 01. Pada kanal Q sinyal

carrier termodulasi akan memiliki bentuk -3sin(2πfct), +1sin(2πfct), +3sin(2πfct),


(45)

01. Pada kanal I sinyal carrier termodulasi akan memiliki bentuk -1cos(2πfct),

+3cos(2πfct), -3cos(2πfct), dan +1cos(2πfct).

b. 16-QAM 2D Gray Code

Dalam 16-QAM gray code 2 dimensi (2D), data pada kanal Q dan I dikodekan secara Gray dan kemudian dimapping (ditempatkan) pada konstelasi sinyal 16-QAM

rectangular. Pasangan 2 bit input, dikodekan secara gray. Hasil pengkodean kanal Q

dan I, bentuk konstelasi sinyal seperti pada Gambar 3.8. Di sini terlihat bahwa dua titik terdekat hanya dibedakan oleh satu bit berbeda. Jika penerima membuat kesalahan dalam menterjemahkan informasi maka hanya akan terjadi kesalahan satu bit.

Gambar 3.8 16-QAM 2D Gray code

Jika ada sederetan input: 0010, 1000, 1111, dan 0101. Setelah proses gray


(46)

1sin(2πfct). Disisi lain output pasangan 2 bit pada kanal I adalah 11, 00, 10, dan 01.

Output kanal I dalam hal ini adalah +1cos(2πfct), -3cos(2πfct), +3cos(2πfct), dan

-1cos(2πfct).

3.3.2. Penerima 16-QAM Dengan Konstelasi Rectangular

Penerima pada 16-QAM mirip dengan penerima pada sistem QPSK, tetapi dalam sistem ini masing-masing kanal tersusun dari 2 bit informasi. Secara umum blok diagram pada penerima 16-QAM dapat digambarkan seperti Gambar 3.9. Seperti pada bagian pemancar, perbedaan pembentukan kontelasi pada bagian penerima ditentukan pada proses demapping. Pada bagian ini diasumsi bahwa carrier lokal yang dibangkitkan oleh penerima dapat bekerja dengan sempurna sehingga memiliki frekuensi dan fase yang sama dengan sinyal termodulasi yang berasal dari pemancar.

Gambar 3.9 Penerima 16-QAM

Setelah proses filter dengan menggunakan LPF, sinyal PAM pada masing-masing kanal dideteksi didasarkan pada level sinyalnya. Proses berikutnya adalah


(47)

pemancar. Jika sistem mapping pada bagian pemancar menggunakan natural binary

code, proses demapping pada penerima juga harus menggunakan natural binary decode, demikian halnya jika pemancar menggunakan 2D gray code pada sistem mapping

3.3.3 Sistem 16-QAM Circular

Pada sistem 16-QAM Circular, semua titik pada konstelasi diorientasikan ke titik asal (0,0). Titik-titik tersebut harus memiliki nilai energi bervariasi, sebab sulit untuk menempatkan 16 titik pada satu lingkaran energi yang sama. Dalam hal ini perbedaan fase minimum antar titik-titik terdekat yang memiliki nilai energi sama sebesar π/8 radian. Blok diagram unntuk membangkitkan sinyal 16-QAM dengan konstelasi Circular dapat diberikan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Modulator 16 QAM Circular

Input data dalam hal ini dipecah menjadi 4 kanal Q, I, C1, dan C2. Masing-masing memiliki bit rate ¼ nilai bit rate input. Empat bit data (satu simbol) secara


(48)

dikeluarkan secara simultan (serempak). Bit-bit I, C1, dan C2 memasuki 2-to-4 level

converter kanal in-phase. Bit-bit Q, C1’, dan C2 memasuki 2-to-4 level converter

kanal quadrature. Dalam realisasinya 2-to-4 level converter merupakan DAC. Dengan 3 bit input akan menghasilkan 8 kombinasi sinyal. Bit I dan Q menentukan polaritas sinyal (logika 1 = positif dan logika 0 = negatif). Bit-bit pada C1 da C1’ menentukan magnitudo sinyal (logika 1 =1.307 dan logika 0 = 0.54). Bit C2 menentukan faktor pengali magnitudo sinyal (logika 1 = 2x dan logika 0 = 1x). Tabel 3.2 menunjukkan tabel kebenaran dari sinyal 8 level PAM yang bersesuaian dengan kondisi ouput pada 2-to-4 level converter.

Tabel 3.2 Tabel kebenaran sinyal 8 PAM

Sinyal PAM memodulasi carrier in-phase dan quadrature dalam faktor pengali modulator. Karena bit-bit C1 dan C1’ tidak mungkin memiliki logic gate sama, output dari kanal in-phase dan quadrature tidak memiliki magnitudo sama walaupun mungkin memiliki polaritas sama.

Linear summer mengkombinasikan output dari faktor pengali modulator


(49)

input in-phase I=0, C1=0 dan C2=0, pada product modulator output = -0.541 sin ωct. Bit input quadrature Q=1, C1’=1, dan C2=0 pada product modulator outputnya = -1,307 cos ωct. Kombinasi pada linear summer memberikan :

Output linear summer = -0.541sin ωct -1,307 cos ωct

= 1.415 sin (ωct + tan-1(-0.541/-1,307))

= 1.415 sin (ωct -112.5) (3.9)

Disesuaikan dengan bentuk dasar pada sinyal 16-QAM, maka bentuk ini menjadi : Output linear summer = 1.415 cos (ωct -112.5- π/2 radian) (3.10) Secara keseluruhan kombinasi dari kanal in-phase dan quadrature pada linear

summer memberi hasil seperti pada Tabel 3.2 dan konstelasi sinyal circular yang

dihasilkan pada pemancar seperti pada Gambar 3.11.


(50)

Blok diagram penerima sistem 16-QAM Circular dapat diberikan seperti pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Penerima 16 QAM Circular

Kerja bagian penerima merupakan kebalikan bagian pemancar. Dari sinyal 16-QAM di-split untuk dilakukan proses pembentukan ulang carrier, dan selanjutnya hasilnya ini digunakan untuk product detector dan setelah proses LPF dan ADC dihasilkan sederetan bit dalam bentuk paralel. Diujung proses merupakan konversi dari paralel ke serial untuk merecover data yang dihasilkan.

3.4 Transformasi Fourier Diskrit

Transformasi fourier diskrit banyak digunakan untuk menyederhanakan suatu persoalan desain dan analisis baik dalam persoalan sistem yang kompleks maupun dengan data yang banyak. Dengan metodologi analisis fourier diskrit maka sifat-sifat segala sistem komunikasi pada transmitter masukan dan keluaran,


(51)

diimplementasikan dengan menggunakan transformasi fourier diskrit / Discrete

Fourier Transform (DFT).

DFT adalah salah satu dari bentuk transformasi Fourier yang digunakan sebagai ganti integral, digunakan untuk penjumlahan. DFT juga sering disebut Finite Fourier

Transform (transformasi Fourier berhingga), yang diterapkan untuk pemrosesan

sinyal digital. Untuk urutan bilangan yang diformulasikan oleh DFT menjadi[10] :

=− − − = = 1 0 2 1 , , 0 N n kn N i n

k e k N

X

π

χ (3.11)

Dimana : e = logaritma natural i = unit imajiner Sedangkan untuk IDFT adalah :

1 , , 0 1 1 0 2 − = =

− = N n e X N N n kn N i k n  π χ (3.12)

FFT sangat dibutuhkan untuk aplikasi dari pemrosesan sinyal digital untuk menyelesaikan persamaan differensial parsial. Penggunaan N subcarrier yang terlalu besar membutuhkan lebih banyak komputasi per unit waktu. Banyaknya komputasi yang dilakukan untuk N subcarrier pada DFT adalah N2. Ini membuat pengolahan sinyal pada DMT dengan menggunakan DFT/IDFT menjadi kurang efisien.

Penerapan algoritma Fast Fourier Transform/Inverse Fast Fourier Transform (FFT/IFFT) pada Discrete Fourier Transform memberikan cara yang efisien untuk pemrosesan sinyal pada DMT yang menggunakan N subcarrier sangat besar. Proses komputasi pada algoritma ini didasarkan pada dekompresi atau pemecahan


(52)

Pada algoritma FFT ini banyaknya komputasi yang terjadi adalah N/2log2N,

dimana N adalah banyaknya jumlah subcarrier. Perbandingan jumlah komputasi yang dilakukan oleh DFT dan FFT dapat dilihat pada Tabel 3.3[10].

Tabel 3.3 Perbandingan Jumlah Komputasi antara DFT dan Algoritma FFT

Jumlah Stage V Jumlah Titik N Perkalian Langsung N2 Algoritma FFT (N/2)log2N

Perbandingan Kecepatan R=N2/((N/2)log2N)

2 4 16 4 4

3 8 64 12 5,333

4 16 256 32 8

5 32 1024 80 12,8

6 64 4096 192 21,33

7 128 16384 448 36,57

8 256 65536 1024 64

9 512 262144 2304 113,77

10 1024 1048576 5120 204,8

3.4.1 Formula DFT

DFT (Discrete Fourier Transform) dari deretan N-titik sinyal waktu diskrit x[n] dimana 0≤nN −1didefinisikan sebagai[10]:

=− = − = 1 0 1 ,.., 1 , 0 ; ] [ ) ( N n kn

N k N

W n x k

X (3.13)

Dimana WN didefenisikan sebagai:

N j N e W π 2 −

= (3.14)

Sehingga faktor twiddle dari WNkn dapat ditulis sebagai:

kn N j kn N e W π 2 −


(53)

Maka persamaan (3.12) dapat ditulis menjadi persamaan (3.10)

Dari persamaan (3.12) di atas terlihat bahwa DFT X(k) merupakan suatu fungsi diskrit pada variabel integer k. DFT pada X(k) selengkapnya dispesifikasikan oleh nilai N pada X(0), X(1), X(2),..., X(N-1). Secara umum nilai ini merupakan bentuk kompleks, sehingga X(k) dapat dinyatakan dalam bentuk polar maupun

rectangular. Dalam bentuk polar dinyatakan sebagai:

1 ..., 2 , 1 , 0 ; ) ( exp[ ) ( )

(k = X k jX k k = N

X

Dimana X(k)adalah magnitudo dari X(k) dan ∠X(k)adalah fasa dari X(k). Dalam bentuk rectangular dapat ditulis sebagai:

1 ,..., 2 , 1 , 0 ; )

(k =R +JI k = N

X k k

Dimana Rk adalah bagian real dari X(k) dan dirumuskan sebagai:

N kn n x x R N n k π 2 cos ] [ ] 0 [ 1 1

=− +

= (3.16)

Dan Ik merupakan bagian imajiner dari X(k) dan dirumuskan sebagai:

=− − = 1 1 2 sin ] [ N n k N kn n x

I π (3.17)

3.4.2 Formula IDFT

IDFT (Inverse DFT) dari deretan N-titik X(k), dimana 0≤kN −1

didefinisikan sebagai: 1 ,..., 1 , 0 ; ) ( 1 ] [ 1 0 − = =

− =

n N

W k X N n x N k kn


(54)

Atau dapat ditulis sebagai sebagai persamaan (3.11). Deretan x[n] mengandung N

sampling didalam domain waktu dan deretan X(k) mengandung N sampling didalam domain frekuensi. Titik-titik sampling didalam domain frekuensi terjadi pada N jarak

frekuensi yang sama wk = 2 k/N, k = 0, 1, 2,..., N-1. Dengan titik-titik sampling ini,

X(k) secara khusus menggambarkan deretan x[n] didalam domain frekuensi. Beberapa sifat yang penting dari DFT dapat dimanfaatkan didalam perhitungan. Sifat ini dapat dilihat bahwa kn

N

W adalah periodik didalam periode N.

Ketika x[n] adalah deretan dengan nilai real, output DFT adalah simetris. DFT dari deretan yang real memiliki sifat-sifat:

a. X(0) = X*(0)

b. X(N-k) = X*(k), k = 1, 2, ..., N-1

Dimana “*” menyatakan kompleks konjugat. IDFT dari X(k) akan menghasilkan deretan real. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan/membangkitkan sinyal real.

3.4.3 Fast Fourier Transform (FFT) dan Inverse FFT

Algoritma FFT adalah algoritma yang sudah dikenal dengan baik dan digunakan secara luas didalam pemrosesan sinyal digital sebagai algoritma yang efisien didalam mengevaluasi DFT. FFT/IFFT adalah satu dari komponen yang paling penting didalam sistem modulasi DMT. Algoritma ini digunakan pada modulasi dan demodulasi DMT.

Algoritma ini awalnya dikembangkan oleh Cooley dan Tokey yang mengajukan sebuah penyelesaian alternatif untuk DFT yang didasarkan pada


(55)

dekompresi (pemecahan) transformasi menjadi transformasi-transformasi yang lebih kecil ukurannya dan mengkombinasikan hasilnya untuk mendapatkan total transformasi. Bentuk pendekatan algoritma ini dapat dilakukan dengan decimation in

time (DIT) dan decimation in frequency (DIF).

Didalam proses decimation, baik decimation in time maupun decimation in

frequency digunakan beberapa metode radix. Salah satu metodenya adalah radix-2

yang merupakan metode paling fundamental didalam proses decimation. Didalam algoritma radix-2, panjang deretan data x[n] dimana n = 0, 1, 2,...,N-1 merupakan dua pangkat integer positif (N = 2p, dimana p adalah integer positif). Penggambaran dua (N/2) titik sub deretan x1[n] dan x2[n] sebagai nilai indeks genap dan nilai indeks

ganjil dari x[n] adalah :

1 2 ,..., 2 , 1 , 0 ; ] 2 [ ] [

1 = = −

N n

n x n

x (3.19)

1 2 ,..., 2 , 1 , 0 ; ] 1 2 [ ] [

2 = + = −

N n

n x n

x (3.20)

Kemudian DFT N-titik pada persamaan (3.13) dapat dinyatakan sebagai:

=− = 1 0 ] [ ) ( N n kn N W n x k X

− = + − = + +

= ( /2) 1

0 ) 1 2 ( 1 ) 2 / ( 0 2 ] 1 2 [ ] 2 [ N n n k N N n kn

N x n W

W n

x (3.21)

Sebagaimana 2 (2 / ) 2 (2 /( /2)) /2

]

[ j N j N N

N e e W

W = π = π = , persamaan di atas menjadi:

= − +

=

=( /2) 1 0 1 ) 2 / ( 0 2 / 2 2 /

1[ ] [ ]

) ( N n N n kn N k N kn

N W x nW

W n x k


(56)

3.5 Frequency Division Multiplex (FDM)

FDM merupakan suatu sistem multipleks / multiplexing, yaitu proses penyatuan banyak data dengan menggunakan satu fasilitas. FDM adalah operasi multipleks yang membagi slot-slot dalam domain frekuensi untuk beberapa data hasil dari modulasi. Tiap sinyal dimodulasi dengan frekuensi carrier berbeda. Frekuensi sinyal dipisah sehingga tidak terjadi overlap (guard bands) Oleh beberapa modulasi

sub-carrier dari sinyal telepon, beberapa sinyal dapat dibangkitkan dan dimodulasi

menuju carrier utama, yang dikirimkan ke kanal menjadi satu sinyal utama (multiplexing).

Pada penerima, sinyal utama dipisahkan kemudian didemodulasi menjadi sinyal-sinyal awal. Ketika FDM digunakan untuk melewatkan banyak sinyal dalam menggunakan kanal komunikasi dalam rentang waktu yang sama, dinamakan

frequency division multiple access (FDMA). Secara umum mekanisme FDM

digambarkan pada Gambar 3.13[6].


(57)

b. Mekanisme FDM pada penerima

Gambar 3.13 Mekanisme FDM pada pengirim dan penerima

Koneksi internet melalui jalur telepon twisted pair membutuhkan 3 KHz

bandwidth untuk akurasi transfer data. Ketika FDM digunakan untuk jaringan

komunikasi, sinyal-sinyal input dikirim dan diterima dengan cepat. Jika sinyal dikirim dengan jarak yang panjang, diperlukan bandwidth yang besar.

3.6 Struktur Model DMT

Dasar untuk implementasi DMT menggunakan DFT adalah penggunaan

Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) dan penggunaan algoritma Fast Fourier Transform (FFT). Penggunaan transformasi ini ketika diterima data masukan yang

berada pada pemancar (transmitter), diproses lalu dikembalikan lagi prosesnya pada penerima (receiver). Gambar 3.14 menunjukkan blok diagram dari persamaan-persamaan tersebut dan implikasi prakteknya[3].


(58)

Gambar 3.14. Blok rangkaian dari sistem DMT

Berdasarkan Gambar 3.14, pada sisi input data merupakan blok pengirim dan setelah melewati kanal, data akan dikirim menuju sisi penerima.

3.7 Transmitter

Data masukan umumnya berupa 3 sumber komunikasi yaitu data, suara dan gambar. Data-data yang berupa sinyal tersebut akan diolah pada sisi pemancar adanya proses gangguan DMT berupa AWGN dan pembentukan kembali sinyal asli di penerima. Sisi transmitter terdiri dari blok-blok rangkaian yaitu konversi analog ke digital, konversi serial ke paralel, modulasi sinyal, IFFT dan cyclic extension.

3.7.1 Pembangkitan Data Masukan

Proses simulasi dimulai dengan pembangkitan sejumlah bit-bit masukan secara acak oleh random data generator yang terdistribusi Uniform, hal ini dikarenakan probabilitas kemunculan bit “0” dan bit “1” yang dihasilkan adalah sama.

Modu lasi

IFFT

P/S

Channel

FFT Remove

Prefix S/P

ADC

P/S Data

Random

Data output

Cyclic Prefix

S/P demodul


(59)

Pembangkitan data masukan pada simulasi ini berdasarkan pada pembangkitan bilangan acak berdistribusi Uniform. Distribusi ini memiliki kepadatan probabilitas yang sama untuk semua untuk semua besaran yang dikeluarkan / diambil yang terletak antara 0 dan 1. Fungsi kepadatan probabilitas dinyatakan dengan persamaan:     − = lainnya untuk B x A untuk A B x f 0 ) ( 1 )

( (3.24)

Dimana A, B = konstanta

Proses pembangkitan distribusi Uniform dilakukan dengan persamaan:

n

U A B A

X = +( − ) (3.25)

Dimana A = 0 dan B = 1 (untuk distribusi Uniform standar) Un = bilangan acak pada interval [0,1].

Data yang dibangkitkan dari pembangkitan data random elemen yang terdapat di dalam data tersebut terdiri dari bit 0 atau bit 1.

3.7.2 Konversi Analog ke Digital

Konversi analog ke digital yaitu mengubah bentuk sinyal analog menjadi bentuk sinyal digital. Pada pengkonversian analog ke digital ada 2 metode yang digunakan ketika sinyal data melalui rangkaian ini, yaitu proses sampling dan kuantisasi. Sampling adalah proses pencuplikan sinyal kontinu (sinyal analog) pada interval waktu diskrit. Proses sampling dapat dilihat pada Gambar 3.15[9].


(60)

Gambar 3.15 Proses sampling

Jika pada suatu sinyal terdapat frekuensi tertinggi fmax, maka rata-rata sampel

sinyalnya paling tidak 2fmax, yang dijelaskan pada persamaan (3.26).

Fs =2 fmax (3.26)

Sinyal analog yang terkuantisasi akan diubah menjadi deretan bit. Pada kuantisasi, sinyal input dibagi menjadi 2B level sinyal dan setiap sampel dibulatkan ke level terdekat. Proses kuantisasi dapat dilihat pada persamaan 3.27.

q=2A/2B (3.27)

dimana: A = amplitudo B = bit

Pada proses kuantisasi, terdapat error yang tidak dapat dihilangkan (e), didistribusikan secara acak pada interval ± q/2. Maka noise kuantisasinya adalah :

12 1 ) ( 2 2 / 2 / 2 2 / 2 / 2 2 q de e q de e P e q q q q e = = =

− − σ (3.28)


(61)

Dengan daya sinyal A2/2, maka error pada kuantisasi yang dinamakan SQNR (signal-to-quantization noise power ratio) dijelaskan pada persamaan (3.29).

dB B q A SQNR B 76 . 1 02 . 6 2 2 3 log 10 12 / 2 / log 10 2 2 2 + =     × =     = (3.29)

3.7.3 Konversi Serial ke Paralel

Blok serial ke paralel berfungsi untuk merubah aliran data yang terdiri dari 1 baris dan beberapa kolom menjadi beberapa baris dan beberapa kolom. Hasil dari blok serial ke paralel ini adalah matriks bit-bit informasi dengan jumlah baris menyatakan banyaknya subcarrier yang digunakan setiap simbol. Gambar 3.16 menunjukan Ilustrasi konversi serial ke paralel.

Gambar 3.16 Ilustrasi konversi serial ke paralel

3.7.4 Modulasi Sinyal


(62)

dan konstelasi imaginary (quadrature). Pada modulasi ini setiap simbol diwakili oleh 4 bit data informasi.

Gambar 3.17 konstelasi sinyal 16-QAM

Pada persamaan 3.7 dapat dilihat persamaan dari sinyal QAM dimana kanal inphase I menggunakan cos (2 fct) sebagai simbol pembawa, sedangkan kanal

quadrature-phase Q menggunakan sin(2 fct) sebagai sinyal pembawa. Probabilitas Bit Error

Rate (BER) sinyal QAM pada kanal AWGN diformulasikan dengan persamaan

3.30[13].

(3.30)

3.7.5 Inverse Fast Fourier Transform (IFFT)

IFFT mentransformasikan data paralel domain frekuensi menjadi data paralel domain waktu. Setelah konstelasi mapping, blok-blok yang bernilai bilangan

3 -1 1 -3 -1 -3 1 3 00 11 11 10 10 01 01 00 Q I     −     = 0 2 0 / 5 2 64 9 / 5 2 8 3 N E erfc N E erfc


(63)

kompleks akan diubah menggunakan IFFT. Pada DMT proses IFFT juga disebut pencerminan (mirror). Proses IFFT akan menjamin ortogonalitas antar subcarrier.

3.7.6 Cyclic Prefix

Cyclic Prefix merupakan pengulangan simbol dari pengirim yang berada di

awal simbol dan akan muncul kembali pada penerima. Pada modulasi DMT VDSL

Cylic Prefix disebut juga dengan Guard Interval [2]. Gambar 3.18 menunjukkan

ilustrasi dari cyclic prefix.

copy

v Gambar 3.18 cyclic prefix v

frame VDSL = VDSL simbol (N) + cyclic prefix (v)

Sample dicopi dari akhir simbol DMT dan ditambahkan pada awal simbol. Dengan membuang sampel Cyclic Prefix pada receiver sebelum demodulasi menggunakan FFT, ISI dan ICI dapat dieliminasi dengan sempurna sehingga simbol tetap terjaga.

3.8 Kanal

Simbol-simbol DMT ditransmisikan kedalam suatu kanal yang dipengaruhi oleh AWGN. Sinyal utama yang telah mengalami gangguan AWGN akan dideteksi


(64)

terjadinya pergerakan elektron yang bersifat acak sehingga besarnya white noise juga berubah secara acak terhadap waktu. Model matematika sinyal masukan pada penerima yang diasumsikan mengalami kerusakan karena adanya Additive White

Gaussian Noise ditunjukkan pada Persamaan 3.31.

(3.31) Dimana : r (t) = sinyal yang diterima

s(t) = sinyal yang dikirim

n(t) = noise (white gaussian Noise)

3.9 Receiver

Proses pada Receiver merupakan kebalikan dari transmitter. Pada penerima, terdiri dari pembuangan Cyclic Prefix, FFT, demodulasi, konversi paralel ke serial.

3.9.1 Pembuangan Cyclic Prefix

Setelah semua proses pengiriman dilakukan, cyclic prefix akan dibuang ketika sinyal diproses pada blok penerima. Tujuannya adalah untuk membuang noise yang terjadi ketika sinyal berada di kanal karena sinyal yang harus diterima oleh stasiun penerima adalah sinyal asli yang dikirimkan yaitu simbol tanpa cyclic prefix.

3.9.2 Fast Fourier Transform (FFT)

FFT berfungsi untuk mengubah sinyal domain waktu ke domain frekuensi dimana sinyal yang berbentuk bilangan kompleks akan diubah ke sinyal aslinya dengan penghapusan data yang di-mirror atau disebut juga proses de-mirroring.

) ( ) ( )

(t s t n t


(65)

3.9.3 Demodulasi Sinyal

Blok ini berfungsi untuk mendemodulasikan data paralel setelah proses FFT berdasarkan konstelasi modulasi yang digunakan yaitu 16-QAM.

3.9.4 Konversi Paralel ke Serial

Pada blok ini data paralel keluaran hasil demodulasi diubah menjadi satu jalur dalam bentuk serial dalam domain frekuensi untuk mendapatkan data asli yang dikirimkan oleh transmitter.

3.10 Perhitungan BER (Bit Error Rate)

Metode perhitungan BER yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah metode Monte Carlo. Untuk menghitung jumlah kesalahan dilakukan proses pengurangan data yang dikirim dengan data yang diterima. Untuk perhitungan Bit Error Rate (BER) dihitung dengan membandingkan antara data output dan data input kemudian jumlah bit yang salah dibagi dengan jumlah bit yang dibangkitkan. Proses ini pada software Matlab dapat direpresentsikan sebagai berikut, jika data yang dibangkitkan adalah :

seldata = rand(1,para*nd*ml) > 0.5;

jika kesalahan terjadi dalam kanal komunikasi maka terjadi perubahan dari bit 0 menjadi bit 1, dan juga berubah dari bit 1 menjadi bit 0. maka data yang diterima


(66)

Untuk menghitung jumlah kesalahan, dilakukan proses pengurangan data yang dikirim dengan data yang diterima. Jika tidak ada kesalahan yang terjadi, maka panjang nod dibuat sebagai vektor nol. Namun sebaliknya, jika terjadi kesalahan maka panjang nod akan dibuat sebagai vektor bukan nol (nonzero) yang bernilai -1 atau 1 pada posisi error. Dengan mengambil nilai mutlak dari elemen-elemen

subdata, dapat dibuat vektor yang dinyatakan dengan 1 pada tiap elemen yang

mengalami error.

Pengurangan vektor dinyatakan sebagai sebagai berikut:

noe2 = sum(abs(demodata1-seldata)); nod2 =length(seldata);

sehingga dengan demikian laju kesalahan bit (BER) dapat dihitung dengan membagi jumlah bit yang salah (noe) dengan jumlah bit yang dibangkitkan (nod) seperti berikut:


(67)

BAB IV

SIMULASI DAN ANALISIS KINERJA MODULASI DMT PADA JARINGAN VDSL

4.1 Umum

Pada BAB IV ini akan ditampilkan hasil simulasi dan analisa kinerja sistem (BER) yang dipengaruhi oleh jumlah subcarrier dan penambahan AWGN. Pada Tugas akhir ini data masukan yang digunakan merupakan data random yang berdistribusi uniform dengan kepadatan probabilitas yang sama untuk semua besaran yang diambil terletak antara 0 dan 1. Sampel yang digunakan dimulai dari 512.2n+1, dimana n = 0,1,2,3,4. Parameter masukan yang digunakan untuk memudahkan simulasi DMT yaitu :

1. Jumlah subcarrier (N) = 1024, 2048, 4096, 8192, 16384 2. Jumlah bit per simbol (M) = 4

3. Jumlah simbol DMT untuk satu loop = 8

4. Ukuran IFFT/FFT = 1024

5. Panjang Cyclic Prefix (cp) = 256 6. Periode sampling (T) = 0.05 s 7. Frekuensi sampling (fs) = 20 MHz

8. Periode CP (Tcp) = 0.8 s

9. Frekuensi space subcarrier = 0.3125 MHz


(68)

4.2 Prinsip Kerja Sistem

Adapun prinsip kerja dari sistem yang disimulasikan adalah sebagai berikut : 1. Transmitter membangkitkan data bilangan acak yang terdistribui Uniform.

2. Data yang dibangkitkan dikonversikan dari analog ke bentuk digital. 3. Transmitter mengkonversikan data dari bentuk serial ke paralel.

4. Transmitter kemudian melakukan proses modulasi QAM dengan konstelasi IQ.

5. Proses penambahan cyclic prefix pada setiap simbol DMT.

6. Transmitter kemudian melakukan proses transformasi x-titik melalui IFFT yang

menghasilkan simbol DMT.

7. Kemudian pada kanal transmisi, dilakukan penambahan gangguan, yaitu berupa variabel atenuasi dari AWGN. Untuk menganalisis kinerja BER terhadap jumlah

carrier pada sistem.

8. Selanjutnya pada receiver dilakukan proses penghapusan cyclic prefix dengan mencuplik x-baris waktu terakhir pada setiap matrik sinyal domain waktu sesuai panjang FFT.

9. Receiver kemudian melakukan proses FFT.

10.Receiver selanjutnya melakukan proses demodulasi dengan pendeteksian

magnitudo dari simbol-simbol DMT.

11.Receiver akhirnya mengkonversikan data yang diterima dari bentuk paralel ke

serial untuk mendapatkan data asli yang dikirimkan oleh transmitter. Agar lebih jelas, diagram alir simulasi dapat dilihat pada Gambar 3.18.


(69)

Mulai

Bangkitkan Data random

Ubah data masukan menjadi bit data

Memodulasi tiap-tiap bit paralel pada subcarrier yang berbeda Ubah bit-bit data ke dalam bentuk

paralel

Buang cyclic prefix

Tampilkan prefiks sinyal di data

Alirkan sinyal hasil modulasi ke dalam IFFT

Tambahkan cyclic Prefix

Diproses di kanal dengan pengaruh AWGN

Alirkan sinyal ke dalam FFT

Ubah sinyal ke bentuk bit serial Demodulasi tiap-tiap sinyal

Hitung Bit Error Rate

Selesai

Y

T


(70)

4.3 Kinerja BER Yang Dipengaruhi Oleh Jumlah Carrier

Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja BER yang dipengaruhi oleh jumlah carrier. Adapun variasi jumlah carrier yang digunakan di dalam simulasi, yaitu: 1024, 2048, 4096, 8192 dan 16384. Tabel 4.1 menunjukkan nilai BER rata-rata untuk masing-masing subcarrier.

Tabel 4.1 Nilai BER rata-rata untuk masing-masing subcarrier

No Carrier BER

1 1024 0.0043

2 2048 0.0035

3 4096 0.0031

4 8192 0.0085

5 16384 0.0213

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa untuk jumlah carrier 1024, BER yang dihasilkan adalah 0.0043 dan untuk jumlah carrier 16384, BER yang dihasilkan adalah 0.0213. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran I. Gambar 4.2 menunjukkan perbandingan BER terhadap jumlah carrier.


(71)

Gambar 4.2 Grafik perbandingan BER terhadap jumlah carrier

Dari Gambar 4.2 diperoleh bahwa nilai BER hasil simulasi akan semakin besar sesuai dengan jumlah carrier yang digunakan. Semakin besarnya nilai BER maka kinerja sistem akan semakin buruk.

4.4 Analisis Data Keluaran Simulasi

Untuk mendapatkan hasil perhitungan dan selang kepercayaan untuk mean = E(X) dimana X adalah variabel acak yang ditentukan sebagai perulangan independen dari simulasi dan x1, x2...xn akan dihasilkan dari variabel acak[12].


(72)

a. Mean

(4.1)

b. Variansi

(4.2)

c. Koefisien variansi

(4.3)             =

= N B E X E i i 30 1 ) (

( )

[

]

2 1 2 1 ) ( − − =

= n n X X n S n i i ) ( ) ( 2 n X n S cv=

( )

4 000235 . 0 2 = n S       + + + + = 5 0213 . 0 0085 . 0 0031 . 0 0035 . 0 0043 . 0 ) ( X E 00814 . 0 )

(X =

E

( )

0.00005875

2 = n S


(73)

d. Confidence interval

Interval kepercayaan (confidence interval) yang digunakan untuk mean BER sebesar 95 % maka

(4.4)

Dari hasil analisis data keluaran diperoleh

- Mean = 0.00814

- Variansi = 0.00005875 - Koefisien variansi = 0.942

- Interval kepercayaan = 0.00814 ± 0.009516

Dengan demikian berdasarkan selang kepercayaan yang diperoleh maka dapat diperkirakan 95 persen kepercayaan bahwa E(X) berada pada interval [0.001376,

n n S t n X n ) ( ) ( 2 2 1 , 1 −α

− ± 00814 . 0 00005875 . 0 = cv 942 . 0 = cv 5 00005875 . 0 776 . 2 00814 . 0 ± 009516 . 0 00814 . 0 ±


(74)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil simulasi yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya adalah:

1. Jumlah carrier yang digunakan sangat mempengaruhi kinerja sistem. Untuk jumlah carrier 1024 sampai dengan 16384 memberikan BER 0.0043 sampai dengan 0.0213.

2. Untuk data keluaran simulasi diperoleh mean sample 0.00814, variansi sample 0.00005875, koefisien variansi 0.942, selang kepercayaan 0.00814 ± 0.009516. 3. Dengan selang kepercayaan 95 % membuktikan bahwa nilai mean sample

0.00814 berada diantara interval [0.001376-0.017656].

5.2 Saran

Untuk mendapatkan hasil simulasi yang mencerminkan sistem sebenarnya di lapangan, perlu penambahan parameter-parameter yang dilibatkan dalam simulasi antara lain:

1. Penggunaan pengkodean kanal (channel coding/decoding) untuk mendapatkan nilai BER yang lebih minimum.

2. Penganalisisan dilakukan tidak hanya pada bit-bit sebagai data input masukan tetapi gambar / trafik atau suara.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Starr, Thomas, Massimo Sorbara, John M. Cioffi, Peter J. Silverman, 2002. DSL

Advances. Prentice Hall PTR.

2.

Golden, Phillip. And Jacobsen, Krista. 2005. Fundamentals of DSL Technology.

Taylor and Francis Group, LLC, hal 192-203

3.

Binghan, John A. C, 2000. ADSL ,VDSL and Multicarrier modulation. John

Wiley & Sons, Inc, New York, Hal 59.

4.

Prima, k. 2005. Digital Subscriber Line. http:/www.google.com/ Digital

Subscriber Line.ppt.

5.

Suzuki Hiroshi, Fukawa Kazuhiko, 2005. The Signalling of 16-QAM. Tokyo

Institute of Technology, Japan, hal 95-105.

6.

Forouzan, Behrouz A., 2001. Data Communications and Networking. Second

Edition, McGraw – Hill, Singapore, hal 254.

7.

“Berawal Diri Sendiri : Teknologi ADSL, PLC dan Kabel Modem”,

indrasufian.blogspot.com/2007/07/teknologi-adsl-plc-dan-kabel-modem.html

8.

Haykin, Simon, 2001. Communication Systems. Fourth Edition, John Wiley&

Sons, Inc., New York, hal 433.

.

9.

Ifeachor, Emmanuel C, Barrie W. Jervis, 1993. Digital Signal Processing : A

Practical Approach. Addison-Wesley, Wokingham, 26.

10. Ludeman, Lonnie C, 1986. Fundamentals of Digital Signal Processing. Harper

and Row Publisher, New York.


(2)

11. Nedev, Nedko H., 2003. Analysis of the Impact of Impulse Noise in Digital

Subscriber Line Systems. University of Edinburgh, hal 6.

12. Averill M Law, W. David Kelton, 1991. Simulation Modeling and Analysis.

Second Edition, McGraw-Hill series in industrial engineering and management

science, hal 522-534.

13. Harada, Hiroshi dan Prasad, Ramjee. 2003. Simulation and Software Radio for

Mobile Communications. London : The Artech House Universal Personal


(3)

LAMPIRAN I

Program Simulasi DMT

% DMT.m

% Program simulasi untuk mendapatkan kinerja BER menggunakan modulasi DMT pada

% jaringan VDSL yang dipengaruhi oleh derau AWGN dan pertambahan jumlah carrier

%************************ Bagian Persiapan *********************** clear all;

close all;

%========================= PARAMETER ============================== %| Parameter yang digunakan dalam pemodelan Simulasi DMT |

%--- T = 50e-9; % Periode sampling

fs = 1/T; % Frekuensi sampling berdasarkan NYQUIST = 2*Ffundamental

Tcp = 16*T; % Periode CP Tu = 64*T;

Ts = Tu+Tcp; % Periode sample delta_f = 0.3125e6; % Frekuensi space

para =1024; % jumlah kanal parallel untuk ditransmisikan fftlen = 1024; % Panjang FFT point.

C = [1024 2048 4096 8192 16384]; % jumlah subcarrier

nd = 8; % jumlah informasi simbol DMT untuk 1 loop sr = 256000.0; % symbol rate

gilen = 1/4*fftlen; % panjang Guard Interval (GI) ebn0 = 6; % Eb/E0 attenuation / redaman

ml = 4; % modulation QAM levels / bit ter-encoding QAM symbol.

br = sr .* ml ; % bit rate

%============= Parameter berdasarkan HIPERLAN/2 ================

BER(5) = 0; IPOINT = 8;

%*********************** Bagian main loop ************************

nloop=5; noe = 0;


(4)

nod = 0; eop =0; nop=0;

for iii=1:nloop noc=C(iii);

for(iiii=1:8)

%+---+ | TRANSMITTER |

%+---+

%==================== Pembangkitan data random ==================== seldata = rand(1,para*nd*ml) > 0.5; % distribusi uniform

%figure(1);

%stem(input(1:length(input)));

%============== Konversi dari analog ke Digital =================== input1 = ADC(seldata,ml);

%======= Konversi dari Serial ke Paralel(FFTLen, M) S/P =========== paradata = reshape(seldata,para,nd*ml);

%============================= Modulasi =========================== [ich,qch]= qammod(paradata,para,nd,ml);

kmod=1/sqrt(2); ich1=ich.*kmod; qch1=qch.*kmod;

%*********************** Pemetaan Data **************************** [ich1,qch1]= crmapping(ich1,qch1,fftlen,nd); %============================ IFFT ================================ x=ich1+qch1.*i;

y=ifft(x); ich2=real(x); qch2=imag(y);

%******************* Penyisipan Guard Interval *******************

[ich3,qch3]= giins(ich2,qch2,fftlen,gilen,nd); fftlen2=fftlen+gilen;


(5)

%====================== Perhitungan Attenuasi =====================% spow = sum(ich3.^2+qch3.^2)/nd./para;

attn=0.5*spow*sr/br*10.^(-ebn0/10); attn=sqrt(attn);

%+---+ | DMT RECEIVER |

%+---+ %******************************** AWGN ****************************

[ich4,qch4] = comb(ich3,qch3,attn);

%*********************** Penghapusan Guard Interval **************** [ich5,qch5]= girem(ich4,qch4,fftlen2,gilen,nd);

%**************************** FFT **********************************

rx=ich5+qch5.*i; ry=fft(rx); ich6 = real(ry); qch6 = imag(ry);

%**************************** Demodulasi *************************** ich7=ich6./kmod;

qch7=qch6./kmod;

[demodata]=qamdemod(ich7,qch7,para,nd,ml);

%================= Konversi dari paralel ke serial ================

demodata1 = reshape(demodata,1,para*nd*ml);

%====================== Perhitungan Error ========================== noe2 = sum(abs(demodata1-seldata));

nod2=length(seldata); noe=noe+noe2;

nod=nod+nod2;

% calculation BER if noe2~=0 eop=eop+1; else eop=eop; end eop; nop=nop+1;


(6)

fprintf('%d\t%e\t%d\n',iii,noe2/nod2,eop);

%BER(iii)=ber; %pause

end

noe = cal_er(noc,noe); per=eop./nop;

ber=(noe./nod); BER(iii)=ber; end

%temp=BER(2); %temp2=BER(3); %BER(1)=temp; %BER(2)=temp2; %BER(3)=BER(1);

plot(C,BER,'r.-')

%axis([0,0.006,0,16384]) grid