Perbandingan Efek Iritasi Kronik Pada Saluran Cerna Antara Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Tablet Ascardia®

(1)

PERBANDINGAN EFEK IRITASI KRONIK PADA SALURAN CERNA KELINCI ANTARA ASPIRIN DALAM KAPSUL ALGINAT

DENGAN TABLET ASCARDIA®

SKRIPSI

RUDI TANDEAN NIM 040804050

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERBANDINGAN EFEK IRITASI KRONIK PADA SALURAN CERNA KELINCI ANTARA ASPIRIN DALAM KAPSUL ALGINAT

DENGAN TABLET ASCARDIA®

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh: RUDI TANDEAN

NIM 040804050

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Pengesahan Skripsi Judul :

PERBANDINGAN EFEK IRITASI KRONIK PADA SALURAN CERNA KELINCI ANTARA ASPIRIN DALAM KAPSUL ALGINAT

DENGAN TABLET ASCARDIA® Oleh :

RUDI TANDEAN NIM 040804050

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Januari 2009

Pembimbing I, Panitia Penguji

(Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.)

NIP 131 569 416 NIP 131 283 720

Pembimbing II, (Dra. Anayanti Arianto, M.Si, Apt.) NIP 131 569 416

(dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes.) (Dr. Karsono, Apt.)

NIP 132 296 844 NIP 131 415 891

(Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt.) NIP 131 283 721

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 131 283 716


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada alm. Ayahanda Tiam Hoat da Ibunda Tjung Bi Jun serta adik tercinta yang telah sabar dan setia memberikan dukungan dan semangat selama masa penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan akultas Farmasi yang telah menyediakan faslitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi.

2. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. dan Ibu dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dari awal penelitian hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.Si, Apt, selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

4. Bapak dan Ibu penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., yang telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian.

6. Dosen-dosen Fakultas Farmasi yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.


(5)

7. Rekan-rekan Farmasi stambuk 2004 : Rizaldy, Cavin, Rudy, Lena, Lily, Siska, Ermy, Vini, Christina, Monda, Yessy.

8. Abang, kakak dan adik-adik Fakultas Farmasi : Kak Bintang, Bang Franfie, Bang Lalim, Kak Lisda, Kak Dessy.

9. Ucapan terima kasih khusus kepada Kistia Maryanti atas dukungan dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Medan, Januari 2009 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian perbandingan efek iritasi kronik aspirin terhadap saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet aspirin salut enterik Ascardia®. Pengujian iritasi kronik dilakukan selama 90 hari terhadap 18 ekor kelinci yang dibagi ke dalam 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 ekor kelinci. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol tanpa pemberian sediaan. Kelompok kedua adalah kelompok kelinci yang diberi aspirin 80 mg dalam kapsul alginat sehari satu kapsul selama 90 hari. Kelompok ketiga adalah kelompok kelinci yang diberi tablet Ascardia® 80 mg satu tablet sehari selama 90 hari. Setelah 90 hari semua kelinci dibedah dan dilakukan pengamatan saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) secara makroskopik dan mikroskopik dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Pengujian iritasi kronik secara makroskopik menunjukkan bahwa pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) semua kelinci yang diberi sediaan aspirin dalam kapsul alginat tidak terjadi iritasi. Sedangkan 2 dari 6 ekor kelinci yang diberi tablet Ascardia® mengalami iritasi pada duodenum yang ditandai adanya luka dan kemerahan. Lambung dan usus besar semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® terlihat normal.

Pengujian iritasi kronik secara mikroskopik menunjukkan bahwa pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) semua kelinci yang diberi sediaan aspirin dalam kapsul alginat tidak terjadi iritasi. Sedangkan 2 dari 6 ekor kelinci yang diberi tablet Ascardia® mengalami iritasi pada duodenum yang ditandai adanya penipisan sel epitel dan pelebaran pembuluh darah. Lambung dan usus besar semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® terlihat normal.

Disimpulkan bahwa aspirin dalam kapsul alginat lebih aman daripada aspirin dalam tablet Ascardia® (tablet salut enterik).


(7)

ABSTRACT

The comparison study of chronic irritation effects of aspirin to rabbit’s gastrointestinal track between aspirin formulated in alginate capsules and Ascardia® enteric coated aspirin tablet have been conducted. The chronic irritation test was done in 90 days to 18 rabbits, which were divided into 3 groups that consist of 6 rabbits for each group. First group was control group without giving drug. Second group was a group of rabbits which were given 80 mg of aspirin in alginate capsule, one capsule a day for 90 days. Third group was a group of rabbits which were given Ascardia® 80 mg tablet, one tablet a day for 90 days. After 90 days all the rabbits were killed and then the gastrointestinal track was observed macroscopically and microscopically by Hematoxylin Eosin coloring.

The chronic irritation effect observed macroscopically showed that the gastrointestinal track (stomach, small intestine, and large intestine) of all rabbit which were given aspirin in alginate capsule didn’t show any irritation. However, 2 of 6 rabbits tested which were given Ascardia® tablet showed irritation on duodenum signed by wound and reddish. Stomach and large intestine of all rabbits which were given Ascardia® tablet were normal.

The chronic irritation effect observed microscopically showed that the gastrointestinal track (stomach, small intestine, large intestine) of all rabbit which were given aspirin in alginate capsule didn’t show any irritation. However, 2 of 6 rabbits tested which were given Ascardia® tablet showed irritation on duodenum signed by erosion of epithelial cell and blood vascular dilatation . Stomach and large intestine of all rabbits which were given Ascardia® tablet were normal.

It is concluded that aspirin given in alginate capsules is safer than that aspirin in Ascardia® tablet (enteric coated tablet).


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Kerangka Konsep Penelitian ... 4

1.3Perumusan Masalah ... 4

1.4Hipotesis ... 4

1.5Tujuan Penelitian ... 5

1.6Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Aspirin ... 6

2.1.1 Uraian Umum ... 6

2.1.2 Dosis Aspirin ... 7


(9)

2.2 Formulasi Sediaan ... 8

2.2.1 Kapsul Alginat... 8

2.2.2 Tablet Salut Enterik ... 10

2.3 Kelemahan Salut Enterik ... 11

2.4 Saluran Pencernaan ... 13

2.4.1 Lambung... 13

2.4.2 Usus Halus... 15

2.4.3 Usus Besar ... 16

2.5 Preparasi Jaringan ... 18

2.5.1 Fiksasi... 18

2.5.2 Dehidrasi, Penjernihan dan Parafinasi ... 18

2.5.3 Pemotongan ... 19

2.5.4 Pewarnaan ... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Bahan-bahan ... 21

3.2 Alat-alat ... 21

3.3 Hewan Percobaan ... 22

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 22

3.4.1 Pembuatan Larutan Fisiologis 0,9 % ... 22

3.4.2 Pembuatan Larutan Formalin 10 %... 22

3.4.3 Pembuatan Albumin Meyer ... 22

3.4.4 Pembuatan Alkohol 70%,80%,90%,95% dan 96% ... 22


(10)

3.4.6 Pembuatan Larutan Eosin 0,5 % ... 23

3.5 Pembuatan Kapsul Alginat ... 23

3.5.1 Pembuatan Larutan Natrium Alginat 5 % ... 23

3.5.2 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0.15 M ... 23

3.5.3 Pembuatan Kapsul ... 23

3.5.3.1 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat ... 23

3.5.3.1 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat ... 24

3.6 Pembuatan Sediaan Aspirin Formulasi Sendiri Dalam Kapsul Kalsium Alginat ... 24

3.7 Pengujian Efek Iritasi Terhadap Saluran Cerna Secara Kronik .. 24

3.7.1 Pengamatan Makroskopik ... 25

3.7.2 Pengamatan Mikroskopik... 25

3.8 Pembuatan Preparat Jaringan Organ Saluran Cerna ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Pengamatan Efek Iritasi Kronik Pada Saluran Cerna Kelinci Kontrol ... 28

4.1.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci Kontrol . 28 4.1.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci Kontrol 33

4.2 Pengamatan Efek Iritasi Kronik Pada Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Aspirin Dalam Kapsul Alginat ... 35

4.2.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Aspirin Dalam Kapsul Alginat ... 35

4.2.1 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Aspirin Dalam Kapsul Alginat ... 40

4.3 Pengamatan Efek Iritasi Kronik Pada Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Tablet Ascardia®... 45


(11)

4.3.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci

Yang Diberi Tablet Ascardia® ... 45

4.3.1 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Tablet Ascardia® ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sertifikat Analisis Aspirin ... 62

Lampiran 2.a Bagan Alur Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat... 63

Lampiran 2.b Bagan Alur Pemeriksaan Makroskopis Saluran Cerna ... 64

Lampiran 2.c. Bagan Alur Pemeriksaan Mikroskopis Saluran Cerna ... 65

Lampiran 3. Data Pemberian Obat Kepada Kelinci ... 66

Lampiran 4. Foto Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dan Tablet Ascardia® .... 67


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus bangun aspirin ... 6

Gambar 2. Struktur Histologis Lambung Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 57x ... 14

Gambar 3. Struktur Histologis Duodenum Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 50x ... 15

Gambar 4. Struktur Histologis Jejunum - Ileum Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 50x ... 16

Gambar 5. Struktur Histologis Kolon Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 53x ... 17

Gambar 6. Foto makroskopik lambung kelinci kelompok kontrol (pemberian akuades) ... 28

Gambar 7. Foto makroskopik duodenum - yeyunum kelinci kelompok kontrol (pemberian akuades) ... 30

Gambar 8. Foto makroskopik ileum kelinci kelompok kontrol (pemberian akuades) ... 31

Gambar 9. Foto makroskopik kolon kelinci kelompok kontrol (pemberian akuades) ... 32

Gambar 10. Foto mikroskopik jaringan saluran cerna kelinci kontrol 1 dengan pemberian akuades dengan pewarnaan hematoxylin eosin. ... 34

Gambar 11 Foto makroskopik lambung kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat ... 35

Gambar 12. Foto makroskopik duodenum - yeyunum kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat ... 37


(14)

Gambar 13. Foto makroskopik ileum kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat ... 38

Gambar 14. Foto makroskopik kolon kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat ... 39

Gambar 15.Foto Mikroskopik Lambung Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin ... 40

Gambar 16.Foto Mikroskopik Duodenum Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. ... 42

Gambar 17. Foto Mikroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. ... 44

Gambar 18. Foto Mikroskopik Kolon Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 45

Gambar 19.Foto makroskopik lambung kelompok kelinci dengan pemberian tablet Ascardia® ... 46

Gambar 20a.Foto Makroskopik Duodenum Dan Yeyunum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® ... 47

Gambar 20b.Foto Makroskopik Duodenum Kelinci 15 Dan 16 Yang Mengalami Iritsai Setelah Pemberian Tablet Ascardia® ... 48

Gambar 21. Foto Makroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® ... 49

Gambar 22. Foto Makroskopik Kolon Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® ... 50


(15)

Gambar 23. Foto Mikroskopik Lambung Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. ... 52

Gambar 24.a. Foto Mikroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. ... 53

Gambar 24.b. Foto mikroskopik duodenum kelinci 15 dengan pemberian tablet Ascardia® dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin ... . 54

Gambar 24.c. Foto mikroskopik duodenum kelinci 16 dengan pemberian tablet Ascardia® dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin. ... 55

Gambar 25. Foto Mikroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin ... 56

Gambar 26. Foto Mikroskopik Kolon Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin ... 57


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Laporan Kasus Toksisitas Obat AINS Pada Usus Halus ... 12

Tabel 2. Laporan Kasus Toksisitas Obat AINS Pada Usus Besar ... 12


(17)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian perbandingan efek iritasi kronik aspirin terhadap saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet aspirin salut enterik Ascardia®. Pengujian iritasi kronik dilakukan selama 90 hari terhadap 18 ekor kelinci yang dibagi ke dalam 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 ekor kelinci. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol tanpa pemberian sediaan. Kelompok kedua adalah kelompok kelinci yang diberi aspirin 80 mg dalam kapsul alginat sehari satu kapsul selama 90 hari. Kelompok ketiga adalah kelompok kelinci yang diberi tablet Ascardia® 80 mg satu tablet sehari selama 90 hari. Setelah 90 hari semua kelinci dibedah dan dilakukan pengamatan saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) secara makroskopik dan mikroskopik dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Pengujian iritasi kronik secara makroskopik menunjukkan bahwa pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) semua kelinci yang diberi sediaan aspirin dalam kapsul alginat tidak terjadi iritasi. Sedangkan 2 dari 6 ekor kelinci yang diberi tablet Ascardia® mengalami iritasi pada duodenum yang ditandai adanya luka dan kemerahan. Lambung dan usus besar semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® terlihat normal.

Pengujian iritasi kronik secara mikroskopik menunjukkan bahwa pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar) semua kelinci yang diberi sediaan aspirin dalam kapsul alginat tidak terjadi iritasi. Sedangkan 2 dari 6 ekor kelinci yang diberi tablet Ascardia® mengalami iritasi pada duodenum yang ditandai adanya penipisan sel epitel dan pelebaran pembuluh darah. Lambung dan usus besar semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® terlihat normal.

Disimpulkan bahwa aspirin dalam kapsul alginat lebih aman daripada aspirin dalam tablet Ascardia® (tablet salut enterik).


(18)

ABSTRACT

The comparison study of chronic irritation effects of aspirin to rabbit’s gastrointestinal track between aspirin formulated in alginate capsules and Ascardia® enteric coated aspirin tablet have been conducted. The chronic irritation test was done in 90 days to 18 rabbits, which were divided into 3 groups that consist of 6 rabbits for each group. First group was control group without giving drug. Second group was a group of rabbits which were given 80 mg of aspirin in alginate capsule, one capsule a day for 90 days. Third group was a group of rabbits which were given Ascardia® 80 mg tablet, one tablet a day for 90 days. After 90 days all the rabbits were killed and then the gastrointestinal track was observed macroscopically and microscopically by Hematoxylin Eosin coloring.

The chronic irritation effect observed macroscopically showed that the gastrointestinal track (stomach, small intestine, and large intestine) of all rabbit which were given aspirin in alginate capsule didn’t show any irritation. However, 2 of 6 rabbits tested which were given Ascardia® tablet showed irritation on duodenum signed by wound and reddish. Stomach and large intestine of all rabbits which were given Ascardia® tablet were normal.

The chronic irritation effect observed microscopically showed that the gastrointestinal track (stomach, small intestine, large intestine) of all rabbit which were given aspirin in alginate capsule didn’t show any irritation. However, 2 of 6 rabbits tested which were given Ascardia® tablet showed irritation on duodenum signed by erosion of epithelial cell and blood vascular dilatation . Stomach and large intestine of all rabbits which were given Ascardia® tablet were normal.

It is concluded that aspirin given in alginate capsules is safer than that aspirin in Ascardia® tablet (enteric coated tablet).


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Obat AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama dalam hal aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Sediaan aspirin dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

Efek samping utama penggunaan obat AINS adalah iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung dan perdarahan samar (occult). Penyebabnya adalah sifat asam dari asetosal. Pada dosis besar, factor lain yang memegang peranan penting yakni hilangnya efek pelindung dari prostasklin (PGI2) terhadap mukosa lambung yang sintesanya turut dihalangi akibat blokade

siklo-oksigenase (Tjay, 2003).

Aspirin bersifat asam. Pada pH lambung, aspirin tidak dibebaskan, akibatnya mudah menembus sel mukosa dan aspirin mengalami ionisasi (menjadi bermuatan negatif) dan terperangkap, jadi berpotensi menyebabkan kerusakan sel secara langsung (Mycek,et al.,1995).

Suatu pengembangan obat AINS telah mengembangkan efikasi terapeutik dan mengurangi efek samping pada saluran cerna bagian atas melalui pelepasan yang dimodifikasi seperti sediaan salut enterik. Namun hal ini memungkinkan terjadinya kenaikan pemaparan obat pada bagian duodenum dan oleh karena itu meningkatkan toksisitas pada bagian duodeum. Obat AINS dalam bentuk salut enterik telah diasosiasikan dengan terjadinya perdarahan pada


(20)

usus halus dan usus besar, berupa ulkus dan perforasi. Suatu studi membandingkan perdarahan yang diakibatkan aspirin biasa dengan aspirin dalam bentuk salut enterik menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan pada saluran cerna oleh aspirin biasa daripada aspirin salut enterik. Namun bagaimanapun, aspirin salut enterik tetap menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan dibandingkan kontrol. Studi tersebut menyimpulkan bahwa dapat terjadi kegagalan mengabsorbsi aspirin dalam bentuk salut enterik pada pasien, terutama pasien dewasa, yang menyebabkan tingginya konsentrasi obat yang tinggi pada ileum dan kolon dan menyebabkan kerusakan pada saluran cerna (Davies, 2006).

Natrium alginat adalah suatu polisakarida yang dapat diperoleh dari alga coklat dan salah satu sifat dari alginat ini adalah dapat membentuk gel dengan ion kalsium. Polimer ini tidak bersifat toksik, tidak memberikan reaksi alergi dan dapat terurai dalam tubuh. Secara klinis alginat telah digunakan sebagai anti ulkus (Belitz, 1987).

Beberapa peneliti telah menggunakan alginat untuk mengatasi efek samping golongan AINS di antaranya Shiraisi, et al., (1991) telah membuat sediaan dispersi alginat yang mengandung Indometasin dan hasilnya menunjukkan terjadinya pengurangan luka lambung yang disebabkan indometasin, selanjutnya Bangun (2002) menginformasikan bahwa enkapsulasi indometasin dengan gel alginat yakni dalam bentuk butir-butir gel yang mengandung indometasin setelah dilakukan uji iritasi akut dan kronis terhadap


(21)

lambung tikus percobaan dapat mencegah efek samping penggunaan obat tersebut.

Kapsul gelatin pertama sekali ditemukan oleh apoteker Prancis yang bernama Mothes pada tahun 1833 (Voight, 1995). Kapsul gelatin yang mengandung aspirin tidak dapat menghilangkan efek samping dari aspirin. Hal ini dikarenakan kapsul gelatin segera pecah setelah sampai di lambung sehingga serbuk aspirin yang tidak larut dapat berkontak langsung dengan permukaan mukosa lambung sehingga dapat menyebabkan iritasi pada lambung. Maka pada penelitian ini dibuat suatu sediaan kapsul yang tidak pecah di lambung, tetapi pecah di usus. Bahan yang digunakan untuk membuat kapsul adalah alginat.

Uji iritasi akut aspirin telah dilakukan sebelumnya dan hasilnya adalah pemberian aspirin dengan dosis 80 mg/kg BB dalam kapsul gelatin sudah dapat menimbulkan efek iritasi pada lambung kelinci (Lubis,2004). Selanjutnya juga telah diteliti bahwa pemberian aspirin dalam kapsul alginat dapat mencegah efek iritasi pada lambung (Youngko, 2004). Selanjutnya Sinurat, (2005) telah menginformasikan bahwa asprin dalam kapsul alginat dan aspirin dalam bentuk sediaan tablet salut enterik (Ascardia®) yang beredar di pasaran tidak menimbulkan efek iritasi lambung di dalam pengujian iritasi akut yang dilakukannya. Penelitian selanjutnya juga telah menguji efek iritasi kronik lambung dengan pemberian kapsul alginat dan kapsul gelatin yang mengandung aspirin. Hasil yang diperoleh aspirin dalam kapsul natrium alginat aman untuk diberikan, sementara aspirin dalam kapsul gelatin menimbulkan iritasi pada lambung (Susanti, 2006). Penelitian sebelumnya telah menguji efek iritasi akut


(22)

antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia®, namun belum diuji secara kronik. Maka pada penelitian ini penulis meneliti perbedaan efek iritasi pada saluran pencernaan hewan percobaan kelinci secara kronis antara aspirin dalam kapsul kalsium alginat serta membandingkannya dengan tablet Ascardia®.

1.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat

1.3 Perumusan Masalah

Manakah sediaan yang lebih aman dalam mencegah efek iritasi aspirin pada saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia® melalui pengujian secara kronik?

1.4 Hipotesis

Sediaan aspirin dalam kapsul alginat lebih aman daripada tablet Ascardia® dalam melindungi saluran cerna kelinci dari efek iritasi kronik aspirin.

X1 = aspirin dalam kapsul alginat

X2 = tablet Ascardia®

Iritasi saluran cerna kelinci (lambung, usus halus dan usus besar)


(23)

1.5Tujuan Penelitian

Untuk melihat sediaan yang lebih aman dalam mencegah efek iritasi aspirin pada saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia® melalui pengujian secara kronik.

1.6 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan informasi mengenai sediaan yang lebih aman dalam mencegah efek iritasi aspirin pada saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia® melalui pengujian secara kronik .


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspirin

2.1.1 Uraian Umum

C O

OH

O C CH3

O

Gambar 1. Rumus bangun aspirin

Rumus Molekul : C9H8O4

Berat molekul : 180,16

Nama kimia : Asam asetil salisilat

Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak barbau atau barbau lemah. Stabil diudara kering, didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform, dan dalam eter,agak sukar larut dalam eter mutlak (Ditjen POM,1995)


(25)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan. Aspirin merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis (Wilmana,1995).

2.1.2 Dosis Aspirin

Dosis aspirin secara oral untuk mendapatkan efek analgetik dan antipiretik adalah 300-900 mg, diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis maksimum 4 g sehari dan konsentrasi dalam plasma 150-300 mcg/ml. Untuk mendapatkan efek antiinflamasi, doss yang digunakan adalah 4-6 g secara oral per hari. Untuk mendapatkan efek antiagregasi platelet, dosis yang digunakan adalah 60-80 mg secara oral per hari (Katzung, et al.,2004)

Dosis aspirin 80 mg per hari (dosis tunggal dan rendah) dapat menghasilkan efek antiplatelet (penghambat agregasi trombosit). Secara normal, trombosit tersebar dalam darah dalam bentuk tidak aktif, tetapi menjadi aktif karena berbagai rangsangan. Membran luar trombosit mengandung berbagai reseptor yang berfungsi sebagai sensor peka atas sinyal-sinyal fisiologik yang ada dalam plasma. Efek antiplatelet aspirin adalah dengan menghambat sintesiss tromboksan A2 (TXA2) dari asam arakidonat dalam trombosit oleh adana proses

asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim penting dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan A2 ( Mycek,et al.,1995).


(26)

2.1.3 Efek Samping Aspirin

Pada dosis biasa, efek samping utama aspirin adalah gangguan pada lambung. Aspirin adalah suatu asam dengan harga pKa 3,5 sehingga pada pH lambung tidak terlarut sempurna dan partikel aspirin dapat berkontak langsung dengan mukosa lambung. Akibatnya mudah merusak sel mukosa lambung bahkan sampai timbul perdarahan pada lambung. Gejala yang timbul akibat perusakan sel mukosa lambung oleh pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum, indigest rasa seperti terbakar, mual dan muntah. Oleh karena itu sangat dianjurkan aspirin diberi bersama makanan dan cairan volume besar untuk mengurangi gangguan saluran cerna (Katzung,et al.,2004)

2.2 Formulasi Sediaan 2.2.1 Kapsul Alginat

Kapsul adalah bentuk sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM, 1995).

Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran atau granul. Butiran gula inert dapat dilapisi dengan komposisi bahan aktif dan penyalut yang memberikan profil lepas lambat atau bersifat enterik. Bahan semipadat atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul cangkang keras, tetapi jika cairan dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik penutupan harus digunakan untuk mencegah terjadinya kebocoran (Ditjen POM, 1995).


(27)

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah (Grasdalen dkk, 1979). Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz and Grosch, 1987).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom dkk, 1980). Gel ini merupakan jaringan taut silang yang tersusun dari kalsium alginat yang membentuk konformasi kotak telur (egg box type of conformation) (Belitz dan Grosch, 1987).

Pemberian sediaan aspirin dalam kapsul alginat pada pengujian iritasi kronik tidak menunjukkan luka pada organ lambung kelinci dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan tersebut dapat mencegah efek iritasi aspirin terhadap lambung. Sebaliknya sediaan aspirin dalam kapsul gelatin yang merupakan sediaan konvensional menunjukkan luka pada lambung kelinci. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya.


(28)

2.2.2 Tablet Salut Enterik

Tablet disalut untuk berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat penampilan lebih baik dan mengatur pelepasan obat dalam saluran cerna.

Jika obat dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, diperlukan bahan penyalut enterik, yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet telah melewati lambung (Ditjen POM,1995).

Beberapa alasan penting untuk bahan penyalut enterik adalah sebagai berikut:

1. Untuk melindungi obat-obat yang tidak tahan asam terhadap cairan lambung, misalnya enzim-enzim dan beberapa antibiotic tertentu.

2. Untuk mencegah nyeri pada lambung atau mual karena iritasi dari suatu bahan obat, misalnya natrium salisilat.

3. Untuk melepaskan obat agar didapat efek lokal di dalam usus.

4. Untuk melepaskan obat-obat yang diserap secara optimal di dalam penyerapan utamanya.

5. Untuk memberikan suatu komponen yang penglepasannya ditunda sebagai aksi ulang dari tablet.

Beberapa obat bersifat iritasi apabila terpapar pada selaput lendir lambung, termasuk aspirin dan elektrolit-elektrolit kuat. Gangguan lambung bisa jadi merupakan permasalahan utama. Penyalutan enterik merupakan satu metode


(29)

untuk mengurangi atau mengeliminasi iritasi dari obat-obat seperti itu (Lahman, 1994).

2.3 Kelemahan Salut Enterik

Suatu pengembangan obat AINS telah mengembangkan efikasi terapeutik dan mengurangi efek samping pada saluran cerna bagian atas melalui pelepasan yang dimodifikasi seperti sediaan salut enterik. Namun hal ini memungkinkan terjadinya kenaikan pemaparan obat pada bagian duodenum dan oleh karena itu meningkatkan toksisitas pada bagian duodeum. Obat AINS dalam bentuk salut enterik telah diasosiasikan dengan terjadinya perdarahan pada usus halus dan usus besar, berupa ulkus dan perforasi. Suatu studi membandingkan perdarahan yang diakibatkan aspirin biasa dengan sapirin dalam bentuk salut enterik menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan pada saluran cerna aspirin biasa terhadap aspirin salut enterik. Namun bagaimanapun, aspirin salut enterik tetap menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan dibandingkan kontrol. Studi tersebut menyimpulkan bahwa dapat terjadi kegagalan mengabsorbsi aspirin dalam bentuk salut enterik pada pasien, terutama pasien dewasa, yang menyebabkan tingginya konsentrasi obat yang tinggi pada ileum dan kolon dan menyebabkan kerusakan pada saluran cerna (Davies, 2006).

Beberapa laporan toksisitas pemakaian obat AINS salut enterik pasa usus halus dapat dilihat pada tabel berikut:


(30)

Tabel 1. Laporan Kasus Toksisitas Obat AINS Pada Usus Halus Obat Jumlah

pasien

Usia Jangka pemakaian

Histopatologis

Asetilsalisilat SE

1 42 TD Fatigue,dypsnea, anemia,

ulkus, fibrosis submukosa Diklofenac

SE

3 21-60 (44,33)

2 minggu hingga 10 tahun

Ileocolitis, ulkus ileum, anemia, perdarahan samar, perdarahan usus

Natrium salisilat SE

1 51 TD Perforasi pada

yeyunum-ileum

TD : tidak dilaporkan ( ) : usia rata-rata SE : Salut Enterik

Beberapa laporan toksisitas pemakaian obat AINS salut enterik pasa usus halus dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Laporan Kasus Toksisitas Obat AINS Pada Usus Besar Obat Jumlah

pasien

Usia Jangka pemakaian

Histopatologis

Asetilsalisilat SE

12 55-90 (71)

18 hari hingga 5 tahun

Perdarahan rectal, ulkus pada kolon, anemia, inflamasi mukosa, hypoalbuminemia


(31)

SE (63.93) 12 tahun perdarahan rectal, ulkus ileokolik, inflamasi mucosal, erythema, anemia

Naproxen SE 21 37-67 (56.46)

2 hari hingga 10 tahun

Anemia defisiensi besi, perdarahan rectal, inflamasi akut mukosa rectal, colitis, ulkus

TD : tidak dilaporkan ( ) : usia rata-rata SE : Salut Enterik (Davies, 2006).

2.4 Saluran Pencernaan 2.4.1 Lambung

Lambung adalah organ berbentuk huruf J terletak pada bagian kiri atas rongga perut di bawah diafragma. Lambung terdiri dari epitel selapis toraks dengan lekukan-lekukan, sehingga terbentuk lubang-lubang pada permukaaan lambung. Lubang-lubang ni merupakan muara dari kelenjar-kelenjar lambung. Lambung dapat diregangkan sehingga mampu menampung sejumlah besar makanan. Lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus dan antrum. Lekukan sebelah medal disebut kurvatur minor sedangkan sebelah lateral disebut kuvatur mayor. Di sebelah atas di antara kardia dan esofagus terdapat penempitan yang disebut sfinkter esofagus. Di sebelah bawah di antara pilorus dengan dodenum


(32)

terdapat penyempitan lain yang disebut sfinkter pilorus. Kedua sfinkter ini harus membuka sewaktu makanan melaluinya (Leeson,1985).

Epitel pelapis permukaan dan sumur lambung adalah epitel selapis silindris, dan menghasilkan mucus. Sel – sel epitel itu sekitar 20-40 mikrometer, intinya bulat dan mengandung banyak granul mukosa (Junquiera, 2005).

Gambar 2. Struktur Histologis Lambung Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 57x (Di Fiore, 1986).

2.4.2 Usus Halus


(33)

terdapat vilus yang merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daun pada membran mukosa. Vili duodenum merupakan bangunan lebar mirip spatula, tetapi di ileum bentuknya mirip jari. Untuk memperluas permukaan, sel silindris absorptif yang meliputi vili terdiri atas banyak mikrovilus. Masing –masing mikrovilus diliputi oleh membran plasma yang lapisan luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus (Leeson,1985).

Gambar 3. Struktur Histologis Duodenum Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 50x (Di Fiore, 1986).


(34)

Gambar 4. Struktur Histologis Jejunum - Ileum Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 50x (Di Fiore, 1986).

2.4.3 Usus Besar

Usus besar tidak mempunyai vili, jadi epitel permukaan tampak lebih rata daripada usus halus.Pada batas ileosekal terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatan anterior dan posterior menjadi dua daun katup. Lipatan ini terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh otot polos (Leeson,1985).


(35)

Gambar 5. Struktur Histologis Kolon Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 53x (Di Fiore, 1986).


(36)

2.5 Preparasi Jaringan 2.5.1 Fiksasi

Untuk menghindarkan pencernaan jaringan oleh enzim-enzim atau bakteri dan untuk melindungi struktur fisik, potongan organ harus diperlakukan dengan tepat dan memadai sebelum atau secepat mungkin setelah dikeluarkan daru tubuh binatang. Biasanya terdiri darim merendamkan jaringan tersebut di dalam zat kimia (Junqueira,1980)

Reagen yang paling umum dipergunakan sebagai zat fiksatif adalah formalin, alkohol, dan kalium bikromat. Pemilihan zat fiksatif ditentukan oleh jaringan dan metode pemulasan yang akan digunakan (Leeson,1985).

2.5.2 Dehidrasi, Penjernihan dan Parafinasi

Tujuannya adalah membuat blok jaringan menjadi keras kaku sehingga dapat dipotong menjadi irisan tipis. Sebelum pemendaman jaringan yang telah difiksasi dicuci untuk menghilangkan kelebihan zat fiksasi dan kemudian didehidrasi dengan deretan etil-alkohol dengan konsentrasi yang meningkat. Selanjutnya meliputi pengeluaran zat dehidrasi dan penggantiannya dengan cairan yang mampu bercampur baik dengan zat dehidrasi maupun dengan medium pemendaman. Zat tersebut berupa xilol, kloroform, atau benzen. Sesudah penjernihan, jaringan diinfilrasi dengan zat pemendam, biasanya parafin. Kemudain dipadatkan sehingga diperleh massa homogen keras (Leeson,1985).


(37)

Setiap sel dalam jaringan hidup mengandung air sejumlah kira-kira 85% dari sitoplasmanya. Dan karena air tidak dapat bercampur dengan paraffin atau seloidin, maka jaringan yang dipreparasi dengan paraffin harus didehidrasi terlebih dahulu. Ini dimaksudkan agar tidak ada lagi sisa-sisa molekul air yang tertinggal di dalam jaringan, yang nantinya tidak dapat diganti dengan molekul parafin maupun seloidin. Akibatnya dapat diperoleh irisan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan (Jones,1950).

2.5.3 Pemotongan

Jaringan yang telah dipendam dapat diiris dengan ketebalan 3 sampai 10 µm. Untuk demikian digunakan mikrotom (Leeson,1985).

2.5.4 Pewarnaan

Kebanyakan jaringan tidak berwarna sehingga sulit memeriksa jaringan yang tidak diwarnai di bawah mikroskop. Kebanyakan zat warna yang digunakan dalam pemeriksaan histologik bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan membentuk ikatan garam dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Zat warna yang paling sering digunakan adalah eosin hematosiklin (Junqueira,2005).

Sebelum dilakukan pemulasan, maka parafin perlu dihilangkan dengan cara mencelupkannya dalam suatu cairan xilol, dan selanjutnya dicelupkan dalam sederetan alkohol dengan konsentrasi yang menurun sebelum dipulas (Leeson,1985).


(38)

Deparafinasi adalah menghilangkan parafin yang terdapat di dalam jaringan. Caranya adalah dengan merendam jaringan dalam xylene. Waktu yang diperlukan sekitar 15 menit atau lebih. Dalam waktu tersebut diharapkan parafin sudah dapat larut sempurna. Bila proses deparafinasi tidak sempurna maka parafin yang masih tertinggal di dalam jaringan akan mengganggu proses pewarnaan selanjutnya (Jones,1950).


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Formulasi Fakultas Farmasi dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yang dimulai dengan pembuatan larutan natrium laginat sebagai bahan pembuatan kapsul alginat. Lalu dilanjutkan pemberian sediaan kapsul alginat yang mengandung aspirin terhadap hewan percobaan kelinci yang dibandingkan dengan tablet Ascardia®. Parameter yang digunakan adalah kemampuan masing-masing sediaan melindungi saluran cerna terhadap efek iritasi aspirin.

3.1 Bahan – Bahan

Natrium alginat 300-400 cp adalah produk Wako Pure Chemical industries, Ltd Japan. Natrium klorida, asam asetat glasial, alkohol, xylol, parafin, formalin, eter, asam klorida adalah produk Merck. Aspirin adalah produk PT. Varia Sekata Medan. Laktosa diperoleh dari Brataco Chemical. Tablet Ascardia® adalah produksi PT.Pharos.

3.2 Alat – Alat

Neraca listrik (Mettler Toledo), kandang kelinci, penyangga mulut kelinci, kamera digital (Olympus), timbangan kelinci (Warce-Liege), pencetak kapsul dan chamber, peralatan bedah, mikrotom, mikroskop cahaya, oven, penangas air dan alat-alat laboratorium yang biasa digunakan.


(40)

3.3 Hewan Percobaan

18 ekor kelinci jantan dengan berat 1,5 – 2 kg yang dibagi menjadi tiga kelompok :

Kelompok I : 6 ekor tanpa pemberiaan sediaan

Kelompok II : 6 ekor diberi aspirin 80 mg dalam kapsul alginat Kelompok III : 6 ekor diberi tablet Ascardia ® 80 mg

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.4.1 Pembuatan Larutan Fisiologis 0,9 %

Natrium klorida sebanyak 0,9 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya sampai 100 ml (DitJen POM, 1995).

3.4.2 Pembuatan Larutan Formalin 10 %

Formalin pekat (40 %) sebanyak 25 ml diencerkan dengan akuades sampai 250ml (Jones,1950).

3.4.3 Pembuatan Albumin Meyer

Natrium salisilat sebanyak 1 gram dicampur dengan putih telur dan gliserin masing-masing sebanyak 50 ml (Jones,1950).

3.4.4 Pembuatan Alkohol 70%,80%,90% dan 96%

Alkohol absolut sebanyak masing-masing 70 ml, 80 ml, 90,ml, 96 ml masing-masing diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (Jones,1950).


(41)

3.4.5 Pembuatan Larutan Hematoxylin Erlich

Hematoxylin sebanyak 0,67 gram dilarutkan dalam alkohol absolut sebanyak 33 ml kemudian ditambahkan gliserol sebanyak 33 ml, asam asetat glasial sebanyak 33 ml dan akuades sebanyak 33 ml (Jones,1950).

3.4.6 Pembuatan Larutan Eosin 0,5 %

Eosin Y sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 100 ml alkohol 95% dan dicampurkan dengan asam asetat glasial sebanyak 0,5 ml (Jones,1950).

3.5 Pembuatan Kapsul Alginat

3.5.1 Pembuatan Larutan Natrium Alginat 5 %

Sebanyak 5 gr natrium alginat dilarutkan dengan akuades sampai 100 ml dan didiamkan selama 24 jam (Lubis,2004).

3.5.2 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0.15 M

Kalsium klorida sebanyak 16,665 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya dan ditambahkan hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995)

3.5.3 Pembuatan Kapsul

3.5.3.1 Pembuatan badan cangkang kapsul alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 5,5 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat 5% sedalam 3 cm selama 1 menit, kemudian batang stainless steel yang ujungnya telah dilapisi larutan natrium alginat tersebut dimasukkan ke dalam larutan kalsium klorida 0,15 M sedalam 4 cm dan direndam selama 35 menit. Setelah itu cangkang kapsul yang telah terbentuk dilepaskan dari ujung stainles steel (Lubis,2004).


(42)

3.5.3.2 Pembuatan tutup cangkang kapsul alginat

Alat pencetak kapsul dibuat dari bahan stainless steel dengan panjang 10 cm diameter 6 mm dicelupkan ke dalam larutan natrium alginat 5% sedalam 1,5 cm selama 1 menit, kemudian batang stainless steel tersebut yang ujungnya sudah dilapisi larutan natrium alginat tesebut dimasukkan ke dalam larutan kalsium klorida 0,15 M sedalam 2 cm dan direndam selama 35 menit. Setelah itu cangkang kapsul yang telah terbentuk dilepaskan dari ujung batang stainless steel (Lubis,2004).

3.6 Pembuatan Sediaan Aspirin Formulasi Sendiri Dalam Kapsul Kalsium Alginat

Sebanyak 80 mg serbuk aspirin ditimbang dengan tepat menggunakan neraca listrik, kemudian dicampur homogen dengan 32 mg laktosa, lalu diisikan ke dalam bagian badan cangkang kapsul kalsium alginat melalui bagian ujung yang terbuka lalu ditutup dengan bagian tutup cangkang kapsul dengan mendorong ke bagian badan cangkang kapsul yang terbuka sehingga bagian tutup kapsul dengan bagian badan kapsul menyatu dengan baik. Kemudian diberi perekat natrium alginat 5 % pada kapsul (Sinurat,2005).

3.7 Pengujian Efek Iritasi Terhadap Saluran Cerna Secara Kronik

Kelinci dibeli dari Brastagi, lalu diadaptasikan terhadap lingkungan, makanan, dan minuman selama 1 minggu. Setelah diadaptasikan, kelinci tersebut telah dapat digunakan sebagai hewan percobaan. Untuk pengujian efek iritasi saluran cerna kelinci ini, kelinci dibagi atas tiga kelompok dimana satu kelompok terdiri dari enam ekor kelinci yaitu:


(43)

Tabel 3. Pembagian Kelinci Berdasarkan Pemberian Sediaan

Kelompok Nomor kelinci Sediaan Makroskopik Mikroskopik I 1-6 Kontrol(akuades) Kelinci no 1-6 Kelinci no 1

II 7-12 Aspirin dalam

kapsul alginat

Kelinci no 7-12 Kelinci no 7,8,9

III 13-18 Tablet Ascardia® Kelinci no 13-18 Kelinci no 13,15,16

Hewan percobaan diberikan obat sesuai kelompoknya masing-masing selama 90 hari.Kelompok kontrol terdiri dari 6 ekor kelinci tanpa pemberian sediaan. Kelompok kedua diberi aspirin 80 mg dalam kapsul alginat masing-masing satu kapsul sehari yang diberikan pada pagi hari. Kelompok ketiga diberikan tablet Ascardia ® 80 mg masing-masing satu tablet sehari diberikan pada pagi hari.

3.7.1 Pengamatan Makroskopik

Setelah 90 hari semua kelinci dibunuh dengan menggunakan eter secara inhalasi dan dilakukan pembedahan untuk mengambil saluran cernanya. Kemudian saluran cerna dibuka dan dicuci dengan larutan fisiologis, lalu difoto dengan kamera digital untuk melihat apakah ada luka pada saluran cerna. Kemudian organ tersebut direndam dalam larutan formalin 10%.

3.7.2 Pengamatan Mikroskopik

Kelinci yang diamati saluran cernanya terdiri dari satu ekor dari kelompok kontrol, tiga ekor dari kelompok yang diberi aspirin dalam kapsul alginat, dan tiga ekor dari kelompok yang diberi tablet Ascardia®. Setelah dilakukan pengamatan


(44)

makroskopik, maka organ saluran cerna kelinci difiksasi dalam formalin 10% untuk pembuatan preparat jaringan organ saluran cerna.

3.8 Pembuatan Preparat Jaringan Organ Saluran Cerna

Organ saluran cerna difiksasi di dalam larutan formalin10% selama 2 hari, kemudian dicuci dengan laruta alkohol 70% v/v berulang kali atau didiamkan selama 1 hari. Lalu didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dengan merendam di dalam alkohol 70% v/v , 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v, dan alkohol absolut masing-masing selama 24 jam. Kemudian organ saluran cerna dijernihkan dalam xylol murni lebih kurang 2x 30 menit. Lalu organ saluran cerna tersebut dimasukkan ke dalam larutan parafin murni selama 60 menit.Perendaman dalam parafin murni diulangi hingga tiga kali masing-masing 60 menit. Setelah itu organ saluran cerna dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dan dibiarkan mengeras. Blok parafin yang berisi organ saluran cerna tersebut diiris setebal 6 µm dengan menggunakan mikrotom kemudian irisan tersebut diletakkan pada kaca objek yang telah diolesi dengan albumin meyer dan ditetesi dengan akuades, selanjutnya diletakkan pada meja pemanas sampai jaringan melekat pada kaca objek. Lalu jaringan dimasukkan ke dalam larutan xylol selama 15 menit. Setelah itu jaringan dicelupkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut, 96%, 90%, 80%,70 dan akuades. Kemudian dilakukan pewarnaan tehadap jaringan dengan memasukkannya kedalam larutan Erlich hematosiklin selama 3-7 detik dan selanjutnya dicuci dengan air mengalir lebih kurang selama 10 menit. Lalu dicelupkan ke dalam akuades. Setelah itu dilakukan lagi pewarnaan dengan memasukkan ke dalam larutan eosin 0,5% selama 1-3 menit dan dilanjutkan


(45)

dengan pencelupan dalam alkohol 70%, 80%, 96% dan alkohol absolut, kemudian dikeringkan dengan kertas penghisap selanjutnya direndam dalam larutan xylol selama semalam, selanjutnya jaringan tersebut ditetesi dengan kanada balsem dan ditutup dengan gelas penutup. Jaringan diamati dibawah mikroskop preparatif dengan perbesaran 100 kali dan 400 kali (Jones,1950).


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Efek Iritasi Kronik Pada Saluran Cerna Kelinci Kontrol 4.1.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci Kontrol

Sebagai kontrol untuk melihat organ saluran cerna yang normal, maka dilakukan perlakuan dengan pemberian akuades pada 6 ekor kelinci percobaan Gambar 1 sampai 4 menunjukkan saluran cerna semua kelinci kontrol meliputi lambung, usus halus dan usus besar dalam keadaan normal.

Kelinci 1 Kelinci 2


(47)

Kelinci 5

Gambar 1. Foto makroskopik lambung kelinci kelompok kontrol (pemberian akuades)


(48)

Kelinci 1 Kelinci 2

Kelinci 3 Kelinci 4

Kelinci 5 Kelinci 6

Gambar 2. Foto makroskopik duodenum - yeyunum kelinci kelompok kontrol (pemberian akuades)


(49)

Kelinci 1 Kelinci 2

Kelinci 3 Kelinci 4

Kelinci 5 Kelinci 6

Gambar 3. Foto makroskopik ileum kelinci kelompok kontrol ( pemberian akuades)


(50)

Kelinci 1 Kelinci 2

Kelinci 3 Kelinci 4

Kelinci 5 Kelinci 6

Gambar 4. Foto makroskopik kolon kelinci kelompok kontrol (pemberian akuades)


(51)

4.1.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci Kontrol

Sebagai kontrol untuk melihat sel-sel saluran cerna normal pada hewan percobaan maka digunakan saluran cerna hewan yang diberi perlakuan pemberian akuades. Organ saluran cerna yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Hasil pengamatan mikroskopik saluran cerna kelinci kontrol 1 dapat dlihat pada gambar 5.

Lambung (100 x) Lambung (400 x)

Duodenum (100 x) Duodenum (400 x) Sel epitel

Muskularis mukosa

Sel epitel Muskularis mukosa


(52)

Ileum (100 x) Ileum (400 x)

Kolon (400 x)

Gambar 5. Foto Mikroskopik Jaringan Saluran Cerna Kelinci Kontrol 1 Dengan Pemberian Akuades dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Gambar - gambar di atas menunjukkan gambar histologi saluran cerna kelinci 1 dalam keadaan normal. Terlihat bahwa sel-sel epitel tebal dan tersusun rapat serta tidak terjadi pelebaran pembuluh darah.

Muskularis mukosa

Muskularis mukosa Sel epitel


(53)

4.2 Pengamatan Efek Iritasi Kronik Pada Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Aspirin Dalam Kapsul Alginat

4.2.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Aspirin Dalam Kapsul Alginat

Pada pengujian ini, ke dalam kapsul alginat dimasukkan aspirin 80 mg dan diberikan kepada kelinci satu kapsul sehari, selama 90 hari. Setelah 90 hari, maka kelinci dibedah dan dilakukan pengamatan secara makroskopik pada saluran cerna kelinci. Dari hasil pengamatan secara makroskopik pada 6 ekor kelinci yang diberikan aspirin dalam kapsul alginat tidak ditemukan adanya tanda-tanda iritasi berupa penipisan saluran cerna kelinci maupun luka. Hal ini membuktikan bahwa sediaan aspirin dalam kapsul alginat aman karena tidak menyebabkan efek iritasi pada saluran cerna kelinci. Ini dapat dilihat pada gambar 6 sampai 9 yang memperlihatkan saluran cerna semua kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul alginat berada dalam keadaan normal.


(54)

Kelinci 9 Kelinci 10

Kelinci 11 Kelinci 12

Gambar 6. Foto makroskopik lambung kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat

Dari gambar 6 terlihat bahwa lambung semua kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.


(55)

Kelinci 7 Kelinci 8

Kelinci 9 Kelinci 10

Kelinci 11 Kelinci 12

Gambar 7. Foto makroskopik duodenum - yeyunum kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat

Dari gambar 7terlihat bahwa duodenum – yeyunum semua kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.


(56)

Kelinci 7 Kelinci 8

Kelinci 9 Kelinci 10

Kelinci 11 Kelinci 12

Gambar 8. Foto makroskopik ileum kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat

Dari gambar 8 terlihat bahwa ileum semua kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.


(57)

Kelinci 7 Kelinci 8

Kelinci 9 Kelinci 10

Kelinci 11 Kelinci 12

Gambar 9. Foto makroskopik kolon kelompok kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat

Dari gambar 9 terlihat bahwa lambung semua kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.


(58)

4.2.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Aspirin Dalam Kapsul Alginat

Organ saluran cerna kelinci dengan pemberian aspirin dalam kapsul alginat yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan mikroskopik semua kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul alginat, ternyata tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kerusakan atau iritasi yang disebabkan oleh pemberian aspirin dalam kapsul alginat secara kronik. Dalam hal ini terlihat bahwa sel-sel epitel permukaan sepanjang saluran cerna hewan percobaan tidak menunjukkan terjadinya efek iritasi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 8 sampai 11 dari kelinci 7, 8 dan 9 yang diberi aspirin dalam kapsul alginat menunjukkan sel saluran cerna kelinci dalam keadaan normal.

Lambung kelinci 7 (100 x) lambung kelinci 1 (400 x) Sel epitel

Muskularis mukosa


(59)

Lambung kelinci 8 (100 x) Lambung kelinci 8 (400 x)

Lambung kelinci 9 (100 x) Lambung kelinci 9 (400 x)

Gambar 10. Foto Mikroskopik Lambung Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari gambar 10 terlihat bahwa lambung kelinci 7, 8 dan 9 yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.

Sel epitel

Sel epitel Muskularis mukosa


(60)

Duodenum kelinci 7 (100 x) Duodenum kelinci 7 (400 x)

Duodenum kelinci 8 (100 x) Duodenum kelinci 8 (400 x) ii

Duodenum kelinci 9 (100 x) Duodenum kelinci 9 (400 x)

Gambar 11. Foto Mikroskopik Duodenum Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Dari gambar 11 dapat dilihat bahwa duodenum kelinci 7, 8 dan 9 yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.

Sel epitel Muskularis mukosa Sel epitel Muskularis mukosa

Sel epitel Muskularis mukosa


(61)

Ileum kelinci 7 (100 x) Ileum kelinci 7 (400 x)

Ileum kelinci 8 (100 x) Ileum kelinci 8 (400 x)

Ileum kelinci 9 (100 x) Ileum kelinci 9 (400 x)

Gambar 12. Foto Mikroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Dari gambar 12 terlihat bahwa ileum kelinci 7,8 dan 9 yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.

Sel epitel Muskularis mukosa

Muskularis mukosa Sel epitel

Sel epitel Muskularis mukosa


(62)

Kolon kelinci 7 (100 x)

Kolon kelinci 8 (400 x)

Kolon kelinci 9 (100 x) Kolon kelinci 9 (400 x)

Gambar 13. Foto Mikroskopik Kolon Kelinci Dengan Pemberian Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Dari gambar 13 terlihat bahwa kolon kelinci 7, 8 dan 9 yang diberi aspirin dalam kapsul alginat dalam keadaan normal.

Sel epitel

Sel epitel

Muskularis mukosa

Muskularis mukosa Muskularis mukosa


(63)

4.3 Pengamatan Efek Iritasi Kronik Pada Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Tablet Ascardia®

4.3.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Tablet Ascardia®

Pada pengujian ini, kelinci diberikan tablet Ascardia satu tablet per hari, selama 90 hari. Sesudah 90 hari kelinci dibedah dan dilakukan pengamatan secara makroskopik pada saluran cerna kelinci.

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa tablet Ascardia® tidak menimbulkan efek iritasi pada lambung semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® (gambar 14). Sementara pada bagian duodenum kelinci 15 dan 16 terjadi iritasi yang dapat dilihat dari duodenum yang kemerahan dan adanya luka pada bagian tersebut (gambar 15 b ). Hal ini disebabkan karena tablet Ascardia® merupakan tablet salut enterik yang tidak melepaskan aspirin di lambung, namun lapisan enterik segera larut saat memasuki usus halus. Sehingga di lambung tidak terjadi iritasi, namun konsentrasi aspirin yang tinggi di usus menyebabkan iritasi. Untuk ileum tidak terjadi iritasi (gambar 16). Pada kolon juga tidak terjadi iritasi (gambar 17).


(64)

Kelinci 13 Kelinci 14

\

Kelinci 15 Kelinci 16

Kelinci 17 Kelinci 18

Gambar 14. Foto makroskopik lambung kelompok kelinci dengan pemberian tablet Ascardia®

Dari gambar 14 terlihat bahwa lambung semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® berada dalam keadaan normal.


(65)

Kelinci 13 Kelinci 14

Kelinci 15

Kelinci 15 Kelinci 16

Kelinci 17 Kelinci 18

Gambar 15 a. Foto Makroskopik Duodenum - Yeyunum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia®

Dari gambar 15 a. terlihat bahwa duodenum kelinci 13, 14, 17 dan 18 yang diberi tablet Ascardia® dalam keadaan normal, sedangkan pada kelinci 15 dan 16 terjadi iritasi.


(66)

Kelinci 15

Kelinci 16

Gambar 15 b. Foto Diperbesar Makroskopik Duodenum- Yeyunum Kelinci 15 Dan 16 Yang Mengalami Iritasi Setelah Pemberian Tablet Ascardia®

merah


(67)

Kelinci 13 Kelinci 14

Kelinci 15 Kelinci 16

Kelinci 17 Kelinci 18

Gambar 16. Foto Makroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia®

Dari gambar 16 terlihat bahwa ileum semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® berada dalam keadaan normal.


(68)

Kelinci 13 Kelinci 14

Kelinci 15 Kelinci 16

Kelinci 17 Kelinci 18

Gambar 17. Foto Makroskopik Kolon Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia®

Dari gambar 17 terlihat bahwa kolon semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® berada dalam keadaan normal


(69)

4.3.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci Yang Diberi Tablet Ascardia®

Organ saluran cerna kelinci dengan pemberian tablet Ascardia yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil tersebut diamati bahwa pada organ lambung semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® tidak menunjukkan adanya efek iritasi oleh aspirin. Ini dapat dilihat pada gambar 18 . Pada organ duodenum terjadi perubahan yang ditandai dengan terjadi pelebaran pembuluh darah arteri dan vena serta penipisan sel epitel pada kelinci 15 dan 16. Hal ini dapat dilhat pada gambar 19b untuk kelinci 15 dan gambar 19c untuk kelinci 16.Sementara pada bagian ileum dan kolon terlihat normal.


(70)

Lambung kelinci 13 (100 x)

Lambung kelinci 15 (100 x) Lambung kelinci 15 (400 x)

Lambung kelinci 16 (100 x) Lambung kelinci 16 (400 x)

Gambar 18. Foto Mikroskopik Lambung Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Dari gambar 18 terlihat bahwa lambung kelinci 13, 15, dan 16 yang diberi tablet Ascardia® dalam keadaan normal.

Sel epitel Muskularis mukosa

Sel epitel Muskularis mukosa

Sel epitel Muskularis mukosa


(71)

Duodenum kelinci 13 (100 x) Duodenum kelinci 13 (400 x)

Duodenum kelinci 15 (100 x) Duodenum kelinci 15 (400 x)

Duodenum kelinci 16 (100 x) Duodenum kelinci 16 (400 x)

Gambar 19 a. Foto Mikroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Dari gambar 19a. terlihat bahwa duodenum kelinci 13 yang diberi tablet Ascardia® dalam keadaan normal, sedangkan pada kelinci 15 dan 16 terjadi iritasi berupa penipisan epitel dan pelebaran pembuluh darah.

Sel epitel Muskularis mukosa

Sel epitel tipis Pelebaran pembuluh darah

Sel epitel tipis Pelebaran pembuluh darah


(72)

(100x)

(400 x)

(400 x)

Gambar 19.b Foto mikroskopik duodenum kelinci 15 dengan pemberian tablet Ascardia® dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Muskularis mukosa

Sel epitel tipis Pelebaran pembuluh darah

Vena melebar

Vena melebar

Epitel tipis Arteri melebar


(73)

(100 x)

(400 x)

(400 x)

Gambar 19.c. Foto mikroskopik duodenum kelinci 16 dengan pemberian tablet Ascardia® dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin.

Pembuluh darah melebar ( perdarahan)

Sel epitel tipis

Pembuluh darah melebar ( perdarahan)

Sel epitel merenggang Vena melebar


(74)

Ileum kelinci 13 (100 x) Ileum kelinci 13 (400 x)

Ileum kelinci 15 (100 x) Ileum kelinci 15 (400 x)

Ileum kelinci 16 (100 x) Ileum kelinci 16 (400 x)

Gambar 20. Foto Mikroskopik Ileum Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari gambar 20 terlihat bahwa leum kelinci 13, 15 dan 16 yang diberi tablet Ascardia® dalam keadaan normal.

Sel epitel Muskularis mukosa

Sel epitel Muskularis mukosa

Sel epitel Muskularis mukosa


(75)

Kolon kelinci 13 (400 x)

Kolon kelinci 15 (400 x) Kolon kelinci 15 (100 x)

Kolon kelinci 16 (100 x) Kolon kelinci 16 (400 x)

Gambar 21. Foto Mikroskopik Kolon Kelinci Dengan Pemberian Tablet Ascardia® Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin

Dari gambar 21 terlihat bahwa kolon kelinci 13, 15 dan 16 yang diberi tablet Ascardia® dalam keadaan normal.

Sel epitel

Sel epitel Muskularis mukosa

Sel epitel Muskularis mukosa


(76)

Dari hasil pengamatan baik secara makroskopis maupun mikroskopis, terlihat bahwa kapsul alginat mampu melindungi saluran cerna kelinci dari efek iritasi aspirin. Sedangkan tablet Ascardia® mampu melindungi lambung kelinci dari efek iritasi aspirin, namun menimbulkan iritasi pada duodenum kelinci. Terjadinya perbedaan pencegahan efek iritasi pada saluran cerna antara kapsul alginat dan tablet salut enterik Ascardia® ini disebabkan karena perbedaan profil pelepasan zat berkhasiat dalam kedua jenis sediaan. Penelitian sebelumnya telah melakukan penelitian mengenai tipe pelepasan masing-masing jenis sediaan. Menurut Sinurat (2005), pelepasan aspirin pada tablet salut enterik lebih tinggi dalam pH medium usus dibandingkan kapsul alginat. Hal ini disebabkan lapisan salut enterik pada ascardia segera larut di usus halus dan melepaskan obat. Sedangkan pelepasan aspirin pada kapsul alginat dibatasi oleh dinding kapsul yang secara perlahan melarut sambil melepaskan bahan obat. Jadi terdapatnya perbedaan ini menyebabkan kapsul alginat lebih mampu melindungi saluran cerna terhadap efek iritasi yang disebabkan oleh aspirin.

Hanya 20 % dari semua tukak terjadi di lambung (ulcus ventriculi), bagian terbesar terjadi di usus duabelas jari (ulcus duodeni). Duodeum tahan terhadap garam-garam empedu, lisolesitin tetapi peka terhadap asam. Bila mukosa duodenum untuk jangka waktu lama bersentuhan dengan dengan asam tersebut, timbullah radang usus halus (duodenitis) (Tjay, 2003).


(77)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Hasil percobaan menunjukkan adanya perbedaan dalam pencegahan efek iritsi kronik aspirin pada saluran cerna kelinci antara aspirin dalam kapsul alginat dengan tablet Ascardia®. Kapsul alginat mampu melindungi saluran cerna kelinci di mana dari keenam ekor kelinci yang diberi aspirin 80 mg dalam kapsul alginat semuanya tidak menunjukkan adanya efek iritasi. Sedangkan 2 dari 6 ekor kelinci yang diberi tablet Ascardia® menunjukkan adanya iritasi pada bagian duodenum. Hal ini dapat dilihat secara makroskopik melalui adanya luka dan kemerahan pada duodenum, sedangkan secara mikroskopik terlihat adanya penipisan sel epitel dan pelebaran pembuluh darah arteri dan vena pada duodenum. Sementara lambung dan usus besar semua kelinci yang diberi tablet Ascardia® tidak menunjukkan adanya iritasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspirin dalam kapsul alginat lebih aman daripada tablet Ascardia®.

5.2. Saran

Sebaiknya penelitian selanjutnya menguji keamanan pemakaian aspirin dalam kapsul alginat pada manusia.


(78)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Penerjemah : Farida Ibrahim. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 218.

Bangun, H. (2002). The Preparation of Indometacin Capsules Without Gastrointestinal Side Effect. The 32nd Korean Society Annual Meeting, Seoul, Korea, The Korean Society of Pharmaceutics. Pharmaceutics in Asia. 28 – 29 November.

Bangun, H., Tarigan, P., Simanjuntak, M.T., dan Ismanelly, T. (2005). Pembuatan dan Karakterisasi Kapsul Alginat Yang Tahan Terhadap Asam Lambung. Media Farmasi;13:70-79.

Belitz, H.D., and Grosch, W. (1987). Food Chemistry. 2nd ed. Springer. P. 236-238.

Davies,N.M. (1999). Sustained Release and Entric Coated NSAIDs : Are They Really GI Safe?. J.Pharm Pharmaceut Sci 2:5-14

Di Fiore, M. S. H. (1986). Atlas Histologi Manusia. Edisi V. Jakarta : Penerbit EGC. Hal : 138-157

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Hal. 380-381, 1085, 1143.

Grasdalen, H., Larsen, B., and Smidsord, O. (1979). The Inhibitor Effect of Liposom Encapsulated Indometachin and Platelet Aggregation. J. Pharm. Pharmacol;40:53-54.

Jones,R.M. (1950). McClung’s Handbook of Microscopical Tehnique. 3rd ed . Harper and Brothers. New York: 3-52

Junqueira,L.C., Carneiro,J. (2005). Basic Histology. 10th ed. Saunders :2-3

Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Jakarta : Salemba Medika. Hal. 362, 365-366.

Lachman,L.,Herbert,A.L., dan Joseph,L.K. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri.Edisi III. Jilid 2.Jakarta: UI-Press.Hal:709,780-782.


(79)

Leeson,T.S.,Leeson,C.R. and Paparo,A.A.(1985). Textbook of Histology. 5th ed. W.B.Saunders :350-370

Lubis,L.S.(2004). Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat Mengandung Aspirin yang Aman Terhadap Lambung : Pengujian In Vitro, In Vivo dan Pencegahan Efek Iritasi Obat. Program Studi Ilmu Farmasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan

Mycek. M. J., Richard, A. H., dan Pamela, C.C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi II. Penerbit Widya Medika. Jakarta. Hal :195-199, 404-411

Thom, D., Grant, G.T., Morris, E.R., and Ress, D.A. (1982). Characterisation of Cation Binding and Gelation of Polyuronates by Circular Dichroism. Carbohydrate Research;100: 29-42.

Tjay, H.T., Kirana, R. (2003). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi V. Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo.Hal :248,296-299, 579-580

Shiraishi, S., Imai, T., Iwaoka, D., Otagiri. (1991). Improvement of Absorbtion Rate of Indometacin and Reduction of Stomach Irritation by Alginate Dispersion. J. Pharm Pharmacol;43 : 615-620

Sinurat, D. (2005). Studi Pelepasan, Ketersediaan Hayati dan Efek Iritasi Terhadap Lambung dari Kapsul Alginat yang Mengandung Aspirin Dibandingkan dengan Tablet Salut Enterik yang Beredar di Perdagangan. Program Studi Ilmu Farmasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan .


(80)

Lampiran 1. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat

X1 = aspirin dalam kapsul alginat

X2 = tablet Ascardia®

Iritasi saluran cerna kelinci (lambung, usus halus dan usus besar)


(81)

Lampiran 2.a Bagan Alur Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat

Dilarutkan dalam akuades 100 ml

Didiamkan selama 24 jam

Dicetak menjadi badan cangkang kapsul dengan menggunakan alat pencetak yang dicelupkan ke dalamnya setinggi 3 cm

Dicelupkan ke dalam larutan kalsium klorida 0,15 M sampai natrium alginat tercelup seluruhnya selama 30 menit

Dikeluarkan dari cetakan lalu dikeringkan dengan menggunakan kipas angin

5 gram natrium alginat

Larutan natrium alginat

Natrium alginat siap digunakan

Cangkang natrium alginat

Cangkang kapsul kalsium alginat


(82)

Lampiran 2.b Bagan Alur Pemeriksaan Makroskopis Saluran Cerna

Diinhalasi dengan menggunakan eter hingga terbunuh,lalu kemudian dibedah untuk mengambil organ-organ saluran cerna

Dibersihkan dari makanan dan isi saluran cerna,lalu direndam dalam cairan fisiologis

Diamati secara makroskopis dan diambil fotonya menggunakan kamera digital.Organ selanjutnya difiksasi dalam larutan formalin untuk perlakuan pengamatan mikroskopis

Dibandingkan hasil yang diperoleh Hewan Percobaan

Organ-organ saluran

Organ saluran cerna yang telah bersih

Foto makroskopis saluran cerna


(83)

Lampiran 2.c. Bagan Alur Pemeriksaan Mikroskopis Saluran Cerna

Didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dengan perendaman dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut masing-masing 24 jam

Dijernihkan dalam xylol murni lebih kurang 2x30 menit

Dimasukkan d ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dan dibiarkan mengeras

Diiris dengan menggunakan mikrotom setebal 6µm, lalu irisan tersebut diletakkan pada kaca objek yang telah diolesi albumin meyer dan dipanaskan hingga melekat

Dimasukkan dalam larutan xylol dan dicelupkan dalam berturut-turut alkohol absolut, 96%, 80%, 70%, dan akuades

Dilakukan pewarnaan dengan mencelupkannya ke dalam larutan hematosiklin erlich selama 3-7 detik dan dicuci dengan air mengalir, lalu dimasukkan ke dalam larutan eosin 0,5% selama 3 menit, lalu didehidrasi.

Ditetesi kanada balsam dan ditutup dengan gelas penutup lalu diamati dan difoto dengan kamera digital

Organ yang difiksasi

Organ terdehidrasi

Organ yang telah dijernihkan

Blok parafin

Kaca objek berisi irisan

Kaca objek dan irisan terrehidrasi

Preparat yang telah diwarnai


(84)

Lampiran 3. Data Pemberian Obat Kepada Kelinci Kelompok No Kelinci

Tanggal pemberian obat Tanggal pembedahan Berat awal (kg) Berat akhir(kg) Kontrol

1 10 Februari 2008 9 Mei 2008 1,500 1,620 2 10 Februari 2008 10 Mei 2008 1,650 1,580 3 10 Februari 2008 10 Mei 2008 1,620 1,640 4 10 Februari 2008 12 Mei 2008 1,720 1,600 5 10 Februari 2008 12 Mei 2008 1,680 1,710 6 10 Februari 2008 12Mei 2008 1,550 1,500

Aspirin Dalam Kapsul Alginat

7 10 Februari 2008 13 Mei 2008 1,820 1,780 8 10 Februari 2008 13 Mei 2008 1,670 1,620 9 11 Februari 2008 14 Mei 2008 1,750 1,680 10 11 Februari 2008 14 Mei 2008 1,850 1,750 11 12 Februari 2008 16 Mei 2008 1,760 1,710 12 12 Februari 2008 17 Mei 2008 1,830 1,740

Tablet Ascardia®

13 13 Februari 2008 19 Mei 2008 1,770 1,680 14 13 Februari 2008 19 Mei 2008 1,680 1,620 15 14 Februari 2008 20 Mei 2008 1,780 1,680 16 14 Februari 2008 21 Mei 2008 1,750 1,680 17 15 Februari 2008 22 Mei 2008 1,580 1,510 18 15 Februari 2008 22 Mei 2008 1,630 1,600


(85)

Lampiran 4. Foto Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dan Tablet Ascardia®

Tablet Ascardia®


(1)

Lampiran 1. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat

X1 = aspirin dalam kapsul alginat

X2 = tablet Ascardia®

Iritasi saluran cerna kelinci (lambung, usus halus dan usus besar)


(2)

Lampiran 2.a Bagan Alur Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat

Dilarutkan dalam akuades 100 ml

Didiamkan selama 24 jam

Dicetak menjadi badan cangkang kapsul dengan menggunakan alat pencetak yang dicelupkan ke dalamnya setinggi 3 cm

Dicelupkan ke dalam larutan kalsium klorida 0,15 M sampai natrium alginat tercelup seluruhnya selama 30 menit

Dikeluarkan dari cetakan lalu dikeringkan dengan menggunakan kipas angin

5 gram natrium alginat

Larutan natrium alginat

Natrium alginat siap digunakan

Cangkang natrium alginat

Cangkang kapsul kalsium alginat


(3)

Lampiran 2.b Bagan Alur Pemeriksaan Makroskopis Saluran Cerna

Diinhalasi dengan menggunakan eter hingga terbunuh,lalu kemudian dibedah untuk mengambil organ-organ saluran cerna

Dibersihkan dari makanan dan isi saluran cerna,lalu direndam dalam cairan fisiologis

Diamati secara makroskopis dan diambil fotonya menggunakan kamera digital.Organ selanjutnya difiksasi dalam larutan formalin untuk perlakuan pengamatan mikroskopis

Dibandingkan hasil yang diperoleh Hewan Percobaan

Organ-organ saluran

Organ saluran cerna yang telah bersih

Foto makroskopis saluran cerna


(4)

Lampiran 2.c. Bagan Alur Pemeriksaan Mikroskopis Saluran Cerna

Didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dengan perendaman dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut masing-masing 24 jam

Dijernihkan dalam xylol murni lebih kurang 2x30 menit

Dimasukkan d ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dan dibiarkan mengeras

Diiris dengan menggunakan mikrotom setebal 6µm, lalu irisan tersebut diletakkan pada kaca objek yang telah diolesi albumin meyer dan dipanaskan hingga melekat

Dimasukkan dalam larutan xylol dan dicelupkan dalam berturut-turut alkohol absolut, 96%, 80%, 70%, dan akuades

Dilakukan pewarnaan dengan mencelupkannya ke dalam larutan hematosiklin erlich selama 3-7 detik dan dicuci dengan air mengalir, lalu dimasukkan ke dalam larutan eosin 0,5% selama 3 menit, lalu didehidrasi.

Ditetesi kanada balsam dan ditutup dengan gelas penutup lalu diamati dan difoto dengan Organ yang difiksasi

Organ terdehidrasi

Organ yang telah dijernihkan

Blok parafin

Kaca objek berisi irisan

Kaca objek dan irisan terrehidrasi

Preparat yang telah diwarnai


(5)

Lampiran 3. Data Pemberian Obat Kepada Kelinci

Kelompok No Kelinci

Tanggal pemberian obat Tanggal pembedahan Berat awal (kg) Berat akhir(kg) Kontrol

1 10 Februari 2008 9 Mei 2008 1,500 1,620 2 10 Februari 2008 10 Mei 2008 1,650 1,580 3 10 Februari 2008 10 Mei 2008 1,620 1,640 4 10 Februari 2008 12 Mei 2008 1,720 1,600 5 10 Februari 2008 12 Mei 2008 1,680 1,710 6 10 Februari 2008 12Mei 2008 1,550 1,500

Aspirin Dalam Kapsul Alginat

7 10 Februari 2008 13 Mei 2008 1,820 1,780 8 10 Februari 2008 13 Mei 2008 1,670 1,620 9 11 Februari 2008 14 Mei 2008 1,750 1,680 10 11 Februari 2008 14 Mei 2008 1,850 1,750 11 12 Februari 2008 16 Mei 2008 1,760 1,710 12 12 Februari 2008 17 Mei 2008 1,830 1,740

Tablet Ascardia®

13 13 Februari 2008 19 Mei 2008 1,770 1,680 14 13 Februari 2008 19 Mei 2008 1,680 1,620 15 14 Februari 2008 20 Mei 2008 1,780 1,680 16 14 Februari 2008 21 Mei 2008 1,750 1,680 17 15 Februari 2008 22 Mei 2008 1,580 1,510 18 15 Februari 2008 22 Mei 2008 1,630 1,600


(6)

Lampiran 4. Foto Aspirin Dalam Kapsul Alginat Dan Tablet Ascardia®