Kendala-kendala yang dihadapi Global Programme on AIDS dalam

4.2 Kendala-kendala yang dihadapi Global Programme on AIDS dalam

Menangani HIVAIDS di Indonesia. WHO dalam menjalankan Global Programme on AIDS di Indonesia mempunyai beberapa kendala-kendala yang menghambat tercapainya tujuan dari WHO Global Programme on AIDS tersebut, dengan adanya kendala-kendala maka program penanganan kasus HIVAIDS di Indonesia tidak bisa dijalankan dengan maksimal. Kendala-kendala yang terjadi dalam menangi kasus HIVAIDS di Indonesia adalah sebagai berikut : • Masalah-masalah Psikologis dan Cultural Masalah-masalah psikologis dan cultural seperti rasa malu untuk berbicara terbuka, kebiasaan yang melarang berbicara soal seks, dan hukuman sosial yang dijatuhkan kepada penderita AIDS masih menjadi kendala pendidikan pencegahan HIVAIDS di Indonesia. Padahal pencegahan HIVAIDS harus dilakukan sejak dini secara terintegrasi. Pendidikan seks, pencegahan narkoba dan juga pengetahuan AIDS juga perlu dilakukan sejak dini dan terintegrasi. Banyaknya masyarakat yang telah mengetahui status HIV positif mereka merasa malu dan tidak ingin diketahui oleh masyarakat lainnya, ini juga merupakan kendala bagi indonesia untuk menangani kasus HIVAIDS. Masyarakat yang sudah terinfeksi HIVAIDS masih sulit membuka dirinya dan menyatakan bahwa mereka terjangkit virus mematikan tersebut, ini menyebabkan tidak adanya penanganan yang intensif bagi masyarakat yang tidak mau mengakui bahwa dirinya adalah ODHA. Penyangkalan tersebut tentu saja menyulitkan dalam upaya penanganan kasus HIVAIDS tersebut. Karena hal itu akan mengambat penelitian tentang seberapa banyak orang yang terinfeksi HIVAIDS yang memerlukan penanganan dan pengobatan dari pihak terkait. Masalah cultural yang terjadi Indonesia juga merupakan sebuah kendala mengapa HIVAIDS masih terus ada, contoh pada daerah Papua, dimana di Papua ada cultur yang diterapkan bahwa jika ada tamu maka anak gadis orang papua disuguhkan untuk berhubungan dengan tamu tersebut sebagai penghormatan untuk tamu tersebut. • Masalah Luas Wilayah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi, tetapi tidak pada penanganan kasus HIVAIDS di Indonesia yang mengalami kendala karena terlalu luasnya wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia yang terlalu luas menyebabkan sulitnya mengkoordinasikan penanganan kasus HIVAIDS yang ada disetiap provinsi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan WHO. Diperlukan adanya suatu kerjasama yang solid antara pusat dan daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia, baik itu dalam segi pendataan seberapa banyak orang yang terinfeksi HIVAIDS maupun dari segi kesigapan penanganan penyebaran penyakit tersebut. • Masalah Daya Beli Masyarakat Terhadap Pengobatan AIDS merupakan penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat untuk mematikan virus HIV tersebut, obat yang sampai sekarang menjadi suatu penawar sementara untuk pasien yang terkena HIVAIDS adalah obat ARV, walaupun memang belum bisa mematikan virus HIV, tetapi obat ARV ini bisa membuat ODHA mempunyai harapan hidup lebih lama lagi. Manfaat obat ARV amat besar, yaitu selain dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, pasien ODHA menjadi sehat, tidak harus dirawat di rumah sakit dan bisa bekerja secara normal produktif. Sulitnya dan mahalnya biaya penelitian yang dilakukan untuk menemukan vaksin baru menyebabkan harga vaksin atau obat temuan untuk mencegah HIVAIDS menjadi mahal, yang secara otomatis menghambat daya beli orang yang terinfeksi HIV dan ODHA. Selain itu, obat ARV tidak mudah didapatkan disembarang tempat, hanya pada tempat-tempat tertentu masyarakat bisa mendapatkannya seperti rumah sakit dan puskesmas, itupun dengan harga yang tidak murah dan stock obat ARV di Indonesia pun terbatas, stock obat tersebut tidak dapat memenuhi semua kebutuhan ODHA yang ada di Indonesia. Kenyataan-kenyataan tersebut yang menjadi masalah dalam upaya penurunan pasien ODHA, karena dengan mahalnya harga obat ARV maka tidak semua lapisan masyarakat yang terkena HIVAIDS mampu untuk membelinya. Dan langkanya persediaan stock obat tersebut akan semakin menyulitkan penanganan untuk mereduksi penyebaran HIVAID, sedangkan kebutuhan terhadap obat ARV sangat besar sebab ODHA banyak yang memerlukan obat tersebut, namun fakta yang terjadi adalah persediaan obat ARV tersebut sangat minim jika dibandingkan dengan kebutuhan akan obat tersebut. • Masalah Gaya Hidup Yang Menyimpang Gaya hidup yang menyimpang adalah faktor selanjutnya mengapa penanganan HIVAIDS mengalami kendala. Sebagian ODHA, terlebih IDU, memang tidak peduli pada kesehatan mereka. Karena ketidakpedulian mereka terhadap kesehatan sendiri, sebagian besar ODHA IDU juga tidak tahu tentang kesehatan dasar sehingga tidak pernah mengecek kesehatan mereka. Banyak pula ODHA yang tidak peduli kesehatan karena alasan ekonomi. Mereka berdalih tidak bisa cek kesehatan karena tidak bisa membayar biaya cek kesehatan karena untuk mengontrol kesehatan medis mereka memerlukan biaya yang tidak sedikit. Selain itu pula gaya hidup yang menyimpang seperti free sex, dimana seseorang dengan mudahnya bergonta-ganti pasangan dalam berhubungan, ini adalah masalah yang juga banyak ditemukan dalam penularan virus HIV di Indonesia. Di samping free sex, gaya hidup menyimpang lainnya yaitu kehidupan para gay yang juga menjadi salah satu faktor mengapa penyebaran HIVAIDS masih terus meningkat. Gaya hidup yang tidak menentu inilah yang juga mendukung penyebaran penyakit HIVAIDS. Hal ini dikarenakan juga dari faktor lingkungan masyarakat sekitarnya yang bisa mempengaruhi gaya hidup seseorang.

4.3 Bagaimana Hasil Implementasi Global Programme on AIDS dalam