pada pendidikan dan informasi untuk mencegah meluasnya virus HIVAIDS. Program-program tersebut terdiri dari :
• Informasi publik dan pendidikan
• Perawatan medis
• Hak asasi manusia dan dukungan
• Penelitian dan evaluasi 1993: 90.
3.6 Kerjasama WHO dengan Organisasi Non-Pemerintah
WHO memiliki sejarah yang panjang dan beragam dalam kerjasama dengan NGO’s. Ada 2 jenis hubungan dalam kebijakan WHO yang digunakan dalam
menjalin kerjasama dengan NGO’ s, yaitu formal dan informal. Pada awalnya, semua hubungan antara WHO dengan NGO’s bersifat informal, dan memiliki dua
jalur utama. Pertama, hubungan secara langsung antar departemen teknis WHO dengan
departemen teknis NGO’s. Kedua, sebuah NGO’s dapat meminta bantuan pada The Civil Society Initiative CSI . The Civil Society adalah badan yang membantu
mengembangkan hubungan antara WHO dengan NGO’s dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. CSI juga bertanggung jawab dalam bidang administrasi dari
hubungan-hubungan resmi, sebagaimana yang telah diatur dalam asas-asas hubungan pemerintah antara WHO dengan NGO’s. Bila pantas, pada personil
kantor regional WHO, dalam upaya mencari kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan timbal balik.http:www.who.indcivilsocietyen. diakses pada
tanggal 14 Desember 2008
Suatu informasi yang mana harus di transmisikan baik kepada CSI atau kepada kantor regional WHO yang sesuai, diserahkan pada departemen-
departemen teknis yang relevan. Bila sesuai, NGO’s melakukan kontak dengan departemen-departemen yang tertarik, dalam upaya mencari kemungkinan
pertukaran keuntungan yang bersifat informal. http:www.who.indcivilsocietyen. diakses pada tanggal 14 Desember 2008
Tujuan WHO dalam hubungannya dengan NGO’s adalah untuk mempromosikan kebijakan, strategi-strategi dan aktivitas-aktivitas WHO. Selain
itu juga, bila sesuai, WHO berkolaborasi dengan NGO’s dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan masalah kesehatan, dengan
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang telah mereka sepakati bersama. WHO juga berupaya menyesuaikan keinginan-keinginannya dengan pihak
NGO’s yang bersangkutan agar terjalin kerjasama yang harmonis, baik dalam menangani isu level negara, regional, ataupun global. http:www.who.ind
civilsocietyen. diakses pada tanggal 14 Desember 2008
82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 WHO Global Programme on AIDS dalam Menangani HIVAIDS di
Indonesia
Kasus HIVAIDS pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1987 dimana seorang wisatawan Belanda yang bernama Edward Hop meninggal di RS Sanglah,
Bali. Perkembangan jumlah kasus HIVAIDS yang dilaporkan di Indonesia dari tahun ke tahun secara kumulatif cenderung meningkat. Dari ditemukannya kasus
AIDS pertama kali pada tahun 1987 sampai dengan 31 Desember 2006 jumlah kumulatif pengidap infeksi HIVAIDS yang dilaporkan mencapai 13.424 kasus,
terdiri dari 5.230 kasus pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala AIDS dan 8.194 kasus AIDS http:www.aidsindonesia.or.idindex.php?option=com_
contenttask=viewid=366Itemid=124 diakses pada tanggal 1 Januari 2009. Dari banyaknya jumlah kasus tersebut, terlihat jelas bahwa penyebaran HIVAIDS
di Indonesia sudah tidak terkendali lagi dan tentunya dalam hal ini sangat diperlukan penanganan yang lebih serius lagi dalam menghadapi masalah yang
telah menjadi isu global ini. Pada awalnya pemerintah Indonesia kurang terlalu menganggap serius
mengenai penyakit ini, namun sejalan dengan semakin meningkat dengan pesatnya kasus yang terjadi maka pemerintah Indonesia melalui Menteri
Kesehatan membentuk Komite Penanggulangan AIDS Nasional pada tahun 1987. Hal ini merupakan bukti komitmen pemerintah yang merupakan wujud dari