Pola Pewarisan Karakter TINJAUAN PUSTAKA

16 akan muncul sifat antara intermedier. Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. 2. Kodominansi Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1:2:1 pada generasi F 3 . Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi. 2.5.2 Modifikasi Nisbah 9:3:3:1 Modifikasi nisbah 9:3:3:1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam epistasis, masing-masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F 3 . Menurut Baso 2013, macam –macam epistasis adalah sebagai berikut : 1. Epistasis resesif Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Pada generasi F 3 akan diperoleh nisbah fenotipe 9:3:4. 2. Epistasis dominan Epistasi resesif atau lebih dikenal dengan istilah kriptomeri adalah peristiwa pembastaran, yaitu adanya suatu faktor dominan tersembunyi oleh suatu faktor 17 dominan lainnya dan sifat tersebut baru akan tampak bila tidak bersama- sama dengan faktor penutup itu. Pada generasi F 3 akan diperoleh nisbah fenotipe 12:3:1. 3. Epistasis resesif ganda Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Pada generasi F 3 akan diperoleh nisbah fenotipe 9:7. 4. Epistasis dominan ganda Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Pada generasi F 3 akan diperoleh nisbah fenotipe 15:1. 5. Epistasis domian-resesif Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika bersama-sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Pada generasi F 3 akan diperoleh nisbah fenotipe 13:3. 18 6. Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif terjadi jika kondisi dominan baik homozigot ataupun heterozigot pada salah satu lokus tapi bukan keduanya menghasilkan fenotipe sama. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9:6:1 pada generasi F 3 . 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai yang terdiri

atas benih tetua Wilis, B3570, dan benih F 3 persilangan antara kultivar Wilis dan B3570. Pada penelitian ini, telah ditanam 380 benih kedelai yang terdiri atas benih populasi F 3 Wilis x B3570 sebanyak 300 benih, tetua wilis sebanyak 40 benih, dan tetua B3570 sebanyak 40 benih. Benih-benih kedelai yang digunakan merupakan benih kedelai hasil pemuliaan Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S. Bahan lain yang digunakan adalah Furadan 3G berbahan aktif karbofuran, fungisida berbahan aktif Mancozeb 80, insektisida berbahan aktif delhtametrin 25g -1 . Pupuk Urea 50 kg ha -1 , SP36 100 kg ha -1 , KCl 100 kg ha -1 , dan pupuk kompos. 20 Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor,selang air, bambu, kantung panen, plastik, golok, paranet, mistar, knapsack sprayer, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menanam benih kedelai pada petak percobaan

dengan ukuran 9 m x 4 m. Pada petak tersebut terdapat 15 baris tanaman, setiap baris terdapat 20 lubang tanam. Tata letak penanaman kedelai F 3 hasil persilangan kultivar Wilis x B3570 dan tetuanya dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian dilakukan dengan rancangan tanpa ulangan karena benih yang digunakan adalah benih F 3 yang masih bersegregasi dan masih memiliki persentase heterozigot 25 dan homozigot 75 secara genetik Baihaki, 2000. Pada penelitian ini yang ditanam merupakan benih F 3 hasil persilangan antara Wilis x B3570 yang berasal dari nomor harapan yang tertinggi yaitu berasal dari 1 tanaman dengan nomor genotipe 142. Genotipe nomor 142 ini memiliki bobot biji per tanaman yang paling tinggi yaitu sebesar 75,52 gram dan memiliki jumlah polong paling banyak yaitu sebanyak 322 polong. Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan menguji hipotesis, maka disusun metode penelitian dengan rancangan tanpa ulangan dengan analisis segregasi karakter agronomi, uji signifikasi untuk berbagai nisbah teoritis, dan uji kemenjuluran grafik sebaran normal. 21 3.3.1 Analisis segregasi karakter agronomi tanaman kedelai Karakter agronomi setiap tanaman dari populasi F 3 dikelompokkan ke dalam fenotipekelas tertentu dan jumlahnya dihitung. Uji yang digunakan dalam analisis segregasi kesesuaian distribusi normal karakter agronomi tanaman kedelai dari populasi F 3 yaitu uji khi-kuadrat .