Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif

(1)

 

PERANAN

 

RUMAH

 

SAKIT

 

DALAM

 

PELAKSANAAN

 

PROGRAM

 

ASI

 

EKLUSIF

 

 

 

     

RUSMALAWATY  NIP.19750804020021202001 

           

FAKULTAS

 

KESEHATAN

 

MASYARAKAT

 

UNIVERSITAS

 

SUMATERA

 

UTARA

 


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Pengantar ……… 1

1.2. Latar belakang ………... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 6

2.1. Pengertian Air Susu Ibu ……….. 6

2.2. Kebaikan ASI dan Menyusui ……….. 6

2.3. Proporsi pemberian ASI Ekslusif ………... 7

2.4. Kebijakan-kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI Eksklusif ……… 9

2.5. Manajemen Laktasi ……….. 10

2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI ……….. 12

2.7. Program ASI Ekslusif di Rumah Sakit ……….. 14

2.8. Pemberian ASI Ekslusif di Rumah Sakit ……… 17

BAB III KESIMPULAN dan SARAN ………... 19 DAFTAR PUSTAKA


(3)

PERANAN RUMAH SAKIT DALAM PELAKSANAAN PROGRAM ASI EKSLUSIF

RUSMALAWATY

DEPARTEMEN AKK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 PENGANTAR

Air susu ibu merupakan anugerah yang tak ternilai harganya, hanya seorang ibu yang dapat memberikan anugerah tersebut kepada bayinya. Menyusui secara eksklusif merupakan cara yang aman, baik dan selalu tersedia untuk pemberian makanan bayi dalam 6 bulan pertama kehidupannya. Dan penting untuk diteruskan lebih dari 6 bulan sebagaimana WHO dan UNICEF merekomendasikan bahwa menyusui harus berlanjut bersama makanan pendamping ASI yang benar sampai 2 tahun atau lebih.

Para pakar dewasa ini menyetujui bahwa ASI dapat memberikan semua yang dibutuhkan bayi normal untuk 6 bulan pertama dan tanpa memerlukan minuman atau makanan lain selama periode ini. Menyusui eksklusif diartikan bahwa bayi hanya menerima ASI dari ibunya sendiri atau ibu susu, ASI perah dan tanpa makanan minuman lainnya.


(4)

Banyak ibu yang mengalami menyusui eksklusif selama 6 bulan merupakan suatu hal yang sederhana. Mereka tidak perlu cemas apakah bayi memperoleh minuman atau makanan yang cukup atau apakah ini benar dan tanpa kesulitan atau tanpa biaya untuk membuat makanan lain yang tidak perlu.

Disayangkan, bahwa menyusui eksklusif tersebut masih jarang dilakukan oleh masyarakat kita dengan berbagai alasan. Hal ini dapat ditentukan cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif baru mencapai 38% dari rencana pencapaian 59% sehingga persentase pencapaian baru mencapai 64%.

Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Dalam pelestarian penggunaan ASI, yang terutama perlu ditingkatkan adalah pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI segera (kurang lebih 30 menit setelah lahir) sampai bayi berumur 4 bulan dan memberikan kolostrum pada bayi.

Bila kesehatan ibu setelah melahirkan baik, menyusui merupakan cara memberi makan yang paling ideal untuk 4–6 bulan pertama sejak dilahirkan, karena ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Setelah ASI tidak lagi cukup mengandung protein dan kalori, seorang bayi mulai memerlukan minuman/makanan pendamping ASI.

Gambaran mengenai pemberian ASI pada bayi ditunjukkan dalam SKRT. SKRT tersebut menunjukkan bahwa pada bayi umur 0–2 bln yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 21,2%; makanan lumat/lembik 20,1%; dan makanan padat 13,7%. Pada bayi berumur 3– 5 bln, yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 60,2%; lumat/lembek 66,2% dan padat 45,5% .


(5)

Sementara itu, hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa para ibu memberi makanan pralaktal (susu formula dan madu) pada hari pertama atau hari kedua sebelum ASI diberikan, sedangkan yang menghindari pemberian kolostrum 62,6% (Unika-Atma Jaya 1990:15). Selain itu hasil SDKI 1991 dan 1994 menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif di pedesaan pada 1991 sebesar 54,9% dan menurun menjadi 48% pada 1994. Sedangkan di perkotaan pada 1991 sebesar 46,7% dan menurun menjadi 45,7% pada 1994.

Sampai saat ini, telah banyak informasi yang menggambarkan tentang besarnya prosentase pemberian ASI eksklusif, tetapi belum banyak informasi yang menganalisis penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh para ibu masih perlu dipelajari, terutama yang berhubungan dengan latar belakang sosial ekonomi, sosial demografi dan perawatan kesehatan waktu hamil serta melahirkan.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 mendapati baru sekitar 52 persen ibu yang memberikan ASI (air susu ibu) eksklusif kepada anak-anak mereka.

Yang dimaksud dengan pemberian ASI Eksklusif menurut Dr Utami Roesli, Ketua Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI Sint Carolus adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa makanan tambahan cairan lain. Misalnya susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa bantuan bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, nasi yang dilembutkan, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim, dan lain sebagainya.

Kegunaan pemberian ASI Ekslusif ini tidak hanya diperoleh bayi, ibu yang menyusuinya pun akan mendapatkan keuntungan yaitu, si ibu akan lebih cepat kembali ke berat badan yang normal, ini disebabkan adanya refleks prolaktin yang bisa mempercepat pengerutan rahim.


(6)

I.2. Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi sumber daya bangsa di masa akan datang,untuk itu perlu mendapat perhatian yang khusus agar terjamin kelangsungan dan perkembangan fisik maupun mental sehingga proses tumbuh kembang dapat berlangsung secara optimal untuk proses tersebut.

ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena mengandung gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Pemberian ASI sejak usia dini terutama ASI ekslusif yaitu pemberian hanya ASI saja mulai bayi lahir sampai berusia enam bulan. ASI dapat menjadikan perkembangan dan pertumbuhan otak bayi dengan sempurna. ASI dapat meningkatkan system kekebalan tubuh dan mencegah penyakit diare, penyakit saluran pernafasan, penyakit telinga, penyakit saluran kencing dan membangun hubungan saling percaya antara bayi dan ibu.

Program pemberian ASI merupakan prioritas karena mempunyai dampak yang sangat luas terhadap status gizi dan kesehatan bayi, manfaat dan keunggulan ASI perlu ditunjang dengan pemberian ASI yang benar yaitu pemberian hanya ASI sampai bayi berusia enam bulan.

Pemberian ASI di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Upaya peningkatan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi PASI.

Para ibu sering sering tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya. Sangat disayangkan di Indonesia kenyataannya penggunaan ASI belum seperti yang diharapkan. Menyusui ekslusif dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini


(7)

disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah adanya tantangan yang cukup besar pada upaya pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit (iming-iming berupa bonus atau rangsangan produsen formula), penyuluhan terhadap perilaku masyarakat untuk meunjang pemberian ASI masih kurang optimal dan efisien, faktor ibu sendiri, sosial budaya dan faktor-faktor lain yang turut berperan seperti pelayanan kesehatan dan lingkungan.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Air Susu Ibu.

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.

Sedangkan ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sampai umur 4 (empat) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain kecuali sirup obat.

ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal.

2.2. Kebaikan ASI dan Menyusui.

ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut:

- ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.

- ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat yang bermanfaat untuk:

* Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen.

* Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin.


(9)

* Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat.

* Memudahkan penyerahan herbagai jenis mineral, seperti calsium, magnesium.

- ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan

pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus,

lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin.

- ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi. - Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi.

Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu:

- Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat memberikan “kehidupan” kepada bayinya. - Hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi

perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan anak.

- Dengan menyusui bagi rahim ibu akan berkontraksi yang dapat menyebabkan pengembalian keukuran sebelum hamil.

- Mempercepat berhentinya pendarahan post partum.

- Dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberpa bulan (menjarangkan kehamilan).

- Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan datang.

2.3. Proporsi pemberian ASI Ekslusif

Dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif yang terutama ditingkatkan adalah “Menyusui ASI Eksklusif”. Menurut petunjuk Bina Gizi Masyarakat, pengertian ASI eksklusif adalah “hanya ASI sampai bayi berumur 4 bulan dan diberikan kolostrum” yang diberikan


(10)

kepada anak < 4 bulan. Untuk mengetahui anak/bayi tersebut menyusui ASI eksklusif atau tidak, ditelusuri dari anak menyusu ASI/tidak menyusui. Dari anak yang menyusu, ditelusuri anak yang hanya diberi ASI saja dan diberi makan/minum, kemudian anak tersebut dalam 24 jam hanya diberi ASI.

Dari definisi ini, telah diperoleh gambaran bahwa bayi yang < 1 bulan, proporsi menyusu ASI ekslusif justru lebih rendah dari bayi umur 1 bulan. Proporsi ini terjadi di daerah perkotaan dan di pedesaan. Hal ini kemungkinan karena ibu-ibu dalam masa kini banyak melakukan kegiatan untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga. Hal ini didasarkan pada hasil analisis asosiasi bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh ibu.

Proporsi pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan pedesaan untuk umur bayi < 1–3 bulan cenderung tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena para ibu di desa dan di kota telah sama-sama terpapar oleh media, sehingga pengetahuan dan kepedulian mereka terhadap bayi untuk menyusui cukup besar.

Jumlah anak umur 0–4 tahun dalam keluarga tampaknya mendukung pemberian ASI eksklusif oleh para ibu. Hal ini didasarkan pada hasil uji regresi bahwa jumlah anak 1–2 dalam keluarga mempunyai pengaruh dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai 1–2 anak.

Berdasarkan umur, proporsi pemberian ASI eksklusif tampak cukup bervariasi dari umur < 1 bulan sampai umur 3 bulan. Hal ini yang menunjukkan bahwa bayi yang berumur 2 bulan mempunyai kemungkinan untuk diberi ASI eksklusif 4 kali dibandingkan dengan yang tidak


(11)

berumur 2 bulan, tertinggi dibandingkan dengan kemungkinan pada umur 1 bulan dan 3 tiga bulan.

Sementara itu, proporsi pemberian ASI eksklusif berdasarkan kategori lokasi (di perkotaan, di pedesaan, di desa tertinggal dan di desa tak tertinggal), tidak terjadi perbedaan yang cukup tajam. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh modernisasi di desa-desa sehingga para ibu kurang menyadari pentingnya pemberian ASI eksklusif. Di samping itu telah terjadi peningkatan iklan susu buatan yang secara gencar memasarkan produk susunya sebagai pengganti ASI.

Dalam pemberian ASI ekslusif walaupun ada kecenderungan bahwa yang pengeluaran rata-rata sebulannya tinggi, rata-rata pengeluaran untuk makan tinggi dan penghasilan bersih dari pekerjaan utama tinggi, tampaknya tidak mempunyai pengaruh langsung pada kemungkinan pemberian ASI eksklusif. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pengaruh yang bermakna pada menyusui ASI ekslusif dengan variabel pertolongan pertama/kedua waktu melahirkan, terpaparnya dari media radio, TV, serta membaca koran. Oleh karena itu tampaknya masih diperlukan informasi dari sumber lain mengenai faktor-faktor yang menentukan ibu-ibu dalam menyusui ASI, khususnya ASI eksklusif.

2.4. Kebijakan-kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI Eksklusif

1. Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa salah satu program dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.


(12)

2. Permenkes No.240/1985 Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya daripada ASI.

3. Permenkes No.76/1975 Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumkan pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok.

4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana pelayanan kesehatan.

5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.

6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.

7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.

8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada peringatan Hari Ibu ke-62 (22Desember1990).

9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit, rumah bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.

2.5. Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya.


(13)

Usaha ini dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap, yakni pada masa kehamilan (antenatal) sewaktu ibu dalam persalinan sampai keluar rumah sakit (perinatal) dan pada masa menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun (postnatal). Bagaimana mengelola ketiga periode penting ini dengan baik? Berikut langkah-langkah yang dikemukakan Spesialis Kebidanan Dr Harini Susiana SpOG:

Periode Antenatal:

1. Meyakinkan diri sendiri akan keberhasilan menyusui dan bahwa ASI adalah amanah Ilahi. 2. Makan dengan teratur, penuh gizi dan seimbang.

3. Mengikuti bimbingan persiapan menyusui yang terdapat di setiap klinik laktasi di rumah sakit. 4. Melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara teratur.

5. Menjaga kebersihan diri, kesehatan, dan cukup istirahat. 6. Mengikuti senam hamil.

Periode Perinatal:

1. Bersihkan puting susu sebelum anak lahir.

2. Susuilah bayi sesegera mungkin, jangan lebih dari 30 menit pertama setelah lahir (inisiasi dini).

3. Lakukan rawat gabung, yakni bayi selalu di samping ibu selama 24 jam penuh setiap hari. 4. Jangan berikan makanan atau minuman selain ASI.

5. Bila dalam 2 hari pertama ASI belum keluar, berikan bayi air putih masak dengan menggunakan sendok.

6. Jangan memberikan dot maupun kempengan karena bayi akan susah menyusui, di samping mengganggu pertumbuhan gigi.


(14)

7. Susuilah bayi kapan saja dia membutuhkan, jangan dijadwal. Susuilah juga bila payudara ibu terasa penuh. Ingatlah bahwa makin sering menyusui, makin lancar produksi dan pengeluaran ASI.

8. Setiap kali menyusui, gunakanlah kedua payudara secara bergantian. Yakinkan bahwa payudara telah kosong atau bayi tidak lagi mau mengisap.

9. Mintalah petunjuk kepada petugas rawat gabung, bagaimana cara menyusui yang baik dan benar.

Periode Postnatal:

1. Berikan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan atau penyusuan eksklusif dan teruskan pemberian ASI sampai bayi berumur 2 tahun.

2. Berikan makanan pendamping ASI saat bayi mulai berumur 6 bulan.

2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI

Menyusui merupakan proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini. Berbagai alasan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi adalah: produksi ASI kurang (32%), masalah pada puting susu (28%), ibu bekerja (16%), pengaruh iklan susu formula (16%), ingin dianggap modern (4%).

Beberapa sebab terjadinya penurunan penggunaan ASI ekslusif antara lain:

1. Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga.

2. kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan untuk bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan lain


(15)

3. Iklan yang menyesatkan dari berbagai produksi makanan bayi.

4. Para ibu sering keluar rumah karena bekerja atau dengan tugas-tugas sosial.

5. Adanya anggapan dengan memberikan susu botol kepada bayi merupakan suatu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman.

6. Pengaruh melahirkan di klinik atau rumah sakit, dimana belum semua petugas paramedik diberi pesan dan informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta praktek yang keliru dengan memberikan susu botol kepada bayi yang baru lahir.

Sering juga seorang ibu tidak menyusui bayinya karena terpaksa misalnya karena persalinan yang patologis juga karena faktor lain misalnya karena bendungan ASI yang mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu, luka-luka pada puting susu dan adanya penyakit kronis tertentu yang merupakan alasan untuk tidak menganjurkan ibu menyusui bayinya, demikian juga ibu yang gizinya tidak baik akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibanding ibu yang sehat dan gizinya lebih baik. Disamping itu juga karena faktor dari pihak bayi yang lahir premature, bayi sakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian PASI adalah agresifnya promosi PASI (pendamping air susu ibu) yang mengasosiasikan perusahaan/merek produk dengan jaminan kesehatan bayi, memperkenalkan PASI sejak lahir bahkan sejak sebelum lahir melalui ibu, mengurangi keyakinan ibu untuk dapat menyusui dan menciptakan susu lanjutan agar ASI berhenti, menciptakan mitos : Bayi perlu diperkenalkan makanan sedini mungkin, ibu bekerja tidak dapat menyusui.


(16)

1. Sikap sementara petugas kesehatan dari berbagai tingkat yang tidak bergairah mangikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan, konsep baru tentang pemberian ASI.

2. Sikap pananggung jawab ruang bersalin dan perawatan di rumah sakit yang langsung

memberi susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI pada bayinya.

3. Belum diterapkannya rawat gabung disebagian besar institusi kesehatan.

Untuk mencegah hal tersebut terjadi, diharapkan prioritas utama dalam rangka promosi ASI adalah meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan motivasi petugas kesehatan mengenai pemberian ASI.

2.7. Program ASI Ekslusif di Rumah Sakit.

Dalam meningkatkan penggunaan ASI, masalah utama dan prinsipal adalah bahwa

ibu-ibu membutuhkan bantuan dan informasi yang mendukung, sehingga menambah keyakinan bahwa mereka akan dapat menyusui bayinya dengan sukses, ditambah lagi pada umumnya para ibu mau patuh dan menurut nasehat petugas kesehatan sehingga nasehat yang diberikan oleh petugas akan diikuti oleh ibu-ibu untuk menyusui sendiri bayinya.

Tugas ini hanya akan berdampak positif bila petugas kesehatan berpengetahuan cukup mengenai cara memberikan informasi yang diperlukan serta mendidik ibu dalam mengatasi masalah yang timbul serta didukung oleh kebijakan rumah sakit yang sesuai dengan permenkes nomor 240 tahun 1985 tentang larangan susu formula sesuai dengan Juklak Depkes tahun 1991 dan pengetahuan petugas sangat tergantung pada pengetahuan yan diterima selama pendidikan, ditambah pengetahuan selama bekerja melalui kontak dengan petugas kesehatan lainnya.


(17)

Program ASI ekslusif di rumah sakit merupakan salah satu pelaksanaan program pembangunan kesehatan yang bertujuan menurunkan angka kematian bayi dan anak di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan diadakannya gerakan nasional peningkatan penggunaan air susu ibu (PP-ASI) yang dicanangkan oleh presiden RI pada tanggal 22 Desember 1990. Sejalan dengan itu kampanye dan penyuluhan PP-ASI perlu dilaksanakan lebih intensif lagi agar persentase ibu-ibu yang menyusui ekslusif dapat meningkat.

Rumah sakit harus membuat kebijakan tertentu tentang larangan promosi susu formula sesuai dengan Juklak Depkes tahun 1991 tentang Permenkes no 240 tahun 1985. Dan pada tanggal 3 agustus 1991 diadakan lomba rumah sakit sayang bayi serta adanya kesepakatan produsen importer produk makanan bayi (PMB) yang antara lain bahwa isi kesepakatan tersebut menyatakan PMB tidak memasarkan produknya ke sarana pelayanan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam pelaksanaan program ASI ekslusif di rumah sakit selalu berpedoman pada pelaksanaan Permenkes RI no 240/men.Kes/Per/v/1995 tentang pengganti ASI, dimana tertuang didalamnya pokok-pokok kebijaksanaan peningkatan penggunaan ASI secara ekslusif.

A. Dalam pelaksanaan kegiatan PP-ASI seluruh aparat baik pemerintah maupun swasta,

organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat yang berpedoman pada kebijaksanaan PP-ASI yang meliputi: 1.) Menyusui ekslusif, 2.) ASI diberikan sampai 2 tahun, 3.) Larangan promosi/penggunaan pengganti ASI, 4.) Melaksanakan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (10 langkah MKM),5.) Peningkatan penyuluhan ASI.


(18)

B. Sasaran meliputi: 1.) Penentu kebijakan termasuk para pengambil keputusan dan administrator (legislatif, eksekutif dan judikatif), 2.) Institusi pendidikan kesehatan, 3.) Petugas kesehatan, 4.) petugas non kesehatan formal dan non formal, 5.) Masyarakat umum.

C. Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan PP-ASI yaitu: 1.) Memanfaatkan dan

memasyarakatkan peraturan dan perundang-undangan yang mendukung program PP-ASI, 2.) Melaksanakan orientasi kepada penentu kebijakan, pengambil keputusan dan administrator baik disektor pemerintah, swasta dan masyarakat, 3.) melaksanakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan non kesehatan, 4.) Menigkatkan penyuluhan PP-ASI, 5.) Menyediakan sarana dan memberikan pelayanan yang kegiatan PP-ASI sesuai kebijakan PP-ASI, 6.) pemantauan dan evaluasi program PP-ASI berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya, 7.) Petugas kesehatan memberikan nasihat secara khusus pada ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam pemberian ASI.

Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui, yaitu : 1.) Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara rutin disampaikan kepada semua staf pelayanan kesehatan untuk diketahui, 2.) Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan dan melaksanakan kebijakan tersebut, 3.) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui, 4.) Membantu ibu-ibu untuk mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, 5.) Memperlihatkan kepada ibu-ibu cara menyusui dan mempertahankannya sekalipun saat ibu-ibu berpisah dengan bayinya, 6.) Tidak memberikan makanan ataupun minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir, kecuali bila ada indikasi medis, 7.) Melaksanakan rawat gabung memungkinkan/mengizinkan ibu dan anak untuk selalu bersama selama 24 jam, 8.) Mendukung ibu agar dapat memberi ASI


(19)

sesuai dengan keinginan dan kebutuhan bayi (on-demand), 9.) Tidak memberikan dot atau kempeng pada bayi yang sedang menyusui, 10.) Membentuk kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu-ibu yang pulang dari rumah sakit atau klinik selalu berhubungan ke kelompok tersebut.

2.8. Pemberian ASI Ekslusif di Rumah Sakit.

Pemberian ASI Eksklusif di Rumah Sakit Sering Terkendala Sekedar informasi bermakna tentang ASI. Praktik di rumah sakit yang memberikan susu formula atau air putih pada bayi yang baru lahir, secara signifikan menurunkan jumlah ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.

Peneliti di Amerika Serikat melakukan survei terhadap 1.573 ibu yang melahirkan anak tunggal di rumah sakit. Hasil yang ditemukan terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah ibu yang mengatakan ingin memberikan ASI eksklusif. Pada saat ditanya pertama kali hampir 70 persen ibu mengatakan ingin memberikan ASI eksklusif, tapi kenyataannya hanya 50 persen yang melakukannya selama seminggu setelah melahirkan. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 400.000 bayi yang lahir gagal mendapatkan ASI eksklusif.

Rendahnya pemberian ASI ini karena praktik di rumah sakit memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap kegagalan ibu memberikan ASI eksklusif. Ibu yang tidak ditawarkan susu formula jauh lebih mungkin untuk bisa memberikan ASI secara eksklusif, diperkirakan sekitar 4,4 kali lebih mungkin untuk ibu yang baru pertama kali melahirkan dan 8,8 kali lebih mungkin untuk ibu yang sudah pernah melahirkan.


(20)

diberi susu formula, meskipun sang ibu sudah memberitahu akan memberikan ASI eksklusif. Sebagian besar ibu-ibu hanya menyusui selama seminggu di rumah sakit dan tindakan ini sangat terkait dengan praktik yang dilakukan selama di rumah sakit.

Kejadian ini bukan hanya terjadi di Amerika saja, tapi juga banyak terjadi di Indonesia. Banyak rumah sakit yang telah memberikan susu formula pada bayi baru lahir saat masih berada di rumahsakit. Hal ini juga yang mempengaruhi banyaknya ibu yang gagal melakukan pemberian ASI eksklusif.


(21)

BAB III

KESIMPULAN dan SARAN

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peranan rumah sakit cukup besar peranannya dalam hal melakukan promosi ASI ekslusif kepada ibu-ibu yang baru melahirkan. Dalam hal ini manajemen rumah sakit sebaiknya memberikan motivasi yang lebih lagi kepada petugas kesehatan agar lebih disiplin, serta kepada bidan-bidan agar diberi bimbingan secara rutin baik pengetahuan tentang ASI ekslusif agar dapat memberikan penyuluhan tentang pentingnya memberikan ASI kepada bayi yang baru lahir serta bagaimana cara agar ASI keluar pada jam pertama setelah kelahiran bayi.

Para pejabat pembuat kebijakan pelayanan kesehatan seharusnya diberi informasi yang cukup tentang manajemen laktasi, agar kebijakan tersebut searah dengan pelaksanaan di lapangan.

Para petugas yang terlibat dalam program ASI ekslusif kiranya ikut berperan dalam melarang promosi susu formula baik secara langsung maupun secara tak langsung yang dapat menghambat pelaksanaan program ASI ekslusif.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Dikjen Pembinaan

Kesehatan Masyarakat (1992). Pedoman Pemberian Makanan Tambahan Pendamping ASI (MP-ASI) Jakarta.

2. Departemen Kesehatan RI, 1992. Manajemen Laktasi.

3. Indonesia, Departemen Kesehatan, Badan Litbangkes-BPS (1992). Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT), Jakarta

4. Ratna LB (1995). Perubahan Perilaku Pemberian ASI di Indonesia. Majalah Kesehatan

Perkotaan II (I), Jakarta:84

5. Soetjiningsih,1997, ASI :Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan.Jakarta.

6. Suksmaningsih,Indah,2001.Kompetisi ASI dan Janji-janji Susu-susu Formula.

7. : http://misteradesetiawan.blogspot.com,diakses 26 Desember 2009.

8. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/1927773-pemberian-asi-eksklusif-Mdi-rumah/,diakses 26 Desember 2009.


(1)

Program ASI ekslusif di rumah sakit merupakan salah satu pelaksanaan program pembangunan kesehatan yang bertujuan menurunkan angka kematian bayi dan anak di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan diadakannya gerakan nasional peningkatan penggunaan air susu ibu (PP-ASI) yang dicanangkan oleh presiden RI pada tanggal 22 Desember 1990. Sejalan dengan itu kampanye dan penyuluhan PP-ASI perlu dilaksanakan lebih intensif lagi agar persentase ibu-ibu yang menyusui ekslusif dapat meningkat.

Rumah sakit harus membuat kebijakan tertentu tentang larangan promosi susu formula sesuai dengan Juklak Depkes tahun 1991 tentang Permenkes no 240 tahun 1985. Dan pada tanggal 3 agustus 1991 diadakan lomba rumah sakit sayang bayi serta adanya kesepakatan produsen importer produk makanan bayi (PMB) yang antara lain bahwa isi kesepakatan tersebut menyatakan PMB tidak memasarkan produknya ke sarana pelayanan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam pelaksanaan program ASI ekslusif di rumah sakit selalu berpedoman pada pelaksanaan Permenkes RI no 240/men.Kes/Per/v/1995 tentang pengganti ASI, dimana tertuang didalamnya pokok-pokok kebijaksanaan peningkatan penggunaan ASI secara ekslusif.

A. Dalam pelaksanaan kegiatan PP-ASI seluruh aparat baik pemerintah maupun swasta, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat yang berpedoman pada kebijaksanaan PP-ASI yang meliputi: 1.) Menyusui ekslusif, 2.) ASI diberikan sampai 2 tahun, 3.) Larangan promosi/penggunaan pengganti ASI, 4.) Melaksanakan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (10 langkah MKM),5.) Peningkatan penyuluhan ASI.


(2)

B. Sasaran meliputi: 1.) Penentu kebijakan termasuk para pengambil keputusan dan administrator (legislatif, eksekutif dan judikatif), 2.) Institusi pendidikan kesehatan, 3.) Petugas kesehatan, 4.) petugas non kesehatan formal dan non formal, 5.) Masyarakat umum.

C. Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan PP-ASI yaitu: 1.) Memanfaatkan dan memasyarakatkan peraturan dan perundang-undangan yang mendukung program PP-ASI, 2.) Melaksanakan orientasi kepada penentu kebijakan, pengambil keputusan dan administrator baik disektor pemerintah, swasta dan masyarakat, 3.) melaksanakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan non kesehatan, 4.) Menigkatkan penyuluhan PP-ASI, 5.) Menyediakan sarana dan memberikan pelayanan yang kegiatan PP-ASI sesuai kebijakan PP-ASI, 6.) pemantauan dan evaluasi program PP-ASI berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya, 7.) Petugas kesehatan memberikan nasihat secara khusus pada ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam pemberian ASI. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui, yaitu : 1.) Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara rutin disampaikan kepada semua staf pelayanan kesehatan untuk diketahui, 2.) Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan dan melaksanakan kebijakan tersebut, 3.) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui, 4.) Membantu ibu-ibu untuk mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, 5.) Memperlihatkan kepada ibu-ibu cara menyusui dan mempertahankannya sekalipun saat ibu-ibu berpisah dengan bayinya, 6.) Tidak memberikan makanan ataupun minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir, kecuali bila ada indikasi medis, 7.) Melaksanakan rawat gabung memungkinkan/mengizinkan ibu dan anak untuk selalu bersama selama 24 jam, 8.) Mendukung ibu agar dapat memberi ASI


(3)

sesuai dengan keinginan dan kebutuhan bayi (on-demand), 9.) Tidak memberikan dot atau kempeng pada bayi yang sedang menyusui, 10.) Membentuk kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu-ibu yang pulang dari rumah sakit atau klinik selalu berhubungan ke kelompok tersebut.

2.8. Pemberian ASI Ekslusif di Rumah Sakit.

Pemberian ASI Eksklusif di Rumah Sakit Sering Terkendala Sekedar informasi bermakna tentang ASI. Praktik di rumah sakit yang memberikan susu formula atau air putih pada bayi yang baru lahir, secara signifikan menurunkan jumlah ibu yang memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.

Peneliti di Amerika Serikat melakukan survei terhadap 1.573 ibu yang melahirkan anak tunggal di rumah sakit. Hasil yang ditemukan terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah ibu yang mengatakan ingin memberikan ASI eksklusif. Pada saat ditanya pertama kali hampir 70 persen ibu mengatakan ingin memberikan ASI eksklusif, tapi kenyataannya hanya 50 persen yang melakukannya selama seminggu setelah melahirkan. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 400.000 bayi yang lahir gagal mendapatkan ASI eksklusif.

Rendahnya pemberian ASI ini karena praktik di rumah sakit memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap kegagalan ibu memberikan ASI eksklusif. Ibu yang tidak ditawarkan susu formula jauh lebih mungkin untuk bisa memberikan ASI secara eksklusif, diperkirakan sekitar 4,4 kali lebih mungkin untuk ibu yang baru pertama kali melahirkan dan 8,8 kali lebih mungkin untuk ibu yang sudah pernah melahirkan.

Para peneliti mengidentifikasi praktik-praktik di rumah sakit yang bisa mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Seperti contoh sejak masih di rumah sakit bayi yang baru lahir sudah


(4)

diberi susu formula, meskipun sang ibu sudah memberitahu akan memberikan ASI eksklusif. Sebagian besar ibu-ibu hanya menyusui selama seminggu di rumah sakit dan tindakan ini sangat terkait dengan praktik yang dilakukan selama di rumah sakit.

Kejadian ini bukan hanya terjadi di Amerika saja, tapi juga banyak terjadi di Indonesia. Banyak rumah sakit yang telah memberikan susu formula pada bayi baru lahir saat masih berada di rumahsakit. Hal ini juga yang mempengaruhi banyaknya ibu yang gagal melakukan pemberian ASI eksklusif.


(5)

BAB III

KESIMPULAN dan SARAN

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peranan rumah sakit cukup besar peranannya dalam hal melakukan promosi ASI ekslusif kepada ibu-ibu yang baru melahirkan. Dalam hal ini manajemen rumah sakit sebaiknya memberikan motivasi yang lebih lagi kepada petugas kesehatan agar lebih disiplin, serta kepada bidan-bidan agar diberi bimbingan secara rutin baik pengetahuan tentang ASI ekslusif agar dapat memberikan penyuluhan tentang pentingnya memberikan ASI kepada bayi yang baru lahir serta bagaimana cara agar ASI keluar pada jam pertama setelah kelahiran bayi.

Para pejabat pembuat kebijakan pelayanan kesehatan seharusnya diberi informasi yang cukup tentang manajemen laktasi, agar kebijakan tersebut searah dengan pelaksanaan di lapangan.

Para petugas yang terlibat dalam program ASI ekslusif kiranya ikut berperan dalam melarang promosi susu formula baik secara langsung maupun secara tak langsung yang dapat menghambat pelaksanaan program ASI ekslusif.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Dikjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat (1992). Pedoman Pemberian Makanan Tambahan Pendamping ASI (MP-ASI) Jakarta.

2. Departemen Kesehatan RI, 1992. Manajemen Laktasi.

3. Indonesia, Departemen Kesehatan, Badan Litbangkes-BPS (1992). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Jakarta

4. Ratna LB (1995). Perubahan Perilaku Pemberian ASI di Indonesia. Majalah Kesehatan Perkotaan II (I), Jakarta:84

5. Soetjiningsih,1997, ASI :Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan.Jakarta.

6. Suksmaningsih,Indah,2001.Kompetisi ASI dan Janji-janji Susu-susu Formula. 7. : http://misteradesetiawan.blogspot.com,diakses 26 Desember 2009.

8.


Dokumen yang terkait

Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

3 45 188

Pengaruh Pelaksanaan Program Pelayanan Kesejahteraan Karyawan Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Pabatu

2 46 97

Hubungan Faktor Komitmen Rumah Sakit Dan Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Program Asi Eksklusif Pada Tiga Rumah Sakit Di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2004

0 40 104

Analisis Pelaksanaan Program Pos Pembinaan Terpadu Penyakit tidak menular (Posbindu PTM) dalam Deteksi Dini dan Pencegahan Komplikasi Diabetes Melitus di Puskesmas Glugur Darat Tahun 2014

62 297 119

Pengaruh Media POP UP BOOK Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Intensi ASI Ekslusif Ibu Hamil Di Puskesmas Kecamatan Pesanggarahn Jakarta Selatan Tahun 2013

2 29 254

PELAKSANAAN PROGRAM JAMSOSTEK DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO PELAKSANAAN PROGRAM JAMSOSTEK DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA.

0 2 13

Pendahuluan PELAKSANAAN PROGRAM JAMSOSTEK DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA.

0 2 16

PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT DENGAN BPJS KESEHATAN DALAM PROGRAM Pelaksanaan Hubungan Kerja Antara Rumah Sakit Dengan BPJS Kesehatan Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.

0 6 19

PELAKSANAAN HUBUNGAN KERJA ANTARA RUMAH SAKIT DENGAN BPJS KESEHATAN DALAM PROGRAM JAMINAN Pelaksanaan Hubungan Kerja Antara Rumah Sakit Dengan BPJS Kesehatan Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.

1 6 11

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Motivasi Ibu Terhadap Pemberian Asi Eklusif cover

0 0 12