Analisa Profil Jaringan Lunak Menurut Metode Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Suku Deutro Melayu

(1)

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK

MENURUT METODE HOLDAWAY PADA

MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

TESIS

Oleh : TJUT ROSTINA

047028009

PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK

MENURUT METODE HOLDAWAY PADA

MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Spesialis Ortodonsia (Sp.Ort) Dalam program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Pada Fakultas Kedokteran Giigi Universitas Sumatera Utara

O l e h :

TJUT ROSTINA

047028009

PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERSETUJUAN TESIS

Judul : ANALISA PROFIL JARINGAN MENURUT

METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA

FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

Nama Mahasiswa : TJUT ROSTINA Nomor Pokok : 047028009

Program Spesilia : Ortodonsia

Proposal ini telah disetujui untuk diseminarkan

(Nurhayati Harahap, drg.,Sp.Ort (K) (Muslim Yusuf ,drg.,Sp.Ort) Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Mengetahui, Ketua Program PPDGS-1 ortodonsia


(4)

PERNYATAAN

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK

MENURUT METODE HOLDAWAY PADA

MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau duterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2009

(Tjut Rostina) NIM : 0470280009


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadhirat Allah Swt atas berkat, karunia, rahmat, hidayah dan

inayahNya, tulisan tesis dari hasil penelitian yang berjudul: ’’Analisa Profil

Jaringan Lunak Menurut Metode Holdaway Pada Mahasiswa FKG Usu Suku

Deutro Melayu’’, dapat penulis selesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat

dalam penyelesaian Program Pendidikan Dokter Gigi Sp 1 Ortodonsia di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada

yang terhormat:

1. Prof. dr. Chairudin P. Lubis, DTM & H., Sp. A (K), Rektor USU

2. Prof. DR Darni M.Daud, MA., Rektor Unsyiah, Banda Aceh.

3. Prof. Ismet Danial Nasution, drg.,Ph.D., Sp.Pros (K), Dekan FKG USU

4. Dr. Syahrul Sp. S., Dekan Fakultas Kedokteran dan Drg. Zaki Mubarak,

MS., Ketua Program Studi Kedokteran Gigi, FK Unsyiah, Banda Aceh.

5. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K), selaku Ketua Program Pendidikan

Dokter Gigi Sp1 Ortodonsia di FKG USU dan sebagai dosen pembimbing

utama yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis penelitian ini.

6. Erna Sulistyawati, drg., Sp,Ort., selaku Ketua Departemen Ortodonsia FKG

USU.

7. Muslim Yusuf , drg., Sp.Ort., sebagai anggota komisi pembimbing atas

bimbingan dan dukungannya dalam penyempurnaan tulisan tesis ini.

8. Ibu Amalia Oeripto,drg., MS., Sp.Ort. (K) dan bapak Ir.M.K. Bangun atas


(6)

9. Seluruh staf pengajar pengajar Program Pendidikan Dokter Gigi Sp 1

Ortodonsia di FKG USU, yang telah memberi pembelajaran selama penulis

mengikuti pendidikan.

10. Ayahanda almarhum Teuku Umar dan ibunda Hajjah Tjut Nyak Linggam,

yang telah mendidik, membesarkan dengan kasih sayang serta ananda

tercinta Sarah Soraya atas doa dan dukungannya.

11. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Sp 1

Ortodonsia di FKG USU, atas dukungan dan kebersamaannya

12. Almarhum ayah dan ibunda yang mulia Teuku Umar dan Hajjah Tjut Nyak

Linggam yang telah mendidik, membesarkan dengan penuh kasih sayang

dan iringan doa serta ananda tercinta Sarah Soraya atas dukukunganmu

sehingga pendidikan ini selesai.

13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu

persatu atas bantuan dan partisipasi yang tulus.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian dan tulisan ini belum

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat

bagi yang membutuhkannya.

Medan, September 2009

Penulis

(Tjut Rostina)


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR ...………... v

DAFTAR ISI ...………... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesa Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2,1 Suku Deutro Melayu... 5

2.2 Radiografi Sefalometri ... 5

2.3 Struktur Jaringan Bibir... 7

2.4 Tinggi Bibir Atas dan Bawah... 8

2.5 Analisa Profil Jaringan Lunak ... 9

BAB 3. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian... 18

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 18

3.3 Populasi dan Sampel... 18

3.4 Kriteria Sampel Penelitian... 19

3.5 Alat dan Bahan ... 20

3.6 Metode Pengambilan Data... 22

3.7 Variabel Penelitian ... ... 22

3.8 Definisi Operasional... 24

3.9 Metode Pengukuran Sampel... 25

3.10 Metode Analisa Data... 25

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Reliabilitas Pengukuran... 26

4.2 Pengukuran Profil Jaringan Lunak Menurut Metode Holdaway ... 28


(8)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Jarak Puncak Hidung ke Garis H ... 37

5.2 Kedalaman Sulkus Labialis Superior ... 38

5.3 Tebal Bibir Atas ... 38

5.4 Jarak Bibir Bawah ke Garis H ... 38

5.5 Kurvatura Bibir Atas... 39

5.6 Besar Sudut Fasial ... 39

5.7 Kedalaman Sulkus Labialis Inferior ... 39

5.8 Tebal Dagu ... 39

5.9 Strain Bibir Atas ... 40

5.10 Besar sudut H ... 40

5.11 Kecembungan skeletal ... 40

BAB 6. KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan... 41

6.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA. ... 43

LAMPIRAN ………..…... 45


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Korelasi dan perbedaan pengukur1 dan 2 bagian I... 28

Tabel 2. Korelasi dan perbedaan pengukur1 dan 2 bagian II... 28

Tabel 3. Jarak puncak hidung ke garis H ... 30

Tabel 4. Jarak sulkus labialis superior ke garis H ... 31

Tabel 5. Jarak bibir bawah ke garis H ... 32

Tabel 6. Kurvatura bibir atas ... 33

Tabel 7. Besar sudut fasial ... 33

Tabel 8. Jarak sulkus labialis inverior ke garis H ... 34

Tabel 9. Tebal dagu ... 34

Tabel 10. Tebal bibir atas ... 35

Tabel 11. Tebal vermilion superior ... 35

Tabel 12. Besar sudut H ... 36

Tabel 13. Kecembungan wajah skeletal ... 36

Tabel 14. Perbandingan profil jaringan lunak antara Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid ... 37


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penapakan radiografi sefalometri lateral . ... 7

Gambar 2. Proporsi tinggi bibir atas dan bawah ... 8

Gambar 3. Garis estetis Ricketts (garis E) ... 10

Gambar 4. Garis Harmoni (garis H): ... 11

Gambar 5. Tebal dan strain bibir atas ... ... 12

Gambar 6. Sudut fasial (a) dan kurvatura bibir atas ... 14

Gambar 7. Sudut H ... 15

Gambar 8. Sefalostat Yoshida Panoura 10-C ... 20

Gambar 9. Boks trasing da sefalogram lateral ... 21

Gambar10. Jangka geser ... 21

Gambar11.Contoh trasing pada subjek penelitian ... 37

Gambar12. Perubahan profil jaringan lunak sebelum dan sesudah perawatan 39


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alur Penelitian ……….. 46

2. Jadwal Penelitian ……….. 47

3. Health Research Ethical Commitee ... 48

4. Korelasi dan Perbedaan Pengukur 1 & 2 ... 49


(12)

ABSTRAK

Penelitian tentang analisa profil jaringan lunak telah dilakukan oleh ahli-ahli ortodonsias antara lain Ricketts dan Holdaway yang dilakukan pada ras Kaukasoid. Analisa profil jaringan lunak metode Holdaway tidak mempergunakan tinggi hidung sebagai titik penentuan dalam analisanya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan menurut metode Holdaway karena rerata tinggi hidung bangsa Indonesia lebih rendah dibanding ras Kaukasoid.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah analisa profil jaringan lunak metode ras Kaukasoid dapat diterapkan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu khususnya dan bangsa Indonesia umunya. Uji T-test digunakan untuk mengetahui norma profil jaringan lunak ras Kaukasoid dapat diterapkan pada mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Pengujian statistik uji korelasi dilakukan untuk realibilitas pengukuran oleh pengukur 1 dan 2.

Hasil penelitian analisa profil jaringan lunak pada mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu menunjukkan jarak puncak hidung ke garis H lebih rendah, ketebalan bibir atas lebih tipis, kurvatura bibir atas lebih datar, kedalaman Sulkus labialis inferior lebih datar dan dagu lebih tebal yang dibandingkan dengan ras Kaukasoid. Kecembungan skeletal dan besar sudut H lebih besar pada mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu daripada ras Kaukasoid yang menunjukkan profil Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih cembung. Kedalaman sulkus labialis superior lebih dalam tetapi masih sesuai dengan ras Kaukasoid yang mempunyai bibir tebal dan atau panjang. Letak bibir bawah Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata di depan garis H sedangkan ras Kaukasoid menyinggung garis H tetapi jika letaknya 2 mm di depan garis H menurut Holdaway masih harmonis dan posisi ini sesuai dengan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Besar sudut fasial sesuai antara ras Kaukasoid dengan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu.


(13)

ABSTRACT

Studies on soft tissue profile analysis had been conducted by orthodontists such as: Ricketts, Holdaway in Caucasoid race. Soft tissue profile analysis by Holdaway method did not use nose height as determination in the analysis. Therefore this research was conducted using Holdaway method because mean of Indonesia people’s nose height was lower than Caucasoid race.

This research was aimed to find out whether Holdaway soft tissue profile analysis could be applied in students of Faculty of Dentistry University of Sumatera Utara of Deutero Malay race particularly and Indonesia people generally. T-test was used to find out that soft tissue profile norm of Caucasoid race could be applied in students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race. Correlation statistical test was performed by measurer 1 and 2 for measurement reliability

The results of soft tissue profile analysis in students of Faculty of Dentistry University of Sumatera Utara showed that the distance of nose top to H line was lower, upper lips thickness was thinner, upper lips curvature was flatter, sulcus depth of inferior labialis was flatter, thicker chin compared to Caucasoid race. Skeletal convexity and H line angle were larger in students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race than Caucasoid race in which it showed more convex profile of students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race. Sulcus depth of superior labialis was deeper but it was still suitable with Caucasoid race which had thick and or long lips. Mean of lower lips of students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race was in front of H line meanwhile Caucasoid race was in line with H line but if it located 2 mm in front of H line based on Holdaway, it was still in harmony and this position was in accordance to students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race. Facial angle was suitable between Caucasoid race and students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race.


(14)

ABSTRAK

Penelitian tentang analisa profil jaringan lunak telah dilakukan oleh ahli-ahli ortodonsias antara lain Ricketts dan Holdaway yang dilakukan pada ras Kaukasoid. Analisa profil jaringan lunak metode Holdaway tidak mempergunakan tinggi hidung sebagai titik penentuan dalam analisanya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan menurut metode Holdaway karena rerata tinggi hidung bangsa Indonesia lebih rendah dibanding ras Kaukasoid.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah analisa profil jaringan lunak metode ras Kaukasoid dapat diterapkan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu khususnya dan bangsa Indonesia umunya. Uji T-test digunakan untuk mengetahui norma profil jaringan lunak ras Kaukasoid dapat diterapkan pada mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Pengujian statistik uji korelasi dilakukan untuk realibilitas pengukuran oleh pengukur 1 dan 2.

Hasil penelitian analisa profil jaringan lunak pada mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu menunjukkan jarak puncak hidung ke garis H lebih rendah, ketebalan bibir atas lebih tipis, kurvatura bibir atas lebih datar, kedalaman Sulkus labialis inferior lebih datar dan dagu lebih tebal yang dibandingkan dengan ras Kaukasoid. Kecembungan skeletal dan besar sudut H lebih besar pada mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu daripada ras Kaukasoid yang menunjukkan profil Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih cembung. Kedalaman sulkus labialis superior lebih dalam tetapi masih sesuai dengan ras Kaukasoid yang mempunyai bibir tebal dan atau panjang. Letak bibir bawah Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata di depan garis H sedangkan ras Kaukasoid menyinggung garis H tetapi jika letaknya 2 mm di depan garis H menurut Holdaway masih harmonis dan posisi ini sesuai dengan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Besar sudut fasial sesuai antara ras Kaukasoid dengan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu.


(15)

ABSTRACT

Studies on soft tissue profile analysis had been conducted by orthodontists such as: Ricketts, Holdaway in Caucasoid race. Soft tissue profile analysis by Holdaway method did not use nose height as determination in the analysis. Therefore this research was conducted using Holdaway method because mean of Indonesia people’s nose height was lower than Caucasoid race.

This research was aimed to find out whether Holdaway soft tissue profile analysis could be applied in students of Faculty of Dentistry University of Sumatera Utara of Deutero Malay race particularly and Indonesia people generally. T-test was used to find out that soft tissue profile norm of Caucasoid race could be applied in students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race. Correlation statistical test was performed by measurer 1 and 2 for measurement reliability

The results of soft tissue profile analysis in students of Faculty of Dentistry University of Sumatera Utara showed that the distance of nose top to H line was lower, upper lips thickness was thinner, upper lips curvature was flatter, sulcus depth of inferior labialis was flatter, thicker chin compared to Caucasoid race. Skeletal convexity and H line angle were larger in students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race than Caucasoid race in which it showed more convex profile of students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race. Sulcus depth of superior labialis was deeper but it was still suitable with Caucasoid race which had thick and or long lips. Mean of lower lips of students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race was in front of H line meanwhile Caucasoid race was in line with H line but if it located 2 mm in front of H line based on Holdaway, it was still in harmony and this position was in accordance to students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race. Facial angle was suitable between Caucasoid race and students of Faculty of Dentistry, University of Sumatera Utara of Deutero Malay race.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada saat ini bidang llmu ortodonsia mengalami kemajuan begitu pesat

sehingga ahli ortodonsia dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada

susunan gigi dan rahang saja yang disebut sebagai jaringan keras tetapi juga pada

estetis jaringan lunak wajah. Walaupun posisi gigi dan rahang telah selesai

dikoreksi jika hasilnya tidak menunjukkan bentuk wajah yang harmonis maka

perawatannya dianggap belum selesai. Pada dasarnya prinsip dan tujuan perawatan

ortodonsia untuk mencapai fungsional pengunyahan, keseimbangan struktural dan

keselarasan estetik wajah yang optimal oleh Riedel disebut sebagai tiga serangkai

yaitu “Utility”, “Stability “ dan “Beauty”. Masalah “Beauty”. ini sangat erat hubungannya dengan profil jaringan lunak. 1,2,3,4,5,6,7

Menurut Sarver dan Ackerman bahwa para artis dan dokter telah berusaha

selama berabad-abad untuk menentukan proporsi ideal tentang estetika wajah yang

masih berlangsung hingga kini. Peck dan Peck menyatakan bahwa tidak ada

ukuran atau alat yang dapat secara pasti sebagai penentuan estetis wajah tetapi

analisa radiografi sefalometri lateral cukup membantu dalam penentuan bentuk

profil ideal.,7,8

Analisa profil jaringan lunak untuk penilaian estetis telah dilakukan

penelitian oleh ahli-ahli ortodonsias pada ras Kaukasoid antara lain Ricketts, dan

Holdaway. Penelitian mereka mempergunakan bantuan alat radiografi sefalometri


(17)

jelas. Penelitian mereka ini telah mempersembahkan sebuah norma untuk

digunakan sebagai panduan dalam rencana perawatan ortodonsia tetapi. apakah

norma tersebutdapat diterapkan pada bangsa Indonesia?.

Untuk analisa profil jaringan lunak, Ricketts mempergunakan garis

Estetis (garis E) yang ditarik dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke puncak hidung (Pr)

sedangkan Holdaway mempergunakan garis Harmoni (garis H) yang ditarik dari

titik Pog’ ke titik Labral superior (Ls). Analisa profil jaringan lunak Holdaway

tidak mempergunakan puncak hidung (Pr) sebagai titik penentuan analisanya

seperti analisa Ricketts. Analisa Ricketts tentang profil jaringan lunak hanya

melihat prominen bibir atas dan bawah saja sedangkan Holdaway melakukan

sampai 11 analisa yang dikatakannya oleh Jackobson dan Vlachos sebagai suatu

analisa lebih berani, terperinci, jelas dan luas.1,2,3,4,5,6,9

Analisa profil jaringan lunak Holdaway selain lebih terperinci, jelas dan

luas juga tidak mempergunakan tinggi hidung sebagai titik penentu analisanya yang

mana hidung bangsa Indonesia rerata lebih rendah daripada ras Kaukasoid. Oleh

karena itu perlu dilakukan penelitian tentang analisa profil jaringan lunak metode

Holdaway yang dilakukan pada ras Kaukasoid apakah dapat diterapkan pada

bangsa Indonesia?.

Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Deutro Melayu yang

terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Melayu, Minangkabau. Betawi,

Sunda, Jawa, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan Menado sedangkan suku Batak,

Dayak dan Toraja termasuk suku Proto Melayu. Untuk menghidaei adanya


(18)

peneltian ini dilakukan pada suku Deutro Melayu sampai dua generasi di atasnya

dari pihak ayah dan ibunya.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang kraniofasial pada

masyarakat Indonesia antara lain, Soehardono (1983): Korelasi Biometrik Jaringan

Keras Dan Lunak Profil Muka Orang Indinesia Keturunan Deutro Melayu11..

Kusnoto (1987): Studi Morfologik Pertumbuhan Kranio-Fasial Orang Indonesia

Kelompok Etnik Deutro Melayu.12 Yusra et al. (2005): Evaluasi Jaringan lunak Fasial Finalis Abang-None Jakarta 2002. 13 Pada saat ini belum dijumpai adanya penelitian tentang analisa profil jaringan lunak pada bangsa Indonesia. Ukuran

nilai norma profil jaringan lunak yang digunakan untuk rencana perawatan

ortodonsia selama ini, berdasarkan pada ras Kaukasoid yang belum tentu sesuai

dengan bangsa Indonesia.

Usia 18-25 tahun tergolong fase oklusi dewasa muda di mana gigi-gigi

belum mengalami atrisi sebagai akibat pengunyahan dalam waktu lama sehingga

pada usia ini balum terjadi perubahan-perubahan pada sendi temporomandibularis

yang menyebabkan perubahan oklusi.15 Pada usia 20 tahun pertumbuhan dan

perkembangan tubuh secara keseluruhan termasuk kraniofasial sudah berhenti baik

pada laki-laki maupun perempuan. Oleh karena usia 20-25 tahun merupakan

pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial sudah berhenti, belum terjadi

perubahan pada oklusi dan pada masa usia perkuliahan maka penelitian ini

dilakukan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu.


(19)

1.2 Permasalahan

Apakah nilai norma profil jaringan lunak menurut metode Holdaway

pada ras Kaukasoid dapat diterapkan pada Mahasiswa FKG USU suku

Deutro Melayu khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Untuk memperoleh norma profil jaringan lunak bangsa Indonesia yang akan digunakan sebagai panduan pada rencana perawatan di klinik

Ortodonsia.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah norma profil jaringan lunak ras Kaukasoid

menurut analisa Holdaway dapat diterapkan pada Mahasiswa FKG

USU suku Deutro Melayu.

1.4 Hipotesa Penelitian

1.4.1 Ada perbedaan nilai norma profil jaringan lunak ras Kaukasoid menurut

analisa Holdaway dengan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai informasi dalam penggunaan norma profil jaringan lunak menurut

analisa Holdaway untuk rencana perawatan ortodonsia.

1.5.2 Sebagai sumbangan ilmiah untuk bidang ilmu ortodonsia.

1.5.3 Sebagai penelitian pendahuluan untuk memperoleh norma profil jaringan

lunak bangsa Indonesia.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suku Deutro-Melayu

Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau

suku Melayu. Pada tahun 2000 s.m., suku Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang ke Indonesia kemudian pada tahun 1500 s.m. suku Deutro Melayu

atau Melayu muda datang ke Indonesia. Dengan kedatangan suku Deutro Melayu

yang telah mempunyai peralatan lebih maju maka suku Proto Melayu terdesak ke pedalaman. Kelompok Deutro Melayu terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Melayu, Minang kabau, Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Makasar,

Bugis dan Menado. Kelompok Proto Melayu yaitu suku Batak di Sumatra Utara,

Dayak di Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada awalnya yang menempati pesisir pantai.10

2.2 Radiografi Sefalometri

William Conrad Roentgen adalah seorang penemu sinar-X pada tahun 1895

merupakan revolusi di bidang radiografi, yang sangat berguna untuk ilmu

pengetahuan Radiografi sefalometri kemudian dikembangkan oleh Hofrath dan

Broadbent dan baru digunakan di klinik pada era 1960-an.5,6,

2.2.1 Fungsi radiografi sefalometri

Fungsi radiografi sefalometri dalam bidang ilmu ortodonsia digunakan

untuk membantu 1,2,3,17.

1. Diagnosa ortodonsia dalam pemaparan struktur skeletal, dental dan jaringan

lunak.


(21)

3. Pembuatan rencana perawatan.

4. Evaluasi hasil sebelum dan sesudah perawatan ortodonsia.

5. Perkiraan arah pertumbuhan.

6. Sebagai alat bantu dalam riset yang melibatkan regio kranio-dento-fasial.

2.2.2 Penggunaan titik-titik sefalometri pada jaringan lunak

Gambaran kranium jaringan keras dan lunak arah lateral dapat dilihat

dengan bantuan alat radiografi sefalometri lateral. Penggunaan titik-titik jaringan

lunak pada sefalometri (Gambar 1) sebagai berikut:1,,3,4,5,6,7,8,9,15,16,19,20,21,22

1. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung

2. Pronasale ( P / Pr ) : titik paling anterior dari hidung

3. Subnasale (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas

4. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas

5. Sulcus Labial Superior (Sls) : titik tercekung di antara Sn dan Ls

6. Stomion superior ( Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas 7. Stomion inferior ( Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah

8. Labrale inferior (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah

9. Inferior Labial Sulcus (Ils): titik paling cekung di antara Li dan Pogonion

kulit juga dikenal sebagat Sulkus labiomentalis

10. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu


(22)

Gambar 1. Penapakan radiografi sefalometri lateral.Titik-titik

yang digunakan pada profil jaringan lunak.4,14

2.3 Struktur Jaringan Bibir

Corola menyatakan bahwa bibir termasuk otot skeleton maka bentuk otot

bibir ini dapat berubah sesuai dengan aktifitas yang diterimanya.23,24 Bibir bagian luar dibungkus kulit dan sebelah dalam oleh mokosa. Kulit bibir terdiri dari

jaringan stratified, berisi kelenjar keringat, sebasea dan folikel rambut.23

Vermilion yaitu bagian dari bibir atas dan bawah, berwarna merah dan

bagian inilah yang sehari-hari disebut dengan bibir. Vermilion hanya dijumpai pada

manusia, ditutupi epidermis translusen yang tipis, banyak mengandung papila

jaringan ikat, dan pembuluh darah kapiler sehingga tampak kemerah-merahan,

sangat sensitif karena disyarafi oleh ujung-ujung syaraf sensori ke V yang berisi


(23)

2.4 Tinggi Bibir Atas dan Bawah

Yang dimaksud dengan tinggi bibir yaitu tinggi wajah bagian bawah dari

titik Subnasal ke Menton, terbagi dua bagian yaitu bibir atas dan bawah. Tinggi

bibir atas antara titik Subnasal ke Stomion superior (Sn - Stms) sedangkan bibir bawah antara Stomion inferior ke Menton (Stmi - Me). Perbandingan antara tinggi

bibir atas dengan bawah yaitu (Sn-Stmi):(Stms - Me) idealnya yaitu 1 : 2 (Gambar 2). Hal ini penting sekali diketahui terutama untuk perawatan gigitan dalam,

terbuka dan bibir inkompeten. Pada kasus gigitan dalam dapat terjadi gigi posterior

infra versi, gigi anterior supra versi atau gabungan keduanya, begitu juga

sebaliknya pada gigitan terbuka. Oleh karena itu perawatannya harus disesuaikan

dengan proporsi tinggi bibir atas dan bawah, begitu juga halnya dengan bibir

inkompeten. Untuk memperoleh bibir yang kompoten tidak selamanya dilakukan

dengan latihan otot bibir, melainkan kemungkinan diperlukan bedah pada maksila,

mandibula dan sebagainya.1,2,3,4,9

Gambar 2. Proporsi tinggi bibir atas dan bawah Perbandingan tinggi


(24)

2.5 Analisa Profil Jaringan Lunak

Analisa profil jaringan lunak tentang posisi bibir yang ideal telah dilakukan

penelitian oleh ahli-ahli ortodonsias antara lain Ricketts dan Holdaway yang

memberikan norma untuk nilai ideal yang sangat bermanfaat dalam perawatan

ortodonsia. Untuk analisa profil jaringan lunak Ricketts mempergunakan garis

estetis (garis E), Steiner garis S dan Holdaway garis harmoni (garis H). Garis E

merupakan garis yang ditarik dari titik dagu kulit (Pog’) ke puncak hidung (Pr),

garis S dari titik Pog’ ke pertengahan kurva Pronasal (Pr) dan titik Subnasalis (Sn)

sedangkan pada garis H dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke titik bibir atas yang

paling anterior, biasanya pada Labral superior (Ls). Menurut analisa Ricketts,

idealnya jarak Ls yaitu 2-4 mm di belakang garis E sedangkan jarak Li yaitu 1-2

mm di belakang garis E. Menurut Steiner idealnya jarak Labral superior dan

inferior menyinggung garis S. Analisa Holdaway jarak puncak hidung (Pr) ke

garis H sebaiknya 6 mm maksimum 12 mm, jarak Sls dan Sli, idealnya 5 mm dan

Li menyinggung atau di depen garis H kisaran 1 sampai 2 mm.1,2,3,4,5,6,9

2.5.1. Analisa Ricketts

Untuk penentuan analisa estetis profil jaringan lunak seseorang, menurut

Rickets dipengaruhi oleh garis E. Seseorang dikatakan mempunyai profil yang

harmonis jika Labral superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang garis E sedangkan

labaral inferior (Li) 1-2 mm di belakangnya. Posisi Labral superior dan inferior ini

menunjukkan profil bibir atas dan bawah. Oleh karena titik Ls dan Li dapat berada

di depan atau di belakang garis E maka diberi tanda minus jika titik-titik ini


(25)

Apabila letak titik Ls lebih 4 mm di belakang garis E maka profil tampak cekung

sebaliknya tampak cembung jika terletak di depan garis E. Namun demikian

menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan

jenis kelamin (Gambar 3). 1,2,14,16,17,18,19,20,23

Gambar 3. Garis Estetis Ricketts (garis E). Kedudukan ideal Ls 2-4 mm di belakang garis E dan Li 1-2 mm di

belakang garis E ,2,14

2.5.2 Analisa Holdaway

Untuk analisa keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak Holdaway mempergunakan garis H sebagai singkatan dari garis harmoni atau nama

keluarganya sendiri yaitu Holdaway. Garis H ini diperoleh dengan menarik garis

dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke Labral superior (Ls). Analisa profil jaringan

lunak yang dilakukan Holdaway berbeda dengan Ricketts yang mana Holdaway

tidak mempergunakan puncak hidung sebagai titik penentuan analisanya (gambar


(26)

Menurut Jackobson dan Vlachos, analisa Holdaway lebih berani, terperinci,

jelas dan luas dalam pembahasannya tentang analisa profil jaringan lunak

sehingga Bishara mempergunakan analisa Holdaway khusus untuk analisa profil

jaringan lunak dalam tabel normanya. Holdaway melakukan 11 analisa

pengukuran untuk memperolek profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis

yaitu terdiri dari 1. Jarak puncak hidung (Pr), 2. Kedalaman sulkus labialis

superior. 3. Kedalaman sulkus labialis inferior, 4.Jarak bibir bawah ke garis H,

5.Tebal bibir atas, 6.Kurvatura bibir atas, 7 Besar sudut fasial, 8.Tebal

dagu,9.Strain bibir atas,10. Besar sudut H dan 11. Kecembungan skeletal9,23

Gambar 4. Garis Harmoni (garis H). Holdaway membuat garis H sebagai pedoman untuk analisa profil jaringan lunak yang ditarik dari titik Pog’ ke titik Ls 9

- 1 Jarak puncak hidung ke garis H

Garis H merupakan garis harmoni yang digunakan Holdaway untuk analisa

profil jaringan lunak. Menurut Holdaway idealnya jarakpuncak hidung ke garis H


(27)

sampai 12 mm, terutama pada anak usia 14 tahun, sebaiknya tinggi hidung jangan

melebihi 12 mm (Gambar 4).9,24

2.5.2 Kedalaman sulkus labialis superior

Sulkus labialis superior terletak pada titik tercekung antara titik Sn dengan titik Ls. Keseimbangan dan keharmonisan kedudukan bibir atas jika kedalaman sulkus labialis superior kisaran 5,0 mm terhadap garis H. Pada bibir pendek atau dan tipis jika dijumpai kedalaman sulkus labialis superior 3 mm, hal ini masih dapat diterima. Begitu juga halnya pada bibir tebal dan atau panjang apabila dijumpai kedalaman sulkus labialis superior sampai 7 mm, keadaan ini masih dalam batas lumayan bagus (Gambar 4) 9,24

.

- 3 Kedalaman sulkus labialis inferior

Sulkus labialis inferior terletak pada titik tercekung antara titik Labral

inferior (Li) dengan titik Pog’. Profil jaringan lunak seseorang untuk kedalaman

sulkus labialis inferior dikatakan harmonis dan seimbang jika kedudukan sulkus

labialis inferior terhadap garis H sama seperti kedalaman sulkus labialis superior

yaitu mendekati 5,0 mm (Gambar 4).9,24

- 4 Jarak bibir bawah ke garis H

Jarak bibir bawah paling anterior umumnya pada titik Labral Inferior (Li).

Jarak bibir bawah ke garis H diukur dari titik Li ke garis H arah horizontal. Pada

ras Kaukasoid idealnya jarak bibir bawah ke garis H yaitu 0 mm atau merupakan

garis H menyinggung titik Li. Namun demikian menurut Holdaway pada ras

Kaukasoid masih dapat dikatakan harmonis dan seimbang jika jarak Li ke garis H


(28)

di belakang garis H, sebaliknya dikatakan positif jika terletak di depan garis H

(Gambar 4).9,24

-. 5 Tebal dagu

Ketebalan jaringan lunak dagu diukur dari titik Pogonion skeletal ke

Pogonion kulit (Pog – Pog’). Dikatakan tebal jaringan lunak dagu harmonis dan

seimbang pada ras Kaukasoid jika tebalnya kisaran 10-12 mm sedangkan jika lebih

tipis terlihat dagu sangat datar. Dagu datar dapat disebabkan oleh inklinasi

insisvus inferior lebih protrusif (Gambar 4).5

- 6 Tebal bibir atas

Pengukuran tebal bibir atas dari 2 mm dibawah titik A skeletal ke bagian luar kulit labialis superior..Ideal tebal bibir atas kisaran 14 mm (Gambar 5).

Gambar 5. Tebal dan strain bibir atas. Ideal tebal bibir 14 mm dan strain bibir atas 12 mm.9

- 7 Kurvatura bibir atas

Kurvatura bibir atas berbentuk lekukan yang dibentuk oleh titik


(29)

garis yang ditarik dari titik Sn tegak lurus ke bidang Franfurt (Gambar 6). Jarak

Sls ke garis tersebut pada bangsa Kaukasoid rerata 2,5 mm, pada kelompok yang

mempunyai bibir tipis rerata 1,5 mm dan 4,0 mm pada kelompok bibir tebal. Pada

kelompok bibir tipis menunjukkan kurvatura bibir atas lebih datar sedangkan pada

kelompok bibir tebal menunjukkan lebih dalam (Gambar 6.9

- 8 Sudut fasial

Yang dimaksud dengan sudut fasial oleh Holdaway yaitu sudut yang

dibentuk oleh perpotongan garis Frankfurt dengan garis N’-Pog’ yang membentuk

sudut a. Idealnya besar sudut ini 90o tetapi masih dapat diterima jika dijumpai 92o

(Gambar 6). Apabila sudut fasial ini lebih besar dari 92o menunjukkan profil

cekung karena letak Pog’ lebih ke anterior, sebaliknya apabila lebih kecil dari 90o tampak profilnya cembung karena letak titik Pog’ lebih ke posterior (Gambar 6)9 .

Gambar 6. Sudut fasial (a) dan kurvatura bibir atas. Sudut fasial dibentuk oleh garis N’-Pog dengan bidang Frankfurt. Kurvatura bibir atas yaitu kedalaman Sls ke garis Sn tegak lurus dengan bidang Franfurt arah horizontal.9


(30)

- 9 Strain bibir atas

Strain bibir atas diukur dari titik perbatasan vermilion superior umumnya pada titik labral superior (Ls) ke permukaan labial insisivus sentralis superior.

Sebaiknya ukuran tebal dari titik perbatasan vermilion superior ke permukaan

labial insisivus sentralis superior atas ini hampir sama atau sedikit lebih tipis

dari tebal bibir atas yaitu idealnya kisaran 12 mm (Gambar 6). Jika strain bibir atas mencapai separuh dari tebal bibir atas maka sebaiknya insisivi sentralis

superior diretraksi ke palatinal.9,2

- 10 Sudut H

Yang dimaksud dengan sudut H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh

perpotongan garis H dengan garis N’-Pog’. Sudut H juga merupakan penentuan

bentuk profil jaringan lunak cembung, lurus atau cekung. Besar sudut H ini

harmonis dan seimbang pada ras Kaukasoid kisaran 7o -15o. Apabila besar sudut H lebih besar dari 15o maka bentuk profil menunjukkan cembung

Gambar 7. Sudut H. Sudut H dibentuk oleh garis H dengan garis N’-Pog.’9


(31)

sedangkan lebih kecil dari 7o menunjukkan profil jaringan lunaknya cekung karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke antrior. Apabila

kecembungan skeletal dengan besar sudut H tidak sesuai maka kemungkinan di

sini terjadi pertumbuhan fasial yang tidak seimbang (Gambar 7).9

- 11 Kecembungan skeletal

Kecembungan skeletal di ukur dari titik A ke garis Nasion-Pogonion

skeletal (N-Pog). Titik A yaitu titik tercekung antara Spina nasalis anterior dengan

puncak prosessus alveolar maksila. Di sini dikatakan dengan tegas bahwa

kecembungan skeletal ini tidak termasuk pengukuran jaringan lunak namun sangat

berguna dalam penentuan kecembungan wajah skeletal dalam hubungannya dengan

posisi bibir. Kecembungan wajah skeletal yang ideal jika jarak antara garis N-Pog

ke titik A -2 mm sampai dengan +2 mm (Gambar 7).9


(32)

Kerangka Konsep

Analisa Profil Jaringan Lunak (Metode Holdaway)

Kaukasoid ( Analisa Holdaway)

Deutro-Melayu (?)

Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

Analisa Profil Jaringan Lunak Radiografi Sefalometri Lateral pada Mahasiswa Deutro Melayu FKG USU

Nilai Mean Profil Jaringan Lunak Mahasiswa FKG USU suku

Deutro Melayu

Analiisa metode Holdaway

(Nilai Mean Kaukasoid)


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Rancangan penelitian observasional dengan design crosseectional analitik untuk mengetahui apakah nilai norma analisa profil jaringan lunak pada ras Kaukasoid menurut metode Holdaway dapat diterapkan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu pada usia 25-30 tahun

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Spesialis Ortodonsia FKG USU dan Unit Radiologi Dental FKG USU. Waktu penelitian dilakukan pada April sampai Mei 2009

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu, aktif kuliah usia 20-25 tahun pada tahun 2006 berjumlah 196 orang, 35 laki-laki dan 161 perempuan. Data diperoleh dari Bagian pendidikan FKG USU, kemudian diseleksi yang memenuhi kriteria penelitian.

3.3.2 Sampel sefalogram lateral mahasiswa FKG USU yang memenuhi kriteria.

Rumus perhitungan jumlah sampel (populasi finit)

SE = 1 − − × × Np n Np n q p

SE = 0,029970318 (Yen 1973)25

p = 0,05 : proporsi murid yang mempunyai hubungan kraniodentofasial yang normal25

q =1-p = 0,95: proporsi murid yang mempunyai hubungan kraniodentofasial yang tidak normal25

Np ♂ : jumlah populasi laki-laki= 35 orang. Np ♀ : jumlah populasi perempuan =161 orang.


(34)

SE = 1 − − Np n Np x n pxq

0,029970318 =

n 95 , 0 05 , 0 × x 1 196 196 − −n

0,029970318 =

n 0475 , 0 x 195 196−n

0,00089821996 = n 0475 , 0 x 195 196 Perhitungan : n − 0,1751528922 n = 9,31 - 0,0475 n 0,2226528922

n

= 9,31

n

= 41,814 Æ = 42

Dari perhitungan, diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 41,814 orang. dibulatkan menjadi 42 orang.

3.4. Kriteria Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dua generasi di atasnya dari pihak ayah dan ibu usia 20-25 tahun. Mahasiswa yang akan menjadi subjek penelitian, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan ekstra dan intra oral sebagai berikut:

a. Gigi permanen lengkap (kecuali molar ketiga) b. Penutupan bibir kompeten


(35)

d. Skeletal Klas I, tidak ada karies atau tambalan aproksimal, overjet.dan overbite normal (2-4 mm) diperbolehkan diskrepansi + 2 mm

e. Kesehatan umum baik (berat dan tinggi badan seimbang) serta tidak ada cacat di kepala dan wajah yang bisa mempengaruhi hasil sefalogram

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

3.5.1 Alat-alat penelitian yang digunakan adalah : • Sefalostat YOSHIDA Panoura 10-C

Sefalostat merupakan alat radiografi sefalometri yang digunakan untuk mendapatkan sefalogram lateral (Gambar 8).

Gambar 8.Sefalostat YOSHIDA Panoura 10-C. Alat untuk

radiografi sefalometri yang akan menghasilkan gambar sefalogram lateral

• Bokstrasing

Boks trasing merupakan alat atau tempat dilakukan trasing pada kertas asetat yang direkatkan di atas sefalogram. Untuk memperjelas gambar maka alat ini dilengkapai dengan lampu penerang (Gambar 9).


(36)

Gambar 9. Boks trasing dan sefalogram lateral. Sefalogram telah direkatkan dengan kertas asetat diletakan di atas boks trasing, terlihat jelas karena telah dilengkapi dengan lampu penerang.

.

• Jangka geser stainless steal INOX, yang dapat mengukur dua angka di belakang koma (Gambar 10)

Gambar 10. Jangka geser INOX

3.5.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian: • Sefalogram lateral (8 X 10 inci)


(37)

3.6 Metode Pengambilan Data

Subjek penelitian yaitu Mahasiswa FKG USU tahun 2006 suku Deutro Melayu. Data-data Mahasiswa diperoleh dari Bagian pendidikan FKG USU. Berdasarkan namanya, yang diduga suku Deutro Melayu dibagikan quistioner yang berisi nama, umur, suku ayah, ibu, nenek dan kakek dari pihak ayah dan ibunya. Setelah diperoleh asli suku Deutro Melayu kemudian diperiksa ekstra dan intra oral. Subjek yang memenuhi kriteria diambil foto radiografisefalometri lateral di Unit Radiologi Dental FKG USU.Sebelum subjek diekspos terlebih dahulu diolesi bubur barium di bagian tengah wajah agar lebih kontras pada hasil sefalogram nanti. Subjek diekspos pada jarak 1,5 meter dari tabung selama 5 detik dengan kekuatan 85 KVP, 10 mA. Gigi dan rahang pada oklusi sentrik. Film diproses sehingga diperoleh foto Rontgen sefalogram lateral kemudian dilakukan trasing di kertas asetat di atas sefalogram untuk dianalisa menurut metode Holdaway.

3.7 Variabe Penelitian 3.7.1 Variabel bebas

1. Jarak puncak hidung (Pr) ke garis H 2. Kedalaman sulkus labialis superior (Sls) 3. Tebal bibir atas

4. Jarak bibir bawah (Li) ke garis H 5. Kurvatura bibir atas

6. Besar sudut fasial


(38)

8. Tebal dagu 9. Strain bibir atas 10.Besar sudut H

11.Kecembungan skeletal

3.7.2. Variabel tergantung

• Analisa profil jaringan lunak menurut metode Holdaway (11 analisa) 3.7.3. Variabel kendali

• Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dengan kriteria: a. Kesehatan umum baik (berat dan tinggi badan seimbang) serta tidak

ada cacat di kepala dan wajah b. Usia 20-25 tahun

c. Gigi permanen lengkap (kecuali molar ketiga) d. Penutupan bibir kompeten

e. Belum pernah dirawat ortodonsia

f. Skeletal Klas I, tidak ada karies dan tambalan aproksimal, overjet.dan overbite normal (2-4 mm) serta diperbolehkan diskrepansi + 2 mm • Jenis dan alat yang digunakan: sama pada setiap subjek

3.7.4 Variabel tak terkendali: -


(39)

3.8.1 Titik-titik yang digunakan:

• Nasion kulit (N’): titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung • Pronasale ( Pr ) : titik paling anterior dari hidung

• Subnasale (Sn) :titik septum nasal yang berbatasan dengan bibir atas • Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas • Sulkus labialis superior (Sls) : titik tercekung di antara titik Sn dan Ls • Stomion superior ( Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas. • Stomion inferior ( Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah • Labrale inferior (Li) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir bawah • Sulkus labialts inferior (Sls): titik paling cekung di antara Li dan Pog’ • Pogonion kulit (pog’): titik paling anterior pada jaringan lunak dagu • Pogonion skeletal (pog): titik paling anterior pada dagu:skeletal • Menton kulit (Me’) : titik paling inferior pada jaringan lunak dagu 3.8.1 Garis-garis yang digunakan:

• Garis Harmoni (garis H): garis yang ditarik dari titik Pog’ ke Ls • Jarak puncak hidung: jarak titik Pr ke garis H arah horizontal

• Kedalaman sulkus labialis superior: jarakSls ke garis H arah horizotal • Tebal bibi atas: Jarak dari 2 mm di bawah titik A ke bagian kulit luar

labialis superior arah horizontal.

Strain bibir atas: jarak perbatasan vermilion superior (Ls) ke permukaan labial insisivus sentralis superior arah horizontal.

• Kurvatura bibir atas: jarak Sls ke garis yang ditarik dari Ls tegak lurus ke bidang Frankfurt arah horizontal.


(40)

• Kedalaman sulkus labialis inferior: jarak Sli ke garis H arah horizontal. • Tebal jaringan lunak dagu: jarak dari Pog ke Pog’ arah horizontal. • Sudut H: sudut yang dibentuk oleh garis N’- Pog’ dan garis H • Sudut fasial: dibentuk oleh garis N’-Pog’ dan bidang Frankfurt

• Kecembungan skeletal: jarak dari titik A ke garis N-Pog arah horizontal 3.9 Metode Pengukuran Sampel

Kertas asetat direkatkan ke sefalogram dengan perekat isolasi. Kertas asetat ditrasing di atas boks trasing dengan pencahayaan lampu (Gambar 8). Hasil trasing untuk besar sudut H dan fasial diukur dengan busur pengukur sudut.jarak. Untuk mengetahui jarak titik Pr ke garis H, kedalaman sulkus labialis superior dan inferior, jarak bibir bawah ke garis H, kurvatura bibir atas, tebal bibir atas, strain bibir atas, tebal dagu dan kecembungan skeletal diukur dengan jangka geser INOX ( Gambar 9).

3.10. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh diolah secara statistik untuk menjawab hipotesa analisa profil jaringan lunak menurut metode Holdaway pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Untuk uji analisa kesalahan (error of methode) pengukuran digunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui antara pengukur 1 dan 2 apakah ada korelasi dan perbedaan ukur. Pengukuran dilakukan pada 10 sampel yang dipilih secara acak. Untuk mengetahui apakah analisa profil jaringan lunak yang dilakkukan Holdaway pada ras Kaukasoid dapat diterapkan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dilakukan dengan uji secara t-test.


(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu tentang analisa profil jaringan lunak pada ras Kaukasoid menurut metode Holdaway apakah ada perbedaan dengan bangsa Kaukasoid yang dilakukan Holdaway. Menurut perhitungan statistik jumlah sampel 42, yang memenuhi kriteria penelitian 12 laki-laki dan 30 perempuan. Untuk lebih realibilitas maka pengukuran dilakukan oleh dua orang kemudian diuji secara statistik.

Pengukuran dilakukan pada kertas sefalostat yang telah ditrasing berdasarkan 11 analisa profil jaringan lunak menurut metode Holdaway. Analisa ini terdiri dari 1. Jarak puncak hidung ke garis H (Pr-H), 2. Kedalaman sulkus labialis superior 3. Kedalaman Sulkus labialis inferior ke garis H (Sli-H) 4. Jarak bibir bawah ke garis H (Li-H), 5. Tebal bibir atas, Kurvatura bibir atas, 6. Besar sudut fasial, 7. Kedalaman sulkus labialis inferior (Sli-H),

8. Tebal dagu, 9. Strain bibir atas, 10. Besar sudut H dan 11. Kecembungan skeletal.

4.1 Realibilitas Pengukuran

Untuk realibilitas pengukuran penelitian ini maka pengukuran dilakukan oleh dua orang yang berbeda yaitu pengukur 1 dan 2. Sebelum pengukuran, dilakukan kesepakatan antara pengukur 1 dan 2, tentang letak titik dan garis yang akan diukur serta cara dan teknik ukur kemudian dilakukan pengukuran pada 10


(42)

sampel yang diambil secara acak dan pengujian statistik dengan uji korelasi untuk melihat korelasi dan perbedaan antara pengukur 1 dan 2 dengan rumus sebagat berikut:

Σ

X Y –

(

Σ

X

) (

Σ

Y)

/n

r

h

=

Σ

X 2 -

(

Σ

X

)

2

/n

x

Σ

Y

2 -

(

Σ

Y

)

2

/ n

Keterangan: X : Hasil pengukur 1 Y : Hasil pengukur 2

r

h : korelasi hasil hitungan

Untuk mengetahui adanya korelasi dan perbedaan antara pengukur pertama dan kedua dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2, di bawah ini:

Tabel 1. Korelasi dan perbedaan pengukur 1dan 2 bagian I

Pengukur 1 & 2

Pr – H Sls – H

Li – H Sli – H Sls – Snv sudut fasial

r.

01 0,765 0,765 0,765 0,765 0,765 0,765

r

h 0.98** 0.96** 0,99** 0,99** 0,92** 0,95**

**:mempunyai korelasi erat dan tidak berbeda bermakna di taraf uji r < 0,01.

Tabel 2. Korelasi dan perbedaan pengukur 1 dan 2 bagian II

Pengukur 1 & 2

Tebal dagu Tebal bbr atas strai bibir atas

sudut H Kocemb skeletal

r.

01 0,765 0,765 0,765 0,765 0,765

r

h 0,95** 0,97** 0.95** 0,99** 0,86**

:**:mempunyai korelasi erat dan tidak berbeda bermakna di taraf uji r < 0,01 .

Pada Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa cara dan teknik peukuran jarak puncak hidung ke garis H, sulkus labialis superior ke garis H sulkus labialis inferior ke garis H, bibir bawah ke garis H, besar sudut fasial, sudut H, tebal bibir atas, strain bibir atas, tebal dagu, kurva bibir atas dan kecembungan skeletal yang


(43)

dilakukan oleh pengukur 1 dan 2 menunjukkan mempunyai korelasi sangat dekat dan tidak ada perbedaan bermakna pada uji

r

< 0,01.

4.2 Pengukuran Profil Jaringan Lunak Menurut Metode Holdaway

Pengukuran profil jaringan lunak dilakukan berdasarkan metode Holdaway tentang 11 analisa pada bangsa Kaukasoid apakah dapat digunakan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Untuk mengetahui signifikan berbeda atau tidak penggunaan analisa Holdaway pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu digunakan rumus sebagai berikut:

X 1 - X 2

t

h

=

SD /

t

h: t hitung , SD: Standar Deviasi Mahasiswa suku Deutro Melayu

X 1: Mean Mahasiswa suku Deutro Melayu X 2: Mean analisa Holdaway

n

4.2.1 Jarak puncak hidung ke garis ke garis H

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jarak puncak hidung (Pr) ke garis H diberi tanda negatif jika titik Pr di belakang garis H sebaliknya tanda positif jika titik Pr di depan garis H. Mahasiswa FKG USU suku Detro Melatu, rerata 1,4 mm, jauh di bawah ras Kaukasoid jarak idealnya rerata 6 mm.

Tabel 3. Jarak puncak hidung ke garis H Kaukasoid

(mm)

Deutro Melayu

Mean (mm)

Range (mm)

SD (mm)

t h 6 mm

6 – 12 1,4 -2,95 - +7 2,85 10,45**


(44)

Uji statistik untuk jarak 6 mm dari puncak hidung ke garis H enunjukkan, pada taraf uji p < 0,01, signifikan berbeda sangat bermakna antara Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid.

4.2.2 Kedalaman Sulkus labialis superior

Titik Sls merupakan titik tercekung di antara Sn dan Ls,.apabila pada sefalogram tidak dijumpai titik tercekung maka diambil titik tengah antara titik Sn dan Ls kemudian ditarik garis lurus arah horizontal ke garis H.

Tabel 4 Kedalaman Sulkus labialis superior

Kaukasoid (mm)

Deutro Melayu

Mean (mm)

Range (mm)

SD (mm)

t h 5 mm

t h 7 mm

5 6,90 2,3 – 10,1 1,48 8,26**

0,43 (NS)

**:

berbeda bermakna pada taraf uji p < 0,001 NS: tidak bermakna Pada Tabel 4 dapat dilihat kedalaman Sulkus labialis superior (Sls) pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 6,90 mm. Pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu menunjukkan kedalaman Sls lebih dalam daripada ras Kaukasoid di bawah rerata 5 mm. Dengan uji statistik p < 0,01 signifikan berbeda sangat bermakna dengan ras Kaukasoid. Menurut Holdaway kedalaman Sls pada ras Kaukasoid untuk bibir tebal dan atau pendek kedalaman Sls 7 mm masih sesuai. Pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Pada kedalaman 7 mm tidak terdapat perbedaan bermakna dengan ras Kaukasoid dengan bibir tebal dan atau pendek.


(45)

4.2.3 Tebal bibir atas

Pada Tabel 5 di bawah ini dapat dilihat bahwa tebal bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 13,54 mm sedangkan pada ras Kaukasoid rerata 14 - 15 mm. Uji statistik untuk tebal 15 mm pada taraf uji p < 0,01 berbeda sangat bermakna sedangkan pada tebal 14 mm tidak ada perbedaan bermakna dengan ras Kaukasoid..

. Tabel 5 Tebal bibir atas Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 14 mm

t h 15 mm

14 – 15 13,54 9,9 – 16,5 1,79 1,64

(NS)

5,21**

**:berbeda bermakna pada uji p < 0,001 NS: tidak berbeda bermakna

4.2.4 Jarak bibir bawah ke garis H

Jarak bibir bawah (Li) ke garis H tanda negatif jika titik Li di belakang garis H sebaliknya tanda positif jika titik Li di depan garis H. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa jarak Li ke garis H untuk Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 1,78 mm di depan garis H sedangkan pada bangsa Kaukasoid idealnya rerata 0 mm yaitu titik Li menyinggung garis H tetapi masih dapat dikatakan baik jika -1 sampai +2 mm. Uji statistik p < 0,01 pada jarak 0 mm menunjukkan signifikan berbeda sangat bermakna dengan ras Kaukasoid tetapi pada jarak +2 mm tidak perbedaan bermakna antara Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dengan bangsa Kaukasoid.


(46)

Tabel 6 Jarak bibir bawah ke garis H Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 0 mm

t h 2 mm

0 1,78 -1,25 – 5,45 1,45

8,09**

1,0 (NS)

**:

berbeda bermakna pada taraf uji 1 % NS: tidak berbeda bermakna

4.2.5 Kurvatura bibir atas

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kurvatura bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. untuk 0,43 mm. Tampak kurvatura bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih datar daripada rerata bibir tipis mereka yaitu 1,5 mm ras Kaukasoid. Pada taraf uji p < 0,01 signifikan berbeda sangat bermakna baik pada jarak 2,5 mm ataupun 1,5 mm dengan ras Kaukasoid.

Tabel 7 Kurvatura bibir atas Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 2,5 mm

t h 1,5 mm

2,5 0,43 -1,6 – (2,15) 0,97 13,79**

7,1** ** berbeda bermakna pada taraf uji p < 0,001

.

4.2.6 Besar sudut fasial

Pada Tabel 8 di bawah ini dapat dilihat besar sudut fasial Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. rerata 91,160, pada ras Kaukasoid rerata 900- 920. Denganuji statistik pada taraf p < 0,05, besar < fasial Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu tidak ada perbedaan bermakna dengan ras Kaukasoid.


(47)

Tabel 8 Besar sudut fasial Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 90

t h 92

90 – 92 91,16 86 – 95,5 3,24 0,36 (NS)

1,68 (NS) NS: tidak berbeda bermakna

4.2.7 Kedalaman Sulkus labialis inferior

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa jarak Sulkus labialis inferior(Sli)ke garis H pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. 3,67 mm menunjukkan jarak Sli ke garis H di bawah rerata bangsa Kaukasoid yaitu 5 mm. Denganuji statistik pada taraf p < 0,01 jarak Sli ke garis H antara Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid signifikan berbeda sangat bermakna

. .

Tabel 9 Kedalman Sulkus labialis infrior Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 5 mm

5 3,67 0,95 – 7,7 1,64 5,32 **

** berbeda bermakna pada taraf uji p < 0,001

:

4.2.8 Tebal dagu

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa tebal dagu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu 13,19 mm. Di sini tampak lebih tebal dagu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dari pada bangsa Kaukasoid rerata 10-12 mm. Dengan uji statistik pada taraf uji p < 0,01 tebal dagu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu signifikan berbeda sangat bermakna dengan ras Kaukasoid.


(48)

Tabel 10 Tebal Dagu Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 10 mm

t h 12 mm

10 -12 13,19 6,3 – 17,3 2,39 8,62** 3,22**

** berbeda bermakna pada taraf uji p < 0,001

4.2.9 Strain bibir atas

Untuk mengetahui ada terlebih dahulu harus diketahui tebal vermilion superior. Jika tebal vermilion superior mencapai separoh tebal bibir atas maka dikatakan bibir atas mengalami strain. Pada Tabel 11 dapat dilihat strain bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro rerata 13,55 mm sedangkan ras Kaukasoid. rerata 12 mm. Dengan uji statistik menunjukkan signifikan berbeda sangat bermakna pada taraf uji p < 0,01 Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu menunjukkan strain bibi atas lebih tebal.

Tabel 11 Strain bibir atas Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 12 mm

12 13,55 7,75 – 17 1,73 5,0 **

** berbeda bermakna pada taraf uji p < 0,001

4.2.10 Besar sudut H

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa besar < garis H Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 16,550. Pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu sudut garis H lebih besar daripada ras Kaukasoid Dengan uji


(49)

statistik pada 70 dan 150 pada taraf uji p < 0,01, signifikan berbeda sangat bermakna yang menunjukkan profil Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih cembung daripada ras Kaukasoid.

Tabel 12 Besar sudut H Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h 1 79

t h 2 129

7 - 15 16,55 10 – 22,5 3,31 18,71**

3,02** ** berbeda bermakna pada taraf uji p < 0,001

4.2.11 Kecembungan skeletal

Kecembungan tanda negatif jika titik A di belakang garis N-Pog sebaliknya tanda positif juka titik A di depan garis N-Pog. Kecembungan skeletal Mahasiswa FKG USU suku Deutro rerata + 3,15 mm, lebih besar daripada ras Kaukasoid rerata menyinggung garis N-Pog (0 mm) tetapi masih sesuai -2 mm sampai +2 mm. Kecembungan skeletal Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih besar daripada ras Kaukasoid, dengan uji statistik pada taraf p < 0,01 untuk 0 mm dan +2 mm menunjukkan perbedaan sangat bermakna dengan ras Kaukasoid.

Tabel 13 Kecembungan skeletal Kaukasoid (mm) Deutro Melayu Mean (mm) Range (mm) SD (mm)

t h0 t h+2

-2 – +2 3,15 -0,7– 8,85 2,29 9** 3,29**


(50)

Pada Tabel 14 dapat dilihat perbandingan profil jaringan lunak berdasarkan 11analisa menurut metode Holdaway antara Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid.

Tabel 14. Perbandingan profil jaringan lunak antara Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dengan ras Kaukasoid

Variabel yang diukur Mhs suku Deutro-Melayu Ras Mean Range Kaukasoid

1 Jarak puncak hidung 1,4 -2,95 - +7 6 - 12 ke grs H (mm)

2. Kedalaman Sls (mm) 6,90 2,3 – 10,1 5 (3 – 7*)

3 . Tebal bibir atas (mm) 13,54 9,9 – 16,5 14* - 15

4. Jarak bibir bawah ke 1,78 -1,25 – 5,45 0 (-1 - +2*) garis H (mm)

5. Kurvatura bibir atas 0,43 -1,6 – (2,15) 1,5 - 2,5 (mm)

6. Besar sudut Fasial (0) 91,16 86 – 95,5 90* -92*

7. Kedalaman Sli (mm) 3,67 0,95 – 7,7 5

8. Tebal dagu (mm) 13,19 6,3 – 17,3 10 -12

9. Strain bibir atas (mm) 13,55 7,75 – 17 12 10. Besar sudut H (0) 16,55 10 – 22,5 7 - 15

11. Kecembungan skeletal 3,15 0,70 – 8,85 -2 - +2 (mm)

* Profil jaringan lunak Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu yang sesuai dengan ras Kaukasoid


(51)

BAB 5 PEMBAHASAN

Holdaway mempergunakan garis H untuk analisa profil jaringan lunak berdasarkan titik Pogonion kulit (Pog’) dan titik Labral superior (Ls). Garis H ini berhubungan erat dengan besar sudut H . Sebagai contoh pada kasus skeletal dan dental Klas II letak titik Pog’ lebih ke distal dan titik Ls lebih ke mesial menyebabkan sudut H yang dibentuk oleh garis N’- Pog’ dan Pog’- Ls menjadi lebih besar. Sebaliknya pada Klas III skeletal mempunyai sudut H lebih kecil yang diikuti oleh perubahan profil jaringan lunak lainnya terhadap garis H. Sebagai contoh pada subjek penelitian pada sudut H minimum (100) dan maksimim (25,50). Pada subjek sudut H minimum (100), tinggi hidung (Pr-SnV) 15,35 mm, dijumpai jarak puncak hidung ke garis H (Pr-H): 5 mm. Pada subjek sudut H maksimum (25,50), tinggi hidung 13,05 mm, dijumpai jarak Pr-H -2,7 mm Pada ke dua subjek penelitian ini mempunyai tinggi hidung tidak berbeda jauh yaitu 15,35 mm dan 13,05 mm tetapi jarak Pr-H cukup berbeda. Dalam hal ini analisa Holdaway tentang jarak ideal puncak hidung ke garis H bukan untuk tinggi hidung ideal. Demikian juga contoh yang ditunjukkan Holdaway dari sebuah laporan kasus yang dilakukannya. Sebelum dilakukan perawatan ortodonsia tampak profil cembung dengan sudut H lebih besar, letak titik Pr di belakang garis H (Gambar 10 A), setelah perawatan sudut H menjadi lebih kecil (ideal) dan titik Pr terletak di depan garis H (Gambar 10 B).


(52)

Gambar 11. Profil jaringan lunak sebelum dan sesudah perawatan (laporan kasus Holdaway).A Sebelum Perawatan sudut H besar, titik Pr di belakang garis H dan profil cembung. B Setelah perawatan sudut H normal, titik Pr di depan garis H, profil waja ideal.14

Hasil analisa profil jaringan lunak pada Mahasiswa FKG USU suku Detro Melatu dengan metode Holdaway.dilakukan uji statistik untuk melihat perbedaan dengan ras Kaukasoid sebagai berkut:

5.1 Jarak Puncak Hidung ke Garis H

Tinggi hidung bangsa Indonesia sangat bervariasi antara rendah, sedang dan tinggi yang umumnya dipengaruhi oleh faktor genetik. Jarak puncak hidung (Pr) ke garis H pada Mahasiswa FKG USU suku Detro Melatu rerata 1,4 mm di depan garis H, pada ras Kaukasoid idealnya 6-12 mm di depan garis H. Jarak puncak hidung ke garis H Mahasiswa FKG USU suku Detro Melatu tidak sesuai dengan ras Kaukasoid


(53)

5.2 Kedalaman Sulkus Labialis Superior

Kedalaman Sulkus labialis superior (Sls) pada ras Kaukasoid ideal mendekati 5 mm, tetapi pada bibir tebal dan atau pendek 7 mm masih harmonis. Pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu, kedalaman Sls rerata 6,90 mm yang mendekati kedalam Sls pada bibir tebal dan atau pendek ras Kaukasoid. Oleh karena kriteria subjek penelitian ini pada bibir kompeten maka kedalaman Sls Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu sesuai dengan bibir tebal ras Kaukasoid. Yang menunjukkan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu mempunyai bibir lebih tebal dari ras Kaukasoid.

.

5.3 Tebal Bibir Atas .

Tebal bibir atas merupakan jarak 2 mm di bawak titik A skeletal ke kulit luar labialis superior yang merupakan tebal bibir atas di daerah Sub nasalis (Sn). Tebal bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 13,54 mm lebih tipis daripada ras Kaukasoid tetapi masih sesuai pada tebal 14 mm dan tidak sesuai pada tebal 15 mm.

5.4 Jarak Bibir Bawah ke Garis H

Jarak bibir bawah ke garis H pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. 1,78 mm di depan garis H. Pada bangsa Kaukasoid idealnya 0 mm yaitu menyinggung garis H tetapi masih sesimbang pada -1 sampai- +2 mm. Jarah bibir bawah 2 mm di depan garis H menurut Holdaway masih menunjukkan jarak ideal dan sesuai dengan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu.


(54)

5.5 Kurvatura Bibir Atas

Kurvatura bibir atas ras Kaukasoid idealnya 2,5 mm untuk bibir sedang dan 1,5 mm untuk bibir tipis. Kurvatura bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 0,43 mm yang menunjukkan lebih datar dibandingkan pada ras Kaukasoid .

5.6 Besar Sudut Fasial

Besar sudut fasial Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. rerata besarnya 91,160, pada ras Kaukasoid 900- 920. Dalam hal ini besar sudut fasial Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu menunjukkan sesuai dengan ras Kaukasoid.

5.7 Kedalaman Sulkus Labialis Inferior

Kedalaman Sulkus labialis inverior pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 3,67 mm sedangkan ras Kaukasoid ideal 5 mm yang menunjukkan pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih datar. Hal ini kemungkinan karena letak bibir bawah di depan geris H yang diikuti letak sulkus labialis inferior (Sli) lebih dekat dengan geris H.

5.8 Tebal Dagu

Tebal dagu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 13,19 mm sedangkan ras Kaukasoid 10-12 mm. Dalam hal ini ditunjukkan bahwa ketebalan dagu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih tebal daripada ras Kaukasoid.


(55)

5.9 Strain Bibir Atas

Pengukuran strain bibir atas berdasarkan pada jarak Ls ke permukaan labialis insisivus superior..Idealnya strain bibir atas mendekati tebal bibir tebal bibir atas.Strain bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu mendekati tebal bibir atas rerata 13,5

5.10 Besar sudut H

Besar sudut H pada Kaukasoid 79 – 159, untuk Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu 16,559 yang mana sudut H Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih besar dibanding ras Kaukasoid,. Hal ini menunjukkan profil jaringan lunak Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih cembung.

5.11 Kecembungan skeletal

Kecembungan skeletal pada Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata 3,15 mm sedangkan ras Kaukasoid rerata -2 mm sampai +2 mm. Kecembungan skeletal Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu mennjukkan lebih cembung dibanding dengan bangsa Kaukasoid.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

• Profil jaringan lunak yang harmonis dan seimbang merupakan hasil akhir perawatan ortodonsia yang ingin dicapai..

• Garis H yang digunakan Holdaway sebagai garis penentu analisa profil jaringan lunak tergantung pada besar sudut H.

• Jarak puncak hidung ke grs H Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih rendah dan tidak sesuai dengan ras Kaukasoid.

• Kedalaman sulkus labialis superior Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih dalam daripada ras Kaukasoid tetapi sesuai pada ras Kaukasoid yang mempunyai bibir tebal.

• Tebal bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu sedikit lebih tipis tetapi masih sesuai dengan ras Kaukasoid

• Rerata jarak bibir bawah ke grs H pada ras Kaukasoid 0 mm sedangkan Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu di depan sudut H +1,78 mm, yang mana menurut Holdaway jika + 2 mm masih tergolong harmonis.

• Kurvatura bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

menunjukkan jauh lebih datar dibandingkan dengan ras Kaukasoid

• Rerata besar sudut fasial Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu sesuai dengan ras Kaukasoid

• Kedalaman sulkus labialis inverior Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih datar.


(57)

• Tebal dagu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata lebih tebal dibandingkan ras Kaukasoid..

Strain bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih tebal dibandingkan ras Kaukasoid.

• Besar sudut H Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih besar yang menunjukkan profil jaringan lunak Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih cembung dibandingkan ras Kaukasoid.

• Kecembungan skeletal Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu mennjukkan lebih cembung dibanding dengan bangsa Kaukasoid.

6.2 Saran

• Untuk keperluan rencana perawatan ortodonsia perlu penelitian lebih lanjut tentang analisa profil jaringan lunak dengan jumlah sampel lebih besar yang dapat mewakili bangsa Indonesia karena dari penelitian awal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna dengan ras Kaukasoid.

• Untuk menghindari ada pengaruh hormonal maka perlu penelitian lebih lanjut berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. . .


(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ricketts, RM. Provocations and Perceptions in Cranio – Facial Orthopedics, Dental Sciens and Facial Art, 1st ,ed, Jostens USA, 1989 : 796-835

2. ________. The New Dimention in Clnical, Presented By Orthodontics Dental Indonesia Association, Jakarta, 2002 :218-30

3. Riedel RA. Esthetics and Its Relation to Orthodontics Therapy, Am. J. Ortod.,1970.20, 168-178

4. Rakosi T. An Atlas and Manual of Cephalomatric Radiography, Great Britain Wolf Med. Pub.Ltd., 1979: 90—5

5. Arnett GW. Facial Esthetics Orthodontics and Ortognathic Surgery, PCSO Bulletin, 2002: :21-2.

6. Bhalajhi SI. Orthodontics, The Art and Science, 1st ed., , Arya Publ. House New Delhi, 1998,116, 127-32

7. Sarver, DM; Ackerman, JL. Orthodontics About Face : The Re-emergence Of The Esthetic Paradigm. Am J Orthod Dentofac. 2000, May : 575-576.

8. Peck,H, Peck,S. A Concept of Facial Esthetics. Angle Orthodontics.1970: 40 (4): 284-318.

9. Jacobson A, Vlachos C. Soft-Tissue Evaluation, in Radiographic Cephalometry, Ed. Jacobson A. Quint. Pub. Co., nc.,1995: 239-53

10. Daldjoeni, N. Ras-Ras Umat Manusia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991 11. Soehardono, D. Korelasi Biometrik Antara Jaringan Keras Dan Lunak Profil

Muka Orang Indonesia. Universitas Airlangga. 1983.

12. Kusnoto, H. Studi Morfologik Pertumbuhan Kranio-Fasial Orang Indonesia Kelompok Etnik Deutero Melayu, Umur 6-15 Tahun Di Jakarta, Dengan Metode Sefalometri Radiografi. Disertasi Program S3 Universitas Trisakti. 1988.

13. Yusra Y. Widhayanti D, Sudana W. Evaluasi Jaringan lunak Fasial Finalis Abang-None Jakarta,2002, Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi, 2005:5-13

14. Tjut R., Penuntun Kuliah Ortodonsia I, Oklusi, Maloklusi< Etiologi Maloklusi, Bagian Ortodonsia FKG USU, Medan, 1997: 9-14

15. Holdaway RE, A soft Tissue Cephalometric Analysis and Its use in Orthodontic Treatment Planning Part II, American journal of ORTHODONTICS , 1983, 85, 4 -


(59)

16 Bishara SE, Text Book of Orthodontics, Philadelphia, WB. Saunders Co., 2001: 116, 127-32

. .

17. Susanto, F.A.; Sulistyawati, E; Sitepu, A.N. Diagnosis Ortodonsia. Bagian Ortodonsia FKG USU. Medan, 2000.

.

18. Hasyim H.A, Albakarati SF. Cephalometric Soft Tissue Profile Analysis Between Two Defferent Ethnic Groups: A Comparative Study, Journal of Contemp Dental Practice, 4,2, 2003

19. Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Colar of Dental Medicine, foreword by Moyers RE.,Th. Med. Pub.Inc., New York 1993: 110-13, 173-80

20. Viazis AD. .Atlas of Orthodontics, Principles and Clinical Applicatios, W.B. Saunders Co., Tokyo, 1993: 47-72

21.Zylinski CG, Nanda RS, Kapila S. Analysis of Soft Tissue Facial Profile In White Males, Am.J. 0rthod. Dentofac.,1992,101-6: 514-8

22. Soemantri ESS, Sefalometri, Bandung, 1999: 71.

23. Corola,R, Harley,JP, Nobach,CR, Human Anatomy and Physiology, Mc. Graw-Hill, Pub.Co.,Stamford, USA, 1999:60-79

24 Tjut R., Pengaruh Senam Bibir Terhadap Bibir Inkompeten pada Remaja Usia 15-18 tahun, Tesis, Program Pasca Sarjana, USU, Medan, 2000: 6-8

25 Susanto, F.A. Analisa Hubungan Kranio-Dento-Fasial Kelompok Etnik Proto Melayu Usia 12-19 Tahun Di Medan Pada Tahun 1989 Secara Sefalometri Radiografi. Majalah Ortodonsia Indonesia. 1993: 58-78.


(60)

RIWAYAT HIDUP Nama lengkap : Tjut Rostina, drg.,M.Si

Tempat/Tanggal lahir : Montasik (Aceh Besar)/ 16 Agustus 1947 Agama : Islam

Nama ayah : Teuku Umar (almarhum) Nama ibu : Hajjah Tjut Nyak Linggam

Riwayat Pendidikan : - SD. Negeri 15. Banda Aceh : 1954 - 1960 - SMP.Negeri 2, Banda Aceh : 1960 - 1963 - SMA.Negeri 1, Banda Aceh : 1963 - 1 966 - FKG. USU, Medan : 1967 - 1974

Riwayat Pekerjaan : - Staf Pengajar Bagian Ortodonsia FKG. USU Medan: 1974 – Juni 2008

- Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Program Sudi

Kedokteran Gigi Unsyiah Banda Aceh: Juni 2008 s/d sekarang

METODE PENELITIAN Deskriptif Analitik

POPULASI

Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

KRITERIA SAMPEL

- Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dua generasi di atasnya - Usia 20-25

- Gigi permanen lengkap (kecuali molar ketiga) - Penutupan bibir kompeten

- Belum pernah dirawat ortodonsia

- Skeletal Klas I, tidak ada karies/tambalan aproksimal, overjet.dan overbite normal (2-4 mm) diperbolehkan diskrepansi + 2 mm


(61)

- Kesehatan umum baik (berat dan tinggi badan seimbang) serta tidak ada cacat di kepala dan wajah yang mempengaruhi hasil sefalogram

SEFALOGRAM LATERAL SEFALOSTAT

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK (11 Analisa Metode Holdaway)

NILAI RERATA PROFIL JARINGAN LUNAK Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

PERBANDINGAN PROFIL JARINGAN LUNAK Ras Kaukasoid

dengan

Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

Jadwal Pelaksanaan

Waktu Pelaksanaan (bulan)

No Kegiatan

1 2 3 4 5 6 1 Penelusuran kepustakaan

2 Pembuatan proposal 3 Seminar proposal


(62)

61

5 Pengolaha data 6 Penulisan laporan 7 Seminar dan perbaikan 8 Penjilidan


(1)

• Tebal dagu Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu rerata lebih tebal dibandingkan ras Kaukasoid..

Strain bibir atas Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih tebal dibandingkan ras Kaukasoid.

• Besar sudut H Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih besar yang menunjukkan profil jaringan lunak Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu lebih cembung dibandingkan ras Kaukasoid.

• Kecembungan skeletal Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu mennjukkan lebih cembung dibanding dengan bangsa Kaukasoid.

6.2 Saran

• Untuk keperluan rencana perawatan ortodonsia perlu penelitian lebih lanjut tentang analisa profil jaringan lunak dengan jumlah sampel lebih besar yang dapat mewakili bangsa Indonesia karena dari penelitian awal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna dengan ras Kaukasoid.

• Untuk menghindari ada pengaruh hormonal maka perlu penelitian lebih lanjut berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. . .


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ricketts, RM. Provocations and Perceptions in Cranio – Facial Orthopedics, Dental Sciens and Facial Art, 1st ,ed, Jostens USA, 1989 : 796-835

2. ________. The New Dimention in Clnical, Presented By Orthodontics Dental Indonesia Association, Jakarta, 2002 :218-30

3. Riedel RA. Esthetics and Its Relation to Orthodontics Therapy, Am. J. Ortod.,1970.20, 168-178

4. Rakosi T. An Atlas and Manual of Cephalomatric Radiography, Great Britain Wolf Med. Pub.Ltd., 1979: 90—5

5. Arnett GW. Facial Esthetics Orthodontics and Ortognathic Surgery, PCSO Bulletin, 2002: :21-2.

6. Bhalajhi SI. Orthodontics, The Art and Science, 1st ed., , Arya Publ. House New Delhi, 1998,116, 127-32

7. Sarver, DM; Ackerman, JL. Orthodontics About Face : The Re-emergence Of The Esthetic Paradigm. Am J Orthod Dentofac. 2000, May : 575-576.

8. Peck,H, Peck,S. A Concept of Facial Esthetics. Angle Orthodontics.1970: 40 (4): 284-318.

9. Jacobson A, Vlachos C. Soft-Tissue Evaluation, in Radiographic Cephalometry, Ed. Jacobson A. Quint. Pub. Co., nc.,1995: 239-53

10. Daldjoeni, N. Ras-Ras Umat Manusia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991 11. Soehardono, D. Korelasi Biometrik Antara Jaringan Keras Dan Lunak Profil

Muka Orang Indonesia. Universitas Airlangga. 1983.

12. Kusnoto, H. Studi Morfologik Pertumbuhan Kranio-Fasial Orang Indonesia Kelompok Etnik Deutero Melayu, Umur 6-15 Tahun Di Jakarta, Dengan Metode Sefalometri Radiografi. Disertasi Program S3 Universitas Trisakti. 1988.

13. Yusra Y. Widhayanti D, Sudana W. Evaluasi Jaringan lunak Fasial Finalis Abang-None Jakarta,2002, Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi, 2005:5-13

14. Tjut R., Penuntun Kuliah Ortodonsia I, Oklusi, Maloklusi< Etiologi Maloklusi, Bagian Ortodonsia FKG USU, Medan, 1997: 9-14

15. Holdaway RE, A soft Tissue Cephalometric Analysis and Its use in Orthodontic Treatment Planning Part II, American journal of


(3)

16 Bishara SE, Text Book of Orthodontics, Philadelphia, WB. Saunders Co., 2001: 116, 127-32

. .

17. Susanto, F.A.; Sulistyawati, E; Sitepu, A.N. Diagnosis Ortodonsia. Bagian Ortodonsia FKG USU. Medan, 2000.

.

18. Hasyim H.A, Albakarati SF. Cephalometric Soft Tissue Profile Analysis Between Two Defferent Ethnic Groups: A Comparative Study, Journal of Contemp Dental Practice, 4,2, 2003

19. Rakosi T, Jonas I, Graber TM. Colar of Dental Medicine, foreword by Moyers RE.,Th. Med. Pub.Inc., New York 1993: 110-13, 173-80

20. Viazis AD. .Atlas of Orthodontics, Principles and Clinical Applicatios, W.B. Saunders Co., Tokyo, 1993: 47-72

21.Zylinski CG, Nanda RS, Kapila S. Analysis of Soft Tissue Facial Profile In White Males, Am.J. 0rthod. Dentofac.,1992,101-6: 514-8

22. Soemantri ESS, Sefalometri, Bandung, 1999: 71.

23. Corola,R, Harley,JP, Nobach,CR, Human Anatomy and Physiology, Mc. Graw-Hill, Pub.Co.,Stamford, USA, 1999:60-79

24 Tjut R., Pengaruh Senam Bibir Terhadap Bibir Inkompeten pada Remaja Usia 15-18 tahun, Tesis, Program Pasca Sarjana, USU, Medan, 2000: 6-8

25 Susanto, F.A. Analisa Hubungan Kranio-Dento-Fasial Kelompok Etnik Proto Melayu Usia 12-19 Tahun Di Medan Pada Tahun 1989 Secara Sefalometri Radiografi. Majalah Ortodonsia Indonesia. 1993: 58-78.


(4)

RIWAYAT HIDUP Nama lengkap : Tjut Rostina, drg.,M.Si

Tempat/Tanggal lahir : Montasik (Aceh Besar)/ 16 Agustus 1947 Agama : Islam

Nama ayah : Teuku Umar (almarhum) Nama ibu : Hajjah Tjut Nyak Linggam

Riwayat Pendidikan : - SD. Negeri 15. Banda Aceh : 1954 - 1960 - SMP.Negeri 2, Banda Aceh : 1960 - 1963 - SMA.Negeri 1, Banda Aceh : 1963 - 1 966 - FKG. USU, Medan : 1967 - 1974

Riwayat Pekerjaan : - Staf Pengajar Bagian Ortodonsia FKG. USU Medan: 1974 – Juni 2008

- Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Program Sudi

Kedokteran Gigi Unsyiah Banda Aceh: Juni 2008 s/d sekarang

METODE PENELITIAN Deskriptif Analitik

POPULASI

Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

KRITERIA SAMPEL

- Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu dua generasi di atasnya - Usia 20-25

- Gigi permanen lengkap (kecuali molar ketiga) - Penutupan bibir kompeten

- Belum pernah dirawat ortodonsia

- Skeletal Klas I, tidak ada karies/tambalan aproksimal, overjet.dan overbite normal (2-4 mm) diperbolehkan diskrepansi + 2 mm


(5)

- Kesehatan umum baik (berat dan tinggi badan seimbang) serta tidak ada cacat di kepala dan wajah yang mempengaruhi hasil sefalogram

SEFALOGRAM LATERAL SEFALOSTAT

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK (11 Analisa Metode Holdaway)

NILAI RERATA PROFIL JARINGAN LUNAK Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

PERBANDINGAN PROFIL JARINGAN LUNAK Ras Kaukasoid

dengan

Mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu

Jadwal Pelaksanaan

Waktu Pelaksanaan (bulan)

No Kegiatan

1 2 3 4 5 6 1 Penelusuran kepustakaan

2 Pembuatan proposal 3 Seminar proposal


(6)

61

5 Pengolaha data 6 Penulisan laporan 7 Seminar dan perbaikan 8 Penjilidan


Dokumen yang terkait

Pengujian Analisa Bolton Pada Mahasiswa FKG-USU Ras Deutro-Melayu

1 29 53

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

3 18 64

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

2 9 64

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 13

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 2

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 5

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 17

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu Chapter III VI

0 1 15

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

1 4 3

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 9