PENGAMEN ANAK DI LINGKUNGAN WISATA KOTA TUA

32 budaya Mulyadi, 2008:23. Di mana kata budaya itu terlihat pada lamanya seorang pengamen anak melakukan aktivitas kegiatan mengamen. Oleh karena itu, anak jalanan merupakan permasalahan yang kompleks, di mana setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Kerena banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan jalanan, seperti: rendahnya ekonomi keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidak harmonisan rumah tangga orang tua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua Suyanto, 2010: 196. Tidak bisa dipungkiri lagi anak jalanan atau pengamen telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian dari semua pihak khususnya Dinas Sosial. Mereka memerlukan perhatian khusus untuk diberikan pengarahan, pelatihan, dan pembinaan terhadap perilaku mereka agar kehidupan ekonomi mereka lebih baik dari pada jadi pengamen yang selama ini mereka jalanin sehari-hari. Kehadiran pengamen terkadang sangat mengganggu kenyamanan apalagi banyak dari mereka yang memaksa untuk diberi imbalan, ada juga yang menolak jika diberi sejumlah uang yang nilainya terlalu kecil misalnya Rp.1000,- dan meminta jumlah yang lebih besar. Sebagaimana yang YA ungkapkan sebagai pengunjung Kota Tua Jakarta: ‘’Adanya pengamen anak dirasa kurang nyaman dik karena menganggu kenyamanan saya disini dan saya merasa terganggu’’. Hasil wawancara tanggal 15 Maret 2015. Keberadaan pengamen di Kota Tua merupakan fenomena yang harus mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya 33 permasalahan sosial, ekonomi dan budaya yang mereka hadapi. Salah satu permasalahan sosial yang ada di Indonesia yaitu semakin meningkatnya jumlah masyarakat miskin di negara ini. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya jumlah pengemis atau pengamen jalanan, terutama di Ibu Kota Jakarta. Pengamen jalanan timbul akibat adanya kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di kota ini. Bahkan ada yang menganggap keberadaan pengamen jalanan sering kali dianggap sebagai sampah masyarakat, karena baik pemerintah maupun masyarakat merasa terganggu oleh kehadiran mereka yang lalu lalang di kawasan Kota Tua, perempatan lalu lintas, di pinggir jalan, dan banyak tempat- tempat lain yang seringkali dijadikan tempat beroperasi. Belakangan ini baik pengamen, pengemis, dan gelandangan semakin banyak berkeliaran di jalanan, terutama di Kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Pemuda, remaja, pasangan suami-istri, anak-anak, dan perempuan renta semakin menyesaki ruang publik kita. Itulah yang menyebabkan sebagian besar dari kita merasa sangat terganggu dengan keberadaan mereka yang hampir ada dimana-mana membuat kita merasa tidak nyaman.Banyaknya kriminalitas juga sering kali dikaitkan terutama dengan anak-anak jalanan, karena mereka dibeberapa kesempatan terlihat melakukan tindak-tindak kriminalitas seperti pencopetan, perampasan, melakukan tindak kekerasan, penodongan, pelecehan seksual, perkelahian, dan masih banyak kejahatan-kejahatan lain yang rentan dilakukan oleh anak-anak jalanan. Mungkin hal-hal tersebut yang akhirnya membuat pemerintah dan masyarakat menganggap mereka sebagai sampah masyarakat. 34 Jadi tidak bisa dipungkiri lagi anak jalanan yang melakukan tindakan sebagai pengamen karena semata-semata hanya untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarganya yang didasari atas kemauan sendiri motif instristik dan juga atas dorongan orang lain yang seperti disuruh orang tuanya dan preman jalanan yang disebut motif ekstrinstik.

B. FAKTOR EKONOMI PENGAMEN ANAK DI WISATA KOTA TUA

JAKARTA 1. Faktor Ekstrinsik Faktor eksternal yang dimaksudkan di sini adalah keadaan yang mendorong seorang menjadi pengamen yang berasal dari luar diri pengamen itu sendiri, yang disebabkan karena pengamen dihadapkan kepada kemiskinan keluarga dan pendidikan sehingga susah untuk mencari pekerjaan dikarenakan tidak memiliki keterampilan yang memadai. Dari ciri-ciri umum di atas, penulis dapat mengetahui bahwa faktor penyebab utama kehadiran pengamen anak adalah karena faktor kemiskinan, Sehingga keadaan yang menjadikan mereka sebagai pengamen anak dalam kehidupan sehari-harinya, oleh karena itu kehidupan mereka tersebut sangat berbeda dengan kehidupan anak-anak sebaya yang berada di lingkungan keluarga yang harmonis. Pada kenyataannya, tuntutan ekonomi yang menggerakkan setiap orang untuk melakukan apapun. Sebagaimana dari hasil pengamatan dan wawancara penulis ternyata mayoritas pengamen yang ada di Kota Tua Jakarta mempunyai latar belakang sosial ekonomi yang rendah, karena dari hasil wawancara yang dilakukan di lapangan pada pengamen anak, 35 mayoritas mengungkapkan bahwa menjadi seorang pengamen jalanan, mereka bertujuan untuk memenuhi kebutuhan agar dapat bertahan hidup di samping itu untuk membantu ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh dari informan atau pengamen tersebut ternyata cukup beragam, ada yang mendapatkan Rp. 20.000,- sampai Rp. 70.000,- perharinya, ada yang dapat Rp. 50.000,- dan juga ada yang dapat Rp. 100.000,- perharinya. Dari uang tersebut sebagian besar diserahkan kepada orang tua untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Hal itu sesuai dengan alasan mereka memilih menjadi pengamen, agar bisa membantu ekonomi keluarga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh IR pengamen di Kota Tua. ‘’Saya biasanya dapat Rp. 20.000, kadang-kadang Rp. 70.000 dalam sehari bang. Uang tersebut untuk membantu orang tua saya buat kebutuhan sehari- sehari karena kasihan orang tua gak punya pendapatan yang menentu’’hasil wawancara tanggal 14 Maret 2015 . Selain itu menurut pengakuan mereka, dikarenakan adanya paksaan dari orang tua, diajak temannya serta dipaksa oleh orang lain yang bukan keluarganya ditipudiperdaya secara halus ataupun dipaksa dengan kekerasan.

2. Faktor Instrinsik

Faktor yang menyebabkan anak mengamen di jalanan atas kemauan sendiri, baik karena prihatin terhadap kondisi kehidupan orang tua dan keluarganya ataupun karena ingin mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhannya. 36 Pengamen anak melakukan kegiatan setiap hari di Kota Tua Jakarta, atas dasar kemauan sendiri, hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh salah satu pengamen anak yang bernama IR, menyatakan: ‘’Ya saya mengamen atas dasar kemauan sendiri, walau pun ada dorongan dari masalah kebutuhan hidup saya sehari-ha ri bang’’. hasil wawancara tanggal 2015. Alasan menjadi pengamen Kota Tua dikarenakan merasa bosan berada di rumah sepanjang hari seperti yang disampaikan oleh MA, mengaku: ‘’Ya memang kemauan diri saya sendiri merasa nyaman, asyik selama menjalani sebagai mengamen dan untuk membantu perekonomian keluarga, membayar, kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah tercukupi bang. ’’Hasil wawncara Tanggal 14 Maret 2015 Sedangkan AJ memilih sebagai pengamen anak di tempat wisata Kota Tua dikarenakan tuntutan ekonomi dan keluarga, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Pardon bahwa seseorang melakukan tindakan ekonomi didasarkan dua motif salah satunya motif melihat adanya dari dalam dirinya. Damsar. 2002:45 Kemudian tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Irwanto dan R. Pardon dan Mulyadi yang menjelaskan bahwa pekerja anak di latar belakangi oleh: Pertama, teori budaya, menurut teori tersebut bahwa dalam budaya tertentu anak memang diharapkan menimba pengalaman bekerja dari orang dewasa sejak usia muda. Kedua, teori kemiskinan, faktor mendasar terjadinya fenomena pekerja anak adalah kemiskinan. Ketiga, teori ekonomi 37 bahwa ada perhitungan ekonomis rasional yang melatar belakangi persoalan pekerja anak. Salah satu keberadan pengamen di Kota Tua disebabkan faktor budaya, seperti faktor kebiasaan, seperti kesadaran individu masing-masing untuk membantu perekonomian keluarga dan hobi. Hidup dalam keluarga pengamen, sehingga mengamen menjad hal yang biasa dilakukanya , kebiasaan orang tua mengamen kerap kali dianggap sebagai budaya yang diwariskan kepada anak mereka, bahkan anak mereka dilatih agar terampil menjadi pengamen. Sehingga tidak jarang anak yang seharusnya mencari ilmu malah sibuk berkeliaran mencari nafkah. Secara psikologi anak jalanan, anak-anak yang telah terbiasa mengais rezeki dari kerasnya jalanan akan lebih keras perwatakannya. Dan mereka yang telah terbiasa memegang uang akan lebih suka mencari uang dari pada bersekolah. Dari sini sudah tertanam didiri mereka bahwa mencari uang akan lebih mudah dengan cara mengamen. Ini tentu dapat dibuktikan, bahwa dalam sehari baik pengemis maupun pengamen dapat meraih pendapatan hingga Rp. 100.000 ,-. Dan karena pekerjaan ini mudah tanpa butuh skill, maka berbondong-bondonglah para pengamen mulai memarakkan budayanya pada anak cucu mereka. Menjadi pengamen Kota Tua adalah kemauanya sendiri hal itu seperti hasil wawancara dengan informan yang bernama IR menyatakan: “Biasanya saya mengamen atas kemauan sendirian bang kadang pula saya berdua sama adhe saya, sekitar 4-15 jam saya mengamen di sini karena saya 38 tidak sekolah karena orang tua saya sudah mengetahui saya mengamen bang’’.hasil wawncara dengan Irma tanggal 14 Maret 2015. Sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh IR, IN, MA, dan AJ bahwa dirinya melakukan tindakan sebagai seorang pengamen anak karena atas dasar “untuk kebutuhan hidup “membantu perekonomian orang tuanya” inilah sebagai salah satu motif menjadi pengamen anak di lingkungan wisata Kota Tua jelas terlihat bahwa pengamen anak dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya seperti keluarga. Pardon mengungkapkan bahwa seseorang melakukan tindakan ekonomi didasarkan atas faktor ekonomi ekstrinsik yaitu adanya dorongan orang lain, sebagai perilaku seseorang yang diubah oleh kondisi lingkungannya dimana tempat munculnya perilaku, entah iu berupa sosial atau fisik, dipengaruhi oleh perilaku selanjutnya dalam bertindak dan kembali dengan berbagai cara. George Ritzer. 2007:356. Seperti informan IN yang menyatakan: “Saya mengamen atas kemauan diri sendiri, dan saya mengamen sendiri kalau saya merasa bosan maka saya ajak teman saya untuk mengamen bareng ma saya, dan teman saya sudah mengetahui bahwa saya mengamen akan tetapi orang tua saya sudah mengetahui, dan rata-rata pendapatan dan berbagai macam pekerjaan yaitu berdagang, pemulung, bekerja di kantor sekitar Rp. 30.000,- sampai Rp. 600.000,- dan pendapatan kotor Rp. 50.000,- sampai Rp. 500.000,-. ”Hasil wawancara tanggal 17 Maret 2015 Sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh IN dan kalangan bahwa dirinya melakukan tindakan sebagai pengamen anak karena atas dasar kalangan