Scrambling Index dari Digraf Hamilton Dwiwarna atas n 1 (mod 3) Titik

DAFTAR PUSTAKA

Akelbek, M and Kirkland, S. 2009a. Coefficients of Ergodicity and The Scrambling
Index. Linear Algebra and its Applications. 430: 1111-1130.
Akelbek, M and Kirkland, S. 2009b. Primitive Digraphs with The Largest Scrambling Index. Linear Algebra and its Applications. 430: 1099-1110.
Brualdi, R. A and Ryser, H.J. 1991. Combinatorial Matrix Theory. Cambridge
University Press. Cambridge.
Fornasini, E and Valcher, M. E. 1997. Directed Graphs, 2D State Models, and
Characteristic Polynomials of Irreducible Matrix Pairs. Linear Algebra. Appl.
263: 275-310.
Fornasini, E and Valcher, M. E. 1998. Primitivity Positive Matrix Pairs: Algebraic
Characterization Graph Theoritic Description and 2D Systems Interpretations. SIAM J. Matrix Anal. Appl. 19: 71-88.
Mulyono and Suwilo, S. 2014. The Scrambling Index of Two-Colored Wielandt
Digraph. Universal Journal of Applied Mathematics. 2(6): 250-255.
Mulyono, Sumardi, H and Suwilo, S. 2015. The Scrambling Index of Primitive
Two-colored Cycles whose Lengths Differ by 1. Far East J. Math. Sci. 96(1):
113-132.
Shao, Y and Gao, Y. 2009. Exponents of Two-Colored Digraphs. Czechoslovak
Mathematical Journal. 59(3): 655-685.

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Berikut langkah - langkah dalam menentukan bentuk umum scrambling index
dari digraf Hamilton dwiwarna atas n ≡ 1 (mod 3) titik:
1. Mengecek primitifitas digraf Hamilton dwiwarna primitif D(2) , yaitu membentuk matriks cycle M yang primitif dari D(2) atas n ≡ 1 (mod 3) titik,
terdiri dari dua cycle dengan panjang cycle satu adalah n − 3 dan panjang
cycle dua adalah n.
2. Mencari nilai scrambling index dari D(2) dengan (n − 4)/3 busur biru berurutan pada kedua cycle menggunakan algoritma yang ditulis pada software
MATLAB. Berikut algoritma untuk mencari scrambling index D(2) atas
n ≡ 1 (mod 3) titik.
a. Menginput matriks ketetanggaan merah R dan matriks ketetanggaan
biru B dari D(2) .
b. Menghitung (h, ℓ)-Hurwitz product, dinotasikan dengan (R, B)(h,ℓ) .
Jika untuk setiap dua baris (R, B)(h,ℓ) terdapat sedikitnya satu entri
yang nilainya positif pada kolom yang sama, maka k(D(2) ) = h + ℓ.
3. Menentukan bentuk umum scrambling index dengan (n − 4)/3 busur biru
berurutan pada kedua cycle yang diperoleh pada (2), untuk n ≥ 7.
4. Membuktikan bentuk umum yang diperoleh pada (3) dengan menentukan
batas atas scrambling index yaitu k(D(2) ) ≤ h + ℓ dan batas bawah scrambling index yaitu k(D(2) ) ≥ h + ℓ, dengan matriks cycle M yang diperoleh
pada (1). Bahwa batas atas diperoleh dari persamaan (2.2) dengan menentukan (h, ℓ) terlebih dahulu kemudian menunjukkan untuk setiap titik vw

dimana w = 1, 2, 3, · · · , n di D(2) , memiliki sebuah solusi bilangan bulat tak
negatif z untuk beberapa lintasan Pvw vt dari vw ke vt , dengan t = 1, 2, · · · , n.
Sedangkan batas bawah diperoleh dari persamaan (2.6) dengan memperhatikan matriks cycle M serta memilih nilai e1 dan e2 yang terkecil dari
dua pasangan titik yang menghasilkan nilai e1 dan e2 yang besar.

BAB 4
SCRAMBLING INDEX DIGRAF HAMILTON DWIWARNA

Bab ini akan memperlihatkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu bentuk umum scrambling index dari digraf Hamilton dwiwarna primitif D(2) atas n
≡ 1 (mod 3) titik. Digraf Hamilton dwiwarna terdiri dari dua cycle. cycle satu
yaitu C1 : v1 → v2 → · · · → vn−3 → v1 dengan panjang n − 3 dan cycle dua yaitu
C2 : v1 → v2 → · · · → vn−1 → vn → v1 dengan panjang n.
Akibat Teorema 2.2.3, diperoleh matriks cycle D(2) seperti ditunjukkan
Corollary berikut.
Corollary 4.1. Andaikan D(2) adalah sebuah digraf Hamilton dwiwarna primitif
terhubung kuat atas n ≡ 1 (mod 3) titik, n ≥ 7, terdiri dari dua cycle dengan
panjang n − 3 dan n. Matriks cycle D(2) adalah salah satu bentuk dari





(n − 4)/3 (n − 1)/3
(2n − 5)/3 (2n + 1)/3
.
M=
atau M =
(n − 4)/3 (n − 1)/3
(2n − 5)/3 (2n + 1)/3
Bukti. Karena digraf Hamilton dwiwarna D(2) terdiri dari duawarna dan memi
r(C
)
r(C
)
1
2
.
liki dua cycle maka bentuk matriks cycle dari D(2) adalah M =
b(C1 ) b(C2 )
Misalkan banyaknya busur merah pada cycle satu di D(2) adalah a, karena panjang cycle satu adalah n − 3 maka banyaknya busur biru pada cycle satu adalah
n − 3 − a. Misalkan juga banyaknya busur merah pada cycle dua di D(2) adalah

b, karena panjang cycle dua adalah n maka banyaknya busur biru pada cy(2)
(2)
cle
 n − b. Sehingga Matriks cycle dari D adalah M =
 dua di D adalah
a
b
untuk sebarang bilangan bulat 0 ≤ a ≤ n−3 dan 0 ≤ b ≤ n.
n−3−a n−b
Karena D(2) adalah primitif, maka content dari matriks cycle adalah 1, sehingga
det(M) = a(n − b) − (n − 3 − a)(b) = n(a − b) + 3b = 1
atau
det(M) = a(n − b) − (n − 3 − a)(b) = n(a − b) + 3b = −1
• Jika det(M) = n(a − b) + 3b = 1, karena b ≤ n maka nilai b yang memenuhi
ketika (a − b) = −2, sehingga n(a − b) + 3b = −2n + 3b = 1, diperoleh
b = (2n + 1)/3 dan a = (2n − 5)/3.

21
• Jika det(M) = n(a−b)+3b = −1, karena b ≤ n maka nilai b yang memenuhi
ketika (a − b) = −1, sehingga n(a − b) + 3b = −n + 3b = −1, diperoleh

b = (n − 1)/3 dan a = (n − 4)/3.
Dapat disimpulkan bahwa matriks cycle M salah satu bentuk berikut




(2n − 5)/3 (2n + 1)/3
(n − 4)/3 (n − 1)/3
M=
atau M =
.
(n − 4)/3 (n − 1)/3
(2n − 5)/3 (2n + 1)/3

Perhatikan bahwa kedua matriks pada Corollary 4.1 hanya mempertukarkan
elemen pada baris pertama dengan elemen pada baris kedua yaitu mempertukarkan busur merah cycle satu menjadi busur biru cycle dua serta busur biru
cycle satu menjadi busur merah cycle dua. Nilai scrambling index k(D(2) ) merupakan penjumlahan busur merah h dan busur biru ℓ. Sehingga dari kedua matriks
tersebut memiliki nilai scrambling index yang sama, karena yang berbeda hanya
banyaknya busur merah h dan busur biru ℓ dari kedua matriks yang saling dipertukarkan.
Dalam

penelitian ini akan digunakan
matriks cycle dari D(2) adalah matriks


(2n − 5)/3 (2n + 1)/3
M =
. Perhatikan bahwa ketika busur vn−3 → v1
(n − 4)/3 (n − 1)/3
adalah busur biru. Karena banyaknya busur biru pada cycle satu adalah (n −
4)/3 maka sebanyak (n − 7)/3 busur biru terletak pada kedua cycle dan karena
banyaknya busur biru pada cycle dua adalah (n − 1)/3 maka ada dua buah busur
biru terletak pada C2 tetapi tidak terletak pada C1 . Sehingga jumlah busur biru
D(2) adalah (n + 2)/3. Selanjutnya, ketika busur vn−3 → v1 adalah busur merah.
Karena banyaknya busur biru pada cycle satu adalah (n − 4)/3 maka sebanyak
(n − 4)/3 busur biru terletak pada kedua cycle dan karena banyaknya busur biru
pada cycle dua adalah (n − 1)/3 maka ada sebuah busur biru terletak pada C2
tetapi tidak terletak pada C1 . Sehingga jumlah busur biru D(2) adalah (n − 1)/3.
Ini menunjukkan bahwa D(2) primitif tersebut mempunyai paling banyak (n+2)/3
busur biru atau hanya (n − 1)/3 busur biru. Penelitian kali ini, D(2) mempunyai
(n − 1)/3 busur biru yaitu sebanyak (n − 4)/3 busur biru berada pada kedua

cycle dan akan diletakkan secara berurutan dan sebuah busur biru terletak pada
C2 tetapi tidak terletak pada C1 . Representasi D(2) menggunakan grafis terlihat
seperti gambar 4.1.
Bahwa busur biru vi → vj di D(2) terletak pada interval 1 ≤ i ≤ (2n − 5)/3
dan busur biru vk → vk+1 di D(2) terletak pada interval n−3 ≤ k ≤ n. Ketika k =
n diasumsikan bahwa vk+1 = v1 . Untuk mempermudah pembuktian, didefinisikan
d1 = d(vk+1 , v1 ) dan d2 = d(vj , v1 ).

22

Gambar 4.1 : Digraf Hamilton Dwiwarna Primitif.
Teorema 4.2. Andaikan D(2) adalah digraf Hamilton dwiwarna primitif terdiri
dari cycle Hamilton v1 → v2 → · · · → vn−1 → vn → v1 dan cycle v1 → v2 →
· · · → vn−3 → v1 atas n ≡ 1 (mod 3) titik, n ≥ 7, dan memiliki (n − 4)/3
busur biru berurutan pada kedua cycle. Jika d1 < d2 , untuk 0 ≤ d1 ≤ 2 dan
(2n + 3d1 − 11)/3 ≤ d2 ≤ (2n − 5)/3, maka
k(D(2) ) = (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3.
Bukti. Langkah awal pembuktian ini akan memperlihatkan batas bawah scrambling index yaitu k(D(2) ) ≥ (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3.
Diasumsikan bahwa kvj ,vk (vw ) diperoleh dari (h, ℓ)-jalan dan andaikan terdapat
(h,ℓ)


(h,ℓ)

jalan vj −→ vw dan jalan vk −→ vw dengan vw ∈ D(2) , didefinisikan bahwa
e1 = b(C2 )r(Pvj vw ) − r(C2 )b(Pvj vw ) dan

(4.1)

e2 = r(C1 )b(Pvk vw ) − b(C1 )r(Pvk vw ).

(4.2)

Jika terdapat dua jalan vj → vw maka nilai e1 yang memenuhi untuk menentukan
batas bawah adalah nilai e1 yang terkecil. Jika terdapat dua jalan vk → vw maka
nilai e2 yang memenuhi untuk menentukan batas bawah adalah nilai e2 yang
terkecil.
Terdapat empat kasus yang bergantung pada posisi titik vw .
Kasus 1 : Titik vw berada pada 1 ≤ w ≤ i.
Terdapat dua buah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu l1 = (d(v1 , vw ) + d2 , 0)lintasan dan l2 = (d(v1 , vw ) + d2 + 2, 1)-lintasan. Dengan menggunakan nilai e1
pada persamaan (4.1) dan lintasan l1 diperoleh,

e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) + d2 ) − ((2n + 1)/3)(0)
= (nd(v1 , vw ) + nd2 − d(v1 , vw ) − d2 )/3

(4.3)

23
dan dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.1) dan lintasan l2 diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) + d2 + 2) − ((2n + 1)/3)(1)
= (nd(v1 , vw ) + nd2 − d(v1 , w) − d2 − 3)/3

(4.4)

Oleh karena itu, nilai e1 yang dipilih adalah nilai e1 pada persamaan (4.4).
Terdapat sebuah lintasan Pvk vw dari titik vk ke vw yaitu (d(v1 , vw ) + d1 , 1)lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2 pada persamaan (4.2)
diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)(1) − ((n − 4)/3)(d(v1 , vw ) + d1 )
= (2n − 5 − nd(v1 , vw ) − nd1 + 4d(v1 , vw ) + 4d1 )/3.

(4.5)


Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.4) dan
nilai e2 pada persamaan (4.5) disimpulkan bahwa
kvj ,vk (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3 + d(v1 , w)
untuk setiap vw pada 1 ≤ w ≤ i.
Kasus 2 : Titik vw berada pada i + 1 ≤ w ≤ j.
Terdapat dua buah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu l1 = (d(v1 , vw ) + d2 −
d(vi , vw ), d(vi , vw ))-lintasan dan l2 = (d(v1 , vw ) + d2 + 2 − d(vi , vw ), 1 + d(vi , vw ))lintasan. Dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.1) dan lintasan l1
diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) + d2 − d(vi , vw )) − ((2n + 1)/3)(d(vi , vw ))
= (nd(v1 , vw ) + nd2 − 3nd(vi , vw ) − d(v1 , vw ) − d2 )/3

(4.6)

dan dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.1) dan lintasan l2 diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) + d2 + 2 − d(vi , vw )) − ((2n + 1)/3)(1 + d(vi , vw )))
= (nd(v1 , vw ) + nd2 − 3nd(vi , vw ) − d(v1 , vw ) − d2 − 3)/3.

(4.7)


Oleh karena itu, nilai e1 yang dipilih adalah nilai e1 pada persamaan (4.7).
Terdapat sebuah lintasan Pvk vw dari titik vk ke vw yaitu (d(v1 , vw ) + d1 −
d(vi , vw ), 1 + d(vi , vw ))-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2
pada persamaan (4.2) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)(1 + d(vi , vw )) − ((n − 4)/3)(d(v1 , vw ) + d1 − d(vi , vw ))
= (2n − 5 − nd(v1 , vw ) − nd1 + 3nd(vi , vw ) + 4d(v1 , vw ) + 4d1 − 9d(vi , vw ))/3.
(4.8)

24
Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.7) dan
nilai e2 pada persamaan (4.8) disimpulkan bahwa
kvj ,vk (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada i + 1 ≤ w ≤ j.
Kasus 3 : Titik vw berada pada j + 1 ≤ w ≤ k.
Terdapat sebuah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu (d2 + 3 − d(vw , v1 ), 0)lintasan. Karena d(vw , v1 ) + d(v1 , vw ) = n, sehingga lintasan menjadi (d2 − n +
3 + d(v1 , vw ), 0)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada
persamaan (4.1) diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d2 − n + 3 + d(v1 , vw )) − ((2n + 1)/3)(0)
= (nd(v1 , vw ) − n2 + 4n + nd2 − d(v1 , vw ) − d2 − 3)/3.

(4.9)

Terdapat sebuah lintasan Pvk vw dari titik vk ke vw yaitu (d(v1 , vw ) + d1 −
((n − 4)/3), (n − 1)/3)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2
pada persamaan (4.2) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 1)/3) − ((n − 4)/3)(d(v1 , vw ) + d1 − ((n − 4)/3))
= (n2 − 5n + 7 − nd(v1 , vw ) − nd1 + 4d(v1 , vw ) + 4d1 )/3.

(4.10)

Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.9) dan
nilai e2 pada persamaan (4.10) disimpulkan bahwa
kvj ,vk (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada j + 1 ≤ w ≤ k.
Kasus 4 : Titik vw berada pada k + 1 ≤ w ≤ n.
Terdapat sebuah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu (d2 + 2 − d(vw , v1 ), 1)lintasan. Karena d(vw , v1 ) + d(v1 , vw ) = n, sehingga lintasan menjadi (d2 + 2 −
n + d(v1 , vw ), 1)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada
persamaan (4.1) diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d2 + 2 − n + d(v1 , vw )) − ((2n + 1)/3)(1)
= (nd(v1 , vw ) − n2 + n + nd2 − d(v1 , vw ) − d2 − 3)/3.

(4.11)

25
Terdapat sebuah lintasan Pvk vw dari titik vk ke vw yaitu (d1 − d(vw , v1 ), 1)lintasan. Karena d(vw , v1 ) + d(v1 , vw ) = n, sehingga lintasan menjadi (d1 − n +
d(v1 , vw ), 1)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2 pada persamaan (4.2) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)(1) − ((n − 4)/3)(d1 − n + d(v1 , vw ))
= (n2 − 2n − 5 − nd(v1 , vw ) − nd1 + 4d(v1 , vw ) + 4d1 )/3.

(4.12)

Lemma 2.4.2 menunjukkan bahwa
 
 
e
h
≥M 1

e2


(4n2 − 23n + 10 + d1 (−2n2 + 7n + 4) + d2 (2n2 − 7n + 5))/9 + d(v1 , vw )
=
.
(2n2 − 10n + 17 + d1 (−n2 + 5n − 4) + d2 (n2 − 5n + 4))/9
Andaikan p = (4n2 − 23n + 10 + d1 (−2n2 + 7n + 4) + d2 (2n2 − 7n + 5))/9 +
d(v1 , vw ) dan q = (2n2 − 10n + 17 + d1 (−n2 + 5n − 4) + d2 (n2 − 5n + 4))/9.
Dengan mempertimbangkan vk → vw jalan. Karena lintasan Pvk vw adalah (d1 −
d(vw , v1 ), 1)-lintasan dan solusi sistem

  
r(Pvk vw )
p
Mz +
=
q
b(Pvk vw )
adalah z1 = (4n2 − 23n + 10 + d1 (−2n2 + 7n + 4) + d2 (2n2 − 7n + 5))/9 + d(v1 , vw )
(p,q)

dan z2 = 0. Ini menunjukkan tidak terdapat vk −→ vw . Bahwa jalan vk → vw
terpendek yang memuat p busur merah dan q busur biru adalah sebuah jalan
dengan (4n2 − 17n + 13 + d1 (−2n2 + 7n + 4) + d2 (2n2 − 7n + 5))/9 + d(v1 , vw )
busur merah dan (2n2 − 7n + 14 + d1 (−n2 + 5n − 4) + d2 (n2 − 5n + 4))/9 busur
biru. Disimpulkan bahwa
kvj ,vk (vw ) ≥ (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada k + 1 ≤ w ≤ n.
Dari keempat kasus yang bergantung pada posisi titik vw diperoleh
kvj ,vk (vw ) ≥ (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3 + d(v1 , vw ).
Berdasarkan definisi, kvj ,vk (D(2) ) =

min

vw ∈V (D(2) )

{kvj ,vk (vw )}. Nilai kvj ,vk (vw ) yang

minimum adalah ketika d(v1 , vw ) = 0 yakni ketika vw = v1 , yaitu titik yang
memiliki derajat masuk paling besar. Oleh karena itu
kvj ,vk (D(2) ) = (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3,

26
dan karena k(D(2) ) ≥ max{kvi ,vj (D(2) )} ≥ kvj ,vk (D(2) ), maka diperoleh
vi 6=vj

k(D(2) ) ≥ (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3.
Selanjutnya, pembuktian ini akan memperlihatkan batas atas scrambling
index yaitu k(D(2) ) ≤ (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3. Dari
pembuktian batas bawah diperoleh titik v1 memiliki nilai scrambling index terkecil. Akan ditunjukkan bahwa untuk setiap titik vw , w = 1, 2, 3, · · · , n, terdapat
(h,ℓ)
jalan vw −→ v1 dengan
  

(4n2 − 14n + 10 + (−2n2 + 7n + 4)d1 + (2n2 − 7n + 5)d2 )/9
h
=
.

(2n2 − 10n + 17 + (−n2 + 5n − 4)d1 + (n2 − 5n + 4)d2 )/9
Berdasarkan persamaan (2.2), akan ditunjukkan sistem
  

h
r(Pvw v1 )
=
Mz +

b(Pvw v1 )

(4.13)

mempunyai sebuah solusi bilangan bulat tak negatif untuk beberapa lintasan
Pvw v1 dari titik vw ke v1 .
Solusi dari sistem (4.13) adalah vektor bilangan bulat berikut


h − r(Pvw v1 )
−1
.
z=M
ℓ − b(Pvw v1 )
Karena M memiliki det = 1, maka M memiliki invers yaitu


(n − 1)/3 (−2n − 1)/3
−1
M =
,
(4 − n)/3 (2n − 5)/3
sehingga diperoleh
z1 = ((n − 1)d2 − 3 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) + (2n + 1)b(Pvw v1 ))/3

(4.14)

dan
z2 = ((−n + 4)d1 + (2n − 5) + (n − 4)r(Pvw v1 ) + (−2n + 5)b(Pvw v1 ))/3. (4.15)
Jika titik vw berada pada 1 ≤ w ≤ i, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), (n − 4)/3)lintasan dari titik vw ke v1 dengan d2 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ (2n − 5)/3. Menggunakan
lintasan ini dan nilai z1 pada persamaan (4.14), diperoleh
z1 = (2n2 − 7n − 4 + (3n − 3)d2 + (−3n + 3)r(Pvw v1 ) − 9)/9.

27
Karena r(Pvw v1 ) ≤ (2n − 5)/3 dan d2 ≥ (2n + 3d1 − 11)/3 maka z1 ≥ (2n2 − 13n −
7)/9, untuk n = 7 diperoleh z1 ≥ 0. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai
z2 pada persamaan (4.15), diperoleh
z2 = (−2n2 + 19n − 35 + (−3n + 12)d1 + (3n − 12)r(Pvw v1 ))/9.
Karena r(Pvw v1 ) ≥ d2 dan d1 < d2 maka z2 ≥ (−2n2 + 22n − 47)/9, untuk n = 7
diperoleh z2 ≥ 1.
Jika titik vw berada pada i + 1 ≤ w ≤ j, maka ada sebuah (d2 + 2, b(Pvw v1 ))lintasan dari titik vw ke v1 dengan 1 ≤ b(Pvw v1 ) ≤ (n − 4)/3. Menggunakan
lintasan ini dan nilai z1 pada persamaan (4.14), diperoleh
z1 = ((2n + 1)b(Pvw v1 ) + (−2n − 1))/3.
Karena b(Pvw v1 ) ≥ 1 maka z1 ≥ 0. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2
pada persamaan (4.15), diperoleh
z2 = ((−n + 4)d1 + (n − 4)d2 + (4n − 13) + (−2n + 5)b(Pvw v1 ))/3.
Karena b(Pvw v1 ) ≤ (n − 4)/3 dan d1 < d2 maka z2 ≥ (−2n2 + 28n − 71)/9, untuk
n = 7 diperoleh z2 ≥ 3.
Jika titik vw berada pada j + 1 ≤ w ≤ k, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), 1)lintasan dari titik vw ke v1 dengan d1 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ d2 + 1. Menggunakan lintasan
ini dan nilai z1 pada persamaan (4.14), diperoleh
z1 = ((n − 1)d2 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) + (2n − 2))/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ d2 + 1 maka z1 ≥ (n − 1)/3), untuk n = 7 diperoleh z1 ≥ 2.
Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2 pada persamaan (4.15), diperoleh
z2 = ((−n + 4)d1 + (n − 4)r(Pvw v1 ))/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≥ d1 maka z2 ≥ 0.
Jika titik vw berada pada k + 1 ≤ w ≤ n, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), 0)lintasan dari titik vw ke v1 dengan 1 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ d1 . Menggunakan lintasan ini
dan nilai z1 pada persamaan (4.14), diperoleh
z1 = ((n − 1)d2 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) − 3)/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ d1 dan d1 < d2 maka z1 ≥ (n − 4)/3, untuk n = 7 diperoleh
z1 ≥ 1. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2 pada persamaan (4.15),
diperoleh
z2 = ((−n + 4)d1 + (n − 4)r(Pvw v1 ) + (2n − 5))/3.

28
Karena r(Pvw v1 ) ≥ 1 dan d1 ≤ 2 maka z2 ≥ (n − 1)/3, untuk n = 7 diperoleh
z2 ≥ 2.
Oleh karena itu, untuk setiap w = 1, 2, 3, · · · , n, terdapat sebuah lintasan
Pvw v1 dari vw ke v1 sedemikian hingga sistem (4.13) mempunyai solusi bilangan
bulat tak negatif. Oleh proposisi 2.4.1 untuk setiap titik vw , w = 1, 2, 3, · · · , n
(h,ℓ)
terdapat sebuah jalan vw −→ v1 dengan
  

h
(4n2 − 14n + 10 + (−2n2 + 7n + 4)d1 + (2n2 − 7n + 5)d2 )/9
=

(2n2 − 10n + 17 + (−n2 + 5n − 4)d1 + (n2 − 5n + 4)d2 )/9
sehingga, k(D(2) ) ≤ (2n2 −8n+9+(−n2 +4n)d1 +(n2 −4n+3)d2 )/3. Karenanya,
disimpulkan bahwa k(D(2) ) = (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3,
untuk 0 ≤ d1 ≤ 2 dan (2n + 3d1 − 11)/3 ≤ d2 ≤ (2n − 5)/3, ketika d1 < d2 . 

Teorema 4.3. Andaikan D(2) adalah digraf Hamilton dwiwarna primitif terdiri
dari cycle Hamilton v1 → v2 → · · · → vn−1 → vn → v1 dan cycle v1 → v2 →
· · · → vn−3 → v1 atas n ≡ 1 (mod 3) titik, n ≥ 7, dan memiliki (n − 4)/3
busur biru berurutan pada kedua cycle. Jika d1 < d2 , untuk 0 ≤ d1 ≤ 3 dan
(d1 + 1) ≤ d2 ≤ (2n + 3d1 − 14)/3, maka
k(D(2) ) = (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9.
Bukti. Langkah awal pembuktian ini akan memperlihatkan batas bawah scrambling index yaitu k(D(2) ) ≥ (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9. Diasumsikan bahwa
(h,ℓ)

kvj ,vi (vw ) diperoleh dari (h, ℓ)-jalan dan andaikan terdapat jalan vj −→ vw dan
(h,ℓ)

jalan vi −→ vw dengan vw ∈ D(2) , didefinisikan bahwa
e1 = b(C2 )r(Pvj vw ) − r(C2 )b(Pvj vw ) dan

(4.16)

e2 = r(C1 )b(Pvi vw ) − b(C1 )r(Pvi vw ).

(4.17)

Jika terdapat dua jalan vj → vw maka nilai e1 yang memenuhi untuk menentukan
batas bawah adalah nilai e1 yang terkecil. Jika terdapat dua jalan vi → vw maka
nilai e2 yang memenuhi untuk menentukan batas bawah adalah nilai e2 yang
terkecil.
Terdapat empat kasus yang bergantung pada posisi titik vw .
Kasus 1 : Titik vw berada pada 1 ≤ w ≤ i.
Terdapat dua buah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu l1 = (d(v1 , vw ) + d2 , 0)lintasan dan l2 = (d(v1 , vw ) + d2 + 2, 1)-lintasan. Dengan menggunakan nilai e1

29
pada persamaan (4.16) dan lintasan l1 diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) + d2 ) − ((2n + 1)/3)(0)
= (nd(v1 , vw ) + nd2 − d(v1 , vw ) − d2 )/3

(4.18)

dan dengan menggunakan persamaan (4.16) dan lintasan l2 diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) + d2 + 2) − ((2n + 1)/3)(1)
= (nd(v1 , vw ) + nd2 − d(v1 , vw ) − d2 − 3)/3.

(4.19)

Oleh karena itu, nilai e1 yang dipilih adalah nilai e1 pada persamaan (4.19).
Terdapat dua buah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu l3 = (d2 +d(v1 , vw ),
(n − 4)/3)-lintasan dan l4 = (d2 + 2 + d(v1 , vw ), (n − 1)/3)-lintasan. Dengan
menggunakan nilai e2 pada persamaan (4.17) dan lintasan l3 diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 4)/3) − ((n − 4)/3)(d2 + d(v1 , vw ))
= (2n2 − 13n + 20 − 3nd2 − 3nd(v1 , vw ) + 12d2 + 12d(v1 , vw ))/9

(4.20)

dan dengan menggunakan nilai e2 pada persamaan (4.17) dan lintasan l4 diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 1)/3) − ((n − 4)/3)(d2 + 2 + d(v1 , vw ))
= (2n2 − 13n + 29 − 3nd2 − 3nd(v1 , vw ) + 12d2 + 12d(v1 , vw ))/9.

(4.21)

Oleh karena itu, nilai e2 yang dipilih adalah nilai e2 pada persamaan (4.20).
Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.19)
dan nilai e2 pada persamaan (4.20) disimpulkan bahwa
kvj ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada 1 ≤ w ≤ i.
Kasus 2 : Titik vw berada pada i + 1 ≤ w ≤ j.
Terdapat dua buah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu l1 = ((2n−5)/3, d(v1 , vw )
− d(v1 , vi ))-lintasan dan l2 = ((2n + 1)/3, d(v1 , vw ) − d(v1 , vi ))-lintasan. Karena
d(v1 , vi ) + (n − 4)/3 + d2 = n − 3, sehingga kedua lintasan tersebut menjadi l1 = ((2n − 5)/3, d(v1 , vw ) − ((2n − 5 − 3d2 )/3))-lintasan dan l2 = ((2n +
1)/3, d(v1 , vw ) − ((2n − 5 − 3d2 )/3) + 1)-lintasan. Dengan menggunakan nilai e1
pada persamaan (4.16) dan lintasan l1 diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)((2n − 5)/3) − ((2n + 1)/3)((3d(v1 , vw ) − 2n + 5 + 3d2 )/3)
= (6n2 − 15n − 6nd2 − 6nd(v1 , vw ) − 3d2 − 3d(v1 , vw ))/9

(4.22)

30
dan dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.16) dan lintasan l2 diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)((2n + 1)/3) − ((2n + 1)/3)((3d(v1 , vw ) − 2n + 8 + 3d2 )/3)
= (6n2 − 15n − 9 − 6nd2 − 6nd(v1 , vw ) − 3d2 − 3d(v1 , vw ))/9.

(4.23)

Oleh karena itu, nilai e1 yang dipilih adalah nilai e1 pada persamaan (4.23).
Terdapat sebuah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu (0, d(v1 , vw ) −
d(v1 , vi ))-lintasan. Karena d(v1 , vi ) + (n − 4)/3 + d2 = n − 3, sehingga lintasan
menjadi (0, d(v1 , vw )−((2n−5−3d2 )/3))-lintasan. Dengan menggunakan lintasan
ini dan nilai e2 pada persamaan (4.17) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)3)((3d(v1 , vw ) − 2n + 5 + 3d2 )/3) − ((n − 4)/3)(0)
= (−4n2 + 20n − 25 + 6nd2 + 6nd(v1 , vw ) − 15d2 − 15d(v1 , vw ))/9

(4.24)

Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.23)
dan nilai e2 pada persamaan (4.24) disimpulkan bahwa
kvj ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada i + 1 ≤ w ≤ j.
Kasus 3 : Titik vw berada pada j + 1 ≤ w ≤ k.
Terdapat sebuah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu (d(v1 , vw )−(n−3−d2 ), 0)lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada persamaan (4.16)
diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) − (n − 3 − d2 )) − ((2n + 1)/3)(0)
= (nd(v1 , vw ) − n2 + 4n + nd2 − d(v1 , vw ) − d2 − 3)/3.

(4.25)

Terdapat sebuah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu (d(v1 , vw ) − (n −
3 − d2 ), (n − 4)/3)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2 pada
persamaan (4.17) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 4)/3) − ((n − 4)/3)(d(v1 , vw ) − (n − 3 − d2 ))
= (5n2 − 34n + 56 − 3nd(v1 , vw ) − 3nd2 + 12d(v1 , vw ) + 12d2 )/9.

(4.26)

31
Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.25)
dan nilai e2 pada persamaan (4.26) disimpulkan bahwa
kvj ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada j + 1 ≤ w ≤ k.
kasus 4 : Titik vw berada pada k + 1 ≤ w ≤ n.
Terdapat sebuah lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw yaitu (d(v1 , vw ) − 1 − (n − 3 −
d2 ), 1)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada persamaan
(4.16) diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) − 1 − (n − 3 − d2 )) − ((2n + 1)/3)(1)
= (nd(v1 , vw ) − n2 + n + nd2 − d(v1 , vw ) − d2 − 3)/3.

(4.27)

Terdapat sebuah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu (d(v1 , vw ) − 1 − (n −
3 − d2 ), (n − 1)/3)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2 pada
persamaan (4.17) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 1)/3) − ((n − 4)/3)(d(v1 , vw ) − 1 − (n − 3 − d2 ))
= (5n2 − 25n + 29 − 3nd(v1 , vw ) − 3nd2 + 12d(v1 , vw ) + 12d2 )/9

(4.28)

Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.27)
dan nilai e2 pada persamaan (4.28) disimpulkan bahwa
kvj ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada k + 1 ≤ w ≤ n.
Dari keempat kasus yang bergantung pada posisi titik vw diperoleh
kvj ,vi (vw ) ≥ (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9 + d(v1 , vw ).
Berdasarkan definisi, kvj ,vi (D(2) ) =

min

vw ∈V (D(2) )

{kvj ,vi (vw )}. Nilai kvj ,vi (vw ) yang

minimum adalah ketika d(v1 , vw ) = 0 yakni ketika vw = v1 , yaitu titik yang
memiliki derajat masuk paling besar. Oleh karena itu
kvj ,vi (D(2) ) = (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9,

32
dan karena k(D(2) ) ≥ max{kvi ,vj (D(2) )} ≥ kvj ,vi (D(2) ), maka diperoleh
vi 6=vj

k(D(2) ) ≥ (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9.
Selanjutnya, pembuktian ini akan memperlihatkan batas atas scrambling
index yaitu k(D(2) ) ≤ (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9. Dari pembuktian batas
bawah diperoleh titik v1 memiliki nilai scrambling index terkecil. Akan ditun(h,ℓ)
jukkan bahwa untuk setiap titik vw , w = 1, 2, 3, · · · , n, terdapat jalan vw −→ v1
dengan
  

(4n3 − 24n2 + 9n + 65 + 27d2 )/27
h
=
.
(2n3 − 15n2 + 24n + 16)/27

Berdasarkan persamaan (2.2), akan ditunjukkan sistem
  

h
r(Pvw v1 )
=
Mz +

b(Pvw v1 )

(4.29)

mempunyai sebuah solusi bilangan bulat tak negatif untuk beberapa lintasan
Pvw v1 dari titik vw ke v1 .
Solusi dari sistem (4.29) adalah vektor bilangan bulat berikut


h − r(Pvw v1 )
−1
.
z=M
ℓ − b(Pvw v1 )
Karena M memiliki det = 1, maka M memiliki invers yaitu


(n − 1)/3 (−2n − 1)/3
−1
M =
,
(4 − n)/3 (2n − 5)/3
sehingga diperoleh
z1 = ((n − 1)d2 − 3 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) + (2n + 1)b(Pvw v1 ))/3 dan

(4.30)

z2 = ((2n2 − 13n + 20) + (−3n + 12)d2 + (3n − 12)r(Pvw v1 ) + (−6n + 15)b(Pvw v1 ))/9.
(4.31)
Jika titik vw berada pada 1 ≤ w ≤ i, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), (n − 4)/3)lintasan dari titik vw ke v1 dengan d2 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ (2n − 5)/3. Menggunakan
lintasan ini dan nilai z1 pada persamaan (4.30), diperoleh
z1 = (2n2 − 7n − 13 + (3n − 3)d2 + (−3n + 3)r(Pvw v1 ))/9.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ (2n − 5)/3 dan d2 ≥ (d1 + 1) maka z1 ≥ (n − 7)/3, untuk n = 7
dipeoleh z1 ≥ 0. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2 pada persamaan
(4.31), diperoleh
z2 = ((−n + 4)d2 + (n − 4)r(Pvw v1 ))/3.

33
Karena r(Pvw v1 ) ≥ d2 maka z2 ≥ 0.
Jika titik vw berada pada i + 1 ≤ w ≤ j, maka ada sebuah (d2 + 2, b(Pvw v1 ))lintasan dari titik vw ke v1 dengan 1 ≤ b(Pvw v1 ) ≤ (n − 4)/3. Menggunakan
lintasan ini dan nilai z1 pada persamaan (4.30), diperoleh
z1 = ((2n + 1)b(Pvw v1 ) + (−2n − 1))/3.
Karena b(Pvw v1 ) ≥ 1 maka z1 ≥ 0. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2
pada persamaan (4.31), diperoleh
z2 = (2n2 − 7n − 4 + (−6n + 15)b(Pvw v1 ))/9.
Karena b(Pvw v1 ) ≤ (n − 4)/3 maka z2 ≥ (2n − 8)/3, untuk n = 7 diperoleh z2 ≥ 2.
Jika titik vw berada pada j + 1 ≤ w ≤ k, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), 1)lintasan dari titik vw ke v1 dengan d1 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ d2 + 1. Menggunakan lintasan
ini dan nilai z1 pada persamaan (4.30), diperoleh
z1 = ((n − 1)d2 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) + (2n − 2))/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ d2 + 1 maka z1 ≥ (n − 1)/3, untuk n = 7 diperoleh z1 ≥ 2.
Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2 pada persamaan (4.31), diperoleh
z2 = (2n2 − 19n + 35 + (−3n + 12)d2 + (3n − 12)r(Pvw v1 ))/9.
Karena r(Pvw v1 ) ≥ d1 dan d2 ≤ (2n + 3d1 − 14)/3 maka z2 ≥ (n − 7)/3, untuk
n = 7 maka z2 ≥ 0.
Jika titik vw berada pada k + 1 ≤ w ≤ n, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), 0)lintasan dari titik vw ke v1 dengan 1 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ d1 . Menggunakan lintasan ini
dan nilai z1 pada persamaan (4.30), diperoleh
z1 = ((n − 1)d2 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) − 3)/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ d1 dan d2 ≥ d1 +1 maka z1 ≥ (n−4)/3, untuk n = 7 diperoleh
z1 ≥ 1. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2 pada persamaan (4.31),
diperoleh
z2 = (2n2 − 13n + 20 + (−3n + 12)d2 + (3n − 12)r(Pvw v1 ))/9.
Karena r(Pvw v1 ) ≥ 1 dan d2 ≤ (2n + 3d1 − 14)/3 maka z2 ≥ (n − 4)/3, untuk
n = 7 maka z2 ≥ 1.
Oleh karena itu, untuk setiap w = 1, 2, 3, · · · , n, terdapat sebuah lintasan
Pvw v1 dari vw ke v1 sedemikian hingga sistem (4.29) mempunyai solusi bilangan

34
bulat tak negatif. Oleh proposisi 2.4.1 untuk setiap titik vw , w = 1, 2, 3, · · · , n
(h,ℓ)
terdapat sebuah jalan vw −→ v1 dengan

  
(4n3 − 24n2 + 9n + 65 + 27d2 )/27
h
=

(2n3 − 15n2 + 24n + 16)/27
sehingga, k(D(2) ) ≤ (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9. Karenanya, disimpulkan
bahwa k(D(2) ) = (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9, untuk 0 ≤ d1 ≤ 3 dan

(d1 + 1) ≤ d2 ≤ (2n + 3d1 − 14)/3, ketika d1 < d2 .
Teorema 4.4. Andaikan D(2) adalah digraf Hamilton dwiwarna primitif terdiri
dari cycle Hamilton v1 → v2 → · · · → vn−1 → vn → v1 dan cycle v1 → v2 →
· · · → vn−3 → v1 atas n ≡ 1 (mod 3) titik, n ≥ 7, dan memiliki (n − 4)/3 busur
biru berurutan pada kedua cycle. Jika d1 ≥ d2 , untuk 1 ≤ d1 ≤ 3 dan 1 ≤ d2 ≤ 3,
maka
k(D(2) ) = (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9.
Bukti. Langkah awal pembuktian ini akan memperlihatkan batas bawah scrambling index yaitu
k(D(2) ) ≥ (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9.
Diasumsikan bahwa kvk+1 ,vi (vw ) diperoleh dari (h, ℓ)-jalan dan andaikan terdapat
(h,ℓ)

(h,ℓ)

jalan vk+1 −→ vw dan jalan vi −→ vw dengan vw ∈ D(2) , didefinisikan bahwa
e1 = b(C2 )r(Pvk+1 vw ) − r(C2 )b(Pvk+1 vw ) dan

(4.32)

e2 = r(C1 )b(Pvi vw ) − b(C1 )r(Pvi vw )

(4.33)

Jika terdapat dua jalan vk+1 → vw maka nilai e1 yang memenuhi untuk menentukan batas bawah adalah nilai e1 yang terkecil. Jika terdapat dua jalan vi → vw
maka nilai e2 yang memenuhi untuk menentukan batas bawah adalah nilai e2
yang terkecil.
Terdapat empat kasus yang bergantung pada posisi titik vw .
Kasus 1 : Titik vw berada pada 1 ≤ w ≤ i.
Terdapat sebuah lintasan Pvk+1 vw dari titik vk+1 ke vw yaitu (d(v1 , vw ) + d1 , 0)lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada persamaan (4.32)
diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d(v1 , vw ) + d1 ) − ((2n + 1)/3)(0)
= (nd(v1 , vw ) + nd1 − d(v1 , vw ) − d1 )/3.

(4.34)

35
Terdapat dua buah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu l1 = (d2 +d(v1 , vw ),
(n − 4)/3)-lintasan dan l2 = (d2 + 2 + d(v1 , vw ), (n − 1)/3)-lintasan. Dengan
menggunakan nilai e2 pada persamaan (4.33) dan lintasan l1 diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 4)/3) − ((n − 4)/3)(d2 + d(v1 , vw ))
= (2n2 − 13n + 20 − 3nd2 − 3nd(v1 , vw ) + 12d2 + 12d(v1 , vw ))/9

(4.35)

dan dengan menggunakan nilai e2 pada persamaan (4.33) dan lintasan l2 diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 1)/3) − ((n − 4)/3)(d2 + 2 + d(v1 , vw ))
= (2n2 − 13n + 29 − 3nd2 − 3nd(v1 , vw ) + 12d2 + 12d(v1 , vw ))/9

(4.36)

Oleh karena itu, nilai e2 yang dipilih adalah nilai e2 pada persamaan (4.35).
Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.34)
dan nilai e2 pada persamaan (4.35) disimpulkan bahwa
kvk+1 ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada 1 ≤ w ≤ i.
Kasus 2 : Titik vw berada pada i + 1 ≤ w ≤ j.
Terdapat sebuah lintasan Pvk+1 vw dari titik vk+1 ke vw yaitu (d1 +d(v1 , vi ), d(v1 , vw )
− d(v1 , vi ))-lintasan. Karena d(v1 , vi ) + (n − 4)/3 + d2 = n − 3, sehingga kedua
lintasan tersebut menjadi (d1 + (2n − 5 − 3d2 )/3, d(v1 , vw ) − ((2n − 5 − 3d2 )/3))lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada persamaan (4.32)
diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)((3d1 + 2n − 5 − 3d2 )/3) − ((2n + 1)/3)((3d(v1 , vw ) − 2n + 5 + 3d2 )/3)
= (6n2 − 15n + 3nd1 − 9nd2 − 6nd(v1 , vw ) − 3d1 − 3d(v1 , vw ))/9.

(4.37)

Terdapat sebuah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu (0, d(v1 , vw ) −
d(v1 , vi ))-lintasan. Karena d(v1 , vi ) + (n − 4)/3 + d2 = n − 3, sehingga lintasan
menjadi (0, d(v1 , vw )−((2n−5−3d2 )/3))-lintasan. Dengan menggunakan lintasan
ini dan nilai e2 pada persamaan (4.33) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((3d(v1 , vw ) − 2n + 5 + 3d2 )/3) − ((n − 4)/3)(0)
= (−4n2 + 20n − 25 + 6nd2 + 6nd(v1 , vw ) − 15d2 − 15d(v1 , vw ))/9.

(4.38)

36
Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.37)
dan nilai e2 pada persamaan (4.38) disimpulkan bahwa
kvk+1 ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada i + 1 ≤ w ≤ j.
Kasus 3 : Titik vw berada pada j + 1 ≤ w ≤ k.
Terdapat sebuah lintasan Pvk+1 vw dari titik vk+1 ke vw yaitu (d1 +d(v1 , vw )−((n−
4)/3), (n − 4)/3)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada
persamaan (4.32) diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)((3d1 + 3d(v1 , vw ) − n + 4)/3) − ((2n + 1)/3)((n − 4)/3)
= (3nd(v1 , vw ) − 3n2 + 12n + 3nd1 − 3d(v1 , vw ) − 3d1 )/9.

(4.39)

Terdapat sebuah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu (d(v1 , vw ) − (n −
3 − d2 ), (n − 4)/3)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2 pada
persamaan (4.33) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 4)/3) − ((n − 4)/3)(d(v1 , vw ) − (n − 3 − d2 ))
= (5n2 − 34n + 56 − 3nd(v1 , vw ) − 3nd2 + 12d(v1 , vw ) + 12d2 )/9.

(4.40)

Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.39)
dan nilai e2 pada persamaan (4.40) disimpulkan bahwa
kvk+1 ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada j + 1 ≤ w ≤ k.
Kasus 4 : Titik vw berada pada k + 1 ≤ w ≤ n.
Terdapat sebuah lintasan Pvk+1 vw dari titik vk+1 ke vw yaitu (d1 − d(vw , v1 ), 0)lintasan. Karena d(v1 , vw ) + d(vw , v1 ) = n, sehingga lintasan menjadi (d1 − n +
d(v1 , vw ), 0)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e1 pada persamaan (4.32) diperoleh,
e1 = ((n − 1)/3)(d1 − n + d(v1 , vw )) − ((2n + 1)/3)(0)
= (nd(v1 , vw ) − n2 + n + nd1 − d(v1 , vw ) − d1 )/3.

(4.41)

37
Terdapat sebuah lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw yaitu (d(v1 , vw ) − 1 − (n −
3 − d2 ), (n − 1)/3)-lintasan. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai e2 pada
persamaan (4.33) diperoleh,
e2 = ((2n − 5)/3)((n − 1)/3) − ((n − 4)/3)(d(v1 , vw ) − 1 − (n − 3 − d2 ))
= (5n2 − 25n + 29 − 3nd(v1 , vw ) − 3nd2 + 12d(v1 , vw ) + 12d2 )/9.

(4.42)

Oleh Lemma 2.4.2, dengan menggunakan nilai e1 pada persamaan (4.41)
dan nilai e2 pada persamaan (4.42) disimpulkan bahwa
kvk+1 ,vi (vw ) ≥ ℓ(C1 )e1 + ℓ(C2 )e2 = (n − 3)e1 + (n)e2
= (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9 + d(v1 , vw )
untuk setiap vw pada k + 1 ≤ w ≤ n.
Dari keempat kasus yang bergantung pada posisi titik vw diperoleh
kvk+1 ,vi (vw ) ≥ (2n3 −13n2 +20n+(3n2 −12n+9)d1 +(−3n2 +12n)d2 )/9+d(v1 , vw ).
Berdasarkan definisi, kvk+1 ,vi (D(2) ) =

min

vw ∈V (D(2) )

{kvk+1 ,vi (vw )}. Nilai kvk+1 ,vi (vw )

yang minimum adalah ketika d(v1 , vw ) = 0 yakni ketika vw = v1 , yaitu titik yang
memiliki derajat masuk paling besar. Oleh karena itu
kvk+1 ,vi (D(2) ) = (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9,
dan karena k(D(2) ) ≥ max{kvi ,vj (D(2) )} ≥ kvk+1 ,vi (D(2) ), maka diperoleh
vi 6=vj

k(D(2) ) ≥ (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9.
Selanjutnya, pembuktian ini akan memperlihatkan batas atas scrambling
index yaitu k(D(2) ) ≤ (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9.
Dari pembuktian batas bawah diperoleh titik v1 memiliki nilai scrambling index
terkecil. Akan ditunjukkan bahwa untuk setiap vw , w = 1, 2, 3, · · · , n, terdapat
(h,ℓ)
jalan vw −→ v1 dengan
  

h
(4n3 − 24n2 + 27n + 20 + (6n2 − 21n + 15)d1 + (−6n2 + 21n + 12)d2 )/27
=
.

(2n3 − 15n2 + 33n − 20 + (3n2 − 15n + 12)d1 + (−3n2 + 15n − 12)d2 )/27
Berdasarkan persamaan (2.2), akan ditunjukkan sistem
  

h
r(Pvw v1 )
=
Mz +

b(Pvw v1 )

(4.43)

38
mempunyai sebuah solusi bilangan bulat tak negatif untuk beberapa lintasan
Pvw v1 dari titik vw ke v1 .
Solusi dari sistem (4.43) adalah vektor bilangan bulat berikut


h − r(Pvw v1 )
−1
.
z=M
ℓ − b(Pvw v1 )
Karena M memiliki det = 1, maka M memiliki invers yaitu


(n − 1)/3 (−2n − 1)/3
−1
M =
,
(4 − n)/3 (2n − 5)/3
sehingga diperoleh
z1 = ((n − 1)d1 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) + (2n + 1)b(Pvw v1 ))/3

(4.44)

z2 = ((2n2 − 13n + 20) + (−3n + 12)d2 + (3n − 12)r(Pvw v1 ) + (−6n + 15)b(Pvw v1 ))/9.
(4.45)
Jika titik vw berada pada 1 ≤ w ≤ i, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), (n − 4)/3)lintasan dari titik vw ke v1 dengan d2 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ (2n − 5)/3. Menggunakan
lintasan ini dan nilai z1 pada persamaan (4.44), diperoleh
z1 = (2n2 − 7n − 4 + (3n − 3)d1 + (−3n + 3)r(Pvw v1 ))/9.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ (2n − 5)/3 dan d1 ≥ 1 maka z1 ≥ (n − 4)/3, untuk n = 7
diperoleh z1 ≥ 1. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2 pada persamaan
(4.45), diperoleh
z2 = ((−n + 4)d2 + (n − 4)r(Pvw v1 ))/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≥ d2 maka z2 ≥ 0.
Jika titik vw berada pada i + 1 ≤ w ≤ j, maka ada sebuah (d2 + 2, b(Pvw v1 ))lintasan dari titik vw ke v1 dengan 1 ≤ b(Pvw v1 ) ≤ (n − 4)/3. Menggunakan
lintasan ini dan nilai z1 pada persamaan (4.44), diperoleh
z1 = ((2n + 1)b(Pvw v1 ) + (−2n + 2) + (n − 1)d1 + (−n + 1)d2 )/3.
Karena b(Pvw v1 ) ≥ 1 dan d1 ≥ d2 maka z1 ≥ 1. Dengan menggunakan lintasan
ini dan nilai z2 pada persamaan (4.45), diperoleh
z2 = (2n2 − 7n − 4 + (−6n + 15)b(Pvw v1 ))/9.
Karena b(Pvw v1 ) ≤ (n − 4)/3 maka z2 ≥ (2n − 8)/3, untuk n = 7 diperoleh z2 ≥ 2.

39
Jika titik vw berada pada j + 1 ≤ w ≤ k, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), 1)lintasan dari titik vw ke v1 dengan d1 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ d2 + 1. Menggunakan lintasan
ini dan nilai z1 pada persamaan (4.44), diperoleh
z1 = ((n − 1)d1 + (−n + 1)r(Pvw v1 ) + (2n + 1))/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ d2 +1 dan d1 ≥ d2 maka z1 ≥ (n+2)/3, untuk n = 7 diperoleh
z1 ≥ 3. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai z2 pada persamaan (4.45),
diperoleh
z2 = (2n2 − 19n + 35 + (−3n + 12)d2 + (3n − 12)r(Pvw v1 ))/9.
Karena r(Pvw v1 ) ≥ d1 dan d1 ≥ d2 maka z2 ≥ (2n2 − 19n + 35)/9, untuk n = 7
diperoleh z2 ≥ 0.
Jika titik vw berada pada k + 1 ≤ w ≤ n, maka ada sebuah (r(Pvw v1 ), 0)lintasan dari titik vw ke v1 dengan 1 ≤ r(Pvw v1 ) ≤ d1 . Menggunakan lintasan ini
dan nilai z1 pada persamaan (4.44), diperoleh
z1 = ((n − 1)d1 + (−n + 1)r(Pvw v1 ))/3.
Karena r(Pvw v1 ) ≤ d1 maka z1 ≥ 0. Dengan menggunakan lintasan ini dan nilai
z2 pada persamaan (4.45), diperoleh
z2 = (2n2 − 13n + 20 + (−3n + 12)d2 + (3n − 12)r(Pvw v1 ))/9.
Karena r(Pvw v1 ) ≥ 1 dan d2 ≤ 3 maka z2 ≥ (2n2 − 19n + 44)/9, untuk n = 7
diperoleh z2 ≥ 1.
Oleh karena itu, untuk setiap w = 1, 2, 3, · · · , n, terdapat sebuah lintasan
Pvw v1 dari vw ke v1 sedemikian hingga sistem (4.43) mempunyai solusi bilangan
bulat tak negatif. Oleh proposisi 2.2 untuk setiap titik vw , w = 1, 2, 3, · · · , n
(h,ℓ)
terdapat sebuah jalan vw −→ v1 dengan

  
h
(4n3 − 24n2 + 27n + 20 + (6n2 − 21n + 15)d1 + (−6n2 + 21n + 12)d2 )/27
=
(2n3 − 15n2 + 33n − 20 + (3n2 − 15n + 12)d1 + (−3n2 + 15n − 12)d2 )/27

sehingga, k(D(2) ) ≤ (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9.
Karenanya, disimpulkan bahwa
k(D(2) ) = (2n3 − 13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9,
untuk 1 ≤ d1 ≤ 3 dan 1 ≤ d2 ≤ 3, ketika d1 ≥ d2 .



40
Nilai scrambling index digraf Hamilton dwiwarna atas n ≡ 1 (mod 3) titik,
n ≥ 7, dengan (n − 4)/3 busur biru berurutan pada kedua lingkaran diperoleh
dalam 3 bentuk umum seperti terlihat pada teorema 4.2, 4.3 dan 4.4. Bahwa ketiga teorema tersebut dipengaruhi oleh banyak titik dan letak busur biru
terhadap titik yang memiliki derajat masuk paling besar. Titik yang memiliki
derajat masuk paling besar mempunyai nilai scrambling index terkecil. Sehingga nilai scrambling index pada setiap titik di D(2) akan bertambah - tambah
satu mengikuti siklus penamaan titik pada D(2) tersebut. Pada akhirnya nilai
scrambling index terbesar dari suatu D(2) terdapat pada titik vn .

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diberikan kesimpulan dari hasil penelitian ini serta saran
untuk penelitian lebih lanjut.
5.1 Kesimpulan
Suatu digraf Hamilton dwiwarna D(2) yang terdiri dari dua cycle dengan C1 :
v1 → v2 → · · · → vn−3 → v1 dengan panjang n − 3 dan C2 : v1 → v2 → · · · →
vn−1 → vn → v1 dengan panjang n, atas n ≡ 1 (mod 3) titik, n ≥ 7. Digraf D(2)
tersebut memiliki sebanyak (2n − 5)/3 busur merah dan (n − 4)/3 busur biru
pada C1 serta (2n + 1)/3 busur merah dan (n − 1)/3 busur biru pada C2 . Dengan
ketentukan banyaknya busur merah dan busur biru tiap cycle tersebut kemudian
dibentuk formula umum scrambling index. Formula tersebut dipengaruhi oleh n
titik serta jarak busur vi → vj dan vk → vk+1 terhadap titik v1 yang masing masing didefinisikan sebagai d1 dan d2 .
Ketiga bentuk umum scrambling index dari digraf D(2) sebagai berikut:
1. Jika d1 < d2 , untuk 0 ≤ d1 ≤ 2 dan (2n + 3d1 − 11)/3 ≤ d2 ≤ (2n − 5)/3
maka k(D(2) ) = (2n2 − 8n + 9 + (−n2 + 4n)d1 + (n2 − 4n + 3)d2 )/3.
2. Jika d1 < d2 , untuk 0 ≤ d1 ≤ 3 dan (d1 + 1) ≤ d2 ≤ (2n + 3d1 − 14)/3 maka
k(D(2) ) = (2n3 − 13n2 + 11n + 27 + 9d2 )/9.
3. Jika d1 ≥ d2 , untuk 1 ≤ d1 ≤ 3 dan 1 ≤ d2 ≤ 3 maka k(D(2) ) = (2n3 −
13n2 + 20n + (3n2 − 12n + 9)d1 + (−3n2 + 12n)d2 )/9.
5.2 Saran
Pada penelitian ini hanya membahas ketika D(2) mempunyai (n−1)/3 busur biru,
yakni sebanyak (n − 4)/3 busur biru berada pada kedua cycle dan diletakkan secara berururan, atas n ≡ 1 mod 3 titik . Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan generalisasi scrambling index mengenai digraf Hamilton dwiwarna
atas n ≡ 1 mod 3 titik.

BAB 2
DIGRAF DWIWARNA

Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan teori dalam penelitian ini. Konsep dasar tersebut
berkaitan dengan digraf dwiwarna, primitifitas, scrambling index, dan batas batas scrambling index.

2.1 Digraf Dwiwarna
Sub-bab ini akan membahas definisi digraf dwiwarna dan beberapa istilah yang
digunakan pada digraf dwiwarna, serta representasi digraf dwiwarna menggunakan grafis dan matriks.

2.1.1 Definisi Digraf Dwiwarna
Sebuah digraf D adalah sebuah objek terdiri atas sebuah himpunan berhingga
dan tak kosong V = {v1 , v2 , v3 , · · · , vr } yang unsur - unsurnya disebut titik dari
digraf D, bersama dengan sebuah himpunan B = {b1 , b2 , b3 , · · · , bs } merupakan
himpunan bagian dari himpunan V ×V yang unsur - unsurnya disebut busur dari
digraf D. Sebuah digraf D dengan himpunan titik - titik V dan busur - busur
B dinotasikan dengan D{V, B}. Bila b1 = (v1 , v2 ) subset V × V adalah sebuah
busur dari digraf D, maka titik v1 disebut sebagai titik asal dan titik v2 disebut
sebagai titik terminal dari busur b1 .
Fornasini dan Valcher (1997) memperkenalkan digraf dengan dua jenis busur
yaitu setiap busur pada suatu digraf D diberi dua warna, namun tidak sekaligus
kedua warna tersebut berada pada busur yang sama. Digraf tersebut disebut
sebagai digraf dwiwarna (D(2) ). Warna yang dipergunakan adalah warna merah
dan warna biru. Secara aplikasi digraf dwiwarna dapat direpresentasi ke dalam
grafis dengan cara sebagai berikut :
• Setiap titik direpresentasikan dengan menggunakan titik atau lingkaran kecil.

6
• Setiap busur b = (vi , vj ) direpresentasikan dengan menggunakan garis berarah dari titik vi ke titik vj . Busur berwarna merah dan berwarna biru
masing - masing ditandai dengan garis berarah tak putus dan garis berarah
putus - putus.
Terdapat beberapa istilah dalam digraf dwiwarna, diantaranya yaitu jalan,
lintasan dan cycle. Untuk bilangan bulat tak negatif h dan ℓ, suatu (h, ℓ)-jalan
pada digraf D(2) adalah suatu jalan dengan h busur merah dan ℓ busur biru.
Sebuah jalan dengan panjang k = h + ℓ yang menghubungkan titik vi dan vj ,
k
dinotasikan dengan vi → vj , merupakan sebuah barisan berhingga k busur dalam
bentuk
{vi = v0 , v1 }, {v1 , v2 }, {v2 , v3 }, · · · , {vk−1 , vk = vj },
juga dapat dinotasikan dalam bentuk
vi = v0 → v1 → v2 → v3 → · · · → vk−1 → vk = vj .
Untuk sebuah jalan Wvi vj di D(2) , dinotasikan bahwa r(Wvi vj ) dan b(Wvi vj ) masing
- masing merupakan banyaknya busur merah dan busur biru dari titik vi ke vj
di W . Vektor (r(Wvi vj ), b(Wvi vj ))T adalah komposisi pada jalan Wvi vj . Jalan
tersebut disebut tertutup jika titik vi = vj dan jalan disebut terbuka jika titik
vi 6= vj .
Suatu jalan dari titik vi ke titik vj memuat titik yang berbeda - beda disebut
sebagai lintasan, dinotasikan dengan Pvi vj . Vektor (r(Pvi vj ), b(Pvi vj ))T adalah
komposisi pada lintasan Pvi vj , dengan r(Pvi vj ) dan b(Pvi vj ) adalah masing - masing
banyaknya busur merah dan busur biru di Pvi vj . Jika titik vi = vj di Pvi vj disebut
sebagai lintasan tertutup atau cycle. Jarak antara dua titik berbeda dari vi ke
vj pada Pvi vj , dinotasikan dengan d(vi , vj ), didefinisikan sebagai panjang lintasan
(r(Pvi vj ) + b(Pvi vj )) yang dilewati dari titik vi ke titik vj .
Suatu digraf D(2) dikatakan sebagai digraf Hamilton dwiwarna jika terdapat
cycle Hamilton yaitu sebuah cycle yang memuat setiap titik pada digraf D(2) tepat
sekali kecuali kedua titik ujung pada barisan cycle tersebut.
Contoh 2.1.1. Himpunan V = {v1 , v2 , v3 , v4 , v5 , v6 , v7 } bersama dengan himpunan busur merah R = {(v1 , v2 ), (v3 , v4 ), (v4 , v1 ), (v4 , v5 ), (v6 , v7 ), (v7 , v1 )} dan
himpunan busur biru B = {(v2 , v3 ), (v5 , v6 )} adalah suatu digraf dwiwarna dengan 7 titik, 6 busur merah dan 2 busur biru. Gambar 2.1 memperlihatkan sebuah
representasi grafis dari digraf Hamilton dwiwarna pada contoh 2.1.1.

7

Gambar 2.1 : Digraf Hamilton Dwiwarna dengan 7 titik dan 8 busur.
Dari gambar 2.1 dapat ditemukan contoh jalan, lintasan dan cycle antara
lain sebagai berikut:
r

b

r

r

r

r

r

b

r

r

r

r

r

r

b

r

r

r

b

r

r

r

b

r

r

• Barisan v1 → v2 → v3 → v4 → v1 → v2 adalah jalan terbuka dari v1 ke v2
dengan komposisi (4, 1)T .
b

r

r

b

r

• Barisan v7 → v1 → v2 → v3 → v4 → v1 → v2 → v3 → v4 → v5 → v6 → v7
adalah jalan tertutup dari v7 ke v7 dengan komposisi (8, 3)T .
• Barisan v6 → v7 → v1 → v2 → v3 → v4 → v5 adalah lintasan terbuka dari
v6 ke v5 dengan komposisi (5, 1)T .
• Barisan v1 → v2 → v3 → v4 → v1 adalah lintasan tertutup atau cycle dari
v1 ke v1 dengan komposisi (3, 1)T .
b

r

r

• Barisan v1 → v2 → v3 → v4 → v5 → v6 → v7 → v1 adalah cycle Hamilton
dengan komposisi (5, 2)T , sehingga gambar 2.1 merupakan digraf Hamilton
dwiwarna dengan panjang cycle Hamilton adalah 7.

2.1.2 Matriks Ketetanggaan Digraf Dwiwarna
Konsep ketetanggaan antara dua titik dan konsep insidensi antara titik dan busur
pada digraf dwiwarna didefinisikan dengan mengandaikan b = (vi , vj ) adalah
sebuah busur di D(2) dengan titik asal vi dan titik terminal vj . Titik vi dikatakan
bertetangga ke titik vj dan titik vj dikatakan bertetangga dari titik vi . Titik vi
insiden ke busur b dan titik vj insiden dari busur b. Sedangkan busur b dikatakan
insiden dari titik vi dan busur b insiden ke titik vj . Dalam sebuah digraf dwiwarna
terdapat dua jenis derajat yaitu derajat masuk dan derajat keluar. Derajat masuk
dari sebuah titik vi , dinotasikan dengan id(vi ), adalah banyaknya busur yang
insiden ke titik vi . Dengan perkataan lain derajat masuk dari sebuah titik vi
adalah banyaknya busur dengan titik terminal vi . Derajat keluar dari sebuah

8
titik vi , dinotasikan dengan od(vi ), adala