Scrambling Index dari Digraf Hamilton Dwiwarna atas n 1 (mod 3) Titik

BAB 2
DIGRAF DWIWARNA

Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar seperti definisi dan teorema yang dijadikan landasan teori dalam penelitian ini. Konsep dasar tersebut
berkaitan dengan digraf dwiwarna, primitifitas, scrambling index, dan batas batas scrambling index.

2.1 Digraf Dwiwarna
Sub-bab ini akan membahas definisi digraf dwiwarna dan beberapa istilah yang
digunakan pada digraf dwiwarna, serta representasi digraf dwiwarna menggunakan grafis dan matriks.

2.1.1 Definisi Digraf Dwiwarna
Sebuah digraf D adalah sebuah objek terdiri atas sebuah himpunan berhingga
dan tak kosong V = {v1 , v2 , v3 , · · · , vr } yang unsur - unsurnya disebut titik dari
digraf D, bersama dengan sebuah himpunan B = {b1 , b2 , b3 , · · · , bs } merupakan
himpunan bagian dari himpunan V ×V yang unsur - unsurnya disebut busur dari
digraf D. Sebuah digraf D dengan himpunan titik - titik V dan busur - busur
B dinotasikan dengan D{V, B}. Bila b1 = (v1 , v2 ) subset V × V adalah sebuah
busur dari digraf D, maka titik v1 disebut sebagai titik asal dan titik v2 disebut
sebagai titik terminal dari busur b1 .
Fornasini dan Valcher (1997) memperkenalkan digraf dengan dua jenis busur
yaitu setiap busur pada suatu digraf D diberi dua warna, namun tidak sekaligus

kedua warna tersebut berada pada busur yang sama. Digraf tersebut disebut
sebagai digraf dwiwarna (D(2) ). Warna yang dipergunakan adalah warna merah
dan warna biru. Secara aplikasi digraf dwiwarna dapat direpresentasi ke dalam
grafis dengan cara sebagai berikut :
• Setiap titik direpresentasikan dengan menggunakan titik atau lingkaran kecil.

6
• Setiap busur b = (vi , vj ) direpresentasikan dengan menggunakan garis berarah dari titik vi ke titik vj . Busur berwarna merah dan berwarna biru
masing - masing ditandai dengan garis berarah tak putus dan garis berarah
putus - putus.
Terdapat beberapa istilah dalam digraf dwiwarna, diantaranya yaitu jalan,
lintasan dan cycle. Untuk bilangan bulat tak negatif h dan ℓ, suatu (h, ℓ)-jalan
pada digraf D(2) adalah suatu jalan dengan h busur merah dan ℓ busur biru.
Sebuah jalan dengan panjang k = h + ℓ yang menghubungkan titik vi dan vj ,
k
dinotasikan dengan vi → vj , merupakan sebuah barisan berhingga k busur dalam
bentuk
{vi = v0 , v1 }, {v1 , v2 }, {v2 , v3 }, · · · , {vk−1 , vk = vj },
juga dapat dinotasikan dalam bentuk
vi = v0 → v1 → v2 → v3 → · · · → vk−1 → vk = vj .

Untuk sebuah jalan Wvi vj di D(2) , dinotasikan bahwa r(Wvi vj ) dan b(Wvi vj ) masing
- masing merupakan banyaknya busur merah dan busur biru dari titik vi ke vj
di W . Vektor (r(Wvi vj ), b(Wvi vj ))T adalah komposisi pada jalan Wvi vj . Jalan
tersebut disebut tertutup jika titik vi = vj dan jalan disebut terbuka jika titik
vi 6= vj .
Suatu jalan dari titik vi ke titik vj memuat titik yang berbeda - beda disebut
sebagai lintasan, dinotasikan dengan Pvi vj . Vektor (r(Pvi vj ), b(Pvi vj ))T adalah
komposisi pada lintasan Pvi vj , dengan r(Pvi vj ) dan b(Pvi vj ) adalah masing - masing
banyaknya busur merah dan busur biru di Pvi vj . Jika titik vi = vj di Pvi vj disebut
sebagai lintasan tertutup atau cycle. Jarak antara dua titik berbeda dari vi ke
vj pada Pvi vj , dinotasikan dengan d(vi , vj ), didefinisikan sebagai panjang lintasan
(r(Pvi vj ) + b(Pvi vj )) yang dilewati dari titik vi ke titik vj .
Suatu digraf D(2) dikatakan sebagai digraf Hamilton dwiwarna jika terdapat
cycle Hamilton yaitu sebuah cycle yang memuat setiap titik pada digraf D(2) tepat
sekali kecuali kedua titik ujung pada barisan cycle tersebut.
Contoh 2.1.1. Himpunan V = {v1 , v2 , v3 , v4 , v5 , v6 , v7 } bersama dengan himpunan busur merah R = {(v1 , v2 ), (v3 , v4 ), (v4 , v1 ), (v4 , v5 ), (v6 , v7 ), (v7 , v1 )} dan
himpunan busur biru B = {(v2 , v3 ), (v5 , v6 )} adalah suatu digraf dwiwarna dengan 7 titik, 6 busur merah dan 2 busur biru. Gambar 2.1 memperlihatkan sebuah
representasi grafis dari digraf Hamilton dwiwarna pada contoh 2.1.1.

7


Gambar 2.1 : Digraf Hamilton Dwiwarna dengan 7 titik dan 8 busur.
Dari gambar 2.1 dapat ditemukan contoh jalan, lintasan dan cycle antara
lain sebagai berikut:
r

b

r

r

r

r

r

b


r

r

r

r

r

r

b

r

r

r


b

r

r

r

b

r

r

• Barisan v1 → v2 → v3 → v4 → v1 → v2 adalah jalan terbuka dari v1 ke v2
dengan komposisi (4, 1)T .
b

r


r

b

r

• Barisan v7 → v1 → v2 → v3 → v4 → v1 → v2 → v3 → v4 → v5 → v6 → v7
adalah jalan tertutup dari v7 ke v7 dengan komposisi (8, 3)T .
• Barisan v6 → v7 → v1 → v2 → v3 → v4 → v5 adalah lintasan terbuka dari
v6 ke v5 dengan komposisi (5, 1)T .
• Barisan v1 → v2 → v3 → v4 → v1 adalah lintasan tertutup atau cycle dari
v1 ke v1 dengan komposisi (3, 1)T .
b

r

r

• Barisan v1 → v2 → v3 → v4 → v5 → v6 → v7 → v1 adalah cycle Hamilton
dengan komposisi (5, 2)T , sehingga gambar 2.1 merupakan digraf Hamilton

dwiwarna dengan panjang cycle Hamilton adalah 7.

2.1.2 Matriks Ketetanggaan Digraf Dwiwarna
Konsep ketetanggaan antara dua titik dan konsep insidensi antara titik dan busur
pada digraf dwiwarna didefinisikan dengan mengandaikan b = (vi , vj ) adalah
sebuah busur di D(2) dengan titik asal vi dan titik terminal vj . Titik vi dikatakan
bertetangga ke titik vj dan titik vj dikatakan bertetangga dari titik vi . Titik vi
insiden ke busur b dan titik vj insiden dari busur b. Sedangkan busur b dikatakan
insiden dari titik vi dan busur b insiden ke titik vj . Dalam sebuah digraf dwiwarna
terdapat dua jenis derajat yaitu derajat masuk dan derajat keluar. Derajat masuk
dari sebuah titik vi , dinotasikan dengan id(vi ), adalah banyaknya busur yang
insiden ke titik vi . Dengan perkataan lain derajat masuk dari sebuah titik vi
adalah banyaknya busur dengan titik terminal vi . Derajat keluar dari sebuah

8
titik vi , dinotasikan dengan od(vi ), adalah banyaknya busur yang insiden dari
titik vi yakni banyaknya busur dengan titik asal vi . Derajat dari sebuah titik vi
adalah jumlahan dari derajat masuk dan derajat keluar dari titik tersebut.
Representasi digraf dwiwarna dengan matriks menggunakan konsep ketetanggaan. Andaikan D(2) adalah sebuah digraf dwiwarna atas n titik v1 , v2 , · · · , vn .
Matriks ketetanggaan dari sebuah digraf D(2) didefiniskan sebagai berikut:

1. Matriks ketetanggaan merah dari D(2) adalah sebuah matriks bujursangkar
R = (rij ) dengan ordo n yang setiap entri didefinisikan sebagai

1, jika (vi , vj ) adalah busur merah di D(2)
rij =
0, jika sebaliknya
untuk i, j = 1, 2, · · · , n.

2. Matriks ketetanggaan biru dari D(2) adalah sebuah matriks bujursangkar
B = (bij ) dengan ordo n yang setiap entri didefinisikan sebagai

1, jika (vi , vj ) adalah busur biru di D(2)
bij =
0, jika sebaliknya
untuk i, j = 1, 2, · · · , n.

Contoh 2.1.2. Berikut adalah representasi menggunakan matriks yang diperoleh
dari gambar 2.1.





0 0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0




0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0









R = 1 0 0 0 1 0 0 dan B = 0 0 0 0 0 0 0 .




0 0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0 0




0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
Andaikan R dan B adalah matriks tak negatif berordo n×n dan andaikan h
dan ℓ adalah bilangan bulat tak negatif. Suatu (h, ℓ)-Hurwitz product dari R
dan B didefinisikan secara rekursif, yang dinotasikan dengan (R, B)(h,ℓ) , adalah
jumlah keseluruhan matriks dari hasil perkalian R sebanyak h kali dan B sebanyak
ℓ kali yaitu,

(R, B)(h,0) = Rh , (R, B)(0,ℓ) = B ℓ dan
(R, B)(h,ℓ) = R(R, B)(h−1,ℓ) + B(R, B)(h,ℓ−1) , untuk h, ℓ ≥ 1.

(2.1)

9
Contoh 2.1.3.
(R, B)(1,0) = R, (R, B)(2,0) = R2 , (R, B)(0,1) = B,
(R, B)(1,1) = R(R, B)(0,1) + B(R, B)(1,0) = RB + BR, maka
(R, B)(2,1) = R(R, B)(1,1) + B(R, B)(2,0) = R(RB + BR) + B(R2 )
= R2 B + RBR + BR2 .
Lemma 2.1.4. Andaikan D(2) adalah digraf dwiwarna atas n titik dan andaikan
R dan B adalah matriks ketetanggaan merah dan matriks ketetanggaan biru dari
D(2) . Maka (R, B)(h,ℓ) adalah banyaknya (h, ℓ)-jalan dari titik vi ke vj .
Bukti. Pembuktian ini akan dilakukan dengan cara induksi. Pertama, dibuktikan bahwa untuk (h, ℓ) = (1, 0) atau (h, ℓ) = (0, 1), pernyataan (R, B)(h,ℓ)
benar merupakan banyaknya (h, ℓ)-jalan dari setiap titik vi ke vj . Perhatikan
bahwa ketika (h, ℓ) = (1, 0) diperoleh (R, B)(h,ℓ) = (R, B)(1,0) = R merupakan
jalan dengan dari titik vi ke vj dengan komposisi (1, 0)T di D(2) . Dan bahwa
ketika (h, ℓ) = (0, 1) diperoleh (R, B)(h,ℓ) = (R, B)(0,1) = B merupakan jalan dari
titik vi ke vj dengan komposisi (0, 1)T di D(2) .
Kedua, asumsikan bahwa (R, B)(h,ℓ) adalah banyaknya (h, ℓ)-jalan dari titik
vi ke vj . Akan diperlihatkan bahwa untuk semua bilangan bulat tak negatif
h + ℓ + 1, pernyataan (R, B)(h+1,ℓ) benar merupakan banyaknya (h + 1, ℓ)-jalan
dari setiap titik vi ke vj dengan pembuktian mengikuti persamaan (2.1) yaitu
(R, B)(h,ℓ) = R(R, B)(h−1,ℓ) + B(R, B)(h,ℓ−1) ,
maka diperoleh
(R, B)(h+1,ℓ) = R(R, B)(h,ℓ) + B(R, B)(h+1,ℓ−1) .
Berdasarkan asumsi maka R(R, B)(h,ℓ) merupakan jalan dari titik vi ke vj yang
dimulai dengan busur merah dan dilanjutkan oleh (h, ℓ)-jalan, dan B(R, B)(h+1,ℓ−1)
merupakan jalan dari titik vi ke vj yang dimulai dengan busur biru dan dilanjutkan oleh (h + 1, ℓ − 1)-jalan, sehingga (R, B)(h+1,ℓ) adalah banyaknya (h + 1, ℓ)jalan dari titik vi ke vj . Karena langkah pertama dan kedua telah diperlihatkan
maka terbukti bahwa (R, B)(h,ℓ) adalah banyaknya (h, ℓ)-jalan dari titik vi ke vj .
Suatu matriks S dikatakan sebagai matriks tak negatif jika setiap entri atau
elemen sij dari matriks S adalah bilangan bulat tak negatif, sedangkan jika setiap
entri atau elemen sij dari matriks S adalah bilangan bulat positif maka matriks
S disebut matriks positif.

10
Contoh 2.1.5. Perhatikan

3

S= 0
7

matriks tak negatif dan matriks positif berikut.



0 5
13 10 25
T =  2 10 9  .
10 0 ,
1 4
23 4 17

matriks tak negatif

matriks positif

2.2 Primitifitas
Pada sub-bab ini akan dijelaskan tentang digraf dwiwarna terhubung kuat dan
digraf dwiwarna terhubung kuat yang primitif.

2.2.1 Digraf Dwiwarna Terhubung Kuat
Berikut akan didiskusikan konsep keterhubungan kuat pada sebuah digraf dwiwarna. Suatu digraf dwiwarna dikatakan terhubung kuat bila untuk dua titik
vi dan vj di D(2) terdapat sebuah jalan berarah dari vi ke vj dan terdapat sebuah jalan berarah dari vj ke vi , tanpa memperhatikan setiap warna busur yang
dilalui. Sebaliknya, suatu digraf dwiwarna dikatakan tidak terhubung kuat bila
untuk dua titik vi dan vj di D(2) terdapat sebuah jalan berarah dari vi ke vj ,
tetapi tidak terdapat jalan berarah dari vj ke vi .
Contoh 2.2.1. Berikut diberikan contoh digraf dwiwarna terhubung kuat dan
tidak terhubung kuat.

Gambar 2.2 : Digraf Dwiwarna Terhubung Kuat dan Tidak Terhubung Kuat.
Gambar 2.2 (a) menunjukkan digraf dwiwarna terhubung kuat karena terdapat jalan berarah dari setiap dua titik di D(2) , sedangkan (b) menunjukkan
digraf dwiwarna tidak terhubung kuat karena tidak terdapat jalan berarah dari
titik v2 ke titik lainnya di D(2) .

11
Berikut diberikan sebuah sifat khusus dari digraf dwiwarna terhubung kuat
yang berkaitan dengan keberadaan cycle.
Proposisi 2.2.2. Andaikan D(2) adalah sebuah digraf dwiwarna terhubung kuat.
Setiap titik di D(2) terletak pada sebuah cycle.
Bukti. Andaikan vi adalah sebarang titik di D(2) . Karena D(2) merupakan sebuah digraf dwiwarna terhubung kuat maka terdapat titik vj di D(2) sehingga
(vi , vj ) adalah sebuah busur di D(2) . Karena D(2) merupakan sebuah digraf dwiwarna terhubung kuat, terdapat lintasan sederhana Pvj vi dari vj ke vi . Kemudian,
busur (vi , vj ) dilanjutkan dengan lintasan sederhana Pvj vi adalah sebuah lintasan
tertutup atau cycle yang memuat titik vi . Dengan perkataan lain bahwa setiap
titik vi di D(2) terletak pada sebuah cycle.


2.2.2 Primitifitas Digraf Dwiwarna Terhubung Kuat
Andaikan D(2) adalah sebuah digraf dwiwarna terhubung kuat. Digraf D(2)
dikatakan primitif jika terdapat bilangan bulat tak negatif h dan ℓ sehingga un(h,ℓ)
tuk setiap pasangan titik vi dan vj di D(2) terdapat jalan vi −→ vj dan jalan
(h,ℓ)

vj −→ vi .
Andaikan C = {C1 , C2 , · · · , Cq } adalah himpunan semua cycle di D(2) .
Definisi matriks cycle M dari D(2) adalah matriks yang banyak kolom diperoleh dari himpunan C dan banyak baris diperoleh dari banyak warna pada D(2) ,
sehingga


r(C1 ) r(C2 ) · · · r(Cq )
.
M=
b(C1 ) b(C2 ) · · · b(Cq )
Content dari matriks M2×q didefinisikan menjadi 0 jika rank dari M kurang
dari 2 dan pembagi persekutuan terbesar dari determinan submatriks 2 × 2.
Teorema 2.2.3. (Fornasini dan Valcher, 1998) Andaikan D(2) memiliki paling sedikit 1 busur setiap warna dan andaikan M merupakan matriks cycle di
D(2) . Digraf D(2) dikatakan primitif jika dan hanya jika content dari matriks
cycle adalah 1.

12
Contoh 2.2.4. Berdasarkan gambar 2.1 terdapat dua cycle yaitu cycle satu
r
b
r
r
adalah v1 → v2 → v3 → v4 → v1 dengan komposisi C1 = (3, 1)T dan cycle dua
r
b
r
r
b
r
r
yaitu v1 → v2 → v3 → v4 → v5 → v6 → v7 → v1 dengan komposisi C2 = (5, 2)T .
Maka diperoleh matriks cycle dari digraf Hamilton dwiwarna tersebut, yaitu:


3 5
M=
1 2
karena det(M ) = 1, maka D(2) tersebut terhubung kuat dan primitif.

2.3 Scrambling Index
Pada sub-bab ini akan didiskusikan mengenai definisi scrambling index lokal antara dua titik, scrambling index dari digraf dwiwarna primitif dan definisi scrambling index dengan menggunakan matriks ketetanggaan dari digraf dwiwarna
primitif.
Untuk dua titik berbeda vi dan vj di D(2) , scrambling index lokal dari vi dan
vj adalah bilangan bulat positif kvi ,vj (D(2) ) yang didefinisikan sebagai berikut:
kvi ,vj (D(2) ) =
=

min

{kvi ,vj (vw )}

min

{min(h + ℓ) : vi −→ vw dan vj −→ vw }

vw ∈V (D(2) )

(h,ℓ)

vw ∈V (D(2) )

(h,ℓ)

Scrambling index dari digraf dwiwarna primitif, yang dinotasikan dengan
k(D ), adalah bilangan bulat positif terkecil (h + ℓ) untuk semua bilangan bulat
tak negatif h busur merah dan ℓ busur biru sedemikian sehingga untuk setiap
pasangan titik vi dan vj di D(2) terdapat sebuah titik vw di D(2) dengan sifat
(2)

(h,ℓ)

(h,ℓ)

bahwa terdapat sebuah jalan vi −→ vw dan sebuah jalan vj −→ vw . Dari definisi
k(D(2) ) dan kvi ,vj (D(2) ), diperoleh hubungan
k(D(2) ) ≥ max{kvi ,vj (D(2) )}.
vi 6=vj

13
Contoh 2.3.1. Berikut scrambling index lokal dari digraf Hamilton dwiwarna
primitif pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 : Digraf Dwiwarna Primitif.
kv1 ,v2 (D(2) )=minv1 ,v2 ,v3 ,v4 {(2, 1), (3, 2), (4, 2), (5, 2)}=min{(3), (5), (6), (7)} = 3,
kv1 ,v3 (D(2) )=minv1 ,v2 ,v3 ,v4 {(2, 1), (3, 2), (3, 2), (5, 2)}=min{(3), (5), (5), (7)} = 3,
kv1 ,v4 (D(2) )=minv1 ,v2 ,v3 ,v4 {(2, 1), (3, 2), (4, 2), (7, 3)}=min{(3), (5), (6), (10)} = 3,
kv2 ,v3 (D(2) )=minv1 ,v2 ,v3 ,v4 {(2, 1), (1, 1), (4, 2), (6, 2)}=min{(3), (2), (6), (8)} = 2,
kv2 ,v4 (D(2) )=minv1 ,v2 ,v3 ,v4 {(2, 1), (1, 1), (4, 2), (6, 2)}=min{(3), (2), (6), (8)} = 2,
kv3 ,v4 (D(2) )=minv1 ,v2 ,v3 ,v4 {(1, 0), (1, 1), (2, 1), (6, 2)}=min{(1), (2), (3), (8)} = 1.
Dari definisi diperoleh bahwa k(D(2) ) ≥ max{kvi ,vj (D(2) )}, sehingga k(D(2) ) ≥
vi 6=vj

max{3, 3, 3, 2, 2, 1} = 3. Selanjutnya, perhatikan bahwa untuk dua titik berbeda
vi dan vj yaitu {(v1 , v2 ), (v1 , v3 ), (v1 , v4 ), (v2 , v3 ), (v2 , v4 ), (v3 , v4 )} terdapat titik
v1 , sehingga terdapat jalan dari vi ke v1 dan vj ke v1 dengan komposisi (2, 1).
Hal ini menunjukkan k(D(2) ) ≤ 3. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
k(D(2) ) = 3.
Berdasarkan Lemma 2.1.4, scrambling index dari suatu digraf dwiwarna
D dapat dicari dengan menggunakan matriks ketetanggaan R dan B di D(2) .
Scrambling index dari matriks ketetanggaan R dan B adalah bilangan bulat
positif terkecil (h, ℓ) sehingga (R, B)(h,ℓ) adalah sebuah scrambling matriks, yaitu
untuk setiap dua baris (R, B)(h,ℓ) terdapat sedikitnya satu entri yang nilainya
positif pada kolom yang sama, maka (h, ℓ) merupakan scrambling index dari
digraf dwiwarna D(2) .
(2)

Contoh 2.3.2. Dari gambar 2.3 diperoleh matriks ketetanggaan merah dan matriks ketetanggaan biru sebagai berikut:




0 1 0 0
0 0 0 0


 1 0 1 0 
 dan B =  0 0 0 0  .
R=
 0 0 0 0 
 1 0 0 1 
0 0 0 0
1 0 0 0

14
Berikut scrambling index menggunakan matriks ketetanggaan di atas.
1. Untuk h + ℓ = 1, diperoleh


0 0 0 0
 1 0 1 0 

a. (R, B)(1,0) = R = 
 1 0 0 1 .
1 0 0 0
Scrambling index dari D(2) bukanlah (1, 0), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(1,0) , yaitu baris pertama dan baris ketiga
tidak memiliki entri positif pada kolom yang sama.


0 1 0 0
 0 0 0 0 

b. (R, B)(0,1) = B = 
 0 0 0 0 .
0 0 0 0
Scrambling index dari D(2) bukanlah (0, 1), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(0,1) , yaitu baris kedua dan baris keempat
tidak memiliki entri positif pada kolom yang sama.
2. Untuk h + ℓ = 2, diperoleh


0 0 0 0
 1 0 0 1 

a. (R, B)(2,0) = R2 = 
 1 0 0 0 .
0 0 0 0
Scrambling index dari D(2) bukanlah (2, 0), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(2,0) , yaitu baris pertama dan baris keempat
tidak memiliki entri positif pada kolom yang sama.


1 0 1 0
 0 1 0 0 

b. (R, B)(1,1) = RB + BR = 
 0 1 0 0 .
0 1 0 0
(2)
Scrambling index dari D bukanlah (1, 1), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(1,1) , yaitu baris pertama dan baris kedua
tidak memiliki entri positif pada kolom yang sama.


0 0 0 0
 0 0 0 0 

c. (R, B)(0,2) = B 2 = 
 0 0 0 0 .

0 0 0 0
Scrambling index dari D(2) bukanlah (0, 2), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(0,2) , yaitu baris kedua dan baris ketiga tidak
memiliki entri positif pada kolom yang sama.

15
3. Untuk h + ℓ = 3, diperoleh


0 0 0 0
 1 0 0 0 

a. (R, B)(3,0) = R3 = 
 0 0 0 0 .
0 0 0 0
Scrambling index dari D(2) bukanlah (3, 0), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(3,0) , yaitu baris pertama dan baris keempat
tidak memiliki entri positif pada kolom yang sama.


0 1 0 0
 0 0 0 0 

b. (R, B)(1,2) = RB 2 + BRB + B 2 R = 
 0 0 0 0 .

0 0 0 0
Scrambling index dari D bukanlah (1, 2), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(1,2) , yaitu baris pertama dan baris kedua
tidak memiliki entri positif pada kolom yang sama.


0 0 0 0
 0 0 0 0 

c. (R, B)(0,3) = B 3 = 
 0 0 0 0 .
0 0 0 0
Scrambling index dari D(2) bukanlah (0, 3), karena setidaknya ada dua
baris pada matriks (R, B)(0,3) , yaitu baris kedua dan baris ketiga tidak
memiliki entri positif pada kolom yang sama.


1 0 0 1
 1 1 1 0 

d. (R, B)(2,1) = R2 B + RBR + BR2 = 
 1 1 1 0 .
1 0 1 0
(2)
Scrambling index dari D adalah (2, 1), karena untuk setiap dua baris
(R, B)(2,1) terdapat sedikitnya satu entri yang nilainya positif pada
kolom yang sama yaitu kolom satu.
(2)

2.4 Batas - Batas Scrambling Index
Pada sub-bab ini akan membahas mengenai batas - batas pada scrambling index
yaitu batas atas dan batas bawah pada scrambling index digraf dwiwarna primitif.
Setiap jalan pada digraf dwiwarna dapat dikomposisi ke dalam sebuah lin(h,ℓ)
tasan dan beberapa cycle. Ini menunjukkan untuk setiap jalan vi −→ vj mengiku-

16
ti hubungan berikut:



 
 



r(Cq )
r(C2 )
r(C1 )
h
r(Pvi vj )
+
+ · · · + zq
+ z2
= z1
b(Cq )
b(C2 )
b(C1 )
b(Pvi vj )



r(Pvi vj )
= Mz +
b(Pvi vj )
untuk beberapa lintasan Pvi vj dari vi ke vj dan beberapa vektor bulat tak negatif
z.
Batas atas scrambling index dari digraf dwiwarna primitif dinyatakan dalam
proposisi berikut.
Proposisi 2.4.1. (Mulyono dan Suwilo, 2014) Andaikan D(2) adalah digraf
dwiwarna primitif terdiri dari dua cycle C1 dan C2 . Andaikan vj adalah sebuah
titik yang terletak pada kedua cycle. Jika h dan ℓ adalah bilangan bulat tak negatif,
terdapat sebuah lintasan Pvi vj dari vi ke vj sehingga sistem

  
r(Pvi vj )
h
Mz +
=
(2.2)
b(Pvi vj )

(h,ℓ)

mempunyai sebuah solusi bilangan bulat tak negatif, maka ada jalan vi −→ vj di
D(2) .
Bukti. Asumsikan solusi dari sistem (2.2) adalah z = (z1 , z2 )T . Solusi tersebut
dibagi menjadi empat kasus berikut:
1. Jika z1 > 0 dan z2 > 0, maka jalan dimulai dari titik vi bergerak ke ke
titik vj sepanjang (r(Pvi vj ), b(Pvi vj ))-lintasan Pvi vj , kemudian mengelilingi
C1 sebanyak z1 kali dan C2 sebanyak z2 kali, dan kembali ke titik vj adalah
sebuah (h, ℓ)-jalan dari vi ke vj .
2. Jika z1 = 0 dan z2 > 0, maka jalan dimulai dari titik vi bergerak ke ke
titik vj sepanjang (r(Pvi vj ), b(Pvi vj ))-lintasan Pvi vj , kemudian mengelilingi
C2 sebanyak z2 kali, dan kembali ke titik vj adalah sebuah (h, ℓ)-jalan dari
vi ke vj .
3. Jika z1 > 0 dan z2 = 0, maka jalan dimulai dari titik vi bergerak ke ke
titik vj sepanjang (r(Pvi vj ), b(Pvi vj ))-lintasan Pvi vj , kemudian mengelilingi
C1 sebanyak z1 kali, dan kembali ke titik vj adalah sebuah (h, ℓ)-jalan dari
vi ke vj .
4. Jika z1 = z2 = 0, maka (r(Pvi vj ), b(Pvi vj ))-lintasan Pvi vj adalah sebuah
(h, ℓ)-jalan dari vi ke vj .


17
Andaikan D(2) adalah digraf dwiwarna primitif terdiri dari dua cycle dan
andaikan vi dan vj adalah dua titik yang berbeda di D(2) . Untuk beberapa titik
vw , andaikan bahwa kvi ,vj (vw ) diperoleh dari (h, ℓ)-jalan. Berikut Lemma untuk
menentukan batas bawah untuk kvi ,vj (D(2) ) dan karenanya akan diperoleh batas
bawah scrambling index.
Lemma 2.4.2. (Mulyono, Sumardi dan Suwilo, 2015) Andaikan D(2) adalah
digraf dwiwarna primitif terdiri dari dua cycle dengan matriks cycle M dan
andaikan det(M ) = 1. Andaikan vi dan vj adalah dua titik berbeda di D(2) .
Jika kvi ,vj (vw ) diperoleh dari (h, ℓ)-jalan, maka
 


h
b(C2 )r(Pvi vw ) − r(C2 )b(Pvi vw )
≥M

r(C1 )b(Pvj vw ) − b(C1 )r(Pvj vw )
dan karenanya kvi ,vj (vw ) ≥ ℓ(C1 )[b(C2 )r(Pvi vw )−r(C2 )b(Pvi vw )]+ℓ(C2 )[r(C1 )b(Pvj vw )
− b(C1 )r(Pvj vw )] untuk beberapa lintasan Pvi vw dan Pvj vw .
Bukti. Karena det(M ) = 1, terdapat bilangan bulat e1 dan e2 sehingga
 
 
h
e
(2.3)
=M 1 .

e2
Karena setiap jalan dapat dikomposisi ke dalam lintasan dan beberapa cycle,
maka

  
r(Pvi vw )
h
Mz +
=
(2.4)
b(Pvi vw )

untuk beberapa lintasan Pvi vw dari titik vi ke vw dan beberapa vektor bilangan
bulat tak negatif z. Bandingkan persamaan (2.3) dan (2.4), diperoleh

 

e1
−1 r(Pvi vw )
≥0
−M
z=
b(Pvi vw )
e2
karenanya

 
 

b(C2 )r(Pvi vw ) − r(C2 )b(Pvi vw )
e1
−1 r(Pvi vw )
≥M
=
.
b(Pvi vw )
r(C1 )b(Pvi vw ) − b(C1 )r(Pvi vw )
e2
Sehingga diperoleh e1 ≥ b(C2 )r(Pvi vw ) − r(C2 )b(Pvi vw ) untuk beberapa lintasan
Pvi vw dari titik vi ke vw . Begitu juga dengan jalan dari vj ke vw dapat dikomposisi
menjadi persamaan berikut

  
r(Pvj vw )
h
Mz +
=
(2.5)
b(Pvj vw )


18
untuk beberapa lintasan Pvj vw dari titik vj ke vw dan beberapa vektor bilangan
bulat tak negatif z. Bandingkan persamaan (2.3) dan (2.5), diperoleh


 
e1
−1 r(Pvj vw )
z=
≥0
−M
b(Pvj vw )
e2
karenanya

 

 
e1
b(C2 )r(Pvj vw ) − r(C2 )b(Pvj vw )
−1 r(Pvj vw )
.
≥M
=
b(Pvj vw )
e2
r(C1 )b(Pvj vw ) − b(C1 )r(Pvj vw )
Sehingga diperoleh e2 ≥ r(C1 )b(Pvj vw ) − b(C1 )r(Pvj vw ) untuk beberapa lintasan
Pvj vw dari titik vj ke vw . Jika kvi ,vj (vw ) diperoleh dari (h, ℓ)-jalan, maka
 
 


h
e1
b(C2 )r(Pvi vw ) − r(C2 )b(Pvi vw )
=M
≥M

r(C1 )b(Pvj vw ) − b(C1 )r(Pvj vw )
e2

(2.6)

dan karenanya
kvi ,vj (vw ) ≥ ℓ(C1 )[b(C2 )r(Pvi vw )−r(C2 )b(Pvi vw )]+ℓ(C2 )[r(C1 )b(Pvj vw )−b(C1 )r(Pvj vw )]
untuk beberapa lintasan Pvi vw dan Pvj vw .