Gambar 10. Kelembaban rata-rata di Wilayah Kabupaten Karawang tahun 2005-2009 Datangnya musim hujan bulan
Oktober hingga Desember selain memberikan persediaan air yang cukup bagi
tanaman, ternyata juga memberikan dampak negatif berupa lingkungan yang lembab.
Kelembaban yang cukup tinggi akan meningkatkan pertumbuhan penyakit hawar
daun bakteri. Curah hujan yang tinggi diiringi dengan saluran irigasi yang kurang
baik maka akan mengakibatkan terjadinya genangan air di areal persawahan. Hal inilah
yang menyebabkan lingkungan menjadi lembab. Fluktuasi kelembaban di wilayah
Kabupaten Karawang periode tahun 2005- 2009 dapat dilihat pada Gambar 10.
Kelembaban rendah terjadi pada tahun 2005 dan 2006 hingga berada di bawah 70. Pada
tahun 2005 kelembaban berada pada kisaran 54-70 sedangkan pada tahun 2006
kelembaban berada pada kisaran 55-75. Pada tahun 2008 kelembaban berada pada
kisaran 75-90 dan kelembaban maksimum mencapai 90 terjadi pada bulan
Februari. Pada tahun 2007 kelembaban udara berkisar pada 63-80 dengan
kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Mei dibawah 65 dan meningkat
sampai 80 yang merupakan kelembaban maksimum pada tahun 2007 yang terjadi
juga pada bulan Februari. Pada tahun 2009 kelembaban udara berada pada kisaran 65-
85 dengan kelembaban maksimum terjadi pada bulan Juni.
4.4. Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh keterkaitan dari dua
variabel atau lebih. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi kuadratik, analisis
regresi berganda, dan analisis korelasi. Berikut adalah analisis dari masing-masing
unsur iklim dan analisis keseluruhan dari unsur iklim yang mempengaruhi luas
serangan BLB serta analisis untuk melihat hubungan dari unsur iklim dan serangan
BLB di wilayah Kabupaten Karawang pada tiap tahunnya. Unsur iklim merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi luas serangan BLB. Jika analisis di suatu daerah
rendah maka perkembangan BLB itu dapat dipengaruhi oleh faktor lain misalnya pola
tanam, banjir, dan lainnya.
4.4.1. Analisis pengaruh unsur iklim
terhadap luas serangan BLB pada tahun 2005-2009
Pada penelitian ini data luas serangan BLB dan unsur iklim yang digunakan untuk
mengetahui hubungan nilai koefisien determinasi antara serangan BLB dengan
unsur iklim yaitu curah hujan, suhu, dan kelembaban diambil pada periode tahun
2005-2009 wilayah Kabupaten Karawang. Dari hasil uji statistik nilai koefisien
determinasi yang dihasilkan bervariasi. Untuk unsur iklim pengaruh suhu udara
tidak terlalu besar dan bernilai 1.6 dengan persamaan a = - 4259 + 378,0 T - 7,72 T
2
. Untuk pengaruh kelembaban hanya bernilai
0.3 dengan persamaan a = 677 - 8,95 RH + 0,0503 RH
2
. Sedangkan pada analisis unsur iklim selanjutnya adalah curah hujan dengan
nilai pengaruh 7.8 dengan persamaan a = 167,3 + 2,033 CH - 0,003645 CH
2
. Nilai koefisien determinasi antara serangan BLB
dengan unsur iklim pada periode tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai koefisien determinasi R
2
unsur iklim dengan luas serangan BLB di Kabupaten Karawang
2005-2009.
Unsur Iklim R²
Suhu T 1.6
Kelembaban RH 0.3
Curah Hujan CH
7.8 Berdasarkan nilai koefisien
determinasi pada Tabel 2. Maka persamaan analisis regresi berganda yang
menggambarkan hubungan paling erat unsur iklim dengan luas serangan bakteri hawar
daun BLB adalah curah hujan dengan nilai koefisien determinasi R
2
7.8. Gambar 11 merupakan hasil analisis kuadratik faktor
suhu udara dengan luas serangan BLB pada tahun 2005-2009 di Wiayah Kabupaten
Karawang. Nilai koefisien determinasi R
2
hanya mencapai 1.6. Dengan nilai R
2
sebesar 1.6 dapat dikatakan suhu udara tidak terlalu mempengaruhi penyebaran
bakteri hawar daun pada tahun 2005-2009 meskipun pada kurun waktu 5 tahun itu suhu
udara di wilayah Kabupaten Karawang berada di bawah 30
C yang merupakan suhu optimum pertumbuhan bakteri hawar
daun. Hal ini dapat terjadi karena faktor lain seperti e
fek pemanasan global antara lain banjir di musim hujan atau kekeringan di
musim kemarau. Suhu atmosfir dan radiasi sinar surya yang tinggi menyebabkan
lingkungan tanaman seperti udara dan tanah menjadi kering. Kondisi inilah yang
mempengaruhi langsung perkembangan penyakit apakah serangannya meningkat
atau menurun. Disisi lain, pada keadaan yang ekstrim panas dan kekeringan atau
lembab dan kebanjiran, menyebabkan tanaman menjadi lemah bahkan mati,
demikian juga vektor penyakit penyebab bakterivirus tanaman akan berkurang atau
habis atau sebaliknya akan meningkat serangannya.
Suhu C
Gambar 11. Analisis hubungan luas serangan BLB dengan Suhu di Wilayah Kabupaten Karawang 2005-2009 dengan persamaan y = - 4259 + 378x – 7.72x
2
.
Kelembaban
Gambar 12. Analisis hubungan luas serangan BLB dengan kelembaban pada Kabupaten Karawang 2005-2009 dengan persamaan y = 677 – 8.95x + 0.0503x
2
Gambar 12 menunjukkan hasil analisis pengaruh kelembaban terhadap
serangan bakteri hawar daun BLB. Dari hasil analisis kuadratik di dapat nilai R
2
sebesar 0.3 dengan persamaan a = 677 - 8,95 RH + 0,0503 RH
2
. Dari nilai R
2
yang didapat dapat dikatakan faktor kelembaban
pengaruhnya tidak terlalu besar pada pertumbuhan dan perkembangan bakteri
hawar daun BLB meskipun menurut Suyamto 2007 dalam kondisi yang lembab
terutama pagi hari kelompok bakteri berupa butiran kuning keemasan dapat
ditemukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala hawar. Pada pagi hari
gejala hawar memang dapat terlihat tapi bila dilihat dari hasil analisis pada Gambar 12
faktor kelembaban tidak terlalu berpengaruh. Dari Gambar 12 juga dapat dilihat luas
serangan BLB rata pada tahun 2005-2009 berada di bawah 800 ha dengan kelembaban
berkisar antara 50-90. Namun hanya pada kodisi kelembaban tertentu luas
serangan mencapai lebih dari 1000 ha. Dari Gambar 12 juga dapat terlihat saat
kelembaban mencapai 80 luas serangan rendah berada di bawah 200 ha. Keadaan
seperti ini dapat terjadi karena pada saat itu tidak ada tanaman padi yang baru di tanam.
Tingginya serangan bakteri hawar daun bisa dipengaruhi oleh faktor lain selain
kelembaban yang berakibat pada menurunnya hasil produksi padi pada
kondisi tertentu. Udara yang lembab dapat mempercepat pertumbuhan bakteri hawar
daun.
Curah Hujan mm
Gambar 13. Analisis hubungan luas serangan BLB dengan Curah Hujan di Wilayah Kabupaten Karawang 2005-2009 dengan persamaan y = 167.3 + 2.033x – 0.003645x
2
Hasil analisis regresi kuadratik pengaruh curah hujan terhadap luas serangan
BLB pada tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 13. Dari analisis tersebut
didapat nilai R
2
sebesar 7.8 dengan persamaan a = 167,3 + 2,033 CH - 0,003645
CH
2
. Nilai koefisien determinasi R
2
yang didapat pada analisis ini lebih besar bila
dibandingkan dengan faktor suhu udara dan kelembaban tetapi nilai pengaruhnya juga
tidak terlalu besar. Pada tahun 2005-2009 curah hujan berada pada kisaran
≤300mm terdapat beberapa nilai curah hujan
≥400mm namun tingkat luas serangan BLB nya tidak
terlalu tinggi. Oleh karena itu nilai curah hujan
≥400mm dianggap pencilan. Tetapi dapat dikatakan juga saat curah hujan tinggi
luas serangan rendah terjadi karena saluran irigasi sekitar area sawah lancar sehingga
jumlah air tidak terlalu berebihan yang mengakibatkan kondisi tanah menjadi jenuh
dan tidak mampu menampung jumlah air yang berlebihan dan terjadi genangan yang
akan mempercepat pertumbuhan bakteri hawar daun.
Analisis selanjutnya adalah analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda
untuk melihat seberapa besar pengaruh dari ketiga unsur iklim yang di analisis terhadap
luas serangan bakteri hawar daun. Dari hasil analisis regresi berganda di dapat persamaan
a = 652 - 5,3 T - 3,84 RH + 0,567 CH dengan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 3.9. Dilihat dari hasil analisis regresi berganda dapat dikatakan ketiga
unsur iklim suhu udara, kelembaban, curah hujan pengaruhnya tidak terlalu besar
terhadap pertumbuhan dan penyebaran bakteri hawar daun BLB. Unsur iklim ini
memang berpengaruh tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan dan penyebaran bakteri hawar daun sehingga berakibat pada turunnya
produksi beras.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan