Pola tata ruang dan fungsi dari bangunan Tajug. Pola tata ruang dan fungsi dari bangunan Joglo.

Keterangan : 1. ruang depan 2. ruang tengah 3. ruang belakang a. senthong kiwa b. senthong tengah c. senthong tengen 4. kamar tambahan luas daripada ruang depan maupun belakang. Pada ruang belakang terdapat 3 buah kamar senthong yaitu senthong kiwa, senthong tengah, dan senthong tengen. Penambahan kamar tambahan pada rumah tersebut biasanya ditempatkan pada masing-masing pojok ruang belakang dan di bagian samping ruang tengah. Gambar 52: Denah Rumah Limasan

4. Pola tata ruang dan fungsi dari bangunan Tajug.

Langgar dan masjid merupakan tempat ibadah yang jumlahnya cukup banyak di berbagai tempat. Pada tempat-tempat tertentu terdapat langgar atau masjid yang dibangun dengan arsitektur tradisional dan ada pula yang dibangun dengan arsitektur modern. Untuk bangunan langgar atau masjid yang dibangun dengan arsitektur tradisional Jawa disebut dengan Tajug. Susunan ruang dalam bangunan Tajug terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu : 1. mikrab : atau pengimaman, terletak di sebelah barat bangunan, bentuknya menonjol yang berfungsi sebagai tempat chotib saat memimpin ibadah. 2. liwan : ruang besar memanjang di dalam bangunan utama yang letaknya di tengah sebagai tempat umat mengikuti ibadah. 3. serambi : atau emper, terletak di bagian depan bangunan berfungsi sebagai tempat tambahan jika ruangan dalam penuh. 4. ruang wudhu : atau ruang air pembersih yang terletak di sebelah kanan bangunan. 31 Bangunan Tajug selain digunakan sebagai arsitektur masjid juga biasa digunakan sebagai arsitektur gereja. Arsitektur Tajug dalam bentuk gereja biasanya terdapat pada daerah-daerah yang masih kental dengan budaya Jawanya, dan arsitektur Tajug dalam bentuk gereja merupakan hasil sinkritisme kebudayaan masyarakat Jawa dengan sebuah religi. Di dalam atap brujung bangunan Tajug gereja biasanya digunakan sebagai tempat menggantungkan lonceng.

5. Pola tata ruang dan fungsi dari bangunan Joglo.

Rumah bentuk Joglo hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi, terpandang dan mampu secara perekonomian. Hal tersebut dikarenakan rumah Joglo memang dikhususkan untuk mereka yang semula masih mempunyai ikatan darah dengan raja, selain itu dalam membangun rumah Joglo diperlukan bahan-bahan yang lebih banyak, lebih mahal, dan tidak sembarangan, dalam arti bahwa pemakaian bahan bangunan yang dipakai harus melalui sebuah pemilihan dengan upacara-upacara tertentu yang sangat kental dengan budaya Jawa. Jika terjadi kerusakan pada bangunan tersebut harus segera diperbaiki dan tidak boleh berubah dari bentuk awalnya, jika hal tersebut dilanggar maka bisa menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada penghuninya. 32 31 Gatut Murniatmo. Op.cit. hal 78. 32 Ismunandar.op.cit. Hal 93. Susunan ruang pada bangunan Joglo lebih jelas dibandingkan dengan susunan ruang pada bangunan Limasan dan Kampung. Oleh karena itu bentuk rumah Joglo dikatakan sebagai tipe ideal dari rumah tradisional Jawa. Susunan ruang pada rumah Joglo dibagi menjadi 3 bagian, yaitu ruang pertemuan yang disebut pendopo, ruang tengah atau tempat untuk menggelar wayang ringgit yang disebut pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero, yang berfungsi sebagai ruang keluarga. Dalam ruang tersebut terdapat 3 buah kamar senthong yaitu senthong kiwa, tengah dan tengen. Pada rumah Joglo yang dimiliki bangsawan biasanya bangunannya lebih lengkap lagi. Di sebelah kanan dan kiri bangunan dalem terdapat bangunan tambahan yang disebut gandhok dengan beberapa kamar. Fungsi daripada masing-masing ruang pada bangunan Joglo terbagi menjadi beberapa macam, yaitu pendopo sebagai tempat bersosialisasi dan tempat untuk melihat wayang; pringgitan sebagai tempat pegelaran wayang; dalem sebagai tempat tinggal utama yang terdapat 3 buah senthong yaitu senthong kiwa untuk menyimpan benda-benda pusaka, senthong tengah untuk menyimpan hasil pertanian, dan senthong tengen sebagai tempat tidur; gandhok yaitu ruang tambahan yang terdapat di sekeliling bangunan utama berfungsi sebagai kamar tambahan, dapur, dan gudang. Dengan bertambahnya anggota keluarga seperti putra, menantu dan cucu maka kemungkinan ruang tengah atau dalem tidak mencukupi lagi sebagai tempat tinggal, sehingga dibuatlah bangunan baru di sebelah kanan dan kiri pendopo yang disebut pavilyun. Pavilyun tersebut biasanya menggunakan struktur bangunan tembok atau lojen yang berjejer satu sama lain baik itu pavilyun sebelah kanan dan kiri. Kelengkapan perabotan dalam rumah Joglo juga bermacam-macam, hal tersebut biasanya menandakan status sosial penghuni rumahnya. Perabotan yang terdapat pada rumah Joglo antara lain adalah : 1. genuk : benda yang terbuat dari tanah liat yang berjumlah sepasang, berisi sejimpit beras, terdapat di depan senthong tengah. 2. kendhi : benda dari tanah liat sebagai tempat air yang jumlahnya sepasang dan dilatakkan di belakang genuk. 3. juplak : yaitu lampu minyak kelapa yang diletakkan di antara dua genuk. 4. lampu robyong : yaitu lampu yang bercabang dengan hiasan yang jumlahnya sepasang. 5. hiasan burung garuda : tergantung pada kayu silang atap, ada pula yang diletakkan di antara genuk dan pada korden penutup senthong tengah. 6. paidon : tempat air ludah untuk orang yang makan sirih, tapi biasanya berfungsi untuk meletakkan rangkaian kembar mayang sesaji berupa hiasan untuk temanten, berjumlah sepasang yang terbuat dari kuningan diletakkan di sebelah kanan dan kiri senthong tengah. 7. loro blonyo : sepasang patung penganten yang duduk bersila, terbuat dari tanah liat, terletak di antara dua buah paidon, yang melambangkan mempelai yang sedang bersanding. Pada rumah Joglo bangsawan biasanya juga menggunakan pagar dan berpintu yang disebut regol. Regol pada rumah Joglo jika memakai dua buah daun pintu yang disebut kupu tarung, sedangkan satu daun pintu disebut inep siji. 33 Terdapat juga sebuah ruangan yang berupa gang kecil antara pendopo dengan pringgitan yang disebut longkang, berfungsi sebagai jalan untuk kereta atau mobil. Ada pula bangunan yang menjorok di depan pendopo sebagai pemberhentian kendaraan yang disebut kuncung. Ruangan memanjang di sekitar bangunan utama disebut dengan gandhok, gandhok sebelah kiri 33 Emiliana Sadilah. Kesadaran Budaya Tentang Tata Ruang pada Masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta: Studi Mengenai Proses Adaptasi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998 hal 37. Keterangan : 1. regol 2. rana 3. sumur 4. langgar 5. kuncung 6. kandang kuda 7. pendopo 8. longkang 9. seketheng 10. pringgitan 11. dalem 12. senthong kiwa 13. senthong tengah 14. senthong tengen 15. gandhok 16. dapur, gadri, dll II. halaman luar III . halaman dalam belakang disebut gandhok kiwa, dan sebelah kanan disebut gandhok tengen. Untuk bangunan tambahan yang berfungsi sebagai tempat perabot atau gudang disebut gadri. Diantara dalem dengan masing-masing gandhok terdapat pintu kecil yang disebut seketheng sebagai pembatas halaman depan dengan halaman belakang. Biasanya bangunan Joglo menghadap ke selatan, hal tersebut dikarenakan orientasi kepada sang penguasa laut selatan yaitu Nyai Roro Kidul sebagai sumber kekuatan disamping Dewi Sri sebagai sumber kemakmuran yang tergambar pada senthong tengah. 34 Gambar 53: Denah Rumah Joglo Bentuk arsitektur tradisional Jawa telah mengalami perubahan yang besar, yang dulu menggunakan bentuk bangunan panggung sekarang menjadi bangunan yang mempunyai pondasi menempel dengan tanah. Pengaruh modern pada berbagai fungsi dalam bangunan rumah tinggal tradisional cukup banyak. Berbagai persyaratan penggunaan peralatan modern umumnya memaksa diadakannya berbagai perubahan sehingga ungkapan arsitekturnya tidak dapat lagi dikatakan tradisional. Bentuk rumah tinggal tradisional yang 34 Johan Silas. Arsitektur Jawa atau Rumah Jawa? Yogyakarta: Proyek Javanologi. 1983. hal 4. dipengaruhi oleh keinginan menjadi modern sering kehilangan ciri tradisionalnya. Sesuai dengan perubahan sosial akibat masyarakat menjadi lebih maju, maka simbol yang diberikan pada rumah tinggal juga berubah dari pemenuhan kebutuhan menjadi simbol status sosial. 35

D. Falsafah tata ruang utama pada bangunan rumah tradisional Jawa