Page | 30
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB IV KELEMBAGAAN KAUKUS
Kaukus Perempuan Parlemen yang dalam studi ini disebut sebagai Kaukus, merupakan institusi penting dalam melihat pola jaringan dan komunikasi antar anggota perempuan
parlemen dan lintas pelaku lainnya seperti NGO dan perguruan tinggi. Cara berkomunikasi ini penting untuk memetakan pola berhubungan dan metode berjajaring para responden di
internal maupun eksternal. Arus informasi dan aktifitas untuk menunjang peran dan kinerja responden dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan kelembagaan Kaukus. Karena itu
Kaukus dijadikan unit analisis dalam studi ini. Selain sebagai wadah aktifitas sosial dan politik para anggota, Kaukus sangat strategis dalam implementasi kegiatan WPN.
Berdasarkan temuan lapangan, komunikasi di antara responden dilakukan dengan menggunakan BBM Group. Jenis komunikasi teks ini dianggap mudah, praktis dan cepat
diterima, efisien dan efektif pada saat yang bersamaan. Komunikasi teks jenis ini berlangsung di seluruh wilayah studi. Di Kalimantan Tengah, penggunaan BBM Group dilanjutkan dengan
bertelepon langsung karena keterbatasan ruang penulisan teks. Oleh karena itu, pesan yang ingin disampaikan mungkin saja kurang dapat dipahami secara utuh oleh responden. Fasilitas
lain seperti mailing-list milis dan telekonferensi tidak digunakan di seluruh wilayah studi. Di DIY dan Lampung, penggunaan e-mail untuk mengirimkan undangan dan hasil pertemuan,
rapat dan informasi tertulis lainnya sudah menjadi hal yang biasa di kalangan responden.
36.4
12.5 15.4
36.4
12.5 50
15.4 18.2
18.8 12.5
46.2 50
18.8 7.7
18.8 7.7
9.1 6.3
7.7
Ponsel Biasa Black Berry
Smart Phone TabletiPad
Grafik 21. Cara Berkomunikasi Responden dengan Menggunakan Teknologi
Rapat Menelepon
Diskusi melalui Grup BBMWhatsApp Menyusun agenda rapat dan diskusi via email
Menyusun agenda rapat dan diskusi via mailing-list Tidak menjawab
Page | 31
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Para responden lazim mengadakan pertemuan kecil sebelum mengikuti rapat komisi maupun rapat pleno. Mereka perlu menyamakan pandangan, gagasan dan saling bertukar gagasan
atau menyusun strategi untuk menghambat atau memperjuangkan suatu ide. Karena itu, komunikasi antar anggota parlemen berlangsung secara intensif. Legislator perempuan di
keempat daerah mengandalkan BlackBerryWA dan telepon langsung ke teman bicara. Penggunaan BBMWA oleh legislator perempuan DIY sangat menonjol 61,54. Sementara
itu di Kalimantan Tengah, para legislator perempuan lebih banyak bertelepon secara langsung 50. Di daerah lain, cara yang digunakan beranekaragam seperti Anggota parlemen
menggunakan cara tersendiri untuk berkomunikasi, baik sesama komisi, atau anggota lainnya. Cara berkomunikasi antara responden sangat tergantung karakteristik masing-
masing daerah. Alat komunikasi yang digunakan untuk mencari informasi antara lain dengan e-mail, mailing list. Di provinsi Lampung dan Kalimantan Tengah, proporsi melakukan
pertemuan langsung dengan sesama anggota parlemen masih cukup tinggi rata-rata 25 yang menandakan pertemuan tatap muka masih menjadi kebiasaan dalam berkomunikasi.
Terhadap data di atas dapat diberikan intepretasi bahwa proporsi bertemu langsung antar anggota parlemen untuk melakukan pembicaraan sudah mulai menurun. Meskipun bertemu
langsung masih sangat penting dalam mengambil keputusan akhir, tetapi informasi awal dilakukan melalui media komunikasi. Di sini dapat digarisbawahi pentingnya media
komunikasi bagi anggota parlemen.
7.69 28.57
5.88 25.00
15.38 28.57
29.41 50.00
61.54
28.57 29.41
8.30 15.38
7.14 11.76
16.70
0.00 7.14
0.00 0.00
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
DIY Lampung
Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 22. Cara Responden Berkomunikasi dengan Sesama Anggota
Rapat Menelepon
BlackBerryWhatsApp Email
Mailing-List
Page | 32
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Secara kumulatif, data menunjukkan bahwa komunikasi berbasis pesan teks 32,1 dan telepon 30,3 relatif memiliki preferensi yang sama kuat. Pertemuan tatap muka berupa
rapat 17,9 juga masih menjadi metode yang penting dalam komunikasi. Jika ditinjau dari data ini dapat dilihat sebagai bahwa komunikasi sehari-hari dilakukan dengan komunikasi teks
dan jika ada yang perlu diperjelas mereka akan menelepon. Jika ada hal penting yang harus diputuskan dilanjutkan dengan rapat. Meskipun menyusun agenda bersama melalui diskusi
dan milis frekuensinya masih terbatas, namun metode ini perlu diperkenalkan kepada responden.
Kehadiran kaukus menjadi sangat penting sebagai wadah berjejaring dan berbagi informasi antar sesama anggota parlemen perempuan. Situasi menggambarkan bahwa di lokasi studi
Kaukus sudah terbentuk. Namun sangat disayangkan, Kaukus belum memiliki agenda bersama untuk mengakomodasi isu-isu perempuan. Berdasarkan informasi dari responden,
kaukus perempuan baru terbentuk di tingkat provinsi dan belum menyerap ke KabupatenKota. Keinginan seluruh responden dalam berbagai latar belakang partai politik
adalah untuk mendukung keberadaan kaukus. Mereka mempertimbangkan bersama-sama
17.9 30.4
32.1
12.5 1.7
5.4 Meeting
Menelepon BlackBerry
Messenger or WhatsApp
Menyusun agenda rapat dan diskusi
via email Menyusun agenda
rapat dan diskusi via mailing-list
Tidak menjawab
Grafik 23. Persentase Kumulatif Cara Berkomunikasi dengan Sesama Anggota
46.15 21.43
5.88 83.30
0.00 0.00
0.00 8.30
53.85 78.57
94.12
8,40 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 80.00
90.00 100.00
DIY Lampung
GorontaloCentral Kalimantan
Grafik 24. Keberadaan Kaukus
Kaukus sudah terbentuk Kegiatan Kaukus telah
tersusun Agenda bersama Kaukus telah
tersusun
Page | 33
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
dalam memformulasikan agenda dan menegakkan hak perempuan. Seluruh responden juga berkeinginan untuk mengadakan kunjungan antar Negara yang memiliki kaukus yang sudah
berjalan dengan baik.
Pada saat pengumpulan data dilaksanakan, kelembagaan kaukus telah berdiri di 3 provinsi yaitu DIY 46,15, Lampung 21,43 dan Kalimantan Tengah 83,30. Kaukus di Gorontalo
baru saja terbentuk, karena itu hanya sedikit dari responden yang menjawab keberadaan kaukus 5,8. Setelah pengumpulan data dilakukan dan kegiatan dengan Biro Pemberdayaan
Perempuan BPP Provinsi Gorontalo berakhir, para anggota perempuan DPRD Provinsi dan KabupatenKota Gorontalo melakukan pertemuan untuk membentuk sekaligus memilih
pengurus kaukus. Rencana pembentukan kaukus di Gorontalo dimulai sejak tahun 2011 tapi baru terealisasi pada akhir tahun 2014.
Di DIY kepengurusan Kaukus sudah terbentuk, namun pada saat pengumpulan data dilakukan pengurus belum dilantik sehingga pengurus kaukus menyatakan bahwa status kaukus DIY
sudah terbentuk hanya tinggal menunggu pengesahan pengurus baru. Di Lampung, secara kelembagaan kaukus sudah terbentuk, tapi sedang mempersiapkan pembentukan pengurus
baru sehingga belum ada kegiatan. Di Kalimantan Tengah juga belum ada kegiatan maupun pengurus kaukus, meskipun sebagian besar responden menjawab bahwa di Kalimatan Tengah
kaukus sudah terbentuk dan dalam jumlah yang relatif kecil menjawab bahwa telah ada agenda bersama kaukus 8,30 namun belum didapatkan informasi yang lebih mendalam
tentang agenda tersebut.
Berdasarkan data tersebut, Kaukus mengalami kevakuman kegiatan, ketiadaan konsolidasi internal dan belum adanya perumusan agenda bersama. Namun demikian, data berikut
menunjukkan tingkat antusiasme responden dalam menghidupkan Kaukus sebagai wadah kegiatan dan konsolidasi anggota.
35.7
1.8 5.4
1.7 55.4
Kaukus telah terbentuk
Aktifitas Kaukus telah tersusun
Agenda Bersama Kaukus telah
tersusun Kegiatan dan
agenda bersama Kaukus telah
diimplementasikan Tidak menjawab
Grafik 25. Persentase Kumulatif Keberadaan Kaukus
Page | 34
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Dukungan terhadap keberadaan dan terbentuknya Kaukus terdiri dari berbagai aspek. Di DIY, Kaukus ditentukan oleh keberadaan para penggerak di internal Kaukus yang menyuarakan
pentingnya Kaukus sebagai wadah konsolidasi dan interaksi perempuan anggota legislatif 38,46. Motor penggerak inilah yang menghimpun dukungan terhadap pembentukan,
penyusunan pengurus dan merancang agenda kegiatan Kaukus. Antusiasme dan kecukupan anggota perempuan di parlemen masing-masing 15,38 juga berkontribusi terhadap
cepatnya penyusunan Pengurus Kaukus baru. Segera setelah pelantikan anggota DPRD Provinsi, pengurus melakukan konsolidasi untuk memilih pengurus Kaukus yang baru dan
berkomunikasi kepada NGO untuk bekerjasama melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pelantikan pengurus Kaukus.
Di Lampung terdapat perbedaan kecenderungan dengan di DIY. Meskipun terdapat inisiator di internal Kaukus 21,43 dan jumlah anggota untuk membentuk Kaukus 14,29
dikategorikan cukup memadai, namun antusiasme anggota terhadap Kaukus termasuk rendah 7,14. Oleh karena itu, dapat dipahami jika sampai waktu pengumpulan data
pengurus belum terbentuk dan kegiatan Kaukus belum terselenggara karena anggota masih disibukkan dengan urusan kedewanan. Demikian pengaruh tingkat antusisme anggota cukup
memberikan pengaruh terhadap kegiatan Kaukus ke depan.
Di Gorontalo informasi tentang Kaukus masih sangat minim walaupun responden mengakui bahwa mereka mendengar istilah Kaukus namun informasi tentang Kaukus sangat minim.
7.69 0.00
0.00 0.00
0.00 7.14
0.00 0.00
15.38 7.14
11.76 16.70
15.38 14.29
0.00 50.00
38.46 21.43
11.76 16.70
23.08 50.00
70.59
16.60
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
DIY Lampung
Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 26. Dukungan Terbentuknya Kaukus
Dukungan NGO support Dukungan Ketuan DPRD
Dukungan SEKWAN Ketersediaan alokasi anggaran
Antusiasme Perempuan Anggota DPRD Jumlah anggota memadai
Keberadaan inisiator Kaukus Tidak menjawab
Page | 35
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Menurut Suharsi Igrisa incumbent dari DPRD Provinsi, sejak 2011 mereka berencana untuk membentuk Kaukus Perempuan Parlemen yaitu Kaukus Perempuan Parlemen Gorontalo yang
meliputi anggota di tingkat Povinsi dan KabupatenKota. Penggerak Kaukus terkonsentrasi di tingkat Provinsi yaitu Suharsi Igrisa Golkar, Espin Tulie PDIP dan Yeyen Saptiani Sidiki
Golkar. Mereka menyadari pentingnya Kaukus dalam memperjuangkan isu perempuan dan anggaran responsif gender tapi pengetahuan tersebut belum merata di setiap anggota
terutama tingkat kabupatenkota. Rusovanny Halalutu dari Biro Pemberdayaan Perempuan juga menyatakan bahwa Perencanaan dan Anggaran Responsif Gender ARG harus
diimplementasikan dan dialokasi dalam setiap penganggaran berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 67 Tahun 2011. Pemerintah Daerah berkewajiban
menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana
Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Analisis gender diharapkan menggunakan metode alur kerja analisis gender Gender Analysis Pathways. Pada umumnya, anggota perempuan
di DPRD kurang memahami ketentuan dan metode analisis tersebut secara konkrit, padahal peluang untuk memperjuangkan isu perempuan sangat terbuka dengan adanya dukungan
peraturan pemerintah.
Rusovanny menyatakan bahwa pemahaman ARG secara mendetail merupakan pengetahuan penting yang harus dimiliki oleh seluruh anggota perempuan di DPRD tingkat provinsi dan
kabupatenkota. Jika pemanfaatannya efektif, persoalan perempuan contohnya peningkatan kesehatan dan menurunnya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicapai
selain dari jalur yang biasa dilakukan oleh stakeholder NGO juga melalui kebijakan penganggaran. HDI di Gorontalo lima tahun berturut-turut menempati posisi kelima terendah
bersama Provinsi Papua. Kondisi ini dapat diperbaiki secara bertahap diantaranya melalui politik anggaran.
Di Kalimantan Tengah, keberadaan Kaukus lebih ditentukan pada kuota kecukupan anggota parlemen perempuan 50. Dengan jumlah perempuan di DPRD provinsi 10 orang dan 73
orang di tingkat kabupatenkota merupakan faktor utama dari terbentuknya Kaukus. Sementara faktor lain seperti antusiasme anggota dan adanya motor penggerak Kaukus
masing-masing 16,70 memberikan harapan bahwa Kaukus akan aktif dengan adanya stimulus kegiatan.
Page | 36
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Kaukus pada dasarnya belum banyak diketahui oleh responden yang diindikasikan besarnya jumlah responden yang tidak menjawab 42,1. Jika mereka mengerti Kaukus, hal tersebut
lebih disebabkan oleh adanya inisiator atau penggerak Kaukus 21,4 yang menjelaskan kepada anggota lainnya. Kecukupan anggota untuk membentuk Kaukus 17,9 juga cukup
memberikan kontribusi bagi potensi terbentuknya kaukus. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan mendekati inisiator Kaukus. Para inisiator selain menjadi penggerak
dalam Kaukus, secara tidak langsung akan menjadi pendukung WPN.
Fasilitas yang dimiliki Kaukus adalah ruang kantor dan belum memiliki fasilitas kerja. Trend ini merata di 3 wilayah studi DIY, Gorontalo dan Kalimantan Tengah. Kaukus untuk periode
2014-2019 belum memiliki infrastruktur baik dari sisi pengurus dan fasilitas. Namun, untuk
Dukungan NGOCSO
Dukungan Ketuan
DPRD Dukungan
Sekwan Ketersedia
an alokasi anggaran
Antusiasm e
Perempua n Anggota
DPRD Anggota
memaham i peran
Kaukus Jumlah
anggota memadai
Keberadaa n inisiator
Tidak menjawab
Persentase 1.8
3.6 1.8
8.8 3.6
17.9 21.4
41.1
1.8 3.6
1.8 8.8
3.6 17.9
21.4 41.1
Grafik 27. Persentase Kumulatif Dukungan Terbentuknya Kaukus
30.77 0.00
23.08 12.50
69.23 100.00
82.35 87.50
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
120.00
DIY Lampung
Gorontalo Central
Kalimantan
Grafik 28. Fasilitas Kaukus
Ruangan kantor KomputerLaptop
Printer Koneksi internet
Tidak menjawab
Page | 37
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
beraktifitas seperti mengadakan rapat atau pertemuan rutin Kaukus memiliki ruang kerja yang dapat dioptimalkan. Sementara itu, di Lampung Kaukus tidak memiliki ruang kantor.
Ketersediaan ruang kantor merupakan fasilitas minimal Kaukus untuk melaksanakan kegiatan.
Berdasarkan data kumulatif, fasilitas Kaukus di semua daerah belum memadai, hanya memiliki ruang kantor yang belum ada fasilitasnya. Sebagian besar tidak menjawab karena
belum mengetahui fasilitas yang dimiliki Kaukus. Jawaban hampir merata di seluruh wilayah studi, baik yang dikategorikan wilayah dengan kategori infrastruktur baik maupun minim. Dari
data ini dapat disimpulkan bahwa fasilitas Kaukus di daerah masih sangat terbatas bahkan cenderung minim.
Anggaran Kaukus merupakan faktor yang cukup berpengaruh dalam melaksanakan kegiatan. Kaukus belum memiliki anggaran hingga pengumpulan data dilakukan. Alokasi anggaran
untuk kegiatan Kaukus baru ditemui di DIY 23,80. Alokasi anggaran berasal dari Sekretariat Dewan Sekwan Provinsi DIY untuk mengadakan kegiatan seminar yang dilanjutkan dengan
pelantikan Pengurus Kaukus 2014-2019. Renny Frahesty dan Nining dari NGO NARASITA menyatakan bahwa antara Narasita, Kaukus atau perempuan legislatif di lingkungan DPRD
DIY provinsi dan kabupatenkota telah lama menjalin kerjasama untuk melaksanakan kegiatan Kaukus. Persoalan yang menyangkut persiapan teknis, membuat proposal
pengajuan, membuat dan mengirimkan undangan kepada peserta hingga membuat laporan keuangan dilakukan oleh Narasita. Nining, Sekretaris Narasita menyatakan bahwa hampir
seluruh kegiatan seperti seminar, diskusi dan workshop secara teknis dilakukan oleh Narasita. Pengurus dan anggota Kaukus tidak terlibat persiapan dan pengelolaan kegiatan teknis tapi
lebih pada substansi dan berkomunikasi terkait alokasi anggaran kepada Sekretariat Dewan.
5.3 1.8
1.8 91.1
Graph 28. Persentase Kumulatif Fasilitas Kaukus
Page | 38
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Renny Frahesty ketua Narasita juga menyatakan bahwa persoalan teknis seperti mengirim undangan pun harus dilakukan dengan beberapa cara. Pertama dengan mengirimkan email
bagi yang memiliki dan sms. Tantangan yang harus dihadapi adalah anggota belum tentu membaca email sehingga undangan harus dikirimkankan juga via sms. Setelah itu dilanjutkan
dengan mengirimkan sms untuk mengkonfirmasi kehadiran dan mengingatkan jadwal kegiatan berulang-ulang. Hal-hal teknis ini harus dilakukan untuk menjamin anggota
menghadiri kegiatan tersebut.
Di Lampung dan Kalimantan Tengah responden menyatakan bahwa anggaran belum dialokasikan bagi Kaukus dari. Sementara dari Gorontalo menyatakan bahwa anggaran belum
dialokasikan atau tidak mengetahui sama sekali terkait anggaran Kaukus.
Data kumulatif dari seluruh wilayah studi menunjukkan bahwa sebagian besar anggaran bagi Kaukus belum dialokasikan 73,2. Responden yang tidak menjawab juga cukup tinggi yaitu
21,4. Dalam jumlah yang kecil yaitu sumber keuangan Kaukus berasal dari kontribusi anggota dan APBD dikumulatifkan sejumlah 5,6. Data ini menunjukkan bahwa hingga
pengumpulan data dilakukan, Kaukus belum memiliki sumber dana untuk membiayai kegiatannya.
53.85 100.00
47.06 100.00
23.08 0.00
0.00 0.00
23.08 0.00
52.94
0.00 0.00
20.00 40.00
60.00 80.00
100.00 120.00
DIY Lampung
Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 29. Sumber Anggaran Kaukus
Belum dialokasikan Kontribusi anggota
APBD Tidak menjawab
73.2
1.8 3.6
21.4
Belum dialokasikan Kontribusi anggota
APBD Tidak menjawab
Grafik 30. Persentase Kumulatif Sumber Anggaran Kaukus
Page | 39
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB V STAKEHOLDERS