Page | 39
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB V STAKEHOLDERS
Mitra kerja sangat penting dalam mendukung kerja anggota parlemen perempuan karena dapat dijadikan fungsi, sebagai akomodasi isu-isu di daerah. Anggota parlemen biasanya
memiliki beberapa mitra kerja, seperti beberapa NGO perempuan, Badan Pemberdayaan Perempuan, dan Universitas. Namun sangat disayangkan, Keberadaan NGO, Badan
Pemberdayaan Perempuan serta keberadaan institusi dan Universitas belum memiliki kontribusi terhadap dukungan keberadaan kaukus di empat daerah. Bagi incumbent, BPP
dapat dijadikan rekan kerja dalam aktivitas kaukus seperti persediaan alokasi dukungan anggaran. Kerjasama NGO dalam mengangkat isu perempuan sudah terlihat baik, Daerah
Istimewa Yogyakarta bentuk kerjasama NGO dalam mengangkat kasus perempuan melalui Publikasi Web sebesar 38,46.
Kondisi ini menggambarkan NGO dan anggota parlemen perempuan sudah bisa menghasilkan kerjasama yang baik. Sedangkan daerah Lampung lebih mengandalkan berdiskusi melalui
workshop dan seminar, angka menunjukkan persentase sebesar 28,57. Kondisi Kalimantan Tengah justru berbeda, responden memilih tidak menjawab dengan persentase sebesar 75.
Berdasarkan informasi responden, di Kalimantan Tengah tidak terdapat NGO yang aktif dalam mengangkat isu-isu daerah terutama perempuan. Di Gorontalo kegiatan diskusi terhitung
minim yaitu 5,8 dan advokasi terhadap isu perempuan baru mencapai 17,6. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan kerja legislator daerah dengan NGO lemah.
Beberapa NGO yang disebutkan di beberapa daerah yang dijadikan Mitra Kerja anggota parlemen diantaranya:
1. Narasita
2. UNDP
3. Rifka Annisa
4. Forum Perempuan Parlemen
5. Damar Lampung
23.08 28.57
5.88 25.00
7.69 7.14
17.65 0.00
23.08 21.43
0.00 0.00
38.46
0.00 0.00
0.00 7.69
42.86 76.47
75.00
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
DIY Lampung
Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 31. Kerjasama Responen dengan NGO
Diskusi Advokasi
Publikasi di media Publikasi di Web
Tidak menjawab
Page | 40
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
6. Srikandi Demokrasi Indonesia
7. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Kalimantan Tengah
Data kumulatif mengindikasikan bahwa tidak lebih dari 50 responden yang bekerja sama dengan NGO. Sebesar 51,8 responden tidak menjawab. Data ini mengindikasikan lemahnya
relasi antara anggota perempuan DPRD dengan NGO. Diskusi 19,6 dan publikasi di media massa 10,7 merupakan kegiatan yang lebih sering dilakukan dapat disebabkan karena
pada saat pengumpulan data kegiatan di DPRD belum terlalu padat dan masih terfokus pada prose penyusunan Alat Kelengkapan Dewan sehingga Rapat Dengar PendapatRDP-RDPU
belum intesif dilaksanakan. Namun demikian, bukan tidak mungkin demikianlah pola hubungan antara NGO dan responden sebagaimana yang digambarkan oleh data, lebih
bersifat informal.
3.6 19.6
8.9 10.7
5.4 51.8
Rapat Dengar Pendapat
Diskusi Advokasi
Publikasi di media
Publikas di web Tidak menjawab
Grafik 32. Persentase Kumulatif Kerjasama Responden dengan NGO
DIY Lampung
Gorontalo Central
Kalimantan Rapat Dengar Pendapat
0.00 7.14
5.88 0.00
Diskusi 15.38
35.71 0.00
25.00 Riset
23.08 0.00
0.00 0.00
Affirmative action 30.77
0.00 11.76
0.00 Publikasi bersama di media
15.38 7.14
0.00 0.00
Publikasi bersama di web 15.38
0.00 0.00
0.00 Tidak menjawab
23.08 50.00
82.35 75.00
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
Pe rs
e n
ta se
Grafik 33. Kerjasama antara Responden dengan Perguruan Tinggi
Page | 41
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Mitra kerja anggota parlemen lainnya adalah institusi pendidikan. Mitra Kerja ini sangat dibutuhkan untuk memberikan input-input dalam pelaksanaan kebijakan. Kerjasama dengan
institusi pendidikan dilaksanakan dalam bentuk rapat dengar pendapat, diskusi rutin, menyelenggarakan kajian akademik, melakukan tindakan affirmasi kepada perempuan,
kerjasama publikasi media massa,dan kerjasama dalam publikasi web. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gorontalo persentase yang cukup tinggi adalah dengan melakukan tindakan
affirmasi sebesar 30,77 dan 11,76. Namun berbeda di Daerah Lampung dan Kalimantan Tengah, kedua daerah lebih mengandalkan diskusi untuk mengangkat kasus perempuan
kondisi ini ditunjukkan dengan angka 35,71 Lampung dan 25 Kalimantan Tengah.
Masing- asi g daerah e iliki perse tase terbesar de ga tidak e jawab . Ko disi i i
menggambarkan masih rendah kerjasama dengan institusi pendidikan. Padahal, institusi pendidikan terutama universitas dapat dijadikan wadah untuk mendorong dan
meminimalisasi kasus-kasus kekerasan pada perempuan di daerah. Kajian akademik penting untuk dilakukan untuk memetakan langkah dan keputusan yang perlu diambil sebagai
anggota parlemen dalam memformulasikan kebijakan pro-perempuan.
Pola hubungan antara responden dengan perguruan tinggi atau universitas belum terbangun dengan baik. Responden yang tidak menjawab cukup tinggi 58,9 dapat dilihat bahwa
kecenderungan ini dapat saja disebabkan karena kegiatan responden di DPRD belum sangat intens sehingga kegiatan yang menonjol baru sebatas diskusi. Relasi antara responden dengan
perguruan tinggi perlu lebih didorong mengingat perguruan tinggi merupakan sumber informasi dan dapat memberikan input kepada responden dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
8.9 17.8
5.4 5.4
3.6 58.9
Rapat Dengar Pendapat
Diskusi Riset
Affirmative action
Publikasi bersama di
media Publikasi
bersama di web
Tidak menjawab
Grafik 34. Persentase Kumulatif Kerjasama antara Responden dengan
Perguruan Tinggi
Page | 42
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Dukungan BPP terhadap kaukus sangat penting mengingat BPP merupakan mitra kerja internal dalam mendukung kegiatan kaukus perempuan parlemen. Namun kenyataanya, di
DIY 46,15, Lampung 71,43, Kalimantan Tengah 100, keberadaan BPP belum mendukung sepenuhnya kegiatan kaukus. Di Gorontalo, dari sisi data terdapat adanya
dukungan bagi Kaukus. Responden sejumlah 23,5 menyatakan adanya dukungan alokasi anggaran dari BPP. Jawaban tersebut muncul karena proses pengumpulan data di Gorontalo
dilakukan setelah diadakannya Workshop Nasional Kaukus Perempuan Parlemen Tingkat Provinsi dan KabupatenKota yang diselenggarakan oleh SWARGA di Jakarta 3-4 Desember
2015. Staff BPP yang mewakili BPP Provinsi Gorontalo langsung menindaklanjuti dengan mengadakan pertemuan bagi Perempuan Parlemen untuk membentuk Kaukus pada tanggal
15 Januari 2015 yang bersumber dari anggaran di BPP untuk seminar.
Menurut Rusovanny, berhubung hampir semua daerah yang hadir pada Workshop menyatakan akan membentuk Kaukus paling lambat awal bulan Maret 2015, oleh karena itu,
BPP segera mengkomunikasikan kepada Anggota Legislatif Perempuan di Provinsi dan KabupatenKota untuk memfasilitasi pertemuan pembentukan Kaukus. Fasilitasi tersebut
kemudian dinilai oleh responden sebagai bentuk dukungan kepada Kaukus meskipun secara kelembagaan Kaukus Perempuan Parlemen pada saat saat pengumpulan data belum secara
resmi belum terbentuk.
46.15 71.43
17.65 100.00
7.69 0.00
5.88 0.00
7.69 0.00
5.88 0.
… 23.08
0.00 23.53
0.00 15.38
28.57 47.06
0.00 0.00
20.00 40.00
60.00 80.00
100.00 120.00
DIY Lampung
Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 35. Dukungan Badan Pemberdayaan Perempuan Terhadap Kaukus
Belum ada Berpartisipasi dalam kegiatan Kaukus
Memfasilitasi kegiatan Kaukus Mengalokasikan anggaran
Tidak menjawab
Page | 43
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Berdasarkan data kumulatif, belum terdapat dukungan bagi Kaukus menurut sebagian besar responden 55,4, jumlah ini bertambah dengan mereka yang tidak menjawab 30,4.
Hanya sedikit dari yang menyatakan bahwa BPP memberikan dukungan kepada Kaukus. Hanya dalam jumlah yang kecil dukungan diberikan kepada Kaukus dalam bentuk BPP
berpartisipasi dalam kegiatan, memfasilitasi kegiatan dan mengalokasikan anggaran. Jika dikalkulasi secara kumulatif hanya 14,2. Untuk merespon situasi ini, SWARGA perlu
melakukan pendekatan kepada BPP di tingkat provinsi agar BPP dapat mendukung kegiatan melalui anggaran yang dapat dialokasikan. Pendekatan ini penting dilakukan karena
komunikasi antar DPRD dan BPP adakalanya terkendala status kelembagaan. BPP di Gorontalo karena berstatus Biro Pemberdayaan Perempuan secara kelembagaan berada di bawah
struktur Sekretaris Daerah Sekda. Seperti di Gorontalo, struktur kelembagaan BPP tersebut bagi perempuan aleg kurang diperhitungkan, padahal BPP Gorontalo memiliki alokasi untuk
Kaukus. Selain BPP, Sekwan Sekretariat Dewan Provinsi dan KabupatenKota juga potensial dalam mendukung kegiatan Kaukus, karena Sekwan secara kelembagaan memiliki
kewenangan alokasi anggaran bagi kegiatan DPRD. Dalam situasi ini SWARGA sangat prospektif untuk mengajak perempuan aleg, BPP dan Sekwan untuk duduk bersama
mendiskusikan kegiatan Kaukus dan dukungan yang dapat diberikan kepada Kaukus.
55.4
3.5 3.6
7.1 30.4
Belum ada Berpartisipasi dalam
kegiatan Kaukus Memfasilitasi
kegiatan Kaukus Mengalokasikan
anggaran Tidak menjawab
Grafik 36. Persentase Kumulatif Dukungan Badan Pemberdayaan Perempuan
Terhadap Kaukus
Page | 44
Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB VI REKOMENDASI