Koreksi Radiometrik dan Geometrik Klasifikasi Citra Komposit

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Koreksi Radiometrik dan Geometrik

Kesalahan geometrik adalah kesalahan distribusi spasial atau posisi lokasi dari nilai-nilai piksel yang diukur oleh sensor karena beberapa hal seperti : pergerakan satelit yang tidak stabil, rotasi bumi, dan perubahan posisi wahana terhadap objek. Untuk menanggulanginya maka pada citra perlu dilakukan koreksi geometrik. Pada dasarnya citra Satelit QuickBird sudah mengalami koreksi geometrik oleh stasiun penerima Digital Globe TM . Untuk meningkatkan akurasi citra maka dilakukan koreksi geometrik dengan menggunakan GCP, koreksi ini dilakukan oleh BIOTROP. Koreksi radiometrik dilakukan terhadap kesalahan yang terjadi akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik dilakukan dengan metode penyesuaian histogram histogram adjusment, yaitu dengan mengurangi nilai kanal terdistorsi ke arah kiri sehingga nilai minimumnya menjadi nol Gambar 6. Nilai digital tiap kanal sebelum dan sesudah koreksi radiometrik disajikan dalam Tabel 3. Gambar 6. Perbandingan Histogram Band 1 Sebelum dan Sesudah Koreksi Radiometrik Band 1 sebelum Koreksi Radiometrik Band 1 sesudah Koreksi Radiometrik Tabel 3. Nilai Digital Citra Sebelum dan Sesudah Koreksi Radiometrik Kanal Panjang Gelombang µm Nilai Digital Awal Nilai Digital Terkoreksi 1 0,45 – 0,52 46 – 252 0 – 206 2 0,52 – 0,60 34 – 254 0 – 220 3 0,63 – 0,69 16 – 253 0 – 237 4 0,76 – 0,89 8 – 254 0 – 246 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin besar panjang gelombang pada kanal QuickBird, maka distorsi atmosfer terhadap kanal tersebut akan semakin berkurang. Pada panjang gelombang yang lebih pendek terjadi hamburan yang lebih kuat. Citra yang akan diproses haruslah citra yang telah terkoreksi secara geometrik dan radiometrik Gambar 7. Gambar 7. Citra Hasil Koreksi Geometrik dan Radiomertik

4.2. Klasifikasi Citra Komposit

Sebelum proses klasifikasi dilakukan proses masking citra. Proses ini bertujuan untuk memudahkan proses klasifikasi dan meningkatkan akurasi klasifikasi. Pada penelitian ini dilakukan masking pada area awan dan laut untuk setiap kanal. Setelah itu dibuat terlebih dahulu citra komposit warna semu False Colour Composit pada kanal-kanal tertentu untuk mengetahui dan memperjelas objek pada citra. Citra komposit yang digunakan pada penelitian ini merupakan komposit dari kanal 4 red, kanal 2 green dan kanal 3 blue Gambar 8. Gambar 8. Penajaman Citra dengan RGB 423 Pada citra komposit di atas, vegetasi mangrove tampak berwarna merah gelap yang terletak di pesisir pantai sedangkan vegetasi non-mangrove berwarna merah cerah dan terletak di tengah daratan. Pada citra tersebut laut yang berwarna biru dan awan yang berwarna putih telah dihilangkan masking, untuk memudahkan dalam proses klasifikasi. Untuk menentukan jumlah kelas yang akan diklasifikasikan pada citra digunakan beberapa acuan, antara lain : visualisasi citra komposit, data lapang dan histogram citra komposit 423 Gambar 9. Banyaknya puncak yang terdapat pada histogram dapat dianalogikan sebagai jumlah kelas yang dapat diklasifikasikan. Berdasarkan hasil pengamatan histogram, dapat diinterpretasikan bahwa citra komposit dapat dibagi menjadi 6 kelas, yaitu : 1.Pemukiman 2.Vegetasi lain 3.Bayangan Awan 4.Tambak 5.Avicennia 6.Rhizophora. Gambar 9. Histogram Citra Komposit 423 Tiap kelas mempunyai selang nilai digital, yaitu : kelas pemukiman antara 45 – 56, kelas bayangan awan antara 41 – 52, kelas vegetasi lain antara 99 – 157, kelas tambak antara 17 – 38, kelas Avicennia antara 81 – 95 dan Rhizophora antara 92 – 108. Dalam penentuan genus mangrove dilakukan dengan proses pembesaran zoom pada daerah tersebut, kemudian dilihat histogramnya. Berdasarkan histogram maka mangrove di P. Karimunjawa dapat dibedakan menjadi 2 kelas, yaitu Avicennia dan Rhizophora. Genus mangrove lainnya yang terdapat di P. Karimunjawa belum dapat dikelaskan. Hal ini dikarenakan kecilnya luasan mangrove tersebut, sehingga sulit untuk dibuat daerah contohnya training area. Proses klasifikasi citra diawali dengan pembuatan training area pada daerah yang homogen. Training area tersebut didapatkan dari survei lapang, pengamatan visual citra dan peta rupabumi. Dalam klasifikasi tiap kelas diwakili oleh training area pada citra. Training area yang telah dibuat tersebut kemudian dihitung statistiknya untuk mengetahui ciri spektralnya sehingga dapat diketahui rata-rata, rentang atau distribusi digital number tiap kelas Lampiran 2 dan tingkat keterpisahan spektral antar kelas menggunakan uji nilai tengah uji t. Secara visual keterpisahan spektral ditunjukkan oleh diagram kesesuaian spektral Gambar 10. Distribusi atau sebaran pola tanggapan spekral daerah contoh dapat ditampilkan dalam bentuk grafik Lampiran 3. Grafik ini merupakan pengecekan visual atas distribusi normal tanggapan spektral tersebut Purwadhi, 2001. Grafik tersebut juga digunakan untuk memutuskan suatu band untuk memisahkan kelas tertentu agar tidak terjadi tumpang-tindih. 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 Band D ig it a l N u m b e r Avicennia Bayangan aw an Pemukiman Rhizophora Tambak Vegetasi lain Sumber : Diolah dari Lampiran 2 Gambar 10. Grafik Reflektansi Tiap Band Dari Beberapa Kenampakan Panjang Gelombang ë Sesuai Gambar 10 di atas, untuk memisahkan vegetasi non-mangrove dan mangrove digunakan kanal 4, karena kanal 4 memiliki respon spektral yang berbeda-beda tergantung banyaknya klorofil yang terdapat pada tanaman tersebut. Untuk memisahkan genus antara Avicennia dan Rhizophora juga digunakan kanal 4 sebagai kanal tunggal maupun dengan kombinasi kanal 3 dan kanal 4. Untuk mengetahui keterpisahan spektral tiap kelas dapat juga digunakan uji nilai tengah uji t. Uji t Lampiran 5 dapat memperkuat kesimpulan dari distribusi kesesuaian spektral. Dengan uji ini dapat diketahui apakah suatu band dapat memisahkan suatu kelas dengan nyata atau tidak pada selang kepercayaan tertentu. Training area yang telah dilihat karakteristik tiap kanalnya tersebut kemudian diproses dengan klasifikasi terselia terbimbing supervised classification menggunakan metode kemiripan maksimun maximum likelihood. Setelah itu dilakukan perhitungan statistik oleh software, dalam hal ini ER Mapper 5.5 untuk mengetahui luasan kelas dan akurasinya. Peta hasil klasifikasi citra komposit 423 ditunjukkan pada Gambar 11. Klasifikasi citra komposit 423 memberikan informasi distribusi dan luas tutupan lahan. Luas tiap kelas tutupan lahan ditunjukkan pada Tabel 4. Gambar 11. Hasil Klasifikasi Tutupan Lahan Citra QuickBird Komposit 423 Tabel 4. Luasan Penutupan Lahan Citra QuickBird Hasil Klasifikasi Kelas Jumlah Piksel Luas ha Pemukiman 23.400 13,93 Bayangan Awan 98.361 58,56 Vegetasi Lain 2.461.412 1.465,43 Tambak 51.223 30,49 Avicennia 40.537 24,13 Rhizophora 198.117 117,95 Pada P. Menjangan Besar dan P. Menjangan Kecil tidak berpenghuni, jadi tidak terdapat pemukiman. Di pulau tersebut tutupan lahan didominasi oleh vegetasi lain non-mangrove dan hanya terdapat beberapa tambak serta sedikit mangrove. Pada P. Karimunjawa pemukiman banyak terdapat di pesisir selatan atau barat daya, hal ini dikarenakan pusat aktivitas penduduk seperti pelabuhan, sekolah dan pasar terkonsentrasi di daerah tersebut. Tambak terdapat di beberapa sisi pesisir pulau, dan untuk tutupan lahan didominasi oleh vegetasi lain non-mangrove karena relief pulau yang berbukit. Untuk mangrove Rhizophora banyak terdapat di pesisir bagian barat dan utara, sedangkan Avicennia banyak terdapat di pesisir bagian utara. Pemukiman memiliki areal terkecil sebesar 13,93 ha, sedangkan vegetasi lain memiliki luasan terbesar senilai 1.465,43 ha.

4.3. Ketelitian Klasifikasi