Latar Belakang Potensial Redoks (Eh) dan Kelarutan Fe dan Mn serta Kaitannya dengan Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Budidaya Padi Sistem Konvensional dan System of Rice Intensification (S.R.I.)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode S.R.I. System of Rice Intensification dikembangkan oleh Henri de Laulanie ketika masa kekeringan terjadi di Madagaskar pada awal tahun 1980. Di Madagaskar, pada beberapa tanah kurang subur yang produksi normalnya 2 tonha, dengan metode S.R.I. bisa mencapai 8 tonha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 tonha, bahkan ada yang mencapai 20 tonha Berkelaar 2001. Pada tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina ATS, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di Malagasy untuk memperkenalkan S.R.I.. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development CIIFAD, mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan S.R.I. di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. S.R.I. telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh dengan hasil yang positif Mutakin 2008. S.R.I. dikembangkan sejak tahun 1980an di Madagaskar oleh Fr. Henri de Laulanie. Konsep dasar S.R.I. adalah penanaman bibit muda umur 7-15 hari, jarak tanaman yang lebar dengan 1 bibit per lubang tanaman dengan posisi akar horizontal, dan pengairan tidak tergenang terapi cukup jenuh. Hingga tahun 2007 pengembangan budidaya S.R.I. telah dilakukan di 36 negara yang mencakup kawasan Afrika, Amerika Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara Termasuk Indonesia Uphoff, 2008. Di Indonesia, gagagsan S.R.I. telah diuji coba dan diterapkan di Jawa, Sumatra, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi, serta Papua yang sebagian besar dipromosikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Anugrah et al,. 2008. Salah satu perbedaan cara penanaman padi pada S.R.I. adalah kondisi tanah yang tidak tergenang. Proses penggenangan mempengaruhi nilai Eh tanah, nilai Eh tanah menggambarkan kondisi oksidasi-reduksi dalam tanah. Reaksi redoks terjadi pada hampir semua tanah, reaksi oksidasi berkaitan dengan kondisi dengan tanah berdrainase baik, sedangkan proses reduksi berkaitan dengan kondisi tanah dengan sistem dreinase yang buruk atau terdapat air yang berlebih seperti pada kondisi sawah. Kondisi redoks tanah mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa besi dan mangan. Mangan dan besi di dalam tanah memiliki karakteristik yang unik, kelarutannya sangat dipengaruhi oleh nilai potensial redoks E h , bentuk mangan dan besi dalam tanah dan penambahan bahan organik. Akibat proses penggenangan pada budidaya konvensional, maka nilai Eh tanah akan turun yang mengakibatkan meningkatnya besi dan mangan dalam tanah yang berpotensi meracuni tanaman padi.

1.2 Tujuan