Letak Geografis, Topografi dan Iklim

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kebijakan untuk menempatkan Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja sebagai sentra utama pengembangan kopi arabika pada kebijakan pewilayahan komoditas di Sulawesi Selatan, sangat didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam, manusia dan peranan tanaman komoditas itu sendiri dalam perekonomian wilayah setempat. Ditinjau dari sudut sumberdaya alam, kondisi lahan dan iklim di dua kabupaten tersebut sangat menunjang untuk pengembangan tanaman kopi, baik ditinjau dari persayaratan lahan maupun iklim. Sebagaimana diketahui, tanaman kopi arabika menghendaki curah hujan minimum 1 300 mmtahun, suhu udara 15 – 24 o C, keasaman tanah pH 5.2 – 6.2 ketinggian tempat 500 – 1 800 m dpl dan sifat fisik tanah yang memiliki penambatan air yang tinggi sebagai persayatan agronomis. Kondisi ini secara umum dapat dipenuhi pada hampir semua wilayah yang ada di Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja. Secara tradisional, petani di dua wilayah tersebut sudah sangat terbiasa dengan komoditas tersebut karena tanaman kopi arabika sudah dikembangkan sejak era penjajahan Belanda. Dapat dikatakan bahwa tanaman ini sudah dikenal secara turun temurun oleh sebagian besar petani setempat, sehingga pengembangannya tidak memerlukan proses adopsi yang relatif rumit bagi petani. Sedangkan peranan kopi arabika dalam perekonomian setempat cukup dominan hampir sepanjang tahun. Secara rinci hal ini dapat dilihat lebih lanjut pada uraian berikut ini.

5.1. Letak Geografis, Topografi dan Iklim

Kabupaten Enrekang secara geografis terletak antara 3 14’36” Lintang Selatan dan 119 40’53” Bujur Timur, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, sebelah selatan dengan kabupaten Sidrap, sebelah timur dengan dengan kabupaten Luwu dan sebelah barat dengan kabupaten Pinrang. Sedangkan kabupaten Tana Toraja secara geografis terletak antara 2 - 3 Lintang Selatan dan 119 -120 Bujur Timur, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Mamuju, sebelah selatan dengan kabupaten Enrekang dan Pinrang, sebelah timur dengan dengan kabupaten Luwu dan sebelah barat dengan kabupaten Polmas. Luas wilayah kabupaten Enrekang dan Tator masing-masing adalah 1 786.01 km 2 dan 3 205.77 km 2 atau 2.86 persen dan 7.2 persen dari seluruh wiIayah daerah Sulawesi Selatan. Secara administratif Kabupaten Enrekang terdiri atas 8 kecamatan yang meliputi 105 desa sedangkan Tator terdiri atas 13 kecamatan yang meliputi 192 desa BPS Makassar, 2001. Kondisi iklim di dua wilayah ini dapat diketahui dari pola penyebaran curah hujan CH dan hari hujan HH yang cukup bervariasi. Hari hujan terendah di Kabupaten Enrekang sebanyak 99 mm per tahun dan curah hujan sebanyak 4 383 mm per tahun. Curah hujan di Kabupaten Tator sebanyak 2 008 mm dan hari hujan 2 207 mm per tahun. Topografi kabupaten Enrekang bergelombang hingga bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari 0 sampai 2 persen, 2 sampai 15 persen, 15 sampai 40 persen dan di atas 40 persen. Berdasarkan peta kemiringan tanah, maka Kabupaten Enrekang mempunyai kemiringan 40 persen ke atas merupakan daerah yang terluas yaitu 75 980 Ha atau 42.51 dari luas wilayah Kabupaten Enrekang disusul oleh kemiringan 15 sampai 50 persen seluas 75 801 Ha, 0 sampai 2 persen seluas 14 073 ha; dan kemiringan 2 sampai 15 persen seluas 12 788 Ha. Kabupaten Enrekang memiliki jenis tanah Alluvial, Hidromorf, Mediteran Coklat, Mediteran Coklat Kelabu, Podsolik Merah Kekuningan dan Podsolik Violet. Berbagai jenis tanah tersebut menyebar di wilayah kecamatan Enrekang, untuk jenis tanah Alluvial dan Mediteran hanya berada di kecamatan Maiwa, Enrekang, Anggeraja dan Anggeraja Timur. sedangkan jenis tanah untuk wilayah kecamatan Enrekang adalah Brown Forest. Kondisi topografi ini telah mengakibatkan perbedaan tinggi tempat sangat bervariasi. Ketinggian tempat dari muka laut yang terluas adalah 47 meter sampai 500 meter dari permukaan laut seluas 60 725 Ha. Penyebaran ketinggian tempat makin ke arah utara kabupaten semakin tinggi dari permukaan laut. Sedangkan topografi Kabupaten Tana Toraja bergunung dengan ketinggian berkisar antara 300 meter sampai dengan 2 889 meter di atas permukaan laut yang terdiri atas pegunungan 40 persen, dataran tinggi 20 persen, dataran rendah 38 persen, rawa-rawa dan sungai 2 persen. Berdasarkan peta yang bersumber dari Kantor Dinas Perkebunan, Tana Toraja memiliki jenis tanah yang terdiri dari Alluvial Kelabu, Brown Forest, Mediteran, Podsolik Merah Kekuningan. Berbagai jenis tanah tersebut menyebar di seluruh kecamatan Tana Toraja, untuk tanah Alluvial Kelabu hanya berada di wilayah kecamatan Rantepao, Sanggalang dan Sesean, sedangkan jenis tanah Brown Forest berada di kecamatan Bongkaradeng. Dua wilayah ini memiliki potensi sumberdaya lahan yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan perkebunan. Berdasarkan komposisinya, penggunaan lahan di kabupaten Enrekang dan Tana Toraja dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan data pada Tabel 9 terlihat bahwa hampir 50 persen dari luas lahan di dua kabupaten tersebut digunakan untuk hutan negara dan hutan rakyat. Kemudian diikuti oleh tanah yang belum diolah untuk Enrekang 8.21 persen dan Tator 30.26 persen, perkebunan di Enrekang 9.23 persen dan Tator 14.83 persen, persawahan di Enrekang 6.83 persen dan Tator 5.95 persen. Sedangkan padang rumput untuk Enrekang 12.34 persen dan Tator 3.43 persen, tegalankebun untuk Enrekang 3.96 persen dan Tator 16.96 persen, pekarangan Tabel 9. Pola Penggunaan Lahan di Kabupaten Enrekang dan Tator,Tahun 2005 Enrekang Tator No Penggunaan Lahan Luas Ha Luas Ha 1 Tanah sawah 12 206 6.83 21 005 5.95 2 Pekarangan 2 730 1.53 12 331.50 3.49 3 Tegalan 7 065 3.96 59 894.50 16.96 4 Padang rumput 22 046 12.34 12 118.50 3.43 5 Kolamtambak - - 7.50 0.002 6 Perkebunan 26 483 14.83 32 609.80 9.23 7 Hutan negara dan rakyat 90 150 50.48 108 345.00 30.68 8 Tanah belum diolah 14 660 8.21 106 882.50 30.25 9 Lain-lain 3 261 1.83 - - Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Enrekang dan Tator, Tahun 2005 dan pemukiman untuk Enrekang 1.53 persen, Tator 3.49 persen, Kolamtambak untuk Enrekang tidak ada dan Tator hanya 0.002 persen.

5.2. Penduduk dan Mata Pencaharian