AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ANTOSIANIN BUAH DUWET Syzygium cumini SECARA IN VITRO

Untuk melengkapi penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya maka pada bagian penelitian disertasi ini dilakukan penelitian lanjutan dengan tujuan untuk mengevaluasi kontribusi senyawa antosianin yang terkandung dalam buah duwet terhadap peranannya sebagai antioksidan dan membandingkan efektifitas aktivitas antioksidan dari antosianin yang terkandung dalam ekstrak dan isolat antosianin dengan senyawa antioksidan standar flavonoid katekin dan kuersetin, asam askorbat serta ekstrak antosianin kubis ungu yang secara komersial telah digunakan sebagai pewarna untuk pangan. Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet dapat digunakan sebagai pewarna untuk pangan yang memiliki aktivitas antioksidan. Selain itu juga dilakukan pengujian aktivitas antioksidan pada minuman model yang ditambahkan antosianin buah duwet sebagai pewarna. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan untuk memberikan tambahan informasi peranan antosianin buah duwet selain dapat digunakan sebagai pewarna pada pangan, juga dapat memberikan manfaat untuk kesehatan terutama sebagai antioksidan. Dari hasil penelitian ini diharapkan antosianin buah duwet dapat dikembangkan sebagai pewarna pangan fungsional berbasis antosianin. BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center, IPB; Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen ITP, FATETA, IPB; serta Laboratorium Terpadu Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duwet matang berwarna ungu kehitaman yang diperoleh dari hutan di Probolinggo, Jawa Timur. Sampel buah duwet telah mendapat pengesahan determinasi jenis tanaman dari LIPI Biologi, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah kubis merah diperoleh dari supermarket di Bogor, Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan berspesifikasi pro analisis. Metanol, asam klorida HCl, etil asetat, kalium klorida, natrium asetat, folin ciocalteau, natrium karbonat Na 2 CO 3 , etanol, natrium fosfat monobasis NaH 2 PO 4 , natrium fosfat dibasis Na 2 HPO 4 .7H 2 O, asam tetraasetat etilendiamin EDTA, besi amonium sulfat NH 4 2 FeSO 4 2 .6H 2 O, hidrogen peroksida H 2 O 2 , asam trikloroasetat TCA, natrium klorida NaCl, natrium hidroksida NaOH, CuSO 4 , dan kalium tartrat diperoleh dari Merck Darmstadt, Jerman. Asam askorbat, katekin, kuersetin, 2,2-difenil-1-pikrilhidrasil DPPH, 2-deoksi-D-ribosa, asam 2-tiobarbiturat TBA, hipoxantin, asam dietilentriaminpentaasetat, nitro blue tetrazolium, xantin oksidase, lipoprotein densitas rendah LDL, bufer fosfat salin PBS, bovine serum albumin BSA, dan 1,1,3,3-tetrametoksipropana TMP diperoleh dari Sigma-Aldrich St. Louis, MO. Gas nitrogen diperoleh dari suplier bahan kimia di Bogor. Peralatan yang digunakan adalah pisau baja tahan-karat, hand blender, pengering beku, timbangan analitik, pengadukstirer, batang stirer, sentrifugasi, kertas Whatman no 1, pompa vakum, vakum evaporator putar, pH-meter, pipet mikrometer, vortek, spektrofotometer UV-Vis, SPE solid-phase extraction, C 18 Sep-Pak cartridge, kantong dialisis 3500 MWCO, penangas air, lemari pendingin, dan alat-alat kaca. Metode Penelitian Persiapan sampel Buah duwet matang warna ungu kehitaman disortasi, dicuci dengan air bersih, lalu ditiriskan. Buah duwet dipisahkan dari bijinya dengan menggunakan pisau baja tahan-karat sehingga diperolah bagian pulp buah duwet utuh tanpa biji. Sebagian buah duwet lainnya diambil kulitnya saja dengan cara dikupas menggunakan pisau baja tahan-karat sehingga diperoleh bagian kulit buah. Kedua sampel yaitu bagian pulp dan kulit buah secara terpisah diblansir selama 3 menit dengan menggunakan uap panas 80 o C, kemudian dihancurkan dengan menggunakan hand blender dan dikeringkan dengan menggunakan pengering beku. Masing-masing sampel kering beku dikemas dalam kantong plastik polietilen PE dan disimpan pada suhu -20 o C untuk digunakan pada tahapan penelitian selanjutnya. Ekstraksi senyawa polifenol Senyawa polifenol termasuk antosianin dalam buah duwet diekstraksi secara maserasi dengan diaduk stirer menggunakan pelarut 0,1 HCl-metanol vv dengan nisbah sampel dan pelarut 1:25 bv. Ekstraksi dari masing-masing sampel dilakukan selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3552 g untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi diulang kembali dengan menggunakan pelarut yang sama sebanyak 3 kali. Filtrat hasil keseluruhan ekstraksi digabung dan disaring secara vakum, kemudian pelarut dievaporasi dengan rotavapor pada suhu 40 o C sehingga diperoleh ekstrak pekat. Ekstrak dikeringkan dengan pengering beku lalu ditimbang untuk mengetahui berat serta diukur kadar air. Untuk penentuan kontribusi senyawa antosianin terhadap aktivitas antioksidan, ekstrak yang diperoleh setelah evaporasi selanjutnya ditera dengan labu takar menjadi volume 25 ml untuk pemakaian sampel kering sebanyak 2 g. Ekstrak dianalisis kandungan total polifenol metode folin-ciocalteau; Slinkard Singleton 1977, total antosianin monomerik metode perbedaan pH; Giusti Wrolstad 2001, serta aktivitas antioksidan. Total polifenol dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat dan antosianin sebagai ekuivalen sianidin-3- glukosida. Fraksinasi senyawa polifenol Fraksinasi senyawa polifenol dalam ekstrak dilakukan dengan menggunakan solid-phase extraction SPE, C-18 Sep-Pak cartridge, yang telah diaktivasi. Ekstrak dilewatkan pada mini kolom C-18 Sep-Pak Cartridge, lalu dicuci dengan 0,01 HCl-akuades vv. Selanjutnya mini kolom C-18 Sep-Pak Cartridge dielusi menggunakan pelarut etil asetat untuk mengelusi senyawa polifenol non-antosianin fraksi polifenol non-antosianin. Fraksi polifenol antosianin yang masih terserap dalam mini kolom dielusi dengan 0,01 HCl- metanol vv. Kedua fraksi yang diperoleh yaitu fraksi polifenol non-antosianin dan fraksi polifenol antosianin dihilangkan pelarut organiknya dengan menggunakan rotavapor pada suhu 40 o C Kim Lee 2002. Fraksi-fraksi polifenol yang diperoleh lalu dianalisis kandungan total polifenol secara spektrofotometri metode Follin-Ciocalteau, Slinkard Singleton 1977 dan total antosianin monomerik metode pH-diferensial; Giusti Wrolstad 2001, serta aktivitas antioksidan. Pengukuran kandungan total antosianin monomerik Kandungan total antosianin monomerik diukur berdasarkan metode perbedaan pH Giusti Wrolstad 2001. Sampel dalam jumlah tertentu dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan bufer kalium klorida 0,025 M pH 1 hingga volume menjadi 5 mL. Tabung reaksi kedua ditambahkan larutan bufer natrium asetat 0,4 M pH 4,5 hingga volume menjadi 5 mL. Absorbans dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit. Nilai absorbans dihitung dengan rumus: A = [A 520 - A 700 pH 1 - A 520 - A 700 pH 4,5 ]. Kandungan antosianin dihitung sebagai sianidin-3- glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 29 600 dan bobot molekul sebesar 448,8. Kandungan antosianin mgL = A x BM x FP x 1000 ε x 1, A adalah absorbans, BM adalah berat molekul, FP adalah faktor pengencer, dan ε adalah koefisien ekstingsi molar. Kandungan total antosianin monomerik dinyatakan sebagai mg CyEg sampel. Pengukuran kandungan total polifenol Sampel dianalisis kandungan total polifenol secara spektrofotometri dengan metode follin-ciocalteau Slinkard Singleton 1977. Sampel dengan konsentrasi tertentu dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan akuades hingga volume menjadi 5 mL. Selanjutnya sebanyak 0,5 mL follin ciocalteu ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu divortek dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian ditambahkan Na 2 C0 3 7 sebanyak 1 mL, divortek, dan didiamkan selama 60 menit ditempat gelap. Nilai absorbans diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm. Kandungan total polifenol dalam sampel dihitung dengan menggunakan kurva standar yang dibuat dari asam galat GA pada beberapa konsentrasi. Total polifenol dinyatakan sebagai mg GAEg sampel. Pengujian aktivitas scavenging radikal secara in vitro Aktivitas scavenging diuji terhadap radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil DPPH, anion superoksida O 2 • , dan hidroksil OH • . Radikal anion superoksida O 2 • dan hidroksil OH • dihasilkan dari reaksi hipoxantin HPX-xantin oksidase XOD dan hidrogen peroksida-ferrous sulfat reaksi Fenton. Aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH Aktivitas antioksidan dianalisa berdasarkan kemampuan menangkap radikal bebas radical scavenging abilityRSA DPPH menurut metode yang dikembangkan oleh Chen et al. 2006 dengan modifikasi. Sebanyak 3 mL DPPH 100 M dimasukkan kedalam tabung reaksi, setelah itu ditambah etanol dan sampelsenyawa standar seri konsentrasi dimana total keseluruhan volume etanol dan sampel adalah 1 mL. Campuran reaksi dalam tabung reaksi divortek dan didiamkan selama 15 menit. Absorbans diukur pada panjang gelombang 517 nm. Absorbans dari larutan radikal DPPH tanpa sampel diukur sebagai kontrol. Aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH dinyatakan sebagai penghambatan terhadap radikal DPPH, AEAC ascorbic acid equivalent antioxidant capacity , dan IC 50-DPPH gmL. Persen penghambatan dihitung sesuai rumus : [A o –A s A o ] x 100, A o = absorbans tanpa penambahan sampelstandar, A s = absorbans dengan penambahan sampelstandar. Aktivitas scavenging terhadap radikal hidroksil OH • Aktivitas scavenging radikal hidroksil OH • diuji menggunakan metode deoksiribosa Halliwel et al. 1987. Larutan sampelsenyawa standar dalam beberapa seri konsentrasi dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 690 L deoxyribose 2,5 mM dalam 10 mM bufer fosfat pH 7,4, 100 L campuran EDTA 1,04 mM-iron amonium sulfat 1,0 mM. Kemudian campuran larutan tersebut divortek. Reaksi dimulai dengan menambabkan 100 L asam askorbat 1 mM dan 10 L H 2 2 0,1 M, lalu divortek kembali. Campuran diinkubasi pada penangas air suhu 37 o C selama 10 menit, kemudian ditambahkan 1 mL TCA 2,8 dan 0,5 mL TBA 1. Campuran reaksi dipanaskan pada penangas air berisi air mendidih 99 o C selama 8 menit lalu didinginkan. Selanjutnya campuran diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Untuk kontrol dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel. Faktor koreksi dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan TBA untuk semua seri konsentrasi sampel yang diujikan. Aktivitas scavenging radikal hidroksil OH • dinyatakan sebagai penghambatan terhadap radikal hidroksil dan IC 50 gmL. Persen penghambatan dihitung sesuai rumus : [A o –A s A o ] x 100, A o = absorbans tanpa penambahan sampelstandar, A s = absorbans dengan penambahan sampel standar Abs 532 +TBA –Abs 532 -TBA . Aktivitas scavenging terhadap radikal superoksida O 2 • Pengujian aktivitas scavenging radikal anion superoksida O 2 • dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Wettasinghe dan Shahidi 1999, radikal superoksida dihasilkan dari reaksi enzimatis. Sampelsenyawa standar dalam beberapa seri konsentrasi yang disiapkan dalam bufer fosfat 0,1 M pH 7,4; 0,3 mL hipoxanthine 3 mM; 0,3 mL diethylenetriaminepentaacetic acid 12 mM; 0,3 mL nitro blue tetrazolium 178 M; 0,3 mL xanthine oxidase mengandung 150 mIU direaksikan dalam tabung reaksi selama 15 menit. Selanjutnya reaksi campuran diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm. Aktivitas scavenging radikal anion superoksida O 2 • dinyatakan sebagai penghambatan terhadap anion superoksida O 2 • dan IC 50 gmL. Persen penghambatan dihitung sesuai rumus: [A o –A s A o ] x 100, dimana A o = absorbans tanpa penambahan sampelstandar, A s = absorbans dengan penambahan sampelstandar. Pengujian aktivitas penghambatan oksidasi lipoprotein LDL Persiapan LDL manusia LDL yang digunakan adalah LDL komersial Sigma yang diisolasi dari darah manusia. LDL dalam bentuk liofil dilarutkan menggunakan larutan 0,01 M phosphate-buffered saline PBS pH 7,4 mengandung 0,15 M NaCl Kähkönen Heinonen 2003, kemudian didialisis menggunakan kantong dialisis 3500 MWCO dalam larutan 0,01 M PBS-0,15 M NaCl; pH 7,4 pada suhu 5 o C selama 48 jam Ghiselli et al. 1998. Larutan LDL dianalisa kadar protein dengan metode Lowry Lowry et al. 1951 dan diencerkan dengan PBS 0,01 M; pH 7,4 sehingga diperoleh larutan LDL yang mengandung 200 g proteinmL. Larutan LDL disimpan dalam vial dan diembus gas nitrogen N 2 untuk mencegah oksidasi. Pengukuran kandungan protein LDL Kandungan protein LDL dianalisa menggunakan metode Lowry Lowry et al . 1951. Pereaksi-pereaksi yang digunakan untuk analisis meliputi 1 pereaksi A: 2 Na 2 CO 3 dalam 0,1 NaOH, pereaksi ini disimpan dalam lemari pendingin; 2 pereaksi B: 0,5 CuSO 4 .5H 2 O dalam 1 kalium tartrat, campuran ini dibuat segar setiap kali melakukan analisis; 3 pereaksi C: 200 mL pereaksi A di tambah 4 mL pereaksi B; 4 pereaksi Folin Ciocalteau: pereaksi folin ditambah air bebas ion dengan perbandingan 1:1; 5 larutan 0,9 NaCl, 0,01 EDTA pH 7,4; 6 larutan standar bovine serum albumin BSA 1 mgmL, dibuat dalam beberapa seri konsentrasi menggunakan larutan NaCl 0,9, EDTA 0,01 pH 7,4; 7 larutan LDL larutan LDL diencerkan sampai volume 0,5 mL menggunakan larutan NaCl 0,9 EDTA, 0,01 pH 7,4; 8 larutan blanko 0,5 mL larutan NaCl 0,9, EDTA 0,01 pH 7,4. Sebanyak 0,5 mL sampel LDL atau standar BSA seri konsentrasi dipipet ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung ditambah dengan 2 mL pereaksi C kemudian divortek dan didiamkan selama 10 menit. Masing-masing tabung ditambah 0,2 mL pereaksi Folin Ciocalteau, divortek dan didiamkan selama 1 jam. Selanjutnya dibaca nilai absorbansnya pada panjang gelombang 700 nm. Hasil pembacaan absorbans standar BSA kemudian diplotkan dalam kurva standar antara nilai absorbans dengan konsentrasi protein BSA. Persamaan kurva standar digunakan untuk menentukan kandungan protein yang terdapat pada sampel LDL. Berdasarkan kadar protein LDL yang diperoleh kemudian dilakukan pengenceran terhadap sampel LDL sehingga kandungan protein menjadi sebesar 200 g proteinmL. Oksidasi LDL Oksidasi LDL dilakukan sesuai metode gabungan yang dilakukan oleh Ghiselli et al. 1998; Hu et al. 2003. LDL yang telah didialisis 375 L, mengandung 75 g protein dioksidasi menggunakan 5 M CuSO 4 pada suhu 37 o C dalam penangas air selama 4 jam. Oksidasi LDL dilakukan dalam PBS dengan perlakuan penambahan sampel LDL + CuSO 4 + sampel, kontrol oksidasi LDL + CuSO 4 , dan penambahan EDTA LDL + CuSO 4 + EDTA 500 M. Penambahan sampel dilakukan sebelum reaksi oksidasi dimulai 0 menit dan dilakukan inkubasi selama 15 menit. Reaksi oksidasi dihentikan dengan penambahan 100 M EDTA. Oksidasi modifikasi LDL dievaluasi setelah 4 jam inkubasi dengan mengukur kandungan malonaldehid dengan metode yang dilakukan Buege dan Aust 1978 menggunakan standar TMP 1,1,3,3- tetrametoksipropana. Pengukuran kandungan malonaldehid Pengukuran kandungan malonaldehid MDA dilakukan mengikuti prosedur Buege dan Aust 1978 dengan modifikasi. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi TBA asam tiobarbiturat yang dibuat dengan melarutkan TCA 15 g menggunakan aquades lalu ditambahkan TBA 0,375 g dan 1 N HCl 25 mL. Volume campuran ditera sampai 100 mL dengan aquades. Sampel maupun standar TMP yang dibuat dalam beberapa seri konsentrasi dimasukkan dalam tabung reaksi total volume 0,5 mL lalu ditambahkan 1 mL pereaksi TBA. Campuran dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 99 o C selama 15 menit. Setelah didinginkan, ditambahkan 0,5 mL etanol lalu divortek dan diukur absorbansnya pada panjang gelombang 535 nm. Konsentrasi malonaldehid dihitung dari kurva standar hubungan antara konsentrasi standar TMP yang dibuat dari beberapa seri konsentrasi dan nilai pembacaan absorbans. Minuman model Minuman model dibuat dari bufer sitrat 0,1 M; asam sitrat-natrium sitrat pada pH 3 yang mengandung ekstrak antosianin buah duwet. Penambahan pigmen dilakukan sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbans pada kisaran nilai ~0,6 vis-maks , 516 nm. Campuran didiamkan selama 60 menit pada suhu ruang untuk mencapai kesetimbangan dan disebut sebagai minuman model tanpa kopigmentasi native. Selain itu, minuman model yang mengandung antosianin buah duwet juga ditambahkan kopigmen asam sinamat asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat dan ekstrak polifenol rosemary, masing- masing dengan konsentrasi 1 mgmL. Larutan campuran diaduk dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruang agar terjadi reaksi dan disebut sebagai minuman terkopigmentasi intermolekular. Minuman model tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular dianalisis kandungan total polifenol metode folin-ciocalteau; Slinkard Singleton 1977, total antosianin monomerik metode perbedaan pH; Giusti Wrolstad 2001, serta aktivitas antioksidan berdasarkan kemampuan scavenging radikal DPPH Chen et al. 2006. Total polifenol dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat dan antosianin sebagai ekuivalen sianidin-3-glukosida. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai nilai kapasitas antioksidan AEAC, ascorbic acid equivalent antioxidant capacity, g AAmL. Analisa data secara statistik Data hasil pengujian dianalisis secara statistika dengan menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi menggunakan aplikasi Microsoft Office EXCEL 2007 serta analisis sidik ragam uji ANOVA satu arah kemudian dihitung nilai bedanya dengan uji beda Duncan Multiple Range Test pada taraf 5 p 0,05 menggunakan aplikasi SPSS 17.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Kontribusi Antosianin Buah Duwet sebagai Antioksidan Ekstraksi senyawa polifenol dalam buah duwet termasuk antosianin dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut metanol mengandung 0,1 HCl. Untuk fraksinasi senyawa polifenol dilakukan dengan metode solid-phase extraction SPE menggunakan C 18 Sep-Pak cartridge. Proses fraksinasi dilakukan untuk tujuan mengetahui kontribusi antosianin buah duwet sebagai senyawa antioksidan. Hasil fraksinasi senyawa polifenol diperoleh 2 fraksi yaitu fraksi polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin Gambar 6.1. Fraksi polifenol non-antosianin berwarna kuning, yang mengandung senyawa polifenol selain grup antosianin, sedangkan fraksi antosianin berwarna merah yang mengandung hanya senyawa polifenol antosianin. Gambar 6.1 Ekstrak polifenol A, fraksi polifenol antosianin B, dan fraksi polifenol non-antosianin C dari buah duwet. Hasil identifikasi senyawa yang terkandung dalam fraksi antosianin diperoleh bahwa komposisi antosianin dalam fraksi antosianin buah duwet terdiri dari delfinidin-3,5-diglukosida 41, petunidin-3,5-diglukosida 28, malvidin- 3,5-diglukosida 26, sianidin-3,5-diglukosida 4, dan peonidin-3,5- diglukosida 1, sesuai hasil penelitian sebelumnya Sari et al. 2009. Senyawa polifenol yang terkandung dalam fraksi polifenol non-antosianin tidak diidentifikasi jenis-jenis polifenolnya. Dalam fraksi polifenol non-antosianin dapat mengandung senyawa polifenol netral dari grup flavonoid seperti flavanols, flavonols, flavons, isoflavones, flavanones, dan turunannya dan senyawa polifenol asam seperti asam hidroksibensoat, hidroksifenilasetat, dan hidroksisinamat. Data sekunder yang diperoleh dari Faria et al. in press menyebutkan bahwa buah duwet mengandung asam fenolik galoil-glukosa ester, asam galat, flavanonol dihidromirisetin diglukosida, dihidrokuersetin A B C diglukosida, metil-dihidromirisetin diglukosida, dimetil-dihidromirisetin diglukosida, dan flavonol mirisetin glukosida, mirisetin pentosida, mirisetin ramnosida, mirisetin asetil-ramnosida, mirisetin. Kandungan polifenol dan antosianin dalam ekstrak dan fraksi dilaporkan sebagai data spektrofotometrik yang dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat untuk kandungan polifenol dan ekuivalen sianidin-3-glukosida untuk kandungan antosianin Tabel 6.1. Kandungan polifenol dalam ekstrak polifenol sebesar 25,92 mg GAEg, sedangkan pada fraksi antosianin dan fraksi non-antosianin masing-masing sebsar 21,57 mg GAEg dan 2,15 mg GAEg. Polifenol jenis antosianin mendominasi kandungan polifenol di dalam buah duwet sebesar 83,25 sedangkan senyawa polifenol lain selain antosianin hanya mengandung 8,30 dalam buah duwet. Kontribusi utama senyawa polifenol dalam buah duwet berasal dari antosianin, yang termasuk dalam kelompok flavonoid, sebesar ~83 bb. Kandungan polifenol dalam ekstrak menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan gabungan kandungan polifenol dalam fraksi antosianin dan non- antosianin, kemungkinan karena dalam ekstrak mengandung gula yang tinggi dan juga asam askorbat dengan level yang rendah. Buah-buahan diketahui mengandung gula cukup tinggi. Menurut Waterhouse 2002, kandungan gula, asam askorbat, dan protein dalam bahan dengan level yang tinggi dapat mempengaruhi pengukuran polifenol menggunakan metode folin ciocalteau. Tabel 6.1 Kandungan total polifenol dan antosianin dalam ekstrak dan fraksi Kandungan polifenol Kandungan antosianin Sampel mg GAEg Berat mg CyEg Berat Ekstrak polifenol 25,92 ± 0,20 c 100,00 15,13 ± 0,09 b 100,00 Fraksi polifenol : - Antosianin 21,57 ± 0,05 b 83,25 14,44 ± 0,20 a 95,43 - Non-antosianin 2,15 ± 0,07 a 8,30 - - Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. Kandungan polifenol dinyatakan sebagai miligram ekuivalen asam galat per gram sampel berat kering. Kandungan antosianin dinyatakan sebagai miligram ekuivalen sianidin-3- glukosida per gram sampel berat kering. berat didasarkan pada kandungan senyawa dalam ekstrak. Data spektrofotometrik lainnya menunjukkan kandungan antosianin dalam ekstrak lebih tinggi 15,13 mg CyEg dibandingkan dalam fraksi antosianin 14,44 mg CyEg dengan kontribusi sebesar 95.43. Adanya perbedaan kandungan antosianin dalam ekstrak dan fraksi antosianin, karena pada proses fraksinasi ada sebagian kecil antosianin yang terikat didalam gum yang terkandung dalam ekstrak buah duwet yang tidak terikut dalam proses pemisahan fraksinasi. Gambar 6.2 menunjukkan aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH dari ekstrak, fraksi polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin buah duwet. Aktivitas scavenging radikal DPPH, dinyatakan sebagai nilai kapasitas antioksidanAEAC AEAC=ascorbic acid equivalent antioxidant capacity, dari ekstrak polifenol, fraksi polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin berturut-turut sebesar 25,21; 28,52; dan 2,62 mg AAg, AA=asam askorbat. Fraksi polifenol antosianin menunjukkan aktivitas scavenging lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak polifenol dan fraksi polifenol non-antosianin. Fraksi polifenol non-antosianin menunjukkan aktivitas yang paling rendah karena kandungan senyawa polifenol dalam fraksi non-antosianin hanya 8,30. Aktivitas antioksidan buah duwet utamanya dikontribusi oleh senyawa antosianin. Kontribusi aktivitas antioksidan dari polifenol non-antosianin relatif sangat kecil. 25,21b 28,52c 2,62a 5 10 15 20 25 30 35 Ekstrak Fraksi polifenol antosianin Fraksi polifenol non- antosianin Kapasitas Antioksidan AEAC mg AAg Gambar 6.2 Aktivitas scavenging radikal DPPH dari ekstrak polifenol, fraksi polifenol antosianin dan fraksi polifenol non-antosianin buah duwet. AEAC, ascorbic acid equivalent antioxidant capacity; AA, asa m askorbat. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Isolat Antosianin Buah Duwet Pada penelitian ini, aktivitas antioksidan dianalisa menggunakan beberapa metode pengujian yang berbeda seperti pengujian kemampuan scavenging terhadap radikal DPPH, radikal hidroksil OH • , radikal superoksida O 2 • , dan pengujian kemampuan menghambat peroksidasi lipid menggunakan lipoprotein LDL. Semua pengujian dilakukan secara in vitro. Sampel dari buah duwet yang diujikan meliputi ekstrak pulp duwet EPD, ekstrak kulit duwet EKD, dan isolat antosianin duwet IAD. Ekstrak pulp duwet EPD diperoleh dengan mengekstrak senyawa polifenol termasuk antosianin dalam buah utuh yang telah dibuang bijinya hanya bagian daging dan kulit, sedangkan ekstrak kulit duwet EKD diperoleh dengan mengekstrak senyawa polifenol yang terkandung dalam bagian kulit buah. Isolat antosianin duwet IAD diperoleh dengan mengisolasi antosianin yang terkandung dalam buah duwet menggunakan metode solid-phase extraction SPE sehingga dalam isolat hanya mengandung 5 jenis antosianin. Ekstrak dan isolat antosianin duwet mengandung senyawa polifenol utama yaitu antosianin, sehingga bisa dikatakan senyawa antosianin memberikan kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidan. Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet dapat digunakan sebagai pewarna yang dapat memberikan warna pada pangan dan sekaligus dapat memberikan manfaat kesehatan sebagai antioksidan. Kandungan Total Polifenol Kandungan polifenol dalam ekstrak pulp duwet EPD, ekstrak kulit duwet EKD, isolat antosianin duwet IAD, dan ekstrak kubis merah EKM disajikan pada Tabel 6.2. Ekstrak pulp duwet mengandung polifenol paling rendah, sedangkan isolat antosianin duwet mengandung polifenol yang paling tinggi sebesar 379,69 mg GAEg. Kandungan polifenol ini berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan sesuai yang dinyatakan oleh Pietta 2000, senyawa polifenol berperanan sebagai senyawa antioksidan termasuk didalamnya senyawa flavonoid. Senyawa polifenol dalam ekstrak duwet yang berperanan utama sebagai antioksidan adalah antosianin yang dapat memberikan kontribusi sebesar 83, sesuai hasil dari penelitian sebelumnya. Tabel 6.2 Kandungan polifenol dalam ekstrak dan isolat antosianin buah duwet, serta kubis merah Sampel Kandungan polifenol mg GAEg Ekstrak pulp duwet 15,86 ± 0,10 a Ekstrak kulit duwet 33,57 ± 1,42 b Isolat antosianin duwet 379,69 ± 12,32 c Ekstrak kubis merah 27,70 ± 0,48 b Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. Kandungan polifenol dinyatakan sebagai miligram ekuivalen asam galat per gram ekstrakisolat berat kering. Aktivitas Scavenging terhadap Radikal DPPH Pada pengujian ini, aktivitas antioksidan dari sampel diukur berdasarkan kemampuannya mendonorkan atom hidrogen atau kemampuannya scavenging radikal, menggunakan radikal DPPH. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil yang memiliki elektron tidak berpasangan dan menunjukkan absorpsi maksimum pada 517 nm. Elektron yang tidak berpasangan ini menjadi berpasangan dengan keberadaan antioksidan donor hidrogenelektron sehingga kekuatan absorpsi menurun dan menghasilkan perubahan warna yang bergantung pada jumlah elektron yang ditangkap Blois 1958. Perubahan warna yang terjadi dari ungu ke kuning dengan adanya donor elektron atau hidrogen dari antioksidan menyebabkan absorbans pada panjang gelombang 517 nm menjadi menurun. Semakin cepat terjadi perubahan warna, semakin kuat kemampuannya dalam scavenging radikal bebas. Radikal DPPH 517 nm ungu Gambar 6.3 Skema scavenging radikal DPPH oleh antioksidan RH Yamaguchi et al. 1998. Pengujian aktifitas scavenging menggunakan radikal DPPH dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dari ekstrak dan isolat antosianin duwet serta sampel pembanding dalam menangkal semua jenis radikal bebas. Radikal DPPH dipilih untuk mewakili semua radikal bebas yang terdapat dalam tubuh sehingga aktivitas antioksidan menunjukkan kemampuan penangkapan radikal secara umum. Hubungan antara konsentrasi sampel dengan aktivitas scavenging radikal DPPH dari EPD, EKD, IAD serta sampel pembanding EKM, asam askorbat, katekin, dan kuersetin disajikan pada Gambar 6.4. Peningkatan konsentrasi sampel dapat meningkatkan aktivitas scavenging radikal DPPH. Aktivitas antioksidan yang dinyatakan sebagai nilai IC 50 disajikan pada Tabel 6.3. Nilai IC 50 menunjukkan konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk scavenger atau menangkap 50 radikal bebas. Nilai IC 50 yang lebih rendah menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih besar. Berdasarkan nilai IC 50 secara berurutan aktivitas antioskidan dari sampel buah duwet dapat diurutkan sebagai berikut: IAD IC 50 , 23,02 gmL EKD IC 50 , 915,85 gmL EPD IC 50 , 1756,88 gmL. Aktivitas antioksidan EPD dan EKD menunjukkan aktivitas yang lebih rendah dari EKM IC 50 , 434,34 gmL, sedangkan IAD memiliki aktivitas yang lebih besar dari EKM. Apabila dibandingkan dengan sampel standar katekin, kuersetin, dan asam askorbat, sampel IAD menunjukkan aktivitas yang sedikit lebih rendah dari aktivitas katekin dan asam askorbat, sedangkan kuersetin menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling kuat di antara sampel yang diujikan. Dengan melakukan isolasi antosianin pada buah duwet maka dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Gambar 6.4 Aktivitas scavenging radikal DPPH dari ekstrak pulp duwet EPD, ekstrak kulit duwet EKD, isolat antosianin duwet IAD, ekstrak kubis merah EKM, asam askorbat, katekin, dan kuersetin. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 20 30 40 50 IAD Katekin Asam askorbat Kuersetin 10 20 30 40 50 60 70 80 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Konsentrasi sam pelstandar gml EPD EKD EKM A k ti v it a s s c a v e n g in g r a d ik a l D P P H Konsentrasi sampelstandar gml Tabel 6.3 Nilai IC 50 dari ekstrak duwet, isolat antosianin, dan senyawa pembanding Nilai IC 50 gmL Sampel Scavenging Scavenging radikal Scavenging radikal DPPH anion superoksida radikal hidroksil Ekstrak plup duwet 1756,88 ± 11,73 e 35,06 ± 0,88 e 446,48 ± 16,12 e Ekstrak kulit duwet 915,85 ± 8,52 d 22,16 ± 0,49 d 357,19 ± 10,48 d Isolat antosianin duwet 23,02 ± 0,88 b 1,85 ± 0,04 a 257,27 ± 4,32 b Ekstrak kubis merah 434,34 ± 11,34 c 20,67 ± 0,23 c 332,65 ± 14,14 c Katekin 16,69 ± 0,20 ab 1,27 ± 0,04 a 167,52 ± 2,63 a Kuersetin 9,30 ± 0,25 a - - Asam askorbat 13,48 ± 0,06 ab 6,59 ± 0,08 b - Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. IC 50 , konsentrasi sampel yang diperlukan untuk scavenger atau menangkap 50 radikal bebas. Aktivitas IAD lebih kecil dari sampel standar katekin, kuersetin, dan asam askorbat karena struktur antosianin yang tersubstitusi gula dapat menyebabkan penurunan aktivitas. Katekin dan kuersetin merupakan senyawa polifenol flavonoid bentuk aglikon sehingga memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan antosianin. Menurut Bravo 1998, efisiensi antioksidan flavonoid berkorelasi dengan menurunnya keberadaan gugus gula glikosida bukan antioksidan sedangkan aglikon adalah antioksidan. Lebih lanjut Seeram dan Nair 2002 menyatakan bahwa jumlah gugus gula berperanan dalam aktivitas antioksidan, aktivitas menurun dengan meningkatnya jumlah gugus gula. Hasil penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa antosianin mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan dengan antosianidin aglikon, epikatekin, dan katekin. Senyawa kuersetin merupakan senyawa antioksidan yang paling kuat karena struktur kimianya, kuersetin flavonol memiliki ketiga struktur dasar utama yang terlibat dalam aktivitas antiradikalscavenging radikal Gambar 2.10. Aktivitas Scavenging terhadap Spesies Oksigen Reaktif SOR Spesies oksigen reaktif seperti anion superoksida O 2 • dan hidroksil radikal OH • berperanan penting dalam kesehatan manusia dan penyakit. Reaktifitas dari senyawa flavonoid terhadap radikal superoksida dan hidroksil telah dipelajari secara intensif. Pada penelitian ini, ekstrak dan isolat antosianin duwet diuji kemampuannya dalam scavenger radikal hidroksil dan anion superoksida. Aktivitas Scavenging terhadap Radikal Hidroksil Diantara spesies oksigen reaktif, radikal hidroksil adalah yang paling reaktif dan menyebabkan kerusakan berat pada biomolekul. Radikal hidroksil lebih reaktif dari radikal anion superoksida, oleh karena itu lebih berbahaya Gutteridge 1984; Shi et al. 2001. Pada penelitian ini, aktivitas scavenging radikal hidroksil diuji menggunakan metode deoksiribosa. Pada metode ini, radikal hidroksil dihasilkan melalui reaksi antara kompleks besi-EDTA dengan H 2 O 2 dengan keberadaan asam askorbat reaksi fenton. Radikal hidroksil menyerang deoksiribosa membentuk produk fragmen-fragmen, kemudian campuran reaksi dipanaskan pada kondisi asam. Ketika malonaldehid MDA dibentuk dapat dideteksi melalui kemampuannya bereaksi dengan TBA asam tiobarbiturat yang dapat membentuk kromagen berwarna merah. Reaksi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut: Fe 2+ -EDTA + H 2 O 2 OH - + OH • + Fe 3+ -EDTA OH • + deoksiribosa fragmen MDA 2TBA + MDA kromogem Halliwell et al. 1987. Dalam sistem pengujian menggunakan metode deoksiribosa, antioksidan berkompetisi dengan deoksiribosa untuk bereaksi dengan radikal hidroksil dan mengurangi pembentukan kromogen. Hubungan antara konsentrasi sampel dengan aktivitas scavenging radikal hidroksil dari ekstrak, isolat antosianin duwet, dan sampel pembanding disajikan pada Gambar 6.5. Peningkatan konsentrasi sampel dapat meningkatkan aktivitas scavenging radikal hidroksil. Selain itu, aktivitas scavenging radikal hidroksil juga dinyatakan sebagai nilai IC 50 . Nilai IC 50 dari aktivitas scavenging radikal hidroksil pada kisaran nilai dari 167,52 sampai 446,48 gmL Tabel 6.3. EPD IC 50 , 446,48 gmL menunjukkan aktivitas paling rendah di antara sampel, hal ini berhubungan dengan kandungan polifenol yang paling rendah 15,86 mg GAEg. Aktivitas scavenging radikal dari EKD IC 50 , 357,19 gmL sebanding dengan aktivitas EKM IC 50 , 332,65 gmL yang memiliki nilai IC 50 tidak jauh beda. IAD IC 50 , 257,27 gmL, isolat antosianin yang mengandung 5 jenis antosianin duwet, menunjukkan aktivitas lebih kuat dibandingkan EPD, EKD, dan EKM. Bentuk isolat antosianin dapat meningkatkan aktivitas scavenging radikal yang terlihat pada penurunan nilai IC 50 sebesar ~100 gml dibandingkan dalam bentuk panas ekstrak EKD. Kemampuan aktivitas scavenging radikal hidroksil dari IAD lebih rendah dibandingkan katekin IC 50 , 167,52 gmL disebabkan struktur antosianin yang tersubstitusi gula dapat menurunkan aktivitas scavenging radikal hidroksil. Gambar 6.5 Aktivitas scavenging radikal hidroksil OH • dari ekstrak pulp duwet EPD, ekstrak kulit duwet EKD, isolat antosianin duwet IAD, ekstrak kubis merah EKM, dan katekin. Husein et al. 1987; van Acker et al. 1996; Wettasinghe dan Shahidi 1999 melaporkan bahwa flavonoid adalah scavenger radikal hidroksil OH • dan keefektifan senyawa flavonoid meningkat dengan meningkatnya jumlah gugus hidroksil pada cincin aromatik B B-ring. Seperti pada kebanyakan radikal bebas lainnya, radikal hidroksil dapat dinetralkan apabila dilengkapi dengan atom hidrogen. Jadi polifenol dalam EPD, EKD, dan IAD sampel duwet, utamanya antosianin, mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan atom hidrogen ke radikal hidroksil. Lebih lanjut dijelaskan oleh Shi et al. 2001, reaktivitas dari 10 20 30 40 50 60 70 80 200 400 600 800 EPD EKD EKM A k ti fi ta s s c a v e n g in g r a d ik a l h id ro k s il 10 20 30 40 50 60 70 80 50 100 150 200 250 300 350 IAD Katekin Konsentrasi sampelstandar gml flavonoid terhadap radikal hidroksil umumnya lebih tinggi daripada terhadap radikal anion superoksida. Aktivitas Scavenging terhadap Radikal Anion Superoksida Radikal anion superoksida merupakan spesies yang juga dihasilkan melalui reaksi biokimia normal di dalam tubuh Kevin et al. 2007. Dalam sistem pengujian ini, radikal anion superoksida dihasilkan melalui reaksi enzimatis. Aktivitas scavenging radikal anion superoksida ditentukan menggunakan sistem hipoxantinxantin oksidase sebagai sumber anion superoksida. Xanthin oksidase dapat mengkatalisa melalui 2 reaksi: a Hipoxantin + H 2 O + 2O 2 Xantin + 2O 2 •- + 2H + b Xantin + H 2 O + 2O 2 asam urat + 2O 2 •- + 2H + Lu Foo 2000. Gambar 6.6 menyajikan hubungan antara konsentrasi sampel dengan aktivitas scavenging radikal anion superoksida dari ekstrak, isolat antosianin duwet, dan sampel pembanding. Peningkatan konsentrasi sampel dapat meningkatkan aktivitas scavenging radikal anion superoksida. Aktivitas scavenging radikal anion superoksida menunjukkan pola yang sama dengan aktivitas scavenging radikal hidroksil. Aktivitas antioksidan dari sampel yang dinyatakan sebagai nilai IC 50 disajikan pada Tabel 6.3. Aktivitas scavenging radikal anion superoksida dari IAD IAD IC 50 , 1,85 gmL menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan EPD IC 50 , 35,06 gmL dan EKD IC 50 , 22,16 gmL. Aktivitas scavenging radikal dari EKD sebanding dengan aktivitas EKM EKM IC 50 , 20,67 gmL yang memiliki nilai IC 50 tidak jauh berbeda. Bentuk isolat antosianin dapat meningkatkan aktivitas scavenging terhadap radikal anion superoksida sehingga mempunyai aktivitas yang sebanding dengan sampel standar katekin dan asam askorbat. IAD menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan asam askorbat IC 50 , 6,59 gmL dan aktivitasnya sebanding dengan katekin IC 50 , 1,27 gmL. Xantin oksidase Xantin oksidase Gambar 6.6 Aktivitas scavenging radikal anion superoksida O 2 • dari ekstrak pulp duwet EPD, ekstrak kulit duwet EKD, isolat antosianin duwet IAD, ekstrak kubis merah EKM, asam askorbat, dan katekin. Katekin, termasuk kelompok flavonoid, dan IAD, utamanya mengandung 5 jenis antosianin, menunjukkan aktivitas scavenging radikal anion superoksida lebih besar dari asam askorbat kemungkinan karena katekin dan IAD mempunyai dua mode reaksi yaitu sebagai inhibitor xanthin oksidase dan scavenger radikal superoksida. Pada asam askorbat kemungkinan hanya memiliki satu mode reaksi yaitu hanya sebagai scavenger radikal superoksida sehingga aktivitas menjadi lebih rendah. Alasan ini juga diperkuat oleh Lu dan Foo 2000 yang menyatakan polifenol dapat mempunyai lebih dari satu mode reaksi pada sistem pengujian ini: 1 dapat berperan sebagai inhibitor xanthin oksidase danatau 2 sebagai scavenger radikal superoksida. Lebih lanjut dijelaskan oleh Shi et al. 2001, apabila sistemreaksi enzimatis yang digunakan dalam pengujian maka 10 20 30 40 50 60 70 80 2 4 6 8 10 IAD Asam askorbat Katekin 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 20 30 40 50 60 EPD EKD EKM 1 2 3 4 5 6 7 A k ti fi ta s s c a v e n g in g r a d ik a l a n io n s u p e ro k s id a Konsentrasi sampelstandar gml efek scavenging radikal superoksida kemungkinan berasal dari efek quenching radikal ataudan efek inhibisi enzim. Lebih lanjut dijelaskan hubungan antara aktivitas dan struktur flavonoid sebagai inhibitor xantin oksidase dan scavenger radikal anion superoksida. Gugus hidroksil pada C-5 dan C-7 serta ikatan rangkap antara C-2 dan C-3 adalah pentingesensial untuk menghambat aktivitas xantin oksidase. Gugus hidroksil pada C-3’ cincin B dan pada C-3 merupakan gugus yang penting untuk aktivitas scavenging anion superoksida. Aucamp et al. 1997 juga melaporkan bahwa katekin dalam teh mungkin beraksi pada tahapan awal reaksi dengan menghambat produksi radikal superoksida melalui aksi menghambat aktivitas xantin oksidase dan menetralkan radikal superoksida yang telah terbentuk. Penghambatan Peroksidasi Lipid Lipoprotein LDL Aktivitas penghambatan peroksidasi lipid dari antosianin buah duwet diuji secara in vitro dalam sistem model yang mengandung lipoprotein LDL yang diisolasi dari manusia. Lipoprotein LDL mengandung protein sebanyak 21 dan lipid 79 Marinetti 1990, sehingga mudah mengalami oksidasi. Banyak fakta ilmiah yang mendukung keterlibatan LDL termodifikasi modified LDL, melalui reaksi oksidasi, pada patogenesis dari ateroklerosis. Untuk itu pada bagian penelitian ini dilakukan pengujian kemampuan antosianin buah duwet dalam menghambat oksidasi lipoprotein LDL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak EPD dan EKD serta isolat IAD buah duwet yang mengandung senyawa utama antosianin menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap oksidasi lipoprotein LDL menggunakan logam Cu 2+ , Gambar 6.7 dan Tabel 6.4. Penelitian dari Hu et al. 2003; Kano et al. 2005; Ghiselli et al. 1998; Heinonen et al. 1998, Kähkönen dan Heinonen 2003, Brown dan Kelly 2007; juga menunjukkan bahwa antosianin memiliki kemampuan dalam menghambat oksidasi lipoprotein LDL. 54.62g 51.08f g 47.92ef 47.29ef 45.78e 38.82d 37.18d 25.81c 17.34b 11.53a 10 20 30 40 50 60 Kontrol EDTA EPD 2.5 g ml EPD 10 gml EKD 2.5 g ml EKD 10 g ml EKM 2.5 gml EKM 10 gml IA D 2.5 g ml Katekin 2.5 g ml K o n s e n tr a s i m a lo n a ld e h id n m o l M DA m g p ro te in Gambar 6.7 Efek penghambatan oksidasi lipoprotein LDL oleh ekstrak pulp duwet EPD, ekstrak kulit duwet EKD, ekstrak kubis merah EKM, isolat antosianin duwet IAD, dan katekin. Kontrol, LDL + Cu 2+ ; EDTA, LDL + Cu 2+ + EDTA. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. Tabel 6.4 Konsentrasi malonaldehid dari LDL termodifikasi oksidasi Cu 2+ tanpa dan dengan ditambahkan ekstrak dan isolat antosianin buah duwet, ekstrak kubis merah, dan katekin Sampel Konsentrasi malonaldehid Pengurangan nmol MDAmg protein konsentrasi MDA dari kontrol Kontrol 54,62 ± 2,27 - EDTA 25,81 ± 4,27 52,75 EPD 2, 5 gml 51,08 ± 2,32 6,48 EPD 10 gml 45,78 ± 2,66 16,20 EKD 2, 5 gml 47,92 ± 2,74 12,26 EKD 10 gml 38,82 ± 2,58 28,92 EKM 2, 5 gml 47,29 ± 2,47 13,42 EKM 10 gml 37,18 ± 2,01 31,93 IAD 2, 5 gml 17,34 ± 1,71 68,26 Katekin 2, 5 gml 11,53 ± 0,58 78,90 Kontrol, LDL + Cu 2+ ; EDTA, LDL + Cu 2+ + EDTA; sampel EPD, EKD, EKM, IAD, katekin, LDL + Cu 2+ + sampel; EPD, ekstrak pulp duwet; EKD, ekstrak kulit duwet; EKM, ekstrak kubis merah; IAD, isolat antosianin duwet. Pengukuran penghambatan oksidasi lipoprotein LDL dengan mengukur pembentukan hasil oksidasi sekunder, malonaldehid. Konsentrasi malonaldehid dari ekstrak EPD dan EKD buah duwet 51,08 nmol MDAmg protein dan 47,92 nmol MDAmg protein menunjukkan nilai lebih besar dari isolat antosianin buah duwet, IAD 17,34 nmol MDAmg protein pada konsentrasi pengujian 2,5 gmL. IAD memiliki kemampuan menghambat oksidasi lipoprotein LDL lebih besar dibandingkan dengan ekstrak EPD dan EKD. Pembentukan malonaldehid dengan penambahan ekstrak EKD dan EKM menunjukkan konsentrasi malonaldehid yang hampir sama pada kedua konsentrasi pengujian, 2.5 dan 10 gmL. Hal ini menunjukkan bahwa EKD memiliki aktivitas penghambatan terhadap oksidasi lipoprotein LDL yang sebanding dengan EKM. Sedangkan aktivitas penghambatan oksidasi LDL untuk isolat antosianin buah duwet IAD sedikit lebih rendah dibandingkan dengan katekin. Katekin menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap oksidasi LDL yang paling tinggi diantara sampel yang diujikan, dimana pembentukan malonaldehid kecil sebesar 11,53 nmol MDAmg protein pada kosentrasi pengujian 2,5 gmL. Pengurangan kadar malonaldehid dari kontrol untuk sampel buah duwet yaitu EPD, EKD, dan IAD berturut-turut sebesar 6,48-16,20; 12,26-28,92; dan 68,26. Isolat antosianin duwet dapat mengurangi pembentukan malonaldehid di atas nilai 50 pada konsentrasi pengujian 2,5 gmL. Pada tahapan reaksi oksidasi lipid dihasilkan radikal lipid seperti radikal peroksil ROO • , alkoksi RO • , dan alkil R • Hamilton et al. 1997; Gordon 1990. Radikal lipid juga dihasilkan pada oksidasi lipoprotein LDL menggunakan logam Cu 2+ . Menurut Aviram dan Fuhram 2003, flavonoid dapat menghambat oksidasi LDL melalui beberapa mekanisme diantaranya: sebagai scavenging radikal bebas dengan mendonorkan elektron atau atom hidrogen ke radikal bebas serta mengkelasi chelating agents ion logam transisi Gambar 6.8. Huang et al. 2005 memaparkan tahapan autooksidasi, inisiasi dengan senyawa azo, dan aksi penghambatan dari antioksidan sebagai berikut : inisiasi R 2 N 2 2R • + N 2 R • + O 2 ROO • ROO • + LH ROOH + L • propagasi L • + O 2 LOO • LOO • + LH LOOH + L • inhibisi LOO • + AH LOOH + A • terminasi A • + n-1LOO • produk-produk nonradikal LOO • + LOO • produk-produk nonradikal R 2 N 2 = senyawa azo; LH = substrat asam lemak; ROO • = radikal peroksil; AH = antioksidan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Gordon 1990 dan Bravo 1998, mekanisme antioksidan primer fenolik antioksidan pemutus rantai reaksi oksidasi dalam proses autooksidasi adalah dengan cepat menyumbangkan atom hidrogen ke radikal lipid dan mengubah radikal lipid menjadi produk yang lebih stabil, seperti diilustrasikan pada reaksi berikut : ROO • + AH ROOH + A • RO • + AH ROH + A • ROO • = radikal peroksil; RO • = radikal alkoksi; AH = antioksidan Menurut Bravo 1998, radikal fenoksil relatif stabil, oleh karena itu reaksi berantai baru tidak mudah diinisiasi. Radikal fenoksil distabilisasi melalui delokalisasi elektron tidak berpasangan mengelilingi cincin aromatik. Selain itu, radikal fenoksi juga berperan sebagai terminator penghenti reaksi berantai pada tahapan propagasi yang bereaksi dengan radikal bebas lain : ROO • + A • ROOA RO • + A • ROA Mekanisme aktivitas antioksidan antosianin dalam menghambat oksidasi lipid lipoprotein LDL utamanya berkaitan dengan keberadaan gugus hidroksil pada cincin B Seeram dan Nair 2002; Kähkönen dan Heinonen 2003; Brown dan Kelly 2007. Jumlah dan posisi gugus OH pada cincin B sangat berpengaruh pada aktivitas penghambatan oksidasi lipid lipoprotein LDL. Mekanismenya adalah melalui pemutusan rantai propagasi dari radikal bebas free radikal chain- breaking , dimana semua gugus hidroksil cincin B dapat menyumbangkan atau berperan sebagai donor elektron atau hidrogen sehingga terjadi pembersihan scavenging atau pencegatan inteceptor terhadap radikal bebas. Keseluruan antosianin buah duwet dalam bentuk 3,5-diglukosida dan tidak memiliki struktur 4-okso sehingga kemampuan kelasi antosianin terhadap logam Cu 2+ terletak pada struktur katekol o-difenolik pada cincin B, juga untuk struktur katekin Gambar 6.8. Brown dan Kelly 2007 menjelaskan bahwa keberadaan o-dihidroksifenol memberikan kontribusi kelasi ion Cu 2+ yang dapat memberikan peningkatan kemampuan penghambatan oksidasi lipid yang diinduksi oleh ion logam. Aktivitas Antioksidan Minuman Model yang Mengandung Antosianin Buah Duwet Ekstrak antosianin buah duwet yang telah diuji memiliki aktivitas antioksidan selanjutnya diaplikasikan ke dalam minuman model yang dibuat dari bufer sitrat pH 3 sebagai pewarna. Minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular diuji kandungan total antosianin, total polifenol, serta aktivitas antioksidan berdasarkan kemampuan scavenging radikal DPPH. Pengujian aktivitas antioksidan pada minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet bertujuan untuk memberikan informasi tambahan peranan antosianin buah duwet selain sebagai pewarna, juga sekaligus dapat memberikan manfaat kesehatan terutama sebagai antioksidan. Pewarna berbasis antosianin dari buah duwet dapat dikategorikan sebagai pewarna pangan fungsional. Gambar 6.8 Pengikatan trace logam oleh senyawa polifenol flavonoid. Minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular mengandung antosianin pada kisaran nilai 63,27-65,73 g CyEml, CyE = cyanidin equivalent dan kandungan total polifenol pada kisaran nilai 65,32-578,99 g GAEml, GAE = gallic acid equivalent Gambar 6.9. Penambahan kopigmen asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary meningkatkan kandungan polifenol minuman model. Asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat merupakan senyawa polifenol termasuk kelompok asam fenolik asam sinamat, sedangkan ekstrak polifenol rosemary mengandung utamanya senyawa polifenol larut air asam rosmarinat Basaga et al. 1997; Brenes et al. 2005. Aktivitas antioksidan minuman model yang mengandung antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular, dinyatakan sebagai nilai kapasitas antioksidan AEAC ascorbic acid equivalent antioxidant capacity , ditampilkan pada Gambar 6.10. Kapasitas antioksidan minuman model pada kisaran nilai 47,54-354,58 g AAml, AA = asam askorbat. Minuman model yang hanya diberi warna antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasinative menunjukkan aktivitas antioksidan paling rendah sebesar 47,54 g AAml, sedangkan minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet dan dikopigmentasi dengan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan aktivitas antioksidan paling tinggi sebesar 354,58 g AAml. Minuman model yang dikopigmentasi dengan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan minuman model yang dikopigmentasi dengan asam sinamat asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat karena ekstrak polifenol rosemary utamanya mengandung asam rosmarinat memiliki sifat larut dalam air dibandingkan dengan asam sinamat yang tidak larut sempurna dalam air.

63.73 64.15

63.27 65.73

64.20 300.52

154.79 207.75 268.50 317.65 524.30 578.99

65.32 241.85

100 200 300 400 500 600 700 Asn AF Asn+AF AS Asn+AS AK Asn+AK EPR Asn+EPR Kandungan Antosianin g CyEml Total Polifenol g GAEml Asn = antosianin; Asn+AF = antosianin+asam ferulat; Asn+AS = antosianin+asam sinamat; Asn+AK = antosianin+asam kafeat; Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary Gambar 6.9 Kandungan antosianin dan total polifenol minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular. Penambahan kopigmen 1 mgml. Perlakuan kopigmentasi intermolekular dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary pada minuman model dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan tidak dijumpai adanya efek sinergisme antara antosianin buah duwet dengan kopigmen. Peningkatan aktivitas antioksidan pada minuman model terkopigmentasi intermolekular karena adanya penambahan aktivitas antioksidan dari kopigmen yang ditambahkan dalam minuman. Kopigmen asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary yang ditambahkan dalam minuman model sebagai kontrol negatif menunjukkan aktivitas antioksidan Gambar 6.10. Selain itu, minuman model dengan perlakuan kopigmentasi intermolekular menunjukkan aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan penjumlahan dari nilai aktivitas antioksidan minuman model yang hanya ditambahkan antosianin buah duwet native dengan aktivitas antioksidan minuman model yang hanya ditambahkan kopigmen kontrol negatif. Adanya interaksi antara antosianin dan kopigmen membentuk kompleks antosianin-kopigmen diduga sebagai penyebab menurunnya aktivitas antioksidan pada minuman model dengan perlakuan kopigmentasi intermolekular. 205.72 239.79 320.10 354.58 143.87 99.45 117.91 80.39 47.54 50 100 150 200 250 300 350 400 Asn AF Asn+AF AS Asn+AS AK Asn+AK EPR Asn+EPR Kapasitas Antioksidan AEAC g AAml Asn = antosianin; Asn+AF = antosianin+asam ferulat; Asn+AS = antosianin+asam sinamat; Asn+AK = antosianin+asam kafeat; Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary Gambar 6.10 Kapasitas antioksidan minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi. Penambahan kopigmen 1 mgml. Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet mengandung senyawa polifenol utama yaitu antosianin, sehingga kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidan berasal dari antosianin. Mekanisme aktivitas antioksidan dari antosianin buah duwet diantaranya sebagai scavenging radikal bebas DPPH, hidroksil, superoksida, dan radikal lipid dengan mendonorkan elektron atau atom hirogen, mengkelasi logam Cu 2+ yang berperan dalam oksidasi lipid, serta inhibisi enzim xantin oksidase yang berperan dalam pembentukan radikal anion superoksida. Antosianin termasuk kelompok flavonoid sehingga memiliki mekanisme aktivitas antioksidan yang sama dengan kebanyakan senyawa flavonoid lainnya. Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid sangat bergantung pada jumlah dan lokasi gugus fenolik -OH yang berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan menyumbangkan atom hidrogen donor elektronatom hidrogen. Flavonoid berperan mengurangi radikal bebas seperti radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil dengan menyumbangkan atom hidrogennya: Fl-OH + R ● Fl-O ● + RH, dimana Fl-OH adalah flavonoid dan R ● adalah radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil. Aroksil radikal Fl-O ● beraksi dengan radikal lainnya membentuk struktur kuinon yang stabil Pietta 2000. Green 2007 melengkapi penjelasan diatas bahwa radikal antioksidan fenolik setelah melakukan fungsi antioksidannya akan berubah menjadi radikal fenoksil yang relatif stabil. Hal ini karena 1 delokalisasi elektron yang tidak berpasangan dari radikal fenoksil yang terjadi pada cincin aromatik, Gambar 6.11; 2 radikal fenoksil kurang reaktif karena tidak mempunyai cukup energi untuk reaksi oksidasi lebih lanjut; dan 3 radikal fenoksil dapat bereaksi dengan radikal lainnya membentuk senyawa yang stabil. Lebih spesifik Castañeda- Ovando et al. 2009 menjelaskan bahwa dalam struktur katekol, oksidasi yang terjadi melalui radikal bebas membentuk radikal semikuinon yang stabil. Gambar 6.12 menyajikan mekanisme stabilisasi radikal semikuinon dari sianidin. Gambar 6.11 Delokalisasi elektron tidak berpasangan di sekitar cincin aromatik pada radikal fenol Gordon 1990. Kähkönen dan Heinonen 2003 juga menjelaskan bahwa aktivitaskemampuan antioksidan dari antosianin berhubungan dengan a struktur konjugasi dari antosianin yang mengambil bagian dalam delokalisasi elektron yang menghasilkan produk radikal yang stabil, b jumlah atau tingkat dan posisi hidroksilasi dan metoksilasi pada cincin B, c pola glikosilasi, dimana kekuatan antioksidan dari antosianidin umumnya lebih tinggi dibandingkan bentuk glikosida antosianin. Lebih lanjut Castañeda-Ovando et al. 2009 menjelaskan bahwa sianidin, delfinidin, dan petunidin yang mengandung substitusi o-dihidroksil merupakan senyawa yang mudah mengalami oksidasi, sedangkan pelargonidin, petunidin, dan malvidin tidak mudah mengalami oksidasi karena strukturnya tidak disubstitusi o-dihidroksil. Sianidin, delfinidin, dan petunidin terkandung dalam buah duwet sebesar ~73 memberikan kontribusi aktivitas antioksidan yang lebih kuat, dibandingkan peonidin dan malvidin yang memberikan kontribusi sebesar ~27. Antosianin buah duwet menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan katekin dan kuersetin karena antosianin buah duwet mengandung 2 gugus gula, keberadaan gugus gula yang berikatan pada antosianin menurunkan aktivitas antioksidan. Satué-Gracia et al. 1997; Wang et al . 1997; Kähkönen dan Heinonen 2003, menyatakan bahwa kekuatan antioksidan dari antosianidin umumnya lebih tinggi dibandingkan bentuk glikosida antosianin. Hal ini juga didukung penelitian Rice-Evan et al. 1996 yang menunjukkan tren penurunan nilai TEAC trolox equivalent antioxidant capacity dengan adanya glikosilasi pada senyawa flavonoid. Gambar 6.12 Mekanisme stabilisasi radikal semikuinon dari sianidin resonansi diusulkan oleh Castañeda-Ovando et al. 2009. SIMPULAN Kontribusi utama senyawa polifenol dalam buah duwet berasal dari antosianin sebesar ~83 bb sehingga antosianin merupakan kontributor utama aktivitas antioksidan buah duwet. Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet menunjukkan aktivitas antioksidan terutama dalam kemampuan Sianidin Radikal bebas Radikal semikuinon scavenging radikal DPPH dan spesies oksigen reaktifSOR serta kemampuan dalam menghambat oksidasi lipoprotein LDL. Isolat antosianin duwet IAD menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak antosianin buah duwet ekstrak pulp duwetEPD dan ekstrak kulit duwetEKD dan ekstrak kubis merah EKM, serta memiliki aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sampel standar kuersetin, katekin, dan asam askorbat. Perkecualian pada pengujian scavenging radikal anion superoksida, isolat antosianin duwet menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan asam askorbat. Ekstrak kulit duwet EKD memiliki aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak kubis merah EKM, ekstrak kubis merah telah digunakan secara komersial untuk pewarna pangan. Minuman model yang ditambahkan antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular menunjukkan aktivitas antioksidan. Kopigmentasi antosianin buah duwet dalam minuman model dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary meningkatkan kandungan total polifenol dan aktivitas antioksidan minuman. Tidak ada efek sinergisme antara antosianin buah duwet dengan kopigmen terhadap aktivitas antioksidan. Antosianin yang terkandung dalam buah duwet memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pewarna alami fungsional untuk pangan. Antosianin buah duwet selain berfungsi sebagai pewarna untuk pangan juga dapat sekaligus berfungsi sebagai antioksidan yang dapat memberikan efek positif untuk kesehatan manusia.

7. PEMBAHASAN UMUM

Dewasa ini penelitian tentang pewarna alami telah banyak dilakukan dan mendapat perhatian secara luas disebabkan adanya keinginan untuk menggantikan pewarna sintetik yang bersifat toksik pada manusia. Antosianin adalah salah satu pewarna alami yang banyak digunakan dalam industri pangan. Antosianin dikenal dalam penggunaannya sebagai pewarna alami yang larut air dan dapat memberikan warna merah pada media pangan berbasis asam. Selain itu, antosianin juga bersifat tidak berbahayatoksik dan telah digunakan secara luas sebagai pewarna alami untuk pangan Castañeda-Ovando et al. 2009; Mateus Freitas, 2009. Antosianin merupakan pigmen yang banyak dijumpai pada tanaman dan termasuk senyawa polifenol dalam kelompok flavonoid. Antosianin dapat diekstrak dari beberapa bahan pangan seperti anggur, berries blackcurrant, blackberry , bilberry, cranberry, blueberry, strawberi, cherry, kubis merah, wortel ungu, plum, delima, rosela, jagung ungu, lobak merah, ubi jalar ungu Mazza Miniati 1993; Jackman Smith 1996; Bridle Timberlake 1997. Beberapa bahan pangan seperti kulit anggur, kubis merah, dan wortel ungu bahkan sudah digunakan secara komersial di Amerika Serikat sebagai bahan baku untuk pewarna alami berbasis antosianin Delgado-Vargas Paredes-Lopez 2003. Selain itu, antosianin juga menunjukkan aktivitas antioksidan yang berperanan penting dalam pencegahan penyakit neuronal, kardiovaskular, kanker, dan diabetes. Beberapa penelitian lainnya juga melaporkan efek antosianin untuk treatmen kanker, nutrisi manusia, serta aktivitas biologis lainnya Kong et al. 2003; Castañeda-Ovando et al. 2009. Antosianin merupakan pigmen yang menyehatkan sehingga sangat menguntungkan untuk penggunaan sebagai pewarna pangan dengan tambahan fungsi untuk kesehatan. Buah duwet merupakan buah tropis yang juga dijumpai di Indonesia mengandung antosianin yang dapat digunakan sebagai sumber baru untuk pewarna pangan alami berbasis antosianin. Selama ini buah duwet belum banyak dimanfaatkan dan memiliki nilai guna yang rendah sehingga buah duwet menjadi buah langka. Sekarang ini tanaman duwet juga hanya ditemukan di hutan, jarang ditanam di pekarang rumah serta populasi tanaman semakin hari semakin menurun. Untuk meningkatkan manfaat buah duwet maka dilakukan pengkajian potensi buah duwet sebagai sumber antosianin untuk pewarna pangan. Kajian karakterisasi antosianin buah duwet terutama untuk penggunaannya sebagai pewarna pangan alami yang fungsional belum dikaji secara lengkap dan mendalam. Untuk penggunaan sebagai pewarna pangan maka antosianin buah duwet dikarakterisasi meliputi identifikasi jenis dan komposisi antosianin, stabilitas warna antosianin, perbaikan intensitas dan stabilitas warna antosianin melalui reaksi kopigmentasi intermolekular, serta aktivitas antioksidatif. Hasil pengujian kandungan antosianin menunjukkan bahwa buah duwet matang yang berwarna ungu kehitaman banyak mengandung antosianin rata- rata sebesar 161 mg100 g buah segar bb dan bagian kulit buah mengandung antosianin rata-rata sebesar 731 mg100 g kulit buah bb. Bagian kulit buah mengandung antosianin ~4.5 kali lebih besar dibandingkan pada buah utuh. Kulit buah duwet juga mengandung antosianin yang lebih tinggi dibandingkan pada anggur dan kubis merah. Antosianin buah duwet yang banyak terkandung pada bagian kulit berpotensi digunakan sebagai pewarna pangan alami seperti halnya pewarna antosianin komersial enosianin yang dibuat dari kulit buah anggur. Komposisi antosianin dalam buah duwet terdiri dari delfinidin-3,5-diglukosida 41, petunidin-3,5-diglukosida 28, malvidin-3,5-diglukosida 26, sianidin- 3,5-diglukosida 4, dan peonidin-3,5-diglukosida 1 yang diidentifikasi menggunakan KCKT-DAD. Antosianin utama mayor buah duwet yaitu delfinidin, petunidin, dan malvidin yang ketiganya dalam bentuk 3,5-diglukosida. Untuk tujuan penggunaan sebagai pewarna pangan maka antosianin buah duwet dikarakterisasi warna dan stabilitasnya. Warna antosianin buah duwet dikarakterisasi pada kisaran nilai pH 1-8 dengan mengukur nilai absorbans pada panjang gelombang 350-700 nm untuk mendapatkan pola spektra absorbans. Nilai absorbans dan warna antosianin buah duwet pada pH 1-2 menunjukkan nilai yang tinggi dan berwarna merah karena pada pH dibawah 2, struktur antosianin utamanya dalam bentuk kation flavilium yang berwarna merah. Pada pH 3 warna merah antosianin buah duwet mulai pudar dan menunjukkan nilai absorbans yang menurun dan pada pH 4-6 antosianin buah duwet menjadi tidak berwarna karena kation flavilium merah mengalami hidrasi menjadi bentuk struktur tidak berwarna karbinol. Pada pH4 juga menunjukkan terjadinya pergeseran batokromik. Pada pH 7-8 terjadi peningkatan nilai absorbans pada kisaran panjang gelombang 570-600 nm dan antosianin buah duwet menjadi berwarna biru disebabkan pembentukan struktur kuinonoidal biru