2. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Duwet dan Kegunaan
Tanaman duwet berasal dari daerah subtropis Himalaya, India, Srilangka, Malaysia, Australia dan saat ini telah ditanam di seluruh daerah tropis dan
subtropis. Duwet dikenal memiliki berbagai nama di antaranya jambolan Inggris, jamélongue Perancis, jamblang atau duwet Indonesia, jambulana atau
jambulan Malaysia, duhat Filipina, thabyay-hpyoo Myanmar, pringbay Kamboja, wa Thailand, vói rung atau trám móc Vietnam Verheij Coronel
1997. Di Indonesia dikenal berbagai nama di antaranya adalah jambolan, jambolana, jamblang, jambul dan jamun. Duwet juga mempunyai banyak nama
lokal, di Jawa Barat menamakan duwet sebagai jamblang, nama ini mirip dengan nama jambelang duwet yang ada di Malaya; di Jawa Tengah menamakan
dengan juwet atau duwet, sebutan ini sama dengan sebutan di Jawa Timur; di Madura menamakan duwet sebagai dhalas atau dhuwak; di Bali menamakan
duwet dengan jujutan. Ada juga yang menamakan duwet dengan dalas, plum jawa, ataupun anggur sepat.
Duwet termasuk dalam keluarga jambu-jambuan atau Myrtaceae yang biasa berbuah pada musim panas Kloppenburg-Versteegh 1988. Klasifikasi
botani tanaman duwet adalah kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida
, ordo Myrtales, famili Myrtaceae, genus Syzygium, dan spesies Syzygium cumini
L. Skeels. Sinonim dari Syzygium cumini L. Skeels adalah Myrtus cumini
L. 1753, Eugenia jambolana Lamk 1789, Syzygium jambolanum Lamk DC. 1828, dan Eugenia cumini L. Druce 1914 Verheij Coronel
1997. Tanaman duwet memiliki beberapa varietas, varietas liar disebut dengan
duwet kerikil karena buahnya berukuran kecil sebesar kerikil diameter hanya sekitar 1,5 cm dan rasa buah tidak enak. Tanaman duwet yang dibudidayakan
ada beberapa varietas yaitu duwet biasa buahnya besar dan berwarna biru keungu-unguan, duwet irengitem buahnya berwarna hitam, duwet daging
daging buah tebal dan warna buahnya tidak begitu hitam, duwet bawang buahnya berwarna putih, dan duwet boentén buahnya berwarna agak hitam
dan tanpa biji. Tidak semua buah duwet dapat dimakan, buah duwet bawang misalnya hanya dipergunakan sebagai bahan obat kencing manis Tohir 1983;
Ishwara et al. 2002. Lebih lanjut menurut Verheij dan Coronel 1997; Morton 1987, beberapa nama varietas duwet adalah Early Wild, Late Wild, Pharenda,
Small Jaman , Dabka, Krian Duat, Super Duhat.
Tanaman duwet merupakan tanaman pekarangan atau tumbuh liar di hutan-hutan. Duwet dapat tumbuh baik di daerah tropis pada ketinggian 600
meter diatas permukaan laut, dijumpai juga tumbuh pada ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Pohon duwet merupakan pohon yang kokoh
dengan tinggi 20-30 m dan diameter batangnya 40-90 cm dengan percabangan pohon rendah dan tidak beraturan Verheij Coronel 1997. Tanaman buah
duwet dapat dikenali dengan daunnya yang tebal bersirip seling dan pada ujungnya sedikit berlekuk. Kayunya diselimuti kulit yang berwarna coklat gelap
pada bagian bawah dan agak muda dibagian atasnya, berserat kasar dan keras. Bunganya berwarna putih atau merah. Buahnya sebesar biji rambutan, berwarna
ungu tua, berbentuk bulat telur, sering melengkung. Daging buahnya berwarna kuning abu-abu atau ungu muda, berair dengan rasa kelat sedikit asam manis
dan hampir tidak beraroma Tampubolon 1995. Buah duwet memiliki panjang 1- 5 cm dan bergerombol mencapai 40 butir. Biji berbentuk lonjong dan panjangnya
sampai 3,5 cm, sedikit pahit dan keping biji berwarna hijau sampai coklat Verheij Coronel 1997. Gambar tanaman dan buah duwet disajikan pada Gambar 2.1.
Nilai gizi buah duwet per 100 gram mengandung 84-86 g air; 0,2-0,7 g protein; 0,3 g lemak; 14-16 g karbohidrat; 0,3-0,9 g serat; 0,4-0,7 g abu; 8-15 mg
kalsium; 15 mg fosfor; 1,2 mg besi; 0,01 mg riboflavin; 0,3 mg niasin; sedikit sekali vitamin A dan tiamin; 5-18 mg vitamin C; dan energi 277 kJ Verheij
Coronel 1997. Kandungan kimia lain tanaman duwet meliputi antimelin suatu glikosida, jambulol atau jambolin, tanin 12-19 pada batang, 12-13 pada
daun, dan 8-9 pada kulit batang, asam galat, asam palmitat, amilum, dan fitosterol. Pada buahnya terkandung kalsium dan zat besi Tampubolon 1995.
Tanaman duwet juga dilaporkan mengandung asam asetil oleanolat, triterpenoid, asam elagat, isokuersetin, kuersetin, kaemferol, dan mirisetin Rastogi
Mehrotra 1990. Asam galat, mirisetin, mirisetin 3-O- α-L-ramnopiranosida, dan
mirisetin 3-O-4”-O-asetil-
α-L-ramnopiranosida ditemukan dalam daun Mahmoud et al. 2001.
Gambar 2.1 Tanamam dan buah duwet. Buah duwet dengan ukuran dan mutu baik mempunyai rasa manis, asam
dan sedikit astringen sepat biasanya dimakan dalam keadaan segar dan juga dibuat tarts, saus, selai, sirup, squash, sherbet, dan anggur Morton 1987. Rao
dan Charyulu 1989; Venkitakrishnan et al. 1997; Garande et al. 1998 meneliti perubahan sifat fisiko-kimia buah duwet selama proses pematangan
buah. Kannan dan Thirumanan 2004 membuat minuman, squash, sirup, dan selai serta dianalisa perubahan sifat fisiko-kimia termasuk kandungan total
fenolik tanin dan antosianin selama penyimpanan. Kegunaan lain tanaman duwet adalah daun dapat digunakan sebagai pakan, bunga mengandung banyak
nektar dengan kualitas yang baik, kulit kayu yang berasa sepat dan dapat digunakan sebagai obat kumur dan untuk pewarna, tepung bijinya bermanfaat
untuk mengobati kencing manis, disentri, diare, diuretik, dan penyakit lainnya Verheij Coronel 1997. Manfaat lain tanaman duwet untuk kesehatan juga
sudah diteliti secara ilmiah. Kulit batang tanaman memiliki aktifitas antibakteri Warrier et al. 1996 dan antiinflamasi Muruganandan et al. 2001. Bagian buah
dan biji digunakan untuk pengobatan diabetes Warrier et al. 1996; Kedar Chakrabarti 1983; Nair Santhakumari 1986. Selain itu, buah duwet juga
menunjukkan aktivitas antioksidan Banerjee at al. 2005; Lestario et al. 2005a; Lestario et al. 2005b; Veigas et al. 2007. Bagian daun juga digunakan untuk
pengobatan diabetes Teixeira et al. 1997, konstipasi, dan antibakteri Warrier et al
. 1996.
Antosianin Sumber Antosianin
Antosianin dari bahasa Yunani, anthos = bunga dan kianos = biru merupakan salah satu kelompok pigmen utama yang tersebar luas pada
tanaman terutama pada bagian buah, sayuran, bunga, daun, akar, umbi, legum, dan sereal. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air yang dapat
memberikan warna biru, ungu, violet, merah Bridle Timberlake 1997; Crozier 2003; Giusti Wrolstad 2003. Beberapa bahan pangan yang mengandung
pigmen alami antosianin adalah famili Vitaceae anggur, Rosaceae cherry, plum, raspberry, strawberi, blackberry, apel, persik, Solanaceae tamarillo,
Saxifragaceae red dan black currant, Ericaceae blueberry, cranberry,
Cruciferae kubis merah Jackman Smith 1996. Sebanyak 258 antosianin
telah ditemukan dalam buah, sayuran, dan biji-bijian Mazza Miniati 1993 dan sampai sekarang telah dilaporkan lebih dari 500 antosianin berasal dari berbagai
tanaman Andersen Jordhein 2006.
Struktur Kimia Antosianin
Antosianin termasuk dalam kelompok flavonoid dari senyawa polifenol yang memiliki tipe rangka karbon C
6
C
3
C
6
. Antosianin merupakan glikosida dari turunan polihidroksi dan polimetoksi kation 2-fenilbenzopirilium atau kation
flavilium Brouillard 1982; Kong et al. 2003. Bagian utama antosianin adalah aglikonkation flavilium Tabel 2.1 yang mengandung ikatan rangkap
terkonjugasi yang berperanan untuk menyerap energi pada panjang gelombang 500 nm sehingga pigmen nampak berwarna merah. Aglikon ini disebut
antosianidin yang merupakan penta-substituted 3,5,7,3’,4’ atau hexa- substituted
3,5,7,3’,4’,5’. Sebanyak 22 antosianidin sudah dikenal dan hanya 6 antosianidin yang umumnya ada dalam bahan pangan Francis 1989. Enam
antosianidin yang umum ditemukan di alam terutama dalam bahan pangan adalah pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin, malvidin, dan petunidin
Gambar 2.2. Aglikon antosianidin berbeda pada jumlah gugus hidroksil dan metoksil pada cincin B dari kation flavilium Brouillard 1982; Giusti Wrolstad
2003. Tabel 2.1 Substitusi kation flavilium untuk membentuk antosianidin
Pola Substitusi Antosianidin
3 5
6 7
3’ 4’
5’
Warna
Karajurin H
H OH
OH H
OCH
3
OCH
3
- Arabidin
H H
OH OH
H OH
OCH
3
- 3’-hidroksiarabidin
H H
OH OH
OH OH
OCH
3
- Apigenin
H OH
H OH
H OH
H jingga
Luteolin H
OH H
OH OH
OH H
jingga Trisetinidin
H OH
H OH
OH OH
OH merah
Pelargonidin
OH OH
H OH
H OH
H jingga
Aurantinidin OH
OH OH
OH H
OH H
jingga
Sianidin OH
OH H
OH OH
OH H
merah jingga
5-Metilsianidin OH
OCH
3
H OH
OH OH
H merah jingga
Peonidin OH
OH H
OH OCH
3
OH H
merah
Rosinidin OH
OH H
OCH
3
OCH
3
OH H
merah 6-hidroksisianidin
OH OH
OH OH
OH OH
H merah
6-hidroksidelfinidin OH
OH OH
OH OH
OH OH
merah kebiruan
Delfinidin OH
OH H
OH OH
OH OH
merah kebiruan
Petunidin OH
OH H
OH OCH
3
OH OH
merah kebiruan
Malvidin OH
OH H
OH OCH
3
OH OCH
3
merah kebiruan
Pulselidin OH
OCH
3
H OH
OH OH
OH merah kebiruan
Eupinidin OH
OCH
3
H OH
OCH
3
OH OH
merah kebiruan Kapensinidin
OH OCH
3
H OH
OCH
3
OH OCH
3
merah kebiruan Hirsutidin
OH OH
H OCH
3
OCH
3
OH OCH
3
merah kebiruan Risiniodin
OH H
OH OH
H OH
H -
Sumber: Francis 1989.
Gambar 2.2 Antosianidin yang umum ada di bahan pangan Brouillard 1982. Umumnya antosianidin tidak ditemukan terakumulasi dalam tanaman,
pigmen yang ada di bunga, buah, dan sayuran utamanya dalam bentuk glikosilasi. Antosianidin bersifat tidak stabil di air dan sedikit larut dibandingkan
Pelargonidin Sianidin
Peonidin
Delfinidin Malvidin
Petunidin
Kation flavilium
antosianin. Glikosilasi menjadikan pigmen lebih mudah larut dan stabil Brouillard 1982. Antosianin yang ditemukan pada tanaman pangan umumnya dalam
bentuk glikosida dan asilglikosida dari 6 antosianidin aglikon utama, yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin Castaňeda-
Ovando et al. 2009.
Antosianin secara umum tersusun dari aglikon antosianidin, molekul gula, dan pada beberapa antosianin, residu gula diasilasi oleh asam-asam
organik. Kebanyakan gugus gula adalah monosakarida seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa. Di- dan trisakarida yang dibentuk oleh
kombinasi dari monosakarida juga dijumpai. Gugus gula terletak pada C-3 dari aglikon. Pada diglikosida, dua monosakarida terletak pada C-3 dan C-5 dan
jarang terletak pada C-3 dan C-7. Tetapi ada kemungkinan juga, 2 monosakarida keduanya terletak pada C-3. Pada triglikosida, monosakarida terletak pada
aglikon dimana 2 monosakarida pada C-3 dan satu monosakarida pada C-5 atau C-7 Brouillard 1982. Lebih lanjut menurut De Ancos et al. 1999; Kähkönen et
al . 2003, di- dan trisakarida yang sering ditemukan pada antosianin adalah
rutinosa, soforosa, sambubiosa, dan glukorutinosa. Gambar 2.3 menunjukkan unit glikosil dari antosianin.
Gambar 2.3 Unit glikosil dari antosianin. Pada beberapa antosianin, residu gula diasilasi dengan asam-asam
aromatik meliputi asam p-kumarat, kafeat, ferulat, sinapat, galat atau p- hidroksibenzoat serta asam-asam alifatik seperti asam malonat, asetat, malat,
suksinat, dan oksalat. Asam-asam organik berikatan dengan unit glikosil melalui ikatan ester. Gugus asil umumnya berikatan pada C-3 gugus gula, diesterifikasi
pada gugus 6-OH atau 4-OH dari gula. Antosianin dengan dua atau lebih gugus asil telah dilaporkan Giusti Wrolstad 2003. Asam fenolik aromatik dan alifatik
β-D-Glukosa α-L-Ramnosa
6-deoksi-L-Manosa
β-D-Galaktosa α-L-Arabinosa β-D-Xilosa
Soforosa β-D-Glukosil-D-
glukosida Rutinosa
α-L-Ramnosil- D-glukosida
Sambubiosa β-D-Xilosil- D-
glukosida
yang umumnya berikatan dengan antosianin ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.5 menunjukkan beberapa macam antosianin yang berikatan dengan
gugus gula dan asam organik.
Gambar 2.4 Unit asil yang berikatan dengan antosianin.
Gambar 2.5 Struktur kimia antosianin.
asam kumarat asam kafeat
asam sinapat asam ferulat
asam galat
asam asetat asam oksalat
asam malonat asam malat
asam suksinat
Antosianin monoglukosida Sianidin 3-2”-xilosil-6”-glukosil-galaktosida
Malvidin 3,5-diglukosida Sianidin 3-2”-xilosil-6”-6-kumaril-glukosil-galaktosida
Delfinidin 3-soforosida Sianidin 3-2”-6-kafeil-glukosil-6”-kumaril-glukosida-
5-6”-metilmalonil-glukosida
Stabilitas dan Kopigmentasi Antosianin
Seperti kebanyakan pewarna alami lainnya, antosianin relatif bersifat tidak stabil dan umumnya antosianin lebih stabil dalam kondisi asam. Warna dan
stabilitas antosianin sangat dipengaruhi oleh substituen gugus gula dan asil pada aglikon. Degradasi antosianin terjadi tidak hanya selama ekstraksi dari jaringan
tanaman, tetapi juga selama proses dan penyimpanan Elbe Schwartz 1996. Hidrolisis gugus gula pada molekul antosianin merupakan penyebab degradasi
pigmen selama proses Garzon Wrolstad 2001. Antosianin mengalami degradasi dengan beberapa kemungkinan mekanisme yang mengubah warna
antosianin menjadi produk larut tidak berwarna atau berwarna cokelat serta produk tidak larut Jackman Smith 1996. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi degradasi antosianin adalah struktur dan konsentrasi antosianin, pH, suhu, serta keberadaan oksigen dan cahaya. Degradasi enzimatik dan
interaksi dengan komponen pangan lainnya seperti asam askorbat, ion logam, gula serta produk degradasinya, sulfur dioksida, dan kopigmen sedikit
berpengaruh pada degradasi antosianin Markakis 1982; Francis 1989; Elbe Schwartz 1996; Jackman Smith 1996.
Beberapa upaya dilakukan untuk memperbaiki warna dan stabilitas antosianin. Stabilitas antosianin dapat diperbaiki dengan kopigmentasi baik
secara intramolekular dan intermolekular Malien-Aubert et al. 2001; Eiro Heinonen 2002; Mazzaracchhio et al. 2004; Gris et al. 2007; Yawadio Morita
2007. Kopigmentasi antosianin dapat memberikan warna lebih cerah, kuat, dan stabil. Reaksi kopigmentasi dapat terjadi melalui 1 interaksi intramolekuler,
asam organik gugus asil aromatik atau flavonoid atau kombinasi keduanya berikatan secara kovalen dengan antosianin, serta 2 interaksi intermolekuler,
senyawa flavonoid tidak berwarna atau senyawa fenolik lain misal asam fenolik berikatan lemah secara hidrofobik dengan antosianin, Gambar 2.6 dan 2.7 Eiro
Heinonen 2002. Kopigmentasi intramolekular lebih efektif menstabilkan warna antosianin dibandingkan kopigmentasi intermolekular disebabkan kekuatan
ikatan Francis 1989. Asilasi pada antosianin mempunyai pengaruh menstabilkan antosianin secara kopigmentasi intramolekular melalui penyusunan
tipe sandwich dari gugus asil dengan cincin pirilium antosianin Jackman Smith 1996. Lebih lanjut dijelaskan oleh Francis 1989 dan Osawa 1982, beberapa
faktor yang mempengaruhi kopigmentasi adalah tipe dan konsentrasi antosianin, tipe dan konsentrasi kopigmen, pH, suhu, dan logam.
Gambar 2.6 Mekanisme stabilisasi antosianin melalui kopigmentasi intramolekular dan intermolekular Jackman Smith 1996.
Gambar 2.7 Mekanisme stabilisasi antosianin terasilasi kopigmentasi intramolekuler, mono- dan diasil pigmen Giusti Wrolstad
2003.
Beberapa sumber bahan pangan yang mengandung antosianin terasilasi kopigmentasi intramolekular disajikan pada Tabel 2. Beberapa penelitian juga
sudah dilakukan untuk memperbaiki warna dan stabilitas antosianin secara kopigmentasi intermolekuler misalnya antosianin murni yang dikopigmentasi
Penyusunan secara Intramolekular
Tipe sandwich Asilasi
Penyusunan secara Intermolekular
Tipe kiral Kopigmentasi
Self-association
Antosianidin Kopigmen
contoh : flavon Gugus asil
Gula
Antosianidin Gula
Gugus asil
Tipe sandwich di-asilasi pigmen
Penyusunan secara Intramolekular
Mono-asilasi Pigmen
dengan asam fenolik Eiro Heinonen 2002, antosianin murni yang dikopigmentasi dengan senyawa organik pangan Mazzaracchio et al. 2004,
ekstrak antosianin anggur merah yang dikopigmentasi dengan ekstrak polifenol rosemary Brenes et al. 2005, antosianin beras hitam yang dikopigmentasi
dengan asam karboksilat asam kumarat, asam ferulat, asam sinapat, dan asam lipoat Yawadio Morita 2007, ekstrak antosianin anggur Carbenet Sauvignon
yang dikopigmentasi dengan asam kafeat Gris et al. 2007. Tabel 2.2 Komposisi antosianin dalam bahan pangan yang mengandung
antosianin terasilasi kopigmentasi intramolekular
Sumber Jenis Pigmen
Komposisi Lobak Raphanus sativus
turunan Pg terasilasi satu asam sinamat dan asam
alifatik Pg-3-sof-5-glu terasilasi: asam
p -kumarat, asam ferulat, asam
p -kumarat dan malonat, asam
ferulat dan asam malonat Kentang Solanum
tuberosum turunan Pg terasilasi satu
asam sinamat Pg-3-rut, Pg-3-rut + asam
p -kumarat, Pg-3-rut-5-glu, Pg-
3-rut-5-glu + asam p-kumarat, Pg-3-rut-5-glu + asam ferulat
Wortel hitam Daucus carota Cy-3-rut-glu-gal terasilasi
satu asam sinamat Cy-3-gal-xil, 2 Cy-3-gal-xil-
glu, Cy-3-gal-xil-glu + asam p- kumarat, Cy-3-gal-xil-glu +
asam ferulat, Cy-3-gal-xil-glu + asam sinapat
Kubis merah Brassica oleracea
Cy-3-diglu-5-glu terasilasi satu atau dua asam sinamat
mono-asilasi: Cy-3-diglu-5-glu + asam sinapat, di-asilasi
dengan asam hidroksisinamat, Cy-3-diglu-5-glu + asam
sinapat dan ferulat, Cy-3-diglu- 5-glu + dua asam sinapat
Anggur Vitis labrusca Campuran 5 aglikon berbeda,
terasilasi asam p-kumarat dan tanpa asilasi
Antosianin glukosida terasilasi asam p-kumarat dan
di-glukosida terasilasi asam p
-kumarat Pg, pelargonidin; sof, soforosa; glu, glukosa; rut, rutinosa; Cy, sianidin; gal, galaktosa; xil, xilosa.
Sumber: Giusti dan Wrolstad 2003.
Reaksi kopigmentasi dapat dideteksi melalui efek hiperkromik ΔA,
terjadi peningkatan absorbans spektra pada
vis-maks
dan pergeseran batokromik Δ
vis-maks
, terjadi pergeseran panjang gelombang nm lebih tinggi pada absorbans spektra maksimum
vis-maks
Eiro Heinonen 2002. Kopigmentasi dapat menyebabkan pergeseran batokromik dari warna merah ke biru Francis
1989. Gambar 2.8 menunjukkan terjadinya perubahan panjang gelombang pada absorbans maksimum pergeseran batokromik dan intensitas warna efek
hiperkromik untuk fraksi kaya antosianin dari beras hitam yang dikopigmentasi dengan asam ferulat Yawadio Morita 2007.
Gambar 2.8 Efek hiperkromik dan pergeseran batokromik antosianin beras
merah yang dikopigmentasi dengan asam ferulat. = kontrol, -
●-
= 2 mgml asam ferulat, -
О-
= 4 mgml asam ferulat, -
▲-
= 6 mgmL asam ferulat Yawadio Morita 2007.
Peranan Antosianin
Antosianin telah digunakan secara luas sebagai pewarna alami untuk pangan selain kurkumin, lutein, karotenoid, betalain, klorofil, gula karamel, anato
Henry 1996; Bridle Timberlake 1997; Mateus Freitas 2009. Antosianin telah banyak digunakan oleh industri makanan untuk mewarnai makanan yang
dihasilkan seperti pada produk minuman, confectionary, dessert, snack serta produk pangan lainnya Henry 1996. Beberapa bahan pangan sudah digunakan
secara komersial di Amerika Serikat sebagai bahan baku pewarna alami berbasis antosianin seperti kulit anggur, kubis merah, dan wortel hitam Delgado-Vargas
Paredes-Lopez 2003. Selain sebagai pewarna, antosianin juga memiliki peranan penting untuk
kesehatan manusia Kong et al. 2003. Konsumsi bahan pangan dan minuman yang mengandung antosianin dapat mengurangi resiko dari beberapa penyakit
degeneratif seperti aterosklerosis, penyakit jantung, kanker, dan diabet. Antosianin dikenal sebagai senyawa penangkap scavenger radikal bebas dan
juga dilaporkan potensial sebagai agensia kemopreventif Jayaprakasam et al. 2005. Beberapa penelitian telah melaporkan aktivitas biologis dari antosianin
seperti seperti aktivitas antioksidan dan scavenging radikal Wang et al. 1997; Wang et al. 1999, Espin et al. 2000, Kong et al. 2003; Bao et al. 2005,
antiinflamasi Wang et al. 1999, antikarsinogenik Wang Mazza 2002; Katsube et al
. 2003; antitumor Kong et al. 2003, antidiabetik Jayaprakasam et al. 2005, neuroprotektif Youdim et al. 2000; Galli et al. 2002, antimutagenik dan
hepatoprotektif Kong et al. 2003. Antosianin juga dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner melalui aktivitas vasoprotektif Lietti et al. 1976 dan
penghambatan agregasi platelet Morazzoni Magistretti 1990; Ghiselli et al. 1998 dan penghambatan oksidasi lipoprotein LDL low density lipoprotein
Abuja et al. 1998; Ghiselli et al. 1998; Heinonen et al. 1998.
Pewarna Pangan
Warna di dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan kualitas bahan pangan disamping tekstur, rasa, dan atribut
sensori lainnya. Warna pada bahan pangan dapat disebabkan oleh pigmen alami atau pewarna yang sengaja ditambahkan DeMan 1997; Joshi Brimelow 2002.
Warna suatu senyawa organik disebabkan oleh adanya gugus-gugus tertentu dalam molekulnya yang dikenal dengan gugus pembawa warna gugus kromofor.
Dalam suatu senyawa zat warna, bagian dari molekul yang mengandung gugus kromofor disebut kromogen. Untuk menimbulkan warna, cukup dengan adanya
satu gugus kromofor pada inti. Suatu zat warna biasanya mengandung lebih dari satu gugus kromofor Woodroof Philips 1975. Kromofor mengandung banyak
ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat menyerap atau memantulkan sinar. International
Food Information
Council Foundation
IFIC 1994
mendefinisikan pewarna pangan sebagai zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan sehingga menciptakan image
tertentu dan membuat produk lebih menarik. Pewarna ditambahkan dalam produk pangan umumnya bertujuan untuk: 1 memperkuat warna yang sudah
ada pada produk pangan yang mempunyai intensitas warna rendah, 2 memperoleh warna yang seragam pada produk pangan, 3 memperbaiki
penampakan produk pangan yang warnanya telah berubah akibat pengolahan, 4 memberikan warna pada produk pangan yang tidak berwarna Henry 1996.
Ada tiga tipe dari pewarna pangan organik yaitu pewarna sintetik, identik- alami, dan alami. Pewarna sintetik dihasilkan melalui proses sintetis secara kimia.
Pewarna identik-alami merupakan pewarna yang disintesis secara kimia sehingga dihasilkan pewarna dengan struktur kimia yang sama seperti pewarna
alami misalnya β-karoten, riboflavin, dan kantaxantin. Sedangkan pewarna alami
berasal dari sumber-sumber alami yang dapat dimakanedible Henry 1996; Delgado-Vargas Paredes-Lopes 2003. Lebih lanjut menurut Elbe dan
Schwartz 1996; Nielsen et al. 2002, ada dua kategori pewarna yaitu certified colorants
dan uncertified colorants. Certified colorants merupakan pewarna yang membutuhkan sertifikasi dari FDA Food and Drugs Administration untuk
penggunaannya di dalam bahan pangan. Pewarna yang termasuk dalam certified colorants
adalah pewarna sintetik seperti FDC dye dan FDC lake. FDC dye memiliki sifat mudah larut dalam air sedangkan FDC lake memiliki sifat tidak
mudah larut dalam airlarut dalam minyak. Uncertified colorants merupakan pewarna yang tidak membutuhkan sertifikasi dari FDA untuk penggunaan dalam
bahan pangan. Pewarna yang bebas dari sertifikasi adalah pewarna alamipigmen alami dari tanaman dan hewan dan pewarna identik-alami seperti
β-karoten. Contoh pewarna yang termasuk certified colorants dan uncertified colorant
dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan 2.4. Tabel 2.3 Certified colorants yang diijinkan untuk digunakan
Status Pewarna
Dye Lake
FDC Blue No. 1 Tetap
sementara FDC Blue No. 2
Tetap sementara
FDC Green No. 3 Tetap
sementara FDC Red No. 3
Tetap sementara
DC Red No. 40 Tetap
sementara FDC Yellow No. 5
Tetap sementara
FDC Yellow No. 6 Tetap
sementara
Sumber: Elbe dan Schwartz 1996.
Tabel 2.4 Pewarna alami uncertified colorants untuk makanan dan minuman didaftar oleh FDA
Pewarna Alami
Ekstrak anato Β-Apo-8’-karotenal
a
Β-karoten
a
Bubuk bit Kantaxantin
a
Karamel Minyak wortel
Cochineal , karmin
Tepung biji kapas, dipanggang Jus buah dan sayuran
Ekstrak warna anggur Ekstrak kulit anggur
Paprika dan oleoresin paprika Riboflavin
Safron Kunyit dan oleoresin kunyit
a
hanya sebagai pewarna identik-alami Sumber: Henry 1996.
Lebih lanjut menurut DeMan 1997, pewarna alami atau pigmen alami dapat digolongkan menjadi beberapa kelas berdasarkan struktur kimia yang
berupa turunan tetrapirol klorofil, heme, bilin, turunan isoprenoid karotenoid, turunan benzopiran antosianin dan flavonoid, turunan artifisial melanoidin dan
karamel, dan turunan lainnya seperti betalain. Sedangkan menurut Hendry 1996, pigmen alami diklasifikasikan berdasarkan struktur utamanya meliputi
tetrapirol, tetra-terpenoid, kuinon, O-heterosiklik, N-heterosiklik dan metalo- protein. Klasifikasi pigmen alami secara lengkap disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Klasifikasi pigmen alami
Kelompok Nama LainUmum
Contoh Warna Dominan
Tetrapirol Porfirin dan
turunan porfirin Klorofil
Heme Bilin
Hijau Merah
Biru-hijau-kuning- merah
Tetraterpenoid Karotenoid
Karoten Xantofil
Kuning-merah Kuning
Senyawa O
-Heterosiklik Flavonoid
Antosianin Flavonol
Flavon Antoklor
Biru-merah Kuning-putih
Putih-krem Kuning
Kuinon Senyawa fenolik
Naftakuinon Antrakuinon
Alomelanin Tanin
Merah-biru-hijau Merah-ungu
Kuning-coklat Coklat sampai
merah
Senyawa N
-heterosiklik Indigoid dan
turunan indol Betalain
Eumelanin Faeomelanin
Indigo Kuning-merah
Hitam-coklat Coklat
Biru-merah muda
Pirimidin Tersubstitusi
Pterin Purin
Flavin Fenoxazin
Fenazin Putih-kuning
Putih buram Kuning
Kuning-merah Kuning-ungu
Metaloprotein Cu-protein
Hemeritrin Hemovanadin
Adenokrom Biru-hijau
Merah Hijau
Ungu-merah
Lainnya Lipofuskin
Pigmen fungal Coklat-abu-abu
Bermacam warna, utamanya kuning
Sumber: Hendry 1996.
Radikal Bebas dan Sistem Antioksidan
Radikal bebas didefinisikan sebagai spesies atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital
luarnya Halliwell Gutteridge 2006. Elektron yang tidak berpasangan selalu mencari elektron lainnya sehingga menjadi berpasangan, sehingga radikal bebas
umumnya bersifat reaktif dan menyerang molekul lain. Ada beberapa radikal yang tidak reaktif dan cukup stabil untuk waktu yang lama Noguchi Niki 1998.
Sebagian besar molekul oksigen reaktif bersifat radikal. Contoh radikal oksigen spesies oksigen reaktifSOR meliputi anion superoksida O
2 •-
, peroksil ROO
•
, alkoksil RO
•
, hidroksil HO
•
dan nitrik oksida NO
•
. Radikal hidroksil dan alkoksil sangat reaktif dan dengan cepat menyerang molekul lain. Sebaliknya
anion superoksida, lipid hidroperoksida, dan nitrat oksida sedikit reaktif. Di dalam organisme hidup terdapat juga spesies oksigen lain yang non-radikal seperti
oksigen singlet
1
O
2
, hidrogen peroksida H
2
O
2
, dan asam hipoklorit HOCl Pietta 2000. Spesies oksigen reaktif SOR dibedakan menjadi dua yaitu radikal
oksigen dan non-radikal turunan dari O
2
. Dengan kata lain, semua radikal oksigen adalah SOR tetapi tidak semua SOR adalah radikal oksigen Halliwell
Gutteridge 2006. Pada Tabel 2.6 disajikan beberapa spesies oksigen dan nitrogen reaktif.
Tabel 2.6 Spesies oksigen dan nitrogen reaktif Radikal bebas
Non-radikal SOR spesies oksigen reaktif
SOR spesies oksigen reaktif Superoksida, O
2 •-
Hidrogen peroksida, H
2
O
2
Hidroksil, OH
•
Ozon, O
3
Hidroperoksil, HO
2 •
Oksigen singlet,
1
O
2
Peroksil, RO
2 •
Asam peroksinitrit, ONOOH Alkoksil, RO
•
SNR spesies nitrogen reaktif SNR spesies nitrogen reaktif
Nitrogen dioksida, NO
2 •
Asam nitrous, HNO
2
Nitrik oksida, NO
•
Peroksinitrit, ONOO
-
Nitarat radikal, NO
3 •
Sumber:
Halliwell
2006.
Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus, yaitu dihasilkan pada reaksi reduksi oksidasi normal dalam mitokondria, peroksisom,
detoksisifikasi senyawa xenobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi.
Sumber eksogen radikal bebas berasal dari asap rokok, polusi, radiasi, olah raga berlebihan, diet tinggi asam lemak tidak jenuh ganda ALTJ, reperfusi, dan
karsinogen Langseth 1995; Kevin et al. 2007. Pada keadaan normal, secara fisiologis sel memproduksi radikal bebas
sebagai konsekuensi logis pada reaksi biokimia dalam kehidupan aerobik. Radikal bebas tersebut memiliki peran fisiologis pada fagositosis, fertilitas,
sintesa DNA dan protein Halliwell Gutteridge 1990. Lebih lanjut dijelaskan oleh Pietta 2000; Papas 1998, spesies oksigen reaktif berperan positif secara
in vivo yaitu terlibat dalam produksi energi, fagositosis, pengaturan pertumbuhan
sel, signaling intercelluler, dan sintesis senyawa-senyawa penting secara biologis. Bagaimanapun, radikal bebas dan SOR sangat berbahaya karena dapat
menyerang lemak di dalam membran sel, protein dalam jaringan atau enzim, karbohidrat, dan DNA yang menginduksi oksidasi sehingga menyebabkan
kerusakan membran, modifikasi protein termasuk enzim, dan kerusakan DNA. Kerusakan oksidatif ini berperan sebagai penyebab penuaan dini dan beberapa
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, katarak, disfungsi kognitif, dan kanker Pietta 2000. Lebih lanjut menurut Halliwell dan Gutteridge 1990, dalam
upaya penstabilan diri atau pemenuhan keganjilan elektronnya, elektron yang tidak berpasangan pada radikal bebas secara cepat ditransfer atau menarik
elektron makromolekul biologis disekitarnya seperti asam lemak tak jenuh ganda ALTJ, protein, asam nukleat dan asam deoksiribonukleat DNA. Makromolekul
yang teroksidasi akan terdegradasi dan jika makromolekul tersebut merupakan bagian dari sel atau organelnya maka berakibat pada kerusakan sel.
Di dalam organisme aerobik yang sehat, produksi spesies oksigen reaktif SOR dan spesies nitrogen reaktif SNR diseimbangkan oleh sistem pertahanan
antioksidan tubuh. Sistem pertahanan antioksidan ini tidak selalu sempurna sehingga keseimbangan terganggu. Kondisi ini disebut sebagai kondisi stres
oksidatif, terjadi ketidakseimbangan antara produksi SORSNR dan sistem pertahanan antioksidan. Kondisi stres oksidatif ini dapat memicu kerusakan
secara oksidatif Halliwell Gutteridge 2006. Kerusakan oksidatif karena radikal bebas dapat dikurangi oleh
antioksidan yang diproduksi oleh tubuh endogenus dan antioksidan yang diperoleh dari makanan eksogenus. Antioksidan endogenus meliputi a sistem
pertahan antioksidan enzimatis seperti Se-glutation peroksidase, katalase, dan superoksida dismutase SOD yang memetabolisme radikal superoksida,
hidrogen peroksida, dan lipid peroksida sehingga mencegah pembentukan radikal toksik hidroksil, serta b sistem pertahanan antioksidan non-enzimatis
seperti glutation, histidin-peptida, melatonin. Antioksidan eksogenus yang berasal dari pangan diperlukan untuk melengkapi efisiensi antioksidan endogenus.
Antioksidan yang berasal dari pangan dapat berupa vitamin C, E, A, karotenoid, serta polifenol Pietta 2000; Papas 1998.
Penangkap scavenger radikal bebas adalah suatu substansi atau molekul yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi menetralkan
radikal bebas atau disebut antioksidan. Sistem antioksidan tubuh melindungi jaringan dari efek negatif radikal bebas. Ada 3 kelompok antioksidan dalam tubuh
yaitu : 1 Antioksidan primer yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan
radikal bebas baru. Antioksidan ini mengubah radikal bebas menjadi molekul yang kurang berbahaya sebelum radikal bebas tersebut mempunyai
kesempatan bereaksi atau mencegah pembentukan radikal bebas baru dari molekul lain. Contoh antioksidan primer adalah superoksida dismutase SOD
dan glutation peroksidase GPx. a. Superoksida dismutase SOD terdapat dalam sitosol dan mitokondria
dimana enzim ini mengubah O
2 •-
menjadi hidrogen peroksida H
2
O
2
. 2O
2 •-
+ 2H
+
H
2
O
2
+ O
2
b. Glutation peroksidase GPx yang mengubah hidrogen peroksida dan lipid peroksida menjadi molekul yang kurang berbahaya sebelum membentuk
radikal bebas. 2GSH + H
2
O
2
GSSG + 2H
2
O LOOH + 2GSH LOH + GSSG + H
2
O GSH mempunyai peran penting dalam metabolisme xenobiotik dan
sintesis leukotrin dan ditemukan dalam sel manusia. GPx mengandung selenium yang diperlukan dalam fungsi katalitiknya.
2 Antioksidan sekunder, antioksidan yang menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi rantai. Contohnya adalah vitamin E
α-tokoferol, vitamin C,
β-karoten, asam urat, bilirubin, albumin, serta berbagai macam antioksidan alami yang sudah ditemukan sekarang termasuk antioksidan
polifenol yang dapat beraksi menghentikan reaksi radikal bebas Shahidi Naczk 1995.
Lipid - O
2 •-
+ Tokoferol - OH Lipid – OH + Tokoferol - O
2 •-
Radikal tokoferol akan dihilangkan oleh vitamin C: Tokoferol - O
•
+ Vitamin C Tokoferol - OH + Vitamin C
•
Radikal tokoferol juga dapat dihilangkan oleh ubiquinol dalam mitokondria:
Tokoferol -O
•
+ CoQH
2
Tokoferol-OH + CoQH
•
3 Antioksidan tersier, antioksidan ini akan memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal. Contohnya enzim-enzim yang memperbaiki
DNA dan metionin sulfoksida reduktase Randox 1994; Nabet 1996; Asikin 2001.
Mekanisme Antioksidan Polifenol
Senyawa polifenol seperti fenol, asam fenolik, flavonoid, tanin, dan lignan dapat berfungsi sebagai antioksidan Rice evans et al. 1996; Rice evans et al.
1997; Bravo 1998; Pietta 2000. Menurut Pietta 2000, mekanisme aktivitas antioksidan meliputi 1 menekan pembentukan spesies oksigen reaktif melalui
penghambatan aktivitas enzim atau mengkelat trace elemen yang terlibat dalam produksi radikal bebas, 2 scavenging spesies oksigen reaktif, dan 3
melindungi pertahanan antioksidan tubuh. Senyawa flavonoid telah diidentifikasi memberikan mekanisme antioksidan seperti dijelaskan di atas. Flavonoid dapat
menghambat aktivitas enzim yang berperan dalam produksi anion superoksida seperti xantin oksidase dan protein kinase. Flavonoid juga dapat menghambat
enzim siklooksigenase, lipoksigenase, mikrosomal monooksigenase, glutation S- transferase, mitokondrial suksinoksidase, dan NADH oksidase yang terlibat
dalam produksi spesies oksigen reaktif. Sejumlah flavonoid juga efektif mengkelat trace logam yang berperan penting dalam metabolisme oksigen. Besi
dan tembaga bebas dapat meningkatkan pembentukan spesies oksigen reaktif dan tembaga bebas juga dapat mengoksidasi LDL. Lebih lanjut dijelaskan oleh
Bravo 1998, flavonoid adalah senyawa yang sangat efektif terhadap penangkap radikal hidroksil dan peroksil, meskipun efisiensinya sebagai penangkap anion
superoksida belum jelas. Polifenol juga merupakan senyawa pengkelat logam dan menghambat reaksi Fenton dan Haber-Weiss, yang merupakan reaksi
penting yang menghasilkan radikal oksigen aktif.
Flavonoid dapat berperan mengurangi radikal bebas seperti radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil dengan menyumbangkan atom
hidrogennya: Fl-OH + R
•
Fl-O
•
+ RH, Fl-OH adalah flavonoid dan R
•
adalah radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil. Aroksil radikal Fl-O
•
beraksi dengan radikal lainnya membentuk struktur kuinon yang stabil, Gambar 2.9 Pietta 2000.
Gambar 2.9 Penangkapan spesies oksigen reaktifSOR R
•
oleh senyawa flavonoid Pietta 2000.
Efisiensi polifenol sebagai antioksidan tergantung pada struktur kimia. Fenol adalah tidak aktif sebagai antioskidan, tetapi orto- dan para-difenolik
mempunyai aktivitas antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang potensial karena memiliki satu atau lebih struktur dasar yang terlibat dalam
aktivitas antiradikalpenangkap radikal. Struktur dasar yang berperan efektif dalam penangkap radikal adalah 1 struktur o-dihidroksi pada cincin B yang
dapat memberikan stabilitas tinggi ke bentuk radikal dan mengambil bagian dalam delokalisasi elektron , 2 ikatan ganda pada C-2 dan C-3 konjugasi
dengan 4-okso pada cincin C yang berperan untuk delokalisasi cincin B, 3 gugus hidroksil pada posisi 3 dan 5 pada cincin A dan C Gambar 2.10.
Kuersetin flavonol memiliki struktur yang mengkombinasi ketiga kriteria di atas merupakan antioksidan alami yang potensial. Efektifitas flavonoid sebagai
antioksidan juga berhubungan dengan tingkat hidroksilasi jumlah gugus OH dan penurunan gugus gula yang berikatan pada flavonoid. Aktifitas antioksidan dari
asam fenolik dan esternya tergantung pada jumlah gugus hidroksil. Sedangkan asam sinamat terhidroksilasi adalah lebih efektif sebagai antioksidan
dibandingkan asam benzoat Bravo 1998; Rice-Evans 1996.
Gambar 2.10 Struktur dasar utama yang berhubungan dengan aktivitas antioksidan flavonoid Bravo 1998.
A C
B
Kuersetin
3. KANDUNGAN TOTAL ANTOSIANIN MONOMERIK DAN KOMPOSISI ANTOSIANIN BUAH DUWET