PERBAIKAN INTENSITAS DAN STABILITAS WARNA ANTOSIANIN BUAH DUWET Syzygium cumini SECARA

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center Gedung PAU, IPB; Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen ITP, FATETA, IPB; serta Laboratorium Terpadu Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duwet matang berwarna ungu kehitaman yang diperoleh dari hutan di Probolinggo, Jawa Timur. Sampel buah duwet telah mendapat pengesahan determinasi jenis tanaman dari LIPI Biologi, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah daun rosemary kering yang diperoleh dari Aljazair. Bahan kimia yang digunakan berspesifikasi pro analisis. Asam klorida HCl, kalium klorida, natrium asetat, asam sitrat, natrium sitrat, kalium sorbat, dan natrium meta bisulfit diperoleh dari Merck Darmstadt, Jerman. Asam kafeat, asam sinapat, dan asam ferulat diperoleh dari Sigma-Aldrich St. Louis, MO. Etanol teknis 96 dan gas nitrogen diperoleh dari suplier bahan kimia di Bogor. Peralatan yang digunakan adalah pisau baja tahan-karat, hand blender, timbangan analitik, pengadukstirer, batang stirer, sentrifugasi, kertas Whatman no 1, pompa vakum, vakum evaporator putar, pH-meter, pipet mikrometer, vortek, spektrofotometer UV-Vis, lemari pendingin, lampu fluoresens putih, penangas air, kromameter CR-310, dan alat-alat kaca. Metode Penelitian Persiapan sampel Buah duwet segar yang matang warna ungu kehitaman dicuci dengan air bersih dan ditiriskan. Kulit buah duwet dikupas menggunakan pisau baja tahan-karat. Kulit buah duwet diblansir uap 80 o C selama 3 menit. Selanjutnya kulit buah duwet dikemas dalam kantong plastik polietilen PE dan disimpan pada pendingin suhu -20 o C sampai digunakan untuk pengujian. Ekstraksi antosianin Kulit buah duwet beku di-thawing pada suhu ruang dan selanjutnya dihancurkan dengan menggunakan hand blender. Hancuran kulit buah duwet diekstraksi secara maserasi dengan diaduk stirer menggunakan pelarut etanol dengan perbandingan sampel dan pelarut 1:2 bv. Ekstraksi dilakukan pada suhu ruang selama 60 menit, kemudian disentrifus 3552 g selama 10 menit untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan pelarut dan cara yang sama. Filtrat digabung dan disaring dengan menggunakan penyaring vakum, lalu pelarut organik dievaporasi dengan vakum evaporator putar pada suhu 40 o C untuk mendapatkan ekstrak aqueous antosianin Gambar 4.1. Ekstrak ditempatkan dalam botol, diembus dengan nitrogen lalu disimpan pada -20 o C sampai digunakan untuk analisa. Ekstraksi polifenol rosemary Ekstraksi polifenol dari daun rosemary Rosmarinus officinalis dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol dengan nisbah sampel dan pelarut 1:20 bv. Bubuk daun rosemary diekstraksi dengan cara diaduk stirer selama 60 menit, kemudian disentrifus untuk memisahkan filtrat dan residu. Ekstraksi diulang kembali dengan menggunakan pelarut yang sama sampai diperoleh warna filtrat bening. Filtrat digabung dan disaring dengan menggunakan penyaring vakum lalu pelarut etanol dievaporasi dengan vakum evaporator putar pada suhu 40 o C sehingga diperoleh ekstrak aqueous polifenol rosemary yang berwarna kuning kecokelatan Gambar 5.1. Ekstrak ditempatkan dalam botol, diembus dengan nitrogen lalu disimpan pada -20 o C sampai digunakan untuk analisis. Bubuk daun rosemary Ekstrak polifenol rosemary Gambar 5.1 Bubuk daun rosemary dan ekstrak polifenol rosemary. Reaksi kopigmentasi intermolekular Kopigmentasi antosianin buah duwet dilakukan secara intermolekular menggunakan senyawa asam sinamat asam kafeat, asam sinapat, dan asam ferulat serta ekstrak polifenol rosemary. Reaksi kopigmentasi intermolekular dilakukan sesuai metode Gris et al. 2007 dan Mazzaracchhio et al. 2004 dengan sedikit modifikasi. Larutan antosianin dari ekstrak aqueous antosianin buah duwet disiapkan dalam bufer sitrat 0,1 M; asam sitrat-natrium sitrat, pH 3 sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbansi ~0,6 pada panjang gelombang penyerapan maksimum di daerah visibel vis-maks , 516 nm. Masing-masing kopigmen asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary konsentrasi 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4 mgmL ditambahkan ke dalam larutan antosianin. Larutan campuran 5 mL divortek lalu campuran larutan diinkubasi selama 60 menit pada 27 o C agar terjadi reaksi. Untuk melihat interaksi antara antosianin dan senyawa kopigmen maka dianalisis spektrum absorpsi menggunakan spektrofotometer UV-visibel pada panjang gelombang 400 sampai 700 nm. Dari pola spektra yang diperoleh dapat dilihat adanya efek hiperkromik ΔA, yaitu peningkatan nilai absorbans pada vis-maks , dan pergeseran batokromik Δ vis-maks , yaitu pergeseran panjang gelombang nm pada vis-maks Eiro Heinonen 2002; Gris et al. 2007; Yawadio Morita 2007. Stabilitas warna antosianin tanpa dan dengan penambahan kopigmen dalam minuman model Pengujian stabilitas warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dilakukan dalam minuman model menggunakan bufer sitrat 0,1 M; asam sitrat- natrium sitrat pada pH 3 yang mengandung ekstrak aqueous antosianin buah duwet sehingga diperoleh pembacaan nilai absorbansi ~0,6 vis-maks , 516 nm. Kalium sorbat dengan konsentrasi 0,05 bv ditambahkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba selama perlakuan. Kopigmen asam sinamat asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat dan ekstrak polifenol rosemary, masing- masing konsentrasi 1 mgmL, ditambahkan ke dalam larutan antosianin lalu distirer. Larutan campuran diinkubasi selama 60 menit pada 27 o C agar terjadi reaksi. Stabilitas warna antosianin buah duwet terkopigmentasi dianalisis terhadap pengaruh suhu pemanasan, pencahayaan, serta kondisi penyimpanan yang dibandingkan dengan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi. Pengaruh suhu pemanasan terhadap stabilitas warna antosianin terkopigmentasi dilakukan dengan merendam botol-botol transparan yang berisi larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi di dalam penangas air pada suhu 80 and 98 o C selama interval waktu 0, 30, 60, 90, dan 120 menit. Suhu pemanasan 80 dan 98 o C yang dipilih berdasarkan perlakuan panas heat treatment untuk bahan pangan misal blansir, pasteurisasi, dan perebusan. Pengaruh cahaya terhadap stabilitas warna antosianin terkopigmentasi dilakukan dengan menyinari botol-botol transparan yang berisi larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi dengan lampu fluoresens putih lampu Philip, 23 watt didalam kotak berukuran 58 x 72 x 60 cm sehingga diperoleh intensitas pencahayaan 4000 lux. Pencahayaan dilakukan selama interval waktu 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 hari pada suhu 32 o C. Kontrol untuk perlakuan pemanasan dan pencahayaan dibuat dengan membungkus botol-botol transparan yang berisi larutan antosianin terkopigmentasi dan tanpa perlakukan kopigmentasi dengan aluminium foil kemudian disimpan pada suhu ruang untuk perlakuan suhu pemanasan dan disimpan pada suhu 32 o C untuk perlakuan pencahayaan. Pengujian stabilitas warna antosianin terkopigmentasi terhadap kondisi penyimpanan dilakukan pada suhu refrigerasi dan ruang selama 4 minggu pada kondisi gelap. Masing-masing sampel untuk setiap perlakuan diukur nilai absorbans pada vis-maks menggunakan spektrofotometer untuk menentukan nilai retensi warna. Nilai persen retensi warna dihitung menggunakan persamaan: Retensi warna = A t A x 100, t = waktu; A t = absorbans setelah perlakuan waktu t; A = absorbans sebelum perlakuan waktu 0 Cevallos-Casals Cisneros-Zevallos 2004; Gris et al. 2007. Sampel untuk setiap perlakuan juga diukur warna kromasitas dengan kromameter dan warna polimerik polymeric colour. Pengukuran warna kromasitas menggunakan sistem pengukuran CIELAB Gonnet 1998. Kandungan warna polimerik dianalisis menggunakan metode bleaching bisulfit Giusti Wrolstad 2001. Pengukuran warna kromasitas CIELAB dan warna polimerik dan dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Warna polimerik polymeric color Warna polimerik WP dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya degradasi warna antosianin. Kandungan warna polimerik polymeric color dalam minuman model dianalisa menggunakan metode bleaching bisulfit Giusti Wrolstad 2001. Kandungan warna polimerik dinyatakan sebagai dari total densitas warna colour density. Pengukuran warna polimerik dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Perbedaan nilai WP sebelum dan setelah perlakuan dinyatakan sebagai n ilai ΔWP. Semakin tinggi nilai ΔWP menunjukkan terjadinya degradasi antosianin selama perlakuan semakin besar. Pengukuran warna dengan kromameter Pengukuran warna menggunakan alat Minolta Chroma CR-310 colorimeter menggunakan sistem pengukuran CIELAB. Pengukuran dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Parameter-parameter yang diukur meliputi L lightness, a redness, b yellowness, C chroma, H hue angle, and ΔE perbedaan warna secara keseluruhan. Perbedaan warna secara keseluruhan dihitung menggunakan persamaan, ΔE = [ΔL 2 + ΔC 2 + ΔH 2 ] 12 . Nilai ΔE merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna kromasitas secara keseluruhan . Semakin tinggi nilai ΔE menunjukkan perubahan warna sampel selama perlakuan semakin besar Gonnet 1998. Kinetika degradasi antosianin Degradasi warna antosianin selama perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan mengikuti kinetika reaksi orde pertama. Kinetika degradasi antosianin secara umum berlangsung pada orde pertama Kirca Cemeroglu 2003; Cevallos-Casals Cisneros-Zevallos 2004; Wang Xu 2007. Konstanta laju reaksi k dan waktu paruh t 12 , waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya kerusakandegradasi antosianin sebesar 50, untuk reaksi orde pertama dihitung menggunakan persamaan berikut : lnA t A o = -kt + C ln retensi warna = -kt + C t 12 = -ln 0.5 x k -1 A = absorbansi sebelum perlakuan waktu 0, A t = absorbansi setelah perlakuan waktu t; k = konstanta laju reaksi; t 12 = waktu paruh. Analisa data secara statistik Data hasil pengujian dianalisis secara statistika dengan menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi demenggunakan aplikasi Microsoft Office EXCEL 2007 serta analisis sidik ragam uji ANOVA kemudian dihitung nilai bedanya dengan uji beda Duncan Multiple Range Test pada taraf 5 p 0,05 menggunakan aplikasi SPSS 17.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kopigmentasi Intermolekular terhadap Intensitas Warna Antosianin Buah Duwet Keseluruhan antosianin yang terkandung dalam buah duwet dalam bentuk diglukosida sehingga mempunyai intensitas warna yang rendah. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pada pH 3 warna antosianin buah duwet kurang berwarna pudar dan pada pH di atas 4 warna antosianin buah duwet menjadi tidak berwarna. Untuk meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet dilakukan secara kopigmentasi intermolekular dengan mereaksikan antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary. Kopigmen atau agensia peningkat warna color enhancer yang digunakan pada penelitian ini adalah asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat serta ekstrak polifenol rosemary Gambar 5.2. Basaga et al. 1997; Brenes et al. 2005 menyebutkan bahwa senyawa polifenol utama larut air yang terkandung dalam rosemary Rosmarinus officinalis adalah asam rosmarinat rosmarinic acid. Kopigmen seperti asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, serta ekstrak polifenol rosemary digunakan sebagai kopigmen untuk meningkatkan warna dan stabilitas antosianin Markovic et al. 2000; Eiro Heinonen 2002; Brenes et al. 2005; Gris et al . 2007; Yawadio Morita 2007. Gambar 5.2 Struktur kimia kopigmen yang digunakan dalam penelitian. asam kafeat asam ferulat asam sinapat asam rosmarinat Gambar 5.3 memperlihatkan pengaruh penambahan asam sinamat asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat dan ekstrak polifenol rosemary pada kisaran konsentrasi 0-4 mgmL terhadap karakteristik spektral visibel antosianin buah duwet dalam minuman model pH 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai absorbans setelah ditambahkan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Penggunaan asam sinamat seperti asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat sebagai agensia peningkat warna color enhancer memiliki keterbatasan karena tidak dapat larut sempurna dalam air. Penggunaan asam sinamat dengan konsentrasi lebih besar 1 mgmL hanya sedikit dapat meningkatkan warna dengan ditunjukkan peningkatan warna yang cenderung konstan dengan semakin meningkatnya konsentrasi asam sinamat yang ditambahkan. Kecuali untuk asam ferulat masih menunjukkan sedikit peningkatan nilai absorbans dengan meningkatnya konsentrasi. Penggunaan asam sinamat untuk aplikasi pada pangan yang berbasis air kurang menguntungkan karena karakteristik kelarutannya yang rendah pada medium asam.

0.2 0.4

0.6 0.8

1 1.2 1.4

0.5 1

1.5 2

2.5 3

3.5 4

Konsentrasi mgml Ab so rb an s pa da v is -m a k s Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR Gambar 5.3 Pengaruh penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary terhadap karakteristik spektral visibel warna antosianin buah duwet. Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Ekstrak polifenol rosemary yang ditambahkan pada minuman model memberikan peningkatan warna yang paling tinggi dibandingkan penggunaan asam sinamat. Penambahan ekstrak polifenol rosemary memperlihatkan kecenderungan peningkatan warna yang semakin tinggi dengan semakin meningkat konsentrasi yang ditambahkan. Ekstrak polifenol rosemary menunjukkan sebagai agensia peningkat warna yang paling baik untuk antosianin buah duwet dibandingkan asam sinamat. Penambahan ekstrak polifenol rosemary sebesar 4 mgmL dapat meningkatkan warna antosianin buah duwet hingga 120. Diantara ketiga jenis asam sinamat yang digunakan, asam ferulat merupakan agensia peningkat warna terbaik yang dapat meningkatkan warna antosianin buah duwet hingga 80, sedangkan asam sinapat dan kafeat dapat meningkatkan warna antosianin buah duwet hingga 40 dan 55 pada konsentrasi 4 mgmL. Reaksi kopigmentasi dapat menyebabkan terjadinya pergeseran panjang gelombang nm yang lebih tinggi pada absorpsi spektra maksimum, vis-maks pergeseran batokromik, Δ vis-maks dan peningkatan absorpsi spektra pada vis- maks efek hiperkromik, ΔA Eiro Heinonen 2002. Gambar 5.4 menunjukkan terjadi pergeseran batokromik dan efek hiperkromik dari antosianin buah duwet yang direaksikan dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary pada minuman model pH 3 reaksi kopigmentasi intermolekular. Kopigmentasi intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary menyebabkan terjadinya pergeseran panjang gelombang ke nilai panjang gelombang yang lebih besar Gambar 5.4a yang ditunjukkan terjadi perubahan nilai Δ vis-maks 1,16-1,94. Panjang gelombang vis-maks antosianin buah duwet sebelum kopigmentasi 516 nm dan setelah reaksi kopigmentasi maka panjang gelombang vis-maks berubah pada kisaran 522-526 nm. Reaksi kopigmentasi intermolekular pada antosianin buah duwet juga dapat meningkatkan nilai absorbans pada maks efek hiperkromik, Gambar 5.4b. Efek hiperkromik dari reaksi kopigmentasi antosianin buah duwet ditunjukkan dari nilai ΔA yang meningkat pada kisaran 19,63-117,33. Pada penambahan kopigmen dengan konsentrasi 0, nilai Δ vis-maks dan ΔA adalah 0 yang menunjukkan tidak terjadi pergeseran batokromik dan efek hiperkromik. Dari keempat jenis kopigmen yang digunakan, kopigmentasi intermolekular dengan ekstrak polifenol rosemary memberikan nilai pergeseran vis-maks dan peningkatan nilai absorbans pada vis- maks yang paling besar. Ekstrak polifenol rosemary merupakan agensia peningkat warna yang baik untuk antosianin buah duwet dan memiliki karakteristik larut air sehingga memudahkan dalam aplikasi pada pangan. Hasil penelitian Markovic et al . 2000 juga menunjukkan bahwa kopigmentasi malvidin 3,5-diglukosida malvin dengan asam ferulat dan kafeat dapat berlangsung serta menghasilkan peningkatan Δ vis-maks dan ΔA pada larutan bufer pH 2,5 dan 3,65. Nisbah konsentrasi antosianin dan asam fenolik yang digunakan 1:20, 1:40, 1:60, dan 1:100. Kompleks kopigmentasi malvin-asam ferulat memberikan peningkatan intensitas warna yang lebih tinggi dibandingkan kompleks malvin-asam kafeat.

0.2 0.4

0.6 0.8

1 1.2

1.4 1.6

1.8 2

Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR Δ vi s -m a x P e rg e s e ra n B a to k ro m ik 20 40 60 80 100 120 Asn+AS Asn-AK Asn-AF Asn+EPR Δ A bs or ba ns E fe k H ip er kr om ik Gambar 5.4 Pergeseran batokromik dan efek hiperkromik dari antosianin buah duwet yang direaksikan dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Diagram batang dari kiri ke kanan, untuk masing-masing kopigmen, mewakili berturut-turut konsentrasi kopigmen 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4 mgml. Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Reaksi kopigmentasi intermolekular dapat membentuk kompleks antosianin-kopigmen melalui transfer muatan charge-transfer atau interaksi elektron - . Kopigmen senyawa fenolik merupakan sistem kaya elektron  dapat berinteraksi dengan ion flavilium yang kekurangan elektron membentuk ikatan yang lemah. Densitas elektronik ditransfer dari cincin yang kaya elektron ke cincin yang kekurangan elektron. Ion flavilium dari antosianin yang bermuatan A B positif merupakan senyawa yang sesuai untuk pembentukan kompleks dengan substrat kaya elektron kopigmen melalui transfer muatan, Gambar 5.5 Castañeda-Ovando et al. 2009. Gambar 5.5 Pembentukan kompleks antosianin-kopigmen secara transfer muatan charge-transfer atau interkasi - interaksi antosianin dengan senyawa fenolik Castañeda-Ovando et al. 2009. Interaksi intermolekular dapat terjadi pada kation flavilium dan basa kuinonoidal bentuk kesetimbangan berwarna dari antosianin. Kation flavilium dan basa kuinonoidal merupakan senyawa planar, secara efisien melakukan delokalisasi elektron , membuat interaksi antara kation flavilium atau basa kuinonoidal dengan kopigmen menjadi lebih mudah dan mungkin terjadi menghasilkan penyusunan yang saling tumpang tindih overlapping di antara kedua molekul, Gambar 5.6a. Pembentukan ikatan hidrogen antara gugus keto dari basa kuinonoidal dan kopigmen flavonol juga mungkin terjadi menghasilkan kompleks antosianin-kopigmen Gambar 5.6b. Gugus keto pada posisi C-7 atau C-4’ dari antosianin dapat berikatan secara ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil dari flavonol pada posisi C-7, C-3’ atau C-4’ Williams Hrazdina, 1979. Kopigmen intermolekular dapat terjadi melalui ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, atau interaksi ionik elektrostatik Williams Hrazdina 1979; Chen Hrazdina 1981. Reaksi kopigmentasi intermolekular antara antosianin buah duwet dengan asam sinamat asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat dan ekstrak polifenol rosemary juga dimungkinkan menghasilkan pembentukan kompleks antosianin-kopigmen melalui mekanisme transfer muatan charge-transfer atau interaksi elektron - sehingga terjadi penyusunan saling tumpang tindih overlapping di antara kedua molekul. Interaksi yang terjadi dapat meningkatkan jumlah kromofor sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas warna + kation flavilium merah pirokatekol kaya elektron kompleks secara transfer muatan merah ΔA. Dijelaskan oleh Yawadio dan Morita 2007; Castañeda-Ovando et al. 2009, interaksi intermolekular kopigmentasi antara antosianin dan asam karboksilat sinamat atau senyawa fenolik dapat meningkatkan sistem elektron - dari antosianin sehingga meyebabkan efek hiperkromik. Sistem elektron - dari antosianin bertanggungjawab pada absorpsi pada daerah radiasi visibel VIS Yawadio Morita 2007. Reaksi kopigmentasi intermolekular pada antosianin buah duwet dengan kopigmen asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary juga dapat menyebabkan meningkatnya panjang gelombang atau terjadi pergeseran panjang gelombang yang lebih tinggi. Pembentuknan kompleks - pada antosianin memberikan perpanjangan konjugasi pada struktur antosianin karena adanya tambahan struktur dari kopigmen. Lebih lanjut dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. 2009, kopigmen umumnya tidak berwarna, tetapi ketika dicampur dengan larutan antosianin akan terjadi interaksi menghasilkan efek hiperkromik dan pergeseran batokromik. Gambar 5.6 Kompleks molekular antosianin-kopigmen melalui interaksi intermolekular antara delfinidin 3-glukosida dan rutin, A dan B Williams Hrazdina, 1979 dan awobanin delfinidin 3-6-O- trans-p -kumaril-ß-D-glukosida-5-ß-D-glukosida dan flavo- commelin, C Osawa, 1982. + A B C Stabilitas Warna Antosianin Buah Duwet yang Dikopigmentasi secara Intermolekular Stabilitas antosianin dapat ditingkatkan melalui reaksi kopigmentasi baik secara intramolekular dan intermolekular Francis 1989; Jackman Smith 1996; Eiro Heinonen 2002; Castañeda-Ovando et al. 2009. Pada penelitian ini digunakan reaksi kopigmentasi secara intermolekular untuk memperbaiki stabilitas warna antosianin buah duwet menggunakan kopigmen asam sinamat asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat dan ekstrak polifenol rosemary yang banyak mengandung asam rosmarinat. Pengujian stabilitas dilakukan terhadap perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan. Gambar 5.7 memperlihatkan secara visual perubahan warna antosianin buah duwet setelah direaksikan dengan kopigmen asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary pada konsentrasi 1 mgmL. Karakteristik warna kromasitas dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary dalam bufer sitrat pH 3 disajikan pada Tabel 5.1. Perlakuan kopigmentasi menurunkan nilai L dan meningkatkan nilai C yang menunjukkan intensitas warna minuman meningkat dan lebih kuat dengan penambahan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary. Perlakuan kopigmentasi juga merubah nilai H hue angle dari 0,63 ke nilai H 345-355. Penambahan kopigmen ekstrak polifenol rosemary memberikan warna merah keunguan. Gambar 5.7 Warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary 1 mgmL pada minuman model pH 3. Asn = antosianin, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Asn Asn+AK Asn+AS Asn+AF Asn+EPR Tabel 5.1. Karakteristik warna kromasitas dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi secara intermolekular dengan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary Parameter warna CIELAB Sampel L C H Asn 62,44 24,89 0,63 Asn+AS 55,81 35,63 354 Asn+AK 57,00 34,40 355 Asn+AF 54,41 37,57 352 Asn+EPR 49,07 43,37 345 L, kecerahanlightness; C, kromachroma; H, sudut warnahue angle. Asn = antosianin; Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Stabilitas terhadap Pemanasan Pada Gambar 5.8 disajikan karakteristik stabilitas warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan kopigmentasi menggunakan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary selama perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C. Perlakuan pemanasan pada suhu 80 o C selama 120 menit menyebabkan penurunan retensi warna hingga 60-70, sedangkan pemanasan suhu 98 o C dapat menyebabkan penurunan retensi warna hingga 30-40 untuk semua sampel antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi. Kopigmentasi intermolekular menggunakan asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary pada antosianin buah duwet tidak meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet selama proses pemanasan baik pada suhu 80 maupun 98 o C. Selama proses pemanasan pada kedua suhu memperlihatkan bahwa antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi memiliki kestabilan warna yang lebih tinggi dibandingkan antosianin buah duwet yang dikopigmentasi. Hal ini terlihat pada nilai retensi warna antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi lebih tinggi dibandingkan kompleks antosianin-kopigmen. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam ferulat menunjukkan stabilitas yang paling rendah. Pada Tabel 5.2 disajikan nilai warna polimerik ΔWP, warna kromasitas ΔE, kehilangan warna KW dan waktu paruh t 12 yang juga menunjukkan terjadinya degradasi antosianin buah duwet. Nilai ΔWP, ΔE, KW yang lebih rendah dan t 12 yang lebih tinggi menunjukkan terjadi degradasi antosianin yang lambat atau menunjukkan karakteristik lebih stabil dan sebaliknya. Pada kedua suhu pemanasan 80 dan 98 o C, nilai ΔWP, ΔE, KW antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi lebih kecil dibandingkan dengan antosianin buah duwet dengan perlakuan kopigmentasi. Nilai t 12 antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi juga menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan antosianin buah duwet dengan perlakuan kopigmentasi. Berdasarkan nilai ΔWP, ΔE, KW, dan t 12 juga memperlihatkan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi memiliki kestabilan warna yang lebih baik dibandingkan antosianin buah duwet yang dikopigmentasi. Perlakuan kopigmentasi tidak dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet selama perlakuan pemanasan pada suhu 80 dan 98 o C. Gambar 5.8 Pengaruh pemanasan terhadap retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen 1 mgml pada minuman model pH 3. A pemanasan 80 o C dan B pemanasan 98 o C. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Ketidakstabilan kompleks antosianin-kopigmen dapat dijelaskan bahwa energi panas dapat merusak ikatan komplek antosianin-kopigmen karena interaksi antosianin dengan kopigmen pada kopigmentasi intermolekular merupakan ikatan yang lemah secara hidrofobik Eiro Heinonen 2002 sehingga terbentuk senyawa turunan baru yang tidak stabil dibandingkan dengan antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi secara alami bentuk diglukosida yang memiliki karakteristik lebih stabil. Berbeda pada kubis merah dimana ikatan antara antosianin dan kopigmen gugus asil merupakan ikatan kovalen kopigmentasi intramolekular mempunyai karakteristik yang sangat stabil terhadap pemanasan Gambar 4.6. Pada pemanasan suhu 80 dan 98 o C, antosianin terasilasi dari kubis merah masih mampu mempertahankan warna di atas 98. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard 1990, peningkatan suhu menyebabkan peruraian disosiasi dari kompleks kopigmentasi 1 R et en si w ar na p ad a m a k s 60 70 80 90 100 30 60 90 120 20 40 60 80 100 30 60 90 120 A B Waktu menit Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR menghasilkan senyawa tidak berwarna dan memberikan kehilangan warna. Markovic et al. 2000 menjelaskan bahwa pada proses kopigmentasi antara malvidin 3,5-diglukosida dengan asam kafeat dan asam felurat menunjukkan afinitas dari reaktan adalah rendah ikatan yang terbentuk lemah, reaktifitas rendah, dan pembentukan kompleks hanya stabil pada temperatur rendah. Tabel 5.2 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin buah duwet dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW k t 12 jam Pemanasan 80 o C Asn 7,61 a 7,13 a 32,30 a 0,0032 3,68 b Asn+AS 9,12 c 9,76 b 33,45 ab 0,0033 3,55 b Asn+AK 11,27 d 9,62 b 34,74 b 0,0035 3,35 a Asn+AF 8,39 b 9,71 b 36,29 c 0,0036 3,21 a Asn+EPR 8,69 bc 10,00 b 33,32 ab 0,0032 3,61 b Pemanasan 98 o C Asn 20,75 a 16,85 a 62,23 a 0,0079 1,46 d Asn+AS 33,87 b 26,77 b 66,61 c 0,0090 1,28 b Asn+AK 36,60 b 28,45 b 68,23 d 0,0094 1,23 a Asn+AF 24,81 a 26,13 b 69,17 e 0,0097 1,20 a Asn+EPR 25,20 a 28,65 b 64,51 b 0,0085 1,37 c Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama masing-masing perlakuan pemanasan menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas sistem CIELAB. KW, kehilangan warna nilai absorbans. k, konstanta laju degradasi antosianin. t 12 , waktu paruh. Pemanasan selama 120 menit. Asn = antosianin; Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Hasil dari penelitian disertasi ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Brenes et al. 2005, pasteurisasi 85 o C selama 30 menit pada sistem model jus anggur yang mengandung ekstrak polifenol rosemary 0,2 dan 0,4 dapat menyebabkan penurunan efek hiperkromik dan kandungan total antosianin. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Bakowska et al. 2003, efek kopigmentasi antosianin sianidin 3-glukosida dengan kuersetin-5’-asam sulfonat, morin-5’- asam sulfonat, rutin, kuersetin, asam klorogenat, dan asam tanat dapat meningkatkan stabilitas selama pemanasan 80 o C pada pH 2,5-4,5. Perbedaan hasil penelitian terjadi karena penggunaan jenis antosianin dan kopigmen yang berbeda sehingga memberikan efek kopigmentasi yang berbeda pula. Stabilitas terhadap Cahaya Cahaya juga dapat menyebabkan degradasi antosianin. Perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih menyebabkan terjadinya degradasi antosianin buah duwet baik pada antosianin tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi Gambar 5.9. Hal ini terlihat adanya penurunan nilai retensi warna yang lebih besar pada sampel yang terkena paparan cahaya dibandingkan yang tanpa terkena paparan cahaya. Nilai retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi menurun dengan meningkatnya waktu pencahayaan. Gambar 5.9 Pengaruh pencahayaan dengan lampu fluoresens putih terhadap retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen 1 mgml pada minuman model pH 3. A tanpa pencahayaan dan B pencahayaan dengan fluoresens putih. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Kopigmentasi antosianin buah duwet menggunakan ekstrak polifenol rosemary, asam sinapat dan asam kafeat menunjukkan stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan antosianin tanpa kopigmentasi, dan yang dikopigmentasi dengan asam ferulat selama perlakuan pencahayaan. Pada pencahayaan waktu 10 hari, nilai retensi warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan ekstrak polifenol rosemary, asam sinamat, dan asam kafeat berkisar pada nilai 40-50, sedangkan nilai retensi warna untuk antosianin buah duwet tanpa dan dengan dikopigmentasi asam ferulat menunjukkan nilai retensi warna ~20. 20 40 60 80 100 2 4 6 8 10 20 40 60 80 100 2 4 6 8 10 1 R et en si w ar na p ad a m a k s 2 4 6 8 10 Waktu hari Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR A B Perlakuan kopigmentasi mampu menurunkan nilai ΔWP, ΔE, KW serta meningkatkan nilai waktu paruh t 12 Tabel 5.3. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan kompleks antosianin-kopigmen dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Perbaikan stabilitas warna terjadi pada perlakuan kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary. Penambahan asam ferulat dalam minuman model menunjukkan karakteristik perubahan warna dan kinetika degradasi yang hampir sama dengan antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi. Tabel 5.3 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan pencahayaan fluoresens Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW K t 12 hari Asn 54,48 c 43,07 d 78,60 d 0,1678 4,13 a Asn+AS 24,61 a 22,53 a 57,43 b 0,0869 7,98 c Asn+AK 34,66 b 26,13 b 61,43 c 0,0946 7,33 b Asn+AF 51,51 c 43,00 d 81,12 e 0,1701 4,07 a Asn+EPR 30,23 ab 29,67 c 54,79 a 0,0804 8,63 d Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas sistem CIELAB. KW, kehilangan warna nilai absorbans. k, konstanta laju degradasi antosianin. t 12 , waktu paruh. Pencahayaan dengan lampu fluoresens selama 10 hari. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, A+AK = antosianin+asam kafeat, A+AF = antosianin+asam ferulat, A+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Penelitian yang dilakukan oleh Gris et al. 2007 menunjukkan hasil yang sama, dimana dengan penambahan asam kafeat dalam sistem model pangan mengandung antosianin anggur Cabernet Sauvignon dapat meningkatkan stabilitas selama perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih dibandingkan dengan produk tanpa perlakuan kopigmentasi. Hasil yang sama juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Bakowska et al. 2003 yang menggunakan jenis kopigmen yang berbeda. Efek kopigmentasi antosianin sianidin 3-glukosida dengan kuersetin-5’-asam sulfonat, morin-5’-asam sulfonat, rutin, kuersetin, asam klorogenat, dan asam tanat dapat meningkatkan stabilitas selama perlakuan pencahayaan dengan sinar UV dan matahari. Degradasi oleh cahaya yang terjadi pada kompleks antosianin-kopigmen kemungkinan juga melibatkan eksitasi dari kation flavilium sesuai yang dijelaskan oleh Furtado et al. 1993. Mekanisme degradasi fotokimia langsung dari kation flavilium yang menghasilkan pembentukan produk akhir degradasi yang sama seperti pada reaksi termal. Stabilitas selama Penyimpanan Pengaruh penyimpanan pada suhu refrigerasi ~5 o C dan ruang ~27 o C pada kondisi gelap terhadap stabilitas antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi disajikan pada Gambar 5.10. Pada penyimpanan suhu refrigerasi, perlakuan kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet, sedangkan pada perlakuan kopigmentasi dengan asam ferulat menunjukkan stabilitas yang hampir sama dengan antosianin tanpa kopigmentasi, setelah penyimpanan 4 minggu Gambar 5.10a. Kecenderungan pola yang sama juga ditemukan pada perlakuan penyimpanan pada suhu ruang Gambar 5.10b, perlakuan kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Pada kedua kondisi penyimpanan suhu refrigerasi dan ruang, kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat memberikan peningkatan stabilitas antosianin yang paling tinggi yang ditunjukkan pada nilai retensi warna paling tinggi. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam ferulat pada penyimpanan suhu dingin dan ruang tidak dapat meningkatkan stabilitas antosianin buah duwet. Gambar 5.10 Pengaruh penyimpanan suhu refrigerasi A dan ruang B terhadap retensi warna antosianin buah duwet tanpa dan dengan penambahan kopigmen 1 mgml pada minuman model pH 3. Asn = antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. 70 75 80 85 90 95 100 1 2 3 4 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 1 R et en si w ar na p ad a m a k s 1 2 3 4 Waktu minggu Asn Asn+AS Asn+AK Asn+AF Asn+EPR A B Perbedaan suhu penyimpanan mempengaruhi stabilitas antosianin buah duwet terkopigmentasi. Peningkatan suhu dari suhu ~5 o C suhu refrigerasi ke ~27 o C suhu ruang dapat meningkatkan degradasi antosianin buah duwet tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi. Penyimpanan pada suhu refrigerasi masih dapat mempertahankan nilai retensi warna berkisar 87-97 setelah penyimpanan selama 4 minggu. Pada penyimpanan suhu ruang, degradasi antosianin berlangsung lebih cepat dan menghasilkan nilai retensi berkisar 40- 60. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan suhu penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya reaksi disosiasi peruraian kompleks kopigmentasi antosianin-kopigmen sehingga menghasilkan senyawa tidak berwarna yang dapat memberikan kehilangan warna, seperti yang dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard 1990. Pada Tabel 5.4 disajikan perubahan nilai WP, E, KW serta nilai t 12 selama perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang. Nilai ΔWP, ΔE, KW dari antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai parameter warna dari antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi. Nilai waktu paruh t 12 antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan antosianin tanpa perlakuan kopigmentasi. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks antosianin-kopigmen melalui reaksi kopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas antosianin buah duwet selama perlakuan penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang. Kompleks antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, atau ekstrak polifenol rosemary memiliki stabilitas warna yang lebih tinggi dibandingkan antosianin buah duwet tanpa perlakuan kopigmentasi dan yang dikopigmentasi dengan asam ferulat. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Gris et al. 2007, peningkatan suhu dari 4 o C ke 29 o C menyebabkan degradasi yang lebih cepat pada antosianin anggur Cabernet Sauvignon tanpa dan dengan perlakuan kopigmentasi dengan asam kafeat yang ditunjukkan pada penurunan nilai retensi warna dan waktu paruh t 12 . Penambahan asam kafeat dalam sistem model pangan yang mengandung antosianin anggur Cabernet Sauvignon dapat meningkatkan stabilitas selama perlakuan penyimpanan pada suhu 4 dan 29 o C apabila dibandingkan dengan produk tanpa perlakuan kopigmentasi. Hasil penelitian Markovic et al. 2000 menunjukkan bahwa kopigmentasi malvidin 3,5- diglukosida dengan asam ferulat dan asam kafeat pada kondisi suhu 22-50 o C memiliki nilai absorbans yang lebih tinggi dibandingkan nilai absorbans malvidin 3,5-diglukosida tanpa perlakuan kopigmentasi. Tabel 5.4 Perubahan warna dan waktu paruh antosianin dalam minuman model tanpa dan dengan kopigmentasi pada perlakuan penyimpanan suhu ruang dan refrigerasi Parameter Perubahan Warna Kinetika Degradasi Sampel ΔWP ΔE KW K t 12 minggu Penyimpanan suhu refrigerasi 5 o C Asn 3,37 d 3,89 c 13,15 d 0,0324 21,59 a Asn+AS 1,31 a 1,86 a 6,61 a 0,0075 40,19 d Asn+AK 1,70 b 3,05 b 8,50 b 0,0215 32,35 c Asn+AF 3,10 c 3,79 c 12,42 d 0,0333 20,88 a Asn+EPR 1,64 b 3,16 b 10,89 c 0,0265 26,22 b Penyimpanan suhu ruang 27 o C Asn 17,54 d 21,59 bc 52,50 b 0,1894 3,66 b Asn+AS 12,45 a 14,61 a 43,32 a 0,1426 4,86 d Asn+AK 15,58 c 17,36 a 50,27 b 0,1799 3,91 bc Asn+AF 21,00 e 23,99 c 61,63 c 0,2437 2,84 a Asn+EPR 14,46 b 20,47 b 49,14 b 0,1669 4,17 c Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama masing-masing perlakuan penyimpanan menunjukkan hasil uji berbeda nyata p0,05. Perubahan warna dihitung dari nilai pengukuran sebelum dan sesudah perlaku an. ΔWP, perbedaan warna polimerik. ΔE, perbedaan warna kromasitas sistem CIELAB. KW, kehilangan warna nilai absorbans. k, konstanta laju degradasi antosianin. t 12 , waktu paruh. Penyimpanan selama 4 minggu. Asn=antosianin, Asn+AS = antosianin+asam sinapat, Asn+AK = antosianin+asam kafeat, Asn+AF = antosianin+asam ferulat, Asn+EPR = antosianin+ekstrak polifenol rosemary. Pada perlakuan pencahayaan dan penyimpanan suhu refrigerasi dan ruang, antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Hal ini dapat terjadi karena kompleks kopigmentasi antara antosianin-kopigmen, melalui transfer muatan atau interaksi -, dapat memproteksi kation flavilium dari serangan nukleofilik air pada posisi C-2, seperti yang dijelaskan oleh Mazza dan Brouillard 1987; Castañeda-Ovando et al. 2009, sehingga pembentukan senyawa karbinol yang tidak berwarna yang berlanjut ke pembentukan senyawa kalkon yang juga tidak berwarna dapat dicegah. Lebih lanjut mekanisme proteksi dari efek kopigmentasi juga dijelaskan oleh Williams dan Hrazdina 1979; Malien-Aubert et al. 2001, kopigmentasi merupakan penyusunan molekul kopigmen pada planar polarizable dari bentuk antosianin berwarna kation flavilium dan basa kuinonoidal sehingga serangan nukleofilik air pada posisi C-2 cincin pirilium dapat dicegah. Stabilisasi bentuk flavilium oleh kompleks elektron - hasil reaksi kopigmentasi intermolekular dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. 2009, Gambar 5.11. Adanya kopigmen senyawa fenolik menyebabkan reaksi kesetimbangan berubah tidak ke bentuk struktur karbinol tidak berwarna melainkan ke bentuk kompleks - yang berwarna merah. Menurut Francis 1989, efektifitas stabilisasi reaksi kopigmentasi bergantung pada kekuatan ikatannya, kopigmentasi intramolekular berikatan secara kovalen lebih efektif menstabilkan warna antosianin dibandingkan kopigmentasi intermolekular terjadi melalui interaksi hidrofobik yang lemak. Gambar 5.11 Contoh stabilisasi antosianin melalui pembentukan kompleks secara transfer muatan charge-transfer atau interaksi - interaksi antosianin dengan senyawa fenolik Castañeda- Ovando et al. 2009. SIMPULAN Kopigmentasi antosianin buah duwet intermolekular dalam minuman model menggunakan asam sinamat asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat dan ekstrak polifenol rosemary konsentrasi 0,5-4 mgml dapat meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet nilai ΔA meningkat pada kisaran 19,63- 117,33. Ekstrak polifenol rosemary merupakan agensia peningkat warna antosianin buah duwet yang paling efektif. Penambahan ekstrak polifenol rosemary sebesar 4 mgml dapat meningkat kan nilai ΔA sebesar 117,33. kation flavilium merah karbinol pseudobasa tidak berwarna pirokatekol kaya elektron kompleks secara transfer muatan merah 2 + Pada perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C, kopigmentasi antosianin buah duwet dalam minuman model dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary memiliki stabilitas lebih rendah yang ditunjukkan dari nilai ΔWP warna polimerik, ΔE warna kromasitas, dan KW kehilangan warna lebih besar serta nilai t 12 waktu paruh lebih kecil dari minuman model yang mengandung antosianin tanpa kopigmentasi native. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet selama perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih serta penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang yang ditunjukkan nilai ΔWP, ΔE, dan KW lebih kecil serta nilai t 12 lebih besar dari minuman model yang mengandung antosianin tanpa kopigmentasi native.

6. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ANTOSIANIN BUAH DUWET Syzygium cumini SECARA IN VITRO

PENDAHULUAN Radikal bebas dan spesies oksigen reaktif SOR seperti radikal hidroksil OH • , anion superoksida O 2 • , dan radikal peroksil ROO • di dalam tubuh dihasilkan melalui reaksi-reaksi biokimia normal dan juga berasal dari lingkungan Kevin et al. 2007. Radikal bebas sangat berbahaya karena dapat menyerang lemak di dalam membran sel, protein dalam jaringan atau enzim, karbohidrat, dan DNA yang menginduksi oksidasi sehingga menyebabkan kerusakan membran, modifikasi protein termasuk enzim, dan kerusakan DNA. Kerusakan oksidatif ini berperan sebagai penyebab penuaan dini dan beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, katarak, disfungsi kognitif, dan kanker Pietta 2000. Kerusakan oksidatif karena radikal bebas dapat dikurangi oleh antioksidan yang diproduksi oleh tubuh antioksidan enzim seperti superoksida dismutase, glutation peroksidase, katalase dan antioksidan yang diperoleh secara eksogenus yang dijumpai banyak dalam bahan pangan seperti vitamin C vitamin E, karotenoid, polifenol Pietta 2000; Papas 1998. Antosianin, yang termasuk kelompok polifenol, telah banyak diteliti dan dilaporkan menunjukkan kemampuan sebagai senyawa antioksidan Wang et al. 1997; Ghiselli et al. 1998; Heinonen et al. 1998; Seeram Nair 2002; Hu et al. 2003; Kähkönen Heinonen 2003; Bao et al. 2005; Kano et al. 2005; Brown Kelly 2007; Watanabe 2007; Kim et al. 2009. Buah duwet yang mengandung antosianin juga telah dilaporkan oleh Lestario et al. 2005a; Lestario et al. 2005b; Banerjee et al. 2005; Veigas et al. 2007 menunjukkan adanya aktivitas antioksidan. Lestario et al. 2005a; Lestario et al. 2005b menguji aktivitas antioksidan buah duwet pada beberapa tingkat kemasakan buah duwet dan pada beberapa perlakuan ekstraksi jenis pelarut, lama dan suhu ekstraksi. Banerjee et al. 2005 menguji aktivitas antioksidan dari bagian kulit buah duwet dengan perlakuan pengeringan selama 7 hari dan 6 bulan. Veigas et al. 2007 melakukan identifikasi komposisi antosianin buah duwet, menguji aktivitas antioksidan dari bagian kulit buah duwet, serta menguji stabilitas warna antosianin kulit buah duwet untuk tujuan farmaseutikal untuk produk antitusif yang mengandung salbutamol. Untuk melengkapi penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya maka pada bagian penelitian disertasi ini dilakukan penelitian lanjutan dengan tujuan untuk mengevaluasi kontribusi senyawa antosianin yang terkandung dalam buah duwet terhadap peranannya sebagai antioksidan dan membandingkan efektifitas aktivitas antioksidan dari antosianin yang terkandung dalam ekstrak dan isolat antosianin dengan senyawa antioksidan standar flavonoid katekin dan kuersetin, asam askorbat serta ekstrak antosianin kubis ungu yang secara komersial telah digunakan sebagai pewarna untuk pangan. Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet dapat digunakan sebagai pewarna untuk pangan yang memiliki aktivitas antioksidan. Selain itu juga dilakukan pengujian aktivitas antioksidan pada minuman model yang ditambahkan antosianin buah duwet sebagai pewarna. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan untuk memberikan tambahan informasi peranan antosianin buah duwet selain dapat digunakan sebagai pewarna pada pangan, juga dapat memberikan manfaat untuk kesehatan terutama sebagai antioksidan. Dari hasil penelitian ini diharapkan antosianin buah duwet dapat dikembangkan sebagai pewarna pangan fungsional berbasis antosianin. BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center, IPB; Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen ITP, FATETA, IPB; serta Laboratorium Terpadu Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duwet matang berwarna ungu kehitaman yang diperoleh dari hutan di Probolinggo, Jawa Timur. Sampel buah duwet telah mendapat pengesahan determinasi jenis tanaman dari LIPI Biologi, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah kubis merah diperoleh dari supermarket di Bogor, Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan berspesifikasi pro analisis. Metanol, asam klorida HCl, etil asetat, kalium klorida, natrium asetat, folin ciocalteau, natrium karbonat Na 2 CO 3 , etanol, natrium fosfat monobasis NaH 2 PO 4 , natrium fosfat dibasis Na 2 HPO 4 .7H 2 O, asam tetraasetat etilendiamin EDTA, besi amonium