Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin Pada Buah Duwet (Syzygium cumini)

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

Oleh

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029


(2)

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN

PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

Dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985 Di Kudus

Tanggal lulus : Januari 2008 Menyetujui:

Bogor, 2008

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing


(4)

Beatrice Bennita Leimena. F24103029. Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini). Di bawah Bimbingan : C. Hanny Wijaya. 2008

RINGKASAN

Warna merupakan salah satu penentu mutu pada produk pangan. Suatu pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan warna yang sesuai maka akan menurunkan mutu produk tersebut. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya yaitu pewarna alami, identik alami, dan buatan. Salah satu buah yang berpotensi sebagai sumber pewarna alami adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah ini banyak dijumpai di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Buah yang sudah matang akan berwarna ungu kehitaman dan berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin untuk digunakan dalam industri pangan sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah duwet seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari proses purifikasi untuk menduga karakteristik antosianin yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui komposisi kimia dari buah duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan perhitungan rendemen antosianin pada beberapa sampel, yaitu : kulit buah duwet (pada beberapa tingkat kematangan), kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan tertinggi serta sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan dengan menggunakan metode pH-differential dan hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai kandungan antosianin.

Tahap selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada kulit buah dengan kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis dengan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet.

Kulit buah duwet yang digunakan memiliki kadar air 83.53 %, kadar abu 0.40 %, kadar lemak 0.30 %, kadar protein 0.68 %, dan karbohidrat 15.09 %. Sedangkan kulit dan daging buah duwet tanpa biji memiliki kadar air 86.51 %, kadar abu 0.21 %, kadar lemak 0.13 %, kadar protein 0.84 %, dan karbohidrat 12.31 %. Pada penelitian ini proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Kandungan antosianin dalam kulit buah duwet berbeda pada berbagai tingkat kematangan. Kulit berwarna hijau tidak memiliki kandungan antosianin, kulit buah berwarna merah memiliki antosianin sebesar 0.19 mg CyE/g, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 1.04 mg


(5)

CyE/g, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Sedangkan kandungan antosianin dalam kulit dan daging buah duwet dengan kematangan tertinggi sebesar 1.24 mg CyE/g. Kandungan antosianin pada sampel pembanding sebesar 0.51 mg CyE/g pada kulit buah anggur dan 0.82 mgCyE/g pada kubis ungu. Rendemen antosianin yang terdapat dalam kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan sebagai berikut: untuk kulit buah berwarna hijau sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %, dan pada bagian kulit dan daging buah sebesar 0.12 %. Sedangkan rendemen antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.05 % dan kubis ungu sebesar 0.08 %.

Proses purifikasi dilakukan dengan menggunakan C-18-Sep Pak Cartridge dengan pelarut metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Proses purifikasi ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang menggangu, seperti gula dan asam. Hidrolisis basa digunakan untuk menghilangkan gugus asil, sedangkan hidrolisis asam digunakan untuk menghilangkan gugus gula. Karakteristik antosianin diketahui dengan analisis spektrofotometri dan TLC dengan eluen BAW (n-butanol : asam asetat : air = 4:1:5). Antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga tidak memiliki gugus asil. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tambahan panjang gelombang maksimum didaerah 310-335 nm, pergeseran panjang gelombang maksimum (274 nm dan 536 nm), dan perubahan nilai Rf setelah dihidrolisis basa. Jenis antosianidin yang terdapat dalam buah duwet diduga adalah petunidin. Sedangkan jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga ada dua yaitu petunidin-3-rhamnosa (Rf = 40) dan sianidin-3-soporosa (Rf = 33). Jenis antosianin yang lebih banyak yaitu petunidin-3-rhamnosa.


(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kudus, 14 Januari 1985 dan merupakan anak kedua dari pasangan Lazarus Leimena dan Inajati Gani. Penulis menempuh pendidikannya di TK Cahaya Nur Kudus, SD Cahaya Nur Kudus, SLTP Negeri I Kudus, SMU Sedes Sapientiae Semarang, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian.

Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2003-2007). Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), BAUR 2005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 2005. Pada tahun 2005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOM-RI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Penyimpanan Pangan pada periode Januari-Juni 2007.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul ”Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini)”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan November 2007. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan Seafast Center, IPB.


(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini.

2. Dr. Ir. Dede. R. Adawiyah, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

3. Ibu Didah Nurfaridah, STP. MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

4. Ibu Puspita Sari STP, MAgr. selaku pemberi proyek dalam penelitian tentang buah duwet ini dan pemberi masukan kepada penulis.

5. Keluargaku: Papa, Mama, Ci Milkha, dan Robby atas perhatian, dukungan, doa, dan semangat kepada penulis.

6. Teman teristimewaku, Daniel yang telah memberikan dukungan, semangat, saran, dan doa kepada penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan bu Hanny : Eko, Andrea, Tuti, Ratna, teman-teman ITP 39, 41, dan 42, terima kasih atas semangat dan dukungannya serta perkumpulannya selama bimbingan.

8. Sahabat-sahabatku : JSMP (Nana, Olla, Pau-pau, Nat-nat, Dey, Indi, Betsy, Fani), Anas, Tya, Rika, Fena, Agnes, Eko, Andreas, Agus, Hendy,


(8)

ii

10.Teman-teman ITP 40 : Hayuning, Herher, Dhani, Martin, Danang, Reza, Tilo, Mita, Lilin, Ajik, Andal, Steph, Rina, Lasty, dan semua teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas dukungannya selama 4 tahun ini.

11.Teman-teman ITP 39, 41, dan 42. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

12.Teman-teman Perwira 45 : Mpin dan Nene (atas semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi), Ajik (atas bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi), Ella, Lisa, Tere, Cat2, dan yang lainnya. Terima kasih atas kebersamaannya selam penulis tinggal di Bogor.

13.Staf dan Teknisi Laboratorium ITP , Seafast Center, dan LJA : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, Bu Rubiah, Pak Rojak, Pak Taufik, Mba Ririn, dan teknisi lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

14.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2008


(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. DUWET ... 3

B. ANTOSIANIN ... 6

C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 9

D. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 11

E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

1. BAHAN ... 15

2. ALAT ... 15

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 15

1. Persiapan Kulit Buah Duwet ... 16

2. Ekstraksi Antosianin ... 16

3. Purifikasi Antosianin ... 17

4. Hidrolisis Basa dan Asam ... 17

C. METODE ANALISIS ... 17


(10)

iv

5. Penentuan Kadar Karbohidrat ... 19

6. Penentuan Konsentrasi Antosianin ... 20

7. Penentuan Rendemen Antosianin ... 20

8. Penentuan Karakteristik Antosianin ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET ... 22

1. Komposisi Kimia Buah Duwet ... 22

2. Kandungan Antosianin Buah Duwet ... 24

B. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 29

C. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 32

D. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. KESIMPULAN ... 44

B. SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(11)

SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

Oleh

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029


(12)

KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI DAN PURIFIKASI ANTOSIANIN

PADA BUAH DUWET (Syzygium cumini)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BEATRICE BENNITA LEIMENA F24103029

Dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985 Di Kudus

Tanggal lulus : Januari 2008 Menyetujui:

Bogor, 2008

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. Dosen Pembimbing


(14)

Beatrice Bennita Leimena. F24103029. Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini). Di bawah Bimbingan : C. Hanny Wijaya. 2008

RINGKASAN

Warna merupakan salah satu penentu mutu pada produk pangan. Suatu pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan warna yang sesuai maka akan menurunkan mutu produk tersebut. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya yaitu pewarna alami, identik alami, dan buatan. Salah satu buah yang berpotensi sebagai sumber pewarna alami adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah ini banyak dijumpai di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Buah yang sudah matang akan berwarna ungu kehitaman dan berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin untuk digunakan dalam industri pangan sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah duwet seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari proses purifikasi untuk menduga karakteristik antosianin yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui komposisi kimia dari buah duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan perhitungan rendemen antosianin pada beberapa sampel, yaitu : kulit buah duwet (pada beberapa tingkat kematangan), kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan tertinggi serta sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan dengan menggunakan metode pH-differential dan hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai kandungan antosianin.

Tahap selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada kulit buah dengan kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis dengan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet.

Kulit buah duwet yang digunakan memiliki kadar air 83.53 %, kadar abu 0.40 %, kadar lemak 0.30 %, kadar protein 0.68 %, dan karbohidrat 15.09 %. Sedangkan kulit dan daging buah duwet tanpa biji memiliki kadar air 86.51 %, kadar abu 0.21 %, kadar lemak 0.13 %, kadar protein 0.84 %, dan karbohidrat 12.31 %. Pada penelitian ini proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Kandungan antosianin dalam kulit buah duwet berbeda pada berbagai tingkat kematangan. Kulit berwarna hijau tidak memiliki kandungan antosianin, kulit buah berwarna merah memiliki antosianin sebesar 0.19 mg CyE/g, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 1.04 mg


(15)

CyE/g, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Sedangkan kandungan antosianin dalam kulit dan daging buah duwet dengan kematangan tertinggi sebesar 1.24 mg CyE/g. Kandungan antosianin pada sampel pembanding sebesar 0.51 mg CyE/g pada kulit buah anggur dan 0.82 mgCyE/g pada kubis ungu. Rendemen antosianin yang terdapat dalam kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan sebagai berikut: untuk kulit buah berwarna hijau sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %, dan pada bagian kulit dan daging buah sebesar 0.12 %. Sedangkan rendemen antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.05 % dan kubis ungu sebesar 0.08 %.

Proses purifikasi dilakukan dengan menggunakan C-18-Sep Pak Cartridge dengan pelarut metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Proses purifikasi ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang menggangu, seperti gula dan asam. Hidrolisis basa digunakan untuk menghilangkan gugus asil, sedangkan hidrolisis asam digunakan untuk menghilangkan gugus gula. Karakteristik antosianin diketahui dengan analisis spektrofotometri dan TLC dengan eluen BAW (n-butanol : asam asetat : air = 4:1:5). Antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga tidak memiliki gugus asil. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tambahan panjang gelombang maksimum didaerah 310-335 nm, pergeseran panjang gelombang maksimum (274 nm dan 536 nm), dan perubahan nilai Rf setelah dihidrolisis basa. Jenis antosianidin yang terdapat dalam buah duwet diduga adalah petunidin. Sedangkan jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet ini diduga ada dua yaitu petunidin-3-rhamnosa (Rf = 40) dan sianidin-3-soporosa (Rf = 33). Jenis antosianin yang lebih banyak yaitu petunidin-3-rhamnosa.


(16)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kudus, 14 Januari 1985 dan merupakan anak kedua dari pasangan Lazarus Leimena dan Inajati Gani. Penulis menempuh pendidikannya di TK Cahaya Nur Kudus, SD Cahaya Nur Kudus, SLTP Negeri I Kudus, SMU Sedes Sapientiae Semarang, dan berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian.

Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2003-2007). Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), BAUR 2005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 2005. Pada tahun 2005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOM-RI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Penyimpanan Pangan pada periode Januari-Juni 2007.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul ”Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini)”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan November 2007. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan Seafast Center, IPB.


(17)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini.

2. Dr. Ir. Dede. R. Adawiyah, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

3. Ibu Didah Nurfaridah, STP. MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan kesediaan Ibu sebagai penguji.

4. Ibu Puspita Sari STP, MAgr. selaku pemberi proyek dalam penelitian tentang buah duwet ini dan pemberi masukan kepada penulis.

5. Keluargaku: Papa, Mama, Ci Milkha, dan Robby atas perhatian, dukungan, doa, dan semangat kepada penulis.

6. Teman teristimewaku, Daniel yang telah memberikan dukungan, semangat, saran, dan doa kepada penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan bu Hanny : Eko, Andrea, Tuti, Ratna, teman-teman ITP 39, 41, dan 42, terima kasih atas semangat dan dukungannya serta perkumpulannya selama bimbingan.

8. Sahabat-sahabatku : JSMP (Nana, Olla, Pau-pau, Nat-nat, Dey, Indi, Betsy, Fani), Anas, Tya, Rika, Fena, Agnes, Eko, Andreas, Agus, Hendy,


(18)

ii

10.Teman-teman ITP 40 : Hayuning, Herher, Dhani, Martin, Danang, Reza, Tilo, Mita, Lilin, Ajik, Andal, Steph, Rina, Lasty, dan semua teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas dukungannya selama 4 tahun ini.

11.Teman-teman ITP 39, 41, dan 42. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

12.Teman-teman Perwira 45 : Mpin dan Nene (atas semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi), Ajik (atas bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi), Ella, Lisa, Tere, Cat2, dan yang lainnya. Terima kasih atas kebersamaannya selam penulis tinggal di Bogor.

13.Staf dan Teknisi Laboratorium ITP , Seafast Center, dan LJA : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, Bu Rubiah, Pak Rojak, Pak Taufik, Mba Ririn, dan teknisi lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

14.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2008


(19)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. DUWET ... 3

B. ANTOSIANIN ... 6

C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 9

D. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 11

E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

1. BAHAN ... 15

2. ALAT ... 15

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 15

1. Persiapan Kulit Buah Duwet ... 16

2. Ekstraksi Antosianin ... 16

3. Purifikasi Antosianin ... 17

4. Hidrolisis Basa dan Asam ... 17

C. METODE ANALISIS ... 17


(20)

iv

5. Penentuan Kadar Karbohidrat ... 19

6. Penentuan Konsentrasi Antosianin ... 20

7. Penentuan Rendemen Antosianin ... 20

8. Penentuan Karakteristik Antosianin ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET ... 22

1. Komposisi Kimia Buah Duwet ... 22

2. Kandungan Antosianin Buah Duwet ... 24

B. EKSTRAKSI ANTOSIANIN ... 29

C. PURIFIKASI ANTOSIANIN ... 32

D. KARAKTERISASI ANTOSIANIN ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. KESIMPULAN ... 44

B. SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(21)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan nilai gizi buah duwet per 100 g ... 5 Tabel 2. Struktur alami yang terjadi pada antosianidin ... 7 Tabel 3. Komposisi kimia buah duwet ... 22 Tabel 4. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat

kematangan. ... 25 Tabel 5. Kandungan antosianin pada bagian buah duwet pada tingkat

kematangan tertinggi. ... 28 Tabel 6. Kandungan antosianin pada sampel pembanding ... 29 Tabel 7. Data panjang gelombang maksimum sampel pada berbagai perlakuan...37


(22)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Buah Duwet (Syzygium cumini) ... 4 Gambar 2. Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996) ... 6 Gambar 3. Pola spektra kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan

dalam pH 1 ... 26 Gambar 4. Pola spektra dalam pelarut metanol-HCl 0.01% pada berbagai

perlakuan. ... 36 Gambar 5. Pola spektra buah duwet dan sampel pembanding dalam metanol-

HCl 0.01% ... 38 Gambar 6. Hasil pemisahan antosianin dengan TLC ... 41


(23)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Penentuan kadar air ... 52 Lampiran 2. Penentuan kadar abu ... 52 Lampiran 3. Penentuan kadar lemak ... 52 Lampiran 4. Penentuan kadar protein ... 53 Lampiran 5. Penentuan kadar karbohidrat ... 53 Lampiran 6. Penentuan konsentrasi antosianin buah duwet pada berbagai

tingkat kematangan ... 54 Lampiran 7. Penentuan konsentrasi antosianin pada sampel pembanding ... 55 Lampiran 8. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada

berbagai tingkat kematangan dalam pH 1. ... 57 Lampiran 9. Panjang gelombang dan absorbansi kulit buah duwet pada

berbagai perlakuan. ... 59 Lampiran 10. Data panjang gelombang dan absorbansi buah duwet dengan

sampel pembanding. ... 66 Lampiran 11. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis

antosinidin* ... 73 Lampiran 12. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis


(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Warna pada makanan dapat memberikan pengaruh tertentu pada produk pangan. Warna tersebut dapat membuat produk menjadi lebih menarik serta meningkatkan kualitas produk pangan tersebut (Winarno,1997). Suatu pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi, apabila tidak didukung dengan warna yang sesuai maka akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Penggunaan pewarna antara lain terdapat pada berbagai jenis makanan dan minuman.

Pewarna makanan ini dapat berasal dari sumber nabati maupun hewani. Pewarna makanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, pewarna identik alami, dan pewarna sintetik. Sejak jaman dulu telah digunakan pewarna alami sebagai pewarna makanan. Misalnya penggunaan daun suji dan kunyit sebagai pewarna alami. Sejak ditemukannya pewarna sintetik, penggunaan pewarna alami mulai berkurang walaupun tidak hilang sama sekali. Pewarna alami ini mempunyai beberapa kelemahan salah satu diantaranya adalah stabilitasnya yang rendah yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH.

Penggunaan pewarna sintetik pada makanan sudah sangat luas. Akan tetapi, penggunaan pewarna sintetik ini dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker, stroke, dan penyakit jantung, dan hiperaktif pada anak-anak (Anonim, 2007c; Anonim, 2008a, dan 2008b). Oleh karena itu, penggunaan pewarna alami kini kembali disukai oleh masyarakat. Hal ini disebabkan pewarna alami lebih bersifat aman untuk dikonsumsi. Selain digunakan sebagai pewarna, pewarna alami ini juga dapat berfungsi sebagai flavor, antioksidan, antimikroba, dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno, 1997).

Indonesia mempunyai banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami, tetapi penggunaan dan pengolahannya dalam industri pangan masih sedikit. Salah satu buah penghasil pewarna alami


(25)

adalah buah duwet (Syzygium cumini). Buah duwet dengan ukuran dan kualitas yang bagus memiliki rasa manis, agak asam dan sedikit sepat (Anonim, 2006b). Di Indonesia, pemanfaatan buah duwet ini masih belum optimal. Buah duwet biasanya hanya dikonsumsi secara langsung tanpa melalui proses pengolahan apapun. Dilihat dari kulit buah yang berwarna ungu kehitaman apabila sudah matang, maka buah yang dihasilkan akan sangat berpotensi sebagai sumber pigmen antosianin yang dapat digunakan dalam industri pangan. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengetahui karakteristik kimia buah duwet sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat buah tersebut. Selain itu, perlu dilakukan usaha untuk mempelajari karakteristik pigmen yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia dari buah duwet, seperti komposisi kimia dan kandungan antosianin serta mempelajari proses purifikasi untuk menduga karakteristik pigmen antosianin yang ada dalam buah duwet.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat diketahuinya karakteristik kimia, dan karakteristik pigmen yang terdapat dalam buah duwet sehingga dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DUWET

Duwet (Syzygium cumini) merupakan tumbuhan beriklim tropis yang berasal dari India, Burma, Ceylon (Morton, 1978). Tanaman ini juga tumbuh di bagian selatan Asia termasuk Myanmar dan Afganistan. Di Indonesia, tanaman ini juga dikenal dengan berbagai nama diantaranya adalah jambolan, jambolana, jamblang, jambul, dan jamun. Klasifikasi dari tanaman duwet adalah kingdom: Plantae, divisi: Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, ordo: Myrtales, famili: Myrtaceae, genus: Syzygium, dan spesies: S. cumini

(Anonim, 2006b).

Tanaman ini kokoh, bercabang banyak, percabangannya tidak beraturan dan rendah (Morton, 1978). Tinggi maksimum dari tanaman ini dapat mencapai 30 meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit kayu yang berada di bagian bawah tanaman kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin ke atas akan semakin licin dan berwarna kelabu muda. Daunnya saling berhadapan, bentuknya bundar telur sampai lonjong, berukuran 5-25 cm panjangnya dan 2-10 cm lebarnya. Pangkal daunnya berbentuk membundar, sedangkan ujungnya tumpul atau berujung lancip. Tepi daunnya rata dan berpinggir tipis serta tembus pandang. Selagi muda daunnya berwarna merah muda, setelah tua daunnya menjadi kasar, berwarna hijau tua mengkilap pada bagian atasnya. Jika diremas, daunnya agak berbau terpentin (Verheij dan Coronel, 1997). Bunganya kecil-kecil, berwarna putih keabu-abuan sampai merah jambu, dan wangi. Pada umumnya muncul dari cabang-cabang yang tidak berdaun. Daun mahkotanya berbentuk bundar dan berjumlah 4 helai (Anonim, 2006a).

Buahnya berbentuk lonjong sampai bulat telur, seringkali membengkok, bermahkotakan cuping kelopak. Panjang buahnya 1-5 cm warnanya berubah dari hijau sampai ungu tua dan berwarna hampir hitam saat sudah matang dengan sempurna. Buahnya bergerombol dari hanya 10 sampai 40 buah (Anonim, 2006b). Di Indonesia, daging buahnya berwarna putih sampai agak keunguan, mengandung banyak sari buah, hampir tidak berbau. Daging


(27)

buahnya berasa sepat, kadang-kadang tidak terlalu enak, dan rasanya bervariasi dari asam sampai agak manis. Memiliki kulit buah yang tipis, halus, dan mengkilat. Biji buahnya berjumlah 0–5 butir, berbentuk lonjong, panjangnya sampai 3.5 cm, dan berwarna hijau sampai coklat (Morton, 1978).

Gambar 1. Buah Duwet (Syzygium cumini)

Menurut Verheij dan Coronel (1997), perbanyakan dan penanaman duwet pada umumnya diperbanyak dengan benih. Pertumbuhan dan perkembangan benih duwet berkecambah pada minggu kedua setelah persemaian. Semai yang dihasilkan dapat tumbuh dengan cepat. Pohonnya dapat berbunga 7 – 8 tahun kemudian, yang pada saat itu batangnya bercabang rendah dan percabangannya memencar dengan baik. Pohon yang berasal dari tempelan atau sambungan akan lebih cepat dewasa dan dapat mulai berbunga dalam waktu 3 – 4 tahun. Pembungaan yang banyak itu terutama muncul dari ketiak daun pada puncuk yang berumur 5 – 12 bulan. Pembungaan tersebut dapat juga keluar dari ujung ranting atau pada ranting yang tidak berdaun. Penyerbukannya dibantu oleh kumbang atau kutu, tetapi juga oleh angin. Di Jawa, pembungaan terjadi pada bulan Juli – Agustus dan buah matang pada bulan September dan Oktober.

Pohon yang berasal dari benih pada umumnya menghasilkan buah berukuran kecil, rasanya sangat asam dan sepat, sedangkan hasil seleksi perbaikan dapat menghasilkan buah berukuran besar, rasanya enak dan berbiji kecil-kecil. Biasanya buahnya berwarna lembayung muda sampai ungu


(28)

5 kehitaman, tetapi ada juga kultivar yang putih warna buahnya (Verheij dan Coronel, 1997).

Buah duwet yang mempunyai ukuran dan kualitas yang bagus biasanya mempunyai rasa yang manis atau sedikit asam. Buah yang sudah matang biasa dimakan dalam keadaan segar. Di Filipina dan India, buah duwet yang sudah matang ini ditaburi dengan garam dan diaduk dalam sebuah mangkuk tertutup untuk melunakkannya. Buah ini juga biasa diolah menjadi sari buah, jeli, atau anggur. Di Filipina, anggur duwet diproduksi secara komersial. Daunnya digunakan sebagai pakan. Bunganya mengandung banyak nektar yang dari situ kumbang membuat madu dengan kualitas yang baik. Kulit kayunya terasa sepat dan dapat digunakan sebagai obat kumur. Kulit buahnya dapat digunakan sebagai pewarna. Tepung bijinya bermanfaat untuk mengobati kencing manis, disentri, diare, dan penyakit lainnya (Verheij dan Coronel, 1997). Nilai gizi yang terkandung dalam buah duwet per 100 gramnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Kandungan nilai gizi buah duwet per 100 g *

Kandungan Jumlah (satuan)

Air 84 – 86 g

Protein 0.2 – 0.7 g

Lemak 0.3 g

Serat kasar 0.3 – 0.9 g

Karbohidrat 14 – 16 g

Abu 0.4 – 0.7 g

Kalsium 8 – 15 mg

Fosfor 15 mg

Besi 1.2 mg

Riboflavin 0.01 mg

Vitamin A 80 I.U.

Tiamin 0.008-0.03 mg

Niasin 0.3 mg

Vitamin C 5 – 18 mg

Energi 227 kj

* Verheij dan Coronel (1997)

Menurut penelitian, biji buah duwet mengandung glukosida phytomelin. Zat ini dapat mengurangi kerapuhan pembuluh darah kapiler penyebab luka diabetes yang lama sembuhnya. Kelebihan koresterol di dalam darah juga dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah (biji dan daging buah) duwet.


(29)

Dalam buah duwet banyak mengandung astringen, yaitu suatu zat yang dipercaya dapat membantu penyembuhan luka diabetes karena sifat astringen yang dapat menciutkan kulit (Anonim, 2008c)

B. ANTOSIANIN

Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada tanaman (Harborne dan Grayer, 1988). Pigmen ini berada pada sebagian besar tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard, 1982). Pigmen antosianin sebagian besar terdapat pada tamanan yang berbunga dan menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga, buah, dan daun (Harborne dan Grayer, 1988). Antosianin dapat larut dalam air sel vakuola dan jarang ditemui dalam bentuk hablur. Vakuola adalah organel sitoplasmik yang berisi cairan yaitu air, dibatasi oleh membran yang mungkin identik dengan membran sel tanaman (Kimball, 1993).

Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium (3,5,7,4’ tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997). Menurut Harborne dan Grayer (1988), semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin yang dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi maka jenis antosianin lain terbentuk.

Gambar 2. Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996)

Menurut Jackman dan Smith (1996), ada 18 jenis antosianidin yang telah ditemukan, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan dan sering ditemukan yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Senyawa bentuk lainnya jarang ditemukan.


(30)

7 Struktur alami yang terjadi pada antosianidin dapat dilihat pada Tabel 2. Umumnya antosianidin tidak ditemukan di dalam tanaman, jenis pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar berada dalam bentuk glikolisasi. Glikolisasi juga diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan dan kelarutan pigmen antosianin dalam air, sebab antosianidin kurang stabil dan kurang larut di dalam air dibandingkan dengan antosianin.

Tabel 2.Struktur alami yang terjadi pada antosianidin *

Antosianidin Substitusi ( R ) Warna

3 5 6 7 3’ 5’

Pelargonidin OH OH H OH H H Orange

Cyanidin OH OH H OH OH H Orange-Merah

Delphinidin OH OH H OH OH OH Biru-Merah

Peonidin OH OH H OH OMe H Orange-Merah

Petunidin OH OH H OH OMe OH Biru-Merah

Malvidin OH OH H OH OMe OMe Biru-Merah

Apigenidin H OH H OH H H Orange

Luteolinidin H OH H OH OH H Orenge

Triicetinidin H OH H OH OH OH Merah

Aurantinidin OH OH OH OH H H Orange

6-Hydroxy-Cyanidin OH OH OH OH OH H Merah

6-Hydroxy-Delphinidin OH OH OH OH OH OH Biru-Merah

Rosinidin OH OH H OMe OMe H Merah

hirsutidin OH OH H OMe OMe OMe Biru-Merah

5-Methyl-Cyanidin OH OMe H OH OH H Orange-Merah

Pulchelidin OH OMe H OH OH OH Biru-Merah

Europinidin OH OMe H OH OMe OH Biru-Merah

Capensinidin OH OMe H OH OMe OMe Biru-Merah

* Jackman dan Smith (1996)

Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Menurut Timberlake dan Bridle (1983), gula yang menyusun antosianin terdiri dari:

™ Monosakarida, biasanya glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa

™ Disakarida yang merupakan dua buah monosakarida dengan

kombinasi dari empat monosakarida diatas dan xilosa, seperti rutinosa.


(31)

™ Trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisi linier maupun rantai cabang.

Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa. Di dan tri sakarida juga dibentuk dari kombinasi monosakarida diatas. Dalam tanaman, antosianin dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula (Winarno, 1997).

Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah satuan gula, dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat memberikan dampak kestabilan pada molekul antosianin. Pada molekul gulanya sering terjadi asilasi sehingga terdapat molekul ketiga yang biasanya berupa asam ferulat, koumarat, kafeat, malonik, atau asetat (Bennion, 1980; Tranggono, 1990; Francis, 2000). Antosianin yang terasilasi ditemukan pada kubis ungu, wortel ungu, lobak, dan ubi jalar ungu, dimana gugus asil ini dapat memperbaiki stabilitas pigmen antosianin (Bassa dan Francis, 1987; Giusti et al., 1998).

Warna dari pigmen antosianin ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kandungan pigmen, pH, suhu, enzim, logam, dan kopigmentasi (Francis, 1982). Glikolisasi dan metilasi juga turut mempengaruhi warna dari pigmen tersebut. Penambahan gugus glikosida atau peningkatan jumlah gugus hidroksil bebas pada rantai karbon nomor 5 (cincin A) dapat meningkatkan warna kebiruan, sedangkan metilasi dapat meningkatkan warna kemerahan (Robinson, 1991).

Pada medium air, termasuk pada makan, antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur kesetimbangan yaitu quinonoidal base, kation flavilium berwarna merah, karbinol pseudobase, dan kalkon yang tidak berwarna. Bentuk kesetimbangan ini sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah, struktur kation flavilium dominan, sedangkan pada pH 4 – 6 bentuk karbinol yang dominan (Elbe dan Schwartz, 1996). Semakin tinggi nilai pH, maka warna dari antosianin menjadi semakin pucat dan akhirnya tidak berwarna.


(32)

9 Antosianin yang mengandung komponen yang berperan sebagai kopigmen warnanya akan lebih stabil terhadap cahaya pada tingkatan tertentu (Bobbio et al., 1992). Selain itu, warna pigmen juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan dengan pelarut air (Swain, 1976).

Kondisi yang sedikit asam akan meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin. Selain itu, dengan terikatnya beberapa jenis gula juga dapat meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin (Lewis et al., 1997). Antosianin berada dalam bentuk kation flavilium pada pH yang lebih rendah daripada 2 (Robinson, 1991). Antosianin lebih stabil pada larutan yang bersifat asam dari pada larutan yang bersifat netral atau basa. Menurut Brouillard (1972), pada pH 2 sampai 4 antosianin stabil, terutama dalam keadaan tanpa oksigen.

Pigmen antosianin ini telah lama dikonsumsi oleh manusia dan hewan bersamaan dengan buah atau sayur yang mereka makan. Selama ini tidak pernah terjadi suatu penyakit ataupun keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini (Brouillard, 1982). Menurut penelitian yang banyak dilakukan, pigmen antosianin dan senyawa-senyawa flavonoid lainnya terbukti memiliki efek positif terhadap kesehatan (Bridle dan Timberlake, 1997). Banyak bukti telah menunjukkan bahwa antosianin bukan saja tidak beracun (non-toxic) dan tidak menimbulkan efek mutagenik, tetapi juga memiliki sifat yang positif (Saija, 1994). Antosianin memiliki warna yang kuat, larut dalam air, relatif stabil dalam air pada pH asam dan adanya pembatasan penggunaan bahan pewarna merah sintetik, maka antosianin cocok dijadikan sebagai substitusi pawarna makanan sintetis (Markakis, 1982).

C. EKSTRAKSI ANTOSIANIN

Langkah pertama yang dilakukan dalam mengukuran dan mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam suatu bahan adalah dengan melakukan ekstraksi. Menurut Harborne (1987), ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta


(33)

kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non-polar dalam senyawa non-polar.

Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin ini tidak stabil dalam suasana netral atau basa. Oleh karena itu, prosedur ekstraksi biasanya dilakukan dengan menggunakan pelarut asam yang dapat merusak jaringan tanaman. Cara tradisional yang paling sering digunakan untuk mengekstraksi antosianin adalah dengan maserasi yaitu “merendam” bahan yang akan diekstrak dalam alkohol, pada suhu rendah dengan panambahan sedikit asam seperti HCl.

Menurut Markakis (1982), metode ekstraksi yang paling bagus untuk bahan yang berasal dari tanaman adalah dengan melarutkan bahan kedalam 1 % HCl dalam metanol. Di dalam pangan, metode ekstraksi yang paling baik adalah dengan melarutkan bahan dengan 1 % HCl dalam etanol. Hal ini disebabkan karena sifat toksik dari metanol meskipun ekstraksi dengan menggunakan etanol ini kurang efektif dan lebih sulit untuk mendapatkan konsentratnya. Berbagai contoh ekstraksi antosianin antara lain ekstraksi dengan menggunakan metanol dengan 1% HCl pada buah cranberry dan anggur, ekstraksi dengan menggunakan campuran metahol, asam asetat, dan air (25:1:24) pada blueberry (Teeling et al., 1971; Espada et al., 2004; Lohachoompol et al., 2004).

Menurut Strack dan Wray (1993), penambahan asam sebagai pelarut tidak selalu diperlukan. Metode ekstraksi yang digunakan untuk analisis kuantitatif harus diperiksa secara menyeluruh pada tanaman dan jenis pigmen tertentu. Jika terdapat gugus asil pada antosianin misalnya didalam kubis ungu, maka penggunaan asam sebagai campuran pelarut harus dihindarkan. Hal ini disebabkan ikatan asil ini mudah terhidrolisis (Markakis, 1982). Beberapa contoh ekstraksi yang tidak menggunakan asam adalah pada ekstraksi capulin (Prunus serotina Ehrh), sirup blueberry, sorgum hitam, dan kacang polong ungu (Pisum spp.). Pelarut yang digunakan pada ektraksi Capulin adalah aseton, pada ekstraksi sirup blueberry pelarut yang digunakan adalah etanol, pada sorgum hitam pelarut yang digunakan adalah air : aseton


(34)

11 (70:30), dan pada kacang polong ungu pelarut yang digunakan adalah 15 % aseton (Teeling et al., 1971; Galindo et al.,1999; Terahara et al., 2000; Awika

et al., 2004).

Antosianin, seperti flavonoid lainnya, merupakan struktur dengan cincin aromatik yang berisi substituen komponen polar dan residu glikosil sehingga menghasilkan molekul polar. Dengan keadaannya yang polar, antosianin lebih mudah larut dalam air dibanding dalam pelarut non polar. Tergantung dari kondisi medianya, antosianin juga dapat larut dalam eter dengan pH dimana molekul dapat terionisasi. Degradasi pigmen antosianin ini dapat diminimalisasi dengan membekukannya, freeze dried, atau spray dried

(Jackman dan Smith, 1996).

D. PURIFIKASI ANTOSIANIN

Purifikasi dari ekstrak antosianin ini diperlukan karena tidak ada sistem pelarut yang dapat digunakan untuk memisahkan antosianin secara spesifik. Sejumlah bahan-bahan lainnya yang harus dipertimbangkan antara lain adalah polifenol yang lain dan pektin yang dapat mengganggu stabilitas dan atau analisis dari pigmen tersebut (Jackman dan Smith, 1996).

Menurut Timberlake dan Bridle (1997), pemurnian dari ekstrak antosianin ini dapat menggunakan kromatografi kolom penukar ion dengan resin penukar kation Amberlite CG-50 atau Dowex 50 WX-4. Konsentrat pekat dimasukkan ke dalam kolom sehingga antosianin akan diabsorpsi oleh resin sedangkan kotoran akan dielusi oleh air. Antosianin yang telah diabsorpsi kemudian dielusi dengan metanol-HCl.

Cara-cara lain yang dapat digunakan untuk memisahkan atau memurnikan antosianin dari ekstrak kotor atau konsentratnya antara lain dengan menggunakan Sephadex G-25 atau LH-20, Droplet counter-current chromatography (DCCC) dengan menggunkan n-butanol-asam asetat glasial-air sebagai sistem pelarut, preparative thin layer chromatography (PTLC) (Jackman dan Smith, 1996).

Secara tradisional, pemurnian antosianin untuk tujuan analisis ini dilakukan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis (TLC). Bagaimanapun juga cara yang lebih efektif dan lebih cepat untuk memisahkan


(35)

campuran yang komplek adalah dengan menggunakan reversed-fase High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Teknik ini tidak merusak komponen dan menghasilkan pemisahan komponen yang dapat dibaca untuk analisis berikutnya (Jackman dan Smith, 1996).

Salah satu metode pemurnian antosianin yang dilakukan pada sampel kulit buah leci (Litchi chinensis Sonn.) adalah dengan menggunakan Sephadex G-25 cartridge dan dielusi dengan 50 % aseton/1 % asam format/ air (Lee dan Wicker, 1991). Pemurnian antosianin pada pinta boca (Solanum stenotomom) dilakukan dengan menggunakan solid phase extraction (SPE) didalam C-18

cartridges (Eon et al., 2004).

E. KARAKTERISASI ANTOSIANIN

Metode kromatografi dan spektroskopik telah digunakan untuk mengidentifikasi antosianin secara cepat dan akurat. Akan tetapi, karakteristik mutlak dari antosianin tidak dapat ditentukan hanya dengan menggunakan kromatografi atau spektroskopi saja. Karakteristik struktural dari antosianin ini biasanya melibatkan identifikasi dari aglikon, gula dan gugus asil (Jackman dan Smith, 1996). Menurut Markakis (1982), aglikon dan bagian dari gula ini dapat diidentifikasi dengan hidrolisis asam yang diikuti dengan kromatografi kertas.

Menurut Jackman dan Smith (1996), karakterisasi dari antosianin ini melibatkan hidrolisis asam, basa, enzim, dan peroksida. Hidrolisis asam digunakan untuk memecah aglikon dan gula dari pigmen tersebut, sedangkan hidrolisis basa ini digunakan untuk menentukan aglikon alami dan untuk menentukan gugus asil. Selain itu, penentuan karakterisasi dari pigmen antosianin ini juga dapat dilakukan dengan analisis spektroskopi. Menurut Markham (1988), analisis spektroskopi UV dan sinar tampak merupakan cara tunggal yang paling berguna untuk menganalisa struktur flavonoid. Hal ini dikarenakan ciri spektrum yang sama memberikan data mengenai jenis senyawa yang sama (Harborne, 1987). Keuntungan dari cara spektroskopi ini adalah sangat sedikitnya jumlah sampel yang diperlukan untuk analisis lengkap.


(36)

13 Prisip dasar dari analisis spektroskopi adalah bila suatu sinar melalui larutan kimia tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu. Warna larutan kimia tergantung pada jenis sinar yang dipancarkan dan tertangkap oleh mata kita, sehingga senyawa kimia ada yang berwarna ataupun tidak berwarna. Spektrofotometer merupakan alat pengukur kualitatif dan kuantitatif karena jumlah sinar yang diserap oleh partikel di dalam larutan juga tergantung pada jenis dan jumlah partikel. Ada beberapa jenis spektroskopi, salah satunya adalah spektroskopi absorpsi (Nur, 1989).

Spektroskopi absorpsi memiliki prinsip dasar yaitu bila suatu cahaya putih atau radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorpsi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah berlawanan. Misalnya larutan merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan kata lain, warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati. Sehingga larutan yang berwarna merah akan menyerap radiasi panjang gelombang sekitar 500 nm (Nur, 1989).

Kromatografi adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan dan mengidentifikasikan komponen-komponen yang tersebar pada tanaman tingkat tinggi. Teknik-teknik kromatografi sederhana seperti kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi kolom terbuka dapat digunakan untuk mengisolasi dan menganalisis antosianin (Strack dan Wray, 1993). Analisis dengan kromatografi lapis tipis (TLC) ini sudah diaplikasikan untuk menganalisis bermacam-macam komponen meliputi lemak, karbohidrat, vitamin, asam amino, dan pigmen alami. Salah satu analisis pigmen antosainin yang menggunakan TLC dilakukan pada kulit buah anggur (Fong et al., 1971; Heidari et al., 2004).

Karakterisasi pigmen hasil kromatografi kemudian dibandingkan dengan standar antosianin, aglikon, dan gula. Meskipun antosianin dan aglikon dapat diperoleh dari berbagai sumber, antosianin ini memerlukan pemurnian sebelum penggunaannya sebagai pigmen standar. Sebagai pemasti


(37)

akhir, pembandingan langsung dengan senyawa autentik harus dilakukan. Bila senyawa autentik tidak terdapat, maka perbandingan yang seksama dengan data pustaka sudah mencukupi untuk identifikasi (Harborne, 1987).


(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah duwet pada berbagai tingkat kematangan. Bahan – bahan lain yang digunakan adalah buah anggur, kubis ungu, etanol, metanol, hexane, n-butanol, asam asetat, HCl, KOH, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH, Na2S2O3, asam borat, indikator (merah metil dan metil biru), asam fosfat, asam asetat, buffer potasium klorida, buffer sodium asetat, gas nitrogen, dan air deionisasi.

2. ALAT

Alat yang digunakan adalah pisau stainless steel, hand blender, penyaring filter, sentrifus, rotary vacuum evaporator, neraca analitik, soxhlet, oven, penangas air, tanur, cawan porselin, labu destruksi, alat destilasi, lemari beku, C-18 Sep-Pak cartridge, SPE (solid phase extraction), pH-meter, plat TLC, chamber TLC, spektrofotometer, dan alat-alat gelas keperluan analisis.

B. TAHAPAN PENELITIAN

Pada penelitian ini dilakukan pengujian karakteristik kimia dari buah duwet, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat. Selain itu juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin dan perhitungan rendemen antosianin pada beberapa tingkat kematangan kulit buah duwet, kulit dan daging buah duwet dengan tingkat kematangan paling tinggi, dan sampel pembanding (anggur dan kubis ungu). Pengukuran konsentrasi antosianin ini dilakukan dengan cara mengekstrak sampel-sampel tersebut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dianalisis konsentrasi antosianin dengan menggunakan metode pH-differential dan hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai kandungan antosianin.


(39)

Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi pada kulit buah dengan kandungan antosianin tertinggi. Ekstrak tersebut kemudian dimurnikan dengan menggunakan C-18 Sep-Pak Cartridge. Ekstrak yang telah dimurnikan kemudian dihidrolisis basa dan asam. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan TLC untuk mengetahui karakteristik dari pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet. Analisis dengan menggunakan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui spektra dari antosianin yang terdapat dalam buah duwet, sedangkan analisis dengan TLC untuk menduga jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet.

1. Persiapan Kulit Buah Duwet

Buah duwet dipisahkan dari bijinya sehingga diperoleh sampel kulit-daging buah, sedangkan kulit buah duwet dipisahkan dari daging buahnya dengan menggunakan pisau stainless steel sehingga diperoleh kulit buahnya saja. Kulit buah dan kulit-daging buah secara terpisah diblansir selama 2 menit dengan menggunakan uap panas untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam lemari pembeku untuk tahapan selanjutnya.

2. Ekstraksi Antosianin (Sari et al., 2005)

Ekstraksi antosianin dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Sampel sebanyak 25 gram dihancurkan dan dilarutkan dalam etanol (50 ml) kemudian diekstrak dengan cara distirer selama 60 menit pada suhu 27oC. Larutan disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm untuk memisahkan filtrat dan residu. Filtrat yang dihasilkan kemudian ditampung dalam erlenmeyer, sedangkan residunya diekstrak kembali dengan cara yang sama sampai didapat filtrat yang bening yang menandakan bahwa semua antosianin telah terekstrak. Ekstrak yang didapat kemudian disaring dengan menggunakan penyaring vakum dan kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 35oC sehingga dihasilkan ekstrak pekat.


(40)

17

3. Purifikasi Antosianin (Galindo et al., 1999)

Purifikasi antosianin dilakukan dengan melewatkan ekstrak pada C-18 Sep-Pak Cartridge. Cartridge yang digunakan diaktifkan terlebih dahulu dengan melewatkan metanol, kemudian air yang telah diasamkan dengan 0.01 % HCl. Ekstrak pekat kemudian dilewatkan kedalam C-18 Sep-Pak Cartridge yang telah diaktifkan. Antosianin dan senyawa fenolik lainnya diserap pada mini kolom, sedangkan gula, asam, dan komponen larut air lainnya dielusi dengan larutan air yang telah diasamkan dengan 0.01 % HCl sebanyak 2 kali volume kolom. Antosianin dielusi dengan metanol yang mengandung 0.01 % HCl. Fraksi metanolik ini kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 35oC dan pigmen yang tersisa dilarutkan dalam air deionisasi yang mengandung 0.01 % HCl.

4. Hidrolisis Basa dan Asam (Galindo et al., 1999) a. Hidrolisis Basa

Pigmen yang sudah dimurnikan (2 ml) kemudian disaponifikasi di dalam tabung reaksi bertutup dengan menggunakan 10 % KOH (10 ml). Proses ini dilakukan selama 8 menit pada suhu ruang dan dalam ruangan gelap. Larutan ini kemudian dinetralkan dengan HCl 2 N. Hidrolisat ini kemudian dimurnikan dengan melewatkannya ke dalam C-18 Sep-Pak Cartridge.

b. Hidrolisis Asam

Pigmen murni yang sudah disaponifikasi (1 ml) dicampur dengan 15 ml HCl 2 N di dalam tabung reaksi tertutup, kemudian dihembus dengan gas nitrogen dan ditutup. Pigmen dihidrolisis selama 45 menit pada suhu 100oC dan didinginkan. Hidrolisat ini kemudian dimurnikan dengan melewatkannya ke dalam C-18 Sep-Pak Cartridge.

C. METODE ANALISIS

1. Penentuan Kadar Air (AOAC Official Method. 979.12, 1995)

Cawan aluminium dikeringkan pada suhu 100-105oC selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator. Sampel sebanyak 3 – 5 gram ditimbang


(41)

dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan. Setelah itu, sampel besarta cawan dikeringkan dalam oven vakum bersuhu 70 ± 1 o

C dengan tekanan maksimum 5000 N/m2 (Pa) atau 37.5 mmHg selama 16 ± 0.5 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus;

% 100 1 2 1 ) (% x Mo M M M BB air Kadar − − = Keterangan :

Mo = berat cawan kosong

M1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan M2 = berat cawan + sampel setelah dikeringkan

2. Penentuan Kadar Abu (AOAC Official Method 940.26, 1995)

Cawan poselin dikeringkan pada suhu 100oC, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5-10 gram dimasukkan dalam cawan porselin dan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu ≤ 525 oC. Proses pengabuan dilakukan selama 12-18 jam, kemudian dimasukkan kedalam desikator untuk didinginkan lalu ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus; % 100 1 2 1 ) (% x Mo M M M BB abu Kadar − − = Keterangan :

Mo = berat cawan kosong

M1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan M2 = berat cawan + sampel setelah dikeringkan

3. Penentuan Kadar Protein (AOAC Official Method 920.152, 1995; AOAC Official Method 960.52, 1995)

Penentuan kadar protein buah duwet menggunakan metode mikro Kjeldhal. Sampel ditimbang 0.2 g (kira-kira membutuhkan 0.5 – 1 ml HCl 0.02 N). Sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 1.9±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO, dan 2.0±0.1 ml H2SO4 kemudian didestruksi selama 1 jam. Labu Kjeldhal didinginkan dan ditambah sedikit


(42)

19 air (1-2 ml). Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Digunakan asam borat yang telah ditambahkan indikator campuran merah metil dan metil biru sebanyak 2-4 tetes. Destilasi sampai mendapatkan 15 ml destilat dan dilarutkan menjadi 50 ml. Hasil ini kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai titik akhir dari titrasi. Titik akhir titrasi ketika warna titrat berubah dari hijau menjadi biru keunguan/abu-abu. Kadar protein dihitung dengan rumus;

4. Penentuan Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Penentuan kadar lemak buah duwet menggunakan metode ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet. Sampel ditimbang ± 5 gram kemudian dimasukkan kedalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas dan disumbat dengan kapas. Setelah itu, dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam dengan menggunakan pelarut heksan. Setelah diperoleh labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut, labu dikeringkankan dengan oven 105°C. Labu lemak dimasukkan dalam desikator dan setelah itu ditimbang berat labu berisi lemak. Kadar lemak dihitung dengan rumus;

5. Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat buah duwet dilakukan dengan menggunakan perhitungan Carbohydrate by Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

% Karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + abu + air)

% 100 (%) x sampel bobot lemak bobot lemak Kadar =

(

)

contoh blanko contoh mg x HClx xN HCl ml HCl ml

N 14.007 100

% = −


(43)

6. Penentuan Konsentrasi Antosianin (Prior et al., 1998)

Konsentrasi antosianin dapat diukur berdasarkan metode pH-differential. Sebanyak masing-masing 0.05 ml sampel dimasukkan ke dalam 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan

buffer potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 4.95 ml dan tabung reaksi kedua ditambahkan larutan buffer sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 4.95 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan buffer potasium klorida dan sodium asetat menggunakan HCl pekat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 516 nm dan 700 nm setelah didiamkan selama 15 menit.

Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan persamaan: A = [( A516 - A700 )pH1 – ( A516 - A700 )pH4.5 ].

Konsentrasi antosianin dihitung sebagai sianidin-3-glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 29 600 L cm-1 dan berat molekul sebesar 448.8.

Konsentrasi antosianin ( mg L-1 ) = ( A x BM x FP x 1000 ) ( ε x 1), dimana: A = absorbansi

BM = berat molekul ( 448.8 )

FP = faktor pengenceran ( 5 ml / 0.05 ml ) ε = koefisien ekstingsi molar ( 29 600 L cm -1 ).

Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg CyE/g sampel (CyE = sianidin equivalen).

7. Penentuan Rendemen Antosianin

Rendemen antosianin dihitung dalam persen yang menyatakan banyaknya antosianin yang terdapat dalam sampel berdasarkan berat basah.

Rendemen Antosianin = kandungan antosianin (g) x 100 % berat sampel (g)


(44)

21

8. Penentuan Karakteristik Antosianin (Harborne, 1967; Hrazdina, 1970; Francis, 1982)

Karakteristik antosianin pada buah duwet ditentukan dengan

menggunakan analisis spektrofotometrik dan TLC (Thin Layer

Chromatography). Analisis spektrofotometrik didasarkan pada prosedur yang dilakukan oleh Harborne (1967) dan Francis (1982). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui spektra/spektrum dan dapat diketahui panjang gelombang maksimum dari komponen antosianin pada buah duwet sehingga dapat diketahui karakteristiknya seperti ada tidaknya gugus asil. Pengukuran ini dilakukan pada ekstrak kasar, ekstrak yang telah dipurifikasi, ekstrak yang telah dihidrolisis basa, dan asam dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang antara 200 – 700 nm. Data karakteristik dari panjang gelombang maksimum (spektra) yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan tabel data panjang gelombang maksimum untuk beberapa antosianidin (Lampiran 11) dan antosianin (Lampiran 12).

Analisis TLC didasarkan pada prosedur yang dilakukan oleh Hrazdina (1970) dengan modifikasi yaitu penggantian plat selulose dengan plat silika gel. Analisis ini dilakukan pada ekstrak pekat, ekstrak yang sudah dipurifikasi, ekstrak yang sudah dihidrolisis basa. Lempeng TLC yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari silika gel, sedangkan eluennya adalah BAW (n-butanol-asam asetat-air dengan perbandingan 4:1:5). Sebelum digunakan, eluen ini dijenuhkan selama 1 jam. Sampel dispotkan pada lempeng TLC dengan jarak 1 cm dari bagian bawah lampeng TLC dan jarak antara masing-masing spot adalah 1 cm. Spot tersebut dibiarkan kering, kemudian dielusi dengan eluen BAW dalam TLC chamber hingga jarak eluen 0.5 cm dari bagian atas lempeng TLC. Lempeng tersebut kemudian dibiarkan kering dan dihitung nilai Rf-nya. Perhitungan nilai Rf adalah sebagai berikut:

100 x penetesan tempat dari dihitung eluen batas Jarak penetesan tempat dari dihitung komponen Jarak Rf =


(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK KIMIA BUAH DUWET

1. Komposisi Kimia Buah Duwet

Komposisi kimia dari buah duwet yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan karbohidrat. Penentuan komposisi kimia dilakukan pada kulit dengan daging buah dan kulit buah. Hal ini dilakukan karena pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah keduanya yaitu, kulit dengan daging buah dan kulit buah sehingga dapat diketahui karakteristik kimia dari masing-masing sampel tersebut. Hasil analisis komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia buah duwet Komposisi kimia

(%BB)

Bagian Buah

Kulit Buah Kulit dan Daging Buah

Air 83.53 ± 0.090 86.51 ± 0.043

Abu 0.40 ± 0.019 0.21 ± 0.005

Lemak 0.30 ± 0.012 0.13 ± 0.005

Protein 0.68 ± 0.020 0.84 ± 0.019

Karbohidrat 15.09 ± 0.071 12.31 ± 0.049

Karakteristik penting dari produk hortikultura khususnya buah-buahan adalah kandungan air. Kadar air inilah yang memberikan tingkat

juiciness dan kesegaran (freshness) sebagai ciri khas dari buah. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang terdapat sebagai komponen di dalam atau di luar sel dalam produk sayuran, buah-buahan maupun hewan (Sakidja, 1989). Kadar air bagian kulit buah duwet adalah 83.53%, sedangkan kadar air bagian kulit dan daging buah duwet adalah 86.51%. Perbedaan ini disebabkan karena air yang terdapat pada daging buah lebih banyak dibandingkan dengan air yang terdapat pada kulit buah. Kadar air yang tinggi dapat memicu reaksi enzimatis maupun non enzimatis yang dapat berakibat pada perubahan kimia, terutama pada


(46)

23 Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya (Sudarmadji et al., 1996). Kadar abu dipengaruhi oleh komponen mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Menurut Winarno (1997), unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik yang tidak terbakar selama proses pembakaran sehingga terbentuk abu. Kadar abu kulit buah duwet adalah 0.40% sedangkan kulit dan daging buah sebesar 0.21%. Perbedaan ini menunjukkan bahwa senyawa anorganik lebih banyak terdapat dalam kulit buah.

Lemak yang terdapat dalam buah-buahan adalah lemak nabati. Kadar lemak pada kulit buah sebesar 0.30% sedangkan kadar lemak pada kulit dan daging buah adalah 0.13%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar lemak di kulit buah lebih banyak. Kadar lemak ini disebabkan oleh adanya lapisan lilin yang terdapat pada permukaan kulit sehingga kadar lemak pada sampel kulit buah saja lebih banyak dibandingkan dengan kadar lemak yang ada pada kulit dan daging buah. Kadar lemak yang tinggi menyebabkan komponen nonpolar tinggi pula. Tingginya komponen nonpolar akan mempengaruhi karakteristik dari pigmen antosianin sehingga penentuan karakteristik dari antosianin ini menjadi lebih sulit.

Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan pada jumlah nitrogen yang terkandung dalam bahan pangan (AOAC Official Method 920.152, 1995). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein pada kulit buah sebesar 0.68%, sedangkan pada kulit dan daging buah sebesar 0.84%.

Komponen karbohidrat yang banyak pada bahan pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Penentuan kadar karbohidrat dalam penelitian ini menggunakan cara perhitungan kasar atau juga disebut

carbohydrate by difference. Menurut Winarno (1997), perhitungan

carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat pada kulit buah lebih tinggi daripada pada kulit dan daging


(47)

buah. Kandungan karbohidrat pada kulit buah sebesar 15.09% sedangkan pada kulit dan daging buah sebesar 12.31%.

Secara keseluruhan komposisi kimia kulit dengan daging buah dan kulit buah tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan literatur. Menurut Verheij dan Coronel (1997), kandungan tiap 100 gram bagian buah duwet yang dapat dimakan adalah kadar air sebesar 84-86 %, kadar abu sebesar 0.4-0.7 %, kadar protein sebesar 0.2-0.7 %, kadar lemak sebesar 0.3 %, dan karbohidrat sebesar 14-16 %. Komposisi kimia buah duwet bila dibandingkan dengan buah yang sejenis seperti buah anggur yang memiliki komposisi kimia sebagai berikut : kadar air 74.80 %, kadar abu 0.52 %, kadar protein 0.58 %, kadar lemak 0.32 %, dan karbohidrat 15.78 % memiliki karakterisitik yang hampir sama dengan buah duwet (Anonim, 2008d).

2. Kandungan Antosianin Buah Duwet

Pengukuran konsentrasi antosianin digunakan untuk mengetahui kandungan total antosianin. Konsentrasi antosianin ini diukur dengan menggunakan metode pH differential. Total antosianin ini dihitung dari selisih pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang maksimum yang dilarutkan masing-masing dalam dua macam larutan

buffer yang memiliki nilai pH yang berbeda. Pada pH 1, antosianin berada dalam bentuk kation flavilium yang menunjukkan jumlah antosianin dan senyawa-senyawa pengganggu. Sedangkan pada pH 4.5, antosianin berada dalam bentuk karbinol yang menunjukkan jumlah senyawa pengganggu. Selisih dari kedua pengukuran akan menunjukkan jumlah antosianin (Francis, 1982).

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada dua panjang gelombang yaitu 516 dan 700 nm. Panjang gelombang 516 nm merupakan panjang gelombang maksimum dari antosianin buah duwet. Hasil ini diperoleh dengan melarutkan ekstrak buah duwet pada buffer pH 1 yang kemudian diukur panjang gelombang maksimumnya. Pada pH ini, antosianin berada dalam bentuk kation


(48)

25 pada pH antara 4 – 5, antosianin kehilangan proton sehingga menghasilkan struktur karbinol pseudobase.

Pengukuran konsentrasi antosianin dilakukan pada bagian kulit buah duwet dengan berbagai tingkat kematangan karena pada umumnya antosianin terdapat pada permukaan buah. Tingkat kematangan ini dapat dilihat dari warna kulit buah duwet yang berubah dari hijau menjadi ungu. Kulit buah berwarna hijau menunjukkan buah masih muda sedangkan kulit buah berwarna ungu menunjukkan buah telah matang. Dalam penelitian ini digunakan lima tingkat kematangan dari buah duwet, yaitu buah duwet dengan kulit yang masih hijau penuh, buah duwet dengan kulit merah, buah duwet dengan kulit merah agak ungu, buah duwet dengan kulit ungu sedikit merah, dan buah duwet dengan kulit ungu kehitaman. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan antosianin kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan.

Kulit Buah* Kandungan Antosianin (mg CyE/g)

Rendemen Antosianin (%)

Berwarna hijau 0 ± 0.000 0 ± 0.0000

Berwarna merah 0.19 ± 0.006 0.02 ± 0.0006

Berwarna merah agak

ungu 1.03 ± 0.023 0.10 ± 0.0023

Berwarna ungu sedikit

merah 2.67 ± 0.084 0.27 ± 0.0084

Berwarna ungu

kehitaman 3.79 ± 0.061 0.38 ± 0.0061

* Sampel dari atas kebawah menunjukkan perubahan tingkat kematangan dari muda ke matang.

Buah duwet dengan kulit hijau penuh tidak memiliki kandungan pigmen antosianin. Menurut MacDougall (2002), karakteristik warna hijau pada buah yang belum matang disebabkan oleh adanya pigmen klorofil dan karotenoid. Kulit yang masih berwarna hijau ini tidak memiliki


(49)

antosianin sehingga nilai konsentrasi antosianinnya 0. Ekstrak yang didapat berwarna hijau, hal ini membuktikan bahwa tidak adanya kandungan antosianin di dalam kulit yang berwarna hijau. Hasil ini juga dapat dilihat dari Gambar 3.

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

350 400 450 500 550 600 650

Panjang gelombang (nm)

Ab

so

rb

a

n

si

Keterangan :

= kulit buah duwet berwarna hijau semua = kulit buah duwet berwarna merah

= kulit buah duwet berwarna merah agak keunguan = kulit buah duwet berwarna ungu sedikit merah = kulit buah duwet berwarna ungu kehitaman

Gambar 3. Pola spektra kulit buah duwet pada berbagai tingkat kematangan dalam pH 1

Hasil tersebut menunjukkan bahwa gambar spektrum pada kulit buah duwet berwarna hijau berbeda dari gambar spektrum yang lain. Gambar spektrum pada ekstrak kulit buah duwet yang berwarna hijau ini tidak memiliki panjang gelombang maksimum didaerah antara 500 – 550 nm, sehingga dapat dikatakan bahwa pada sampel ini tidak memiliki kandungan antosianin. Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin mempunyai panjang gelombang maksimum pada daerah visibel yaitu 465 – 550 nm.

Kandungan antosianin pada kulit buah duwet sebanding dengan tingkat kematangannya. Kandungan antosianin semakin meningkat dengan adanya perubahan tingkat kematangan buah duwet. Perubahan tingkat


(50)

27 kematangan ini dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah duwet, yaitu dari kulit yang berwarna hijau sampai kulit yang berwarna ungu kehitaman. Kandungan antosianin pada berbagai tingkat kematangan buah duwet berturut-turut adalah sebagai berikut, untuk kulit buah berwarna merah adalah sebesar 0.19 mg CyE/g, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 1.04 mg CyE/g, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 2.67 mg CyE/g, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 3.79 mg CyE/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit dengan tingkat kematangan paling tinggi yaitu dengan warna kulit ungu kehitaman memiliki kandungan antosianin yang paling besar.

Perubahan tingkat kematangan ini juga sebanding dengan rendemen antosianin. Buah yang semakin matang memiliki rendemen antosianin semakin besar. Nilai rendemen antosianin pada berbagai tingkat kematangan buah berturut-turut adalah untuk kulit buah berwarna hijau adalah sebesar 0 %, kulit buah dengan warna merah adalah sebesar 0.02 %, kulit buah dengan warna merah agak keunguan sebesar 0.10 %, kulit buah dengan warna ungu sedikit merah sebesar 0.27 %, dan kulit buah dengan warna ungu kehitaman sebesar 0.38 %.

Selama proses pematangan buah banyak terjadi perubahan kimia, termasuk perubahan komposisi pigmen dan perubahan warna yang melibatkan proses biosintesis dan katabolisme. Selama proses pematangan ini, kloroplas secara berangsur-angsur akan digantikan oleh kromoplas yang hanya mengandung karotenoid. Proses pematangan pada berbagai buah ini juga melibatkan biosintesis antosianin yang larut dalam air yang terakumulasi dalam vakuola sentral dari sel mesofil. Proses sintesis dari antosianin ini diawali oleh malonil-CoA yang berasal dari 3 asetil-CoA dan p-koumaroil-CoA fenilalanin (MacDougall, 2002). Faktor-faktor yang sangat penting yang mempengaruhi biosintesis dan akumulasi dari antosianin selama proses pematangan antara lain adalah cahaya dan suhu (Francis, 1982).

Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran konsentrasi antosianin pada bagian kulit dan bagian daging buah pada buah berwarna


(51)

ungu kehitaman (tingkat kematangan paling tinggi). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan antosianin pada bagian buah duwet pada tingkat kematangan tertinggi.

Bagian Buah Kandungan Antosianin (mg CyE/g)

Rendemen Antosianin (%)

Kulit buah 3.79 ± 0.061 0.38± 0.0061

Kulit dan daging buah 1.24 ± 0.054 0.12 ± 0.0054

Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan kandungan antosianin yang cukup besar antara kulit buah dan kulit dengan daging buah. Kandungan antosianin pada bagian kulit buah sebesar 3.79 mg CyE/g sedangkan pada bagian kulit dengan daging buah sebesar 1.24 mg CyE/g. Menurut MacDougall (2002), antosianin ini terdapat pada sel epidermal dan subepidermal, yang terlarut dalam vakuola atau terakumulasi pada gelembung yang disebut antosianoplas. Umumnya antosianin terdapat pada permukaan buah yaitu kulit buah. Rendemen antosianin pada bagian kulit buah lebih besar bila dibandingkan dengan bagian kulit dan daging buah.

Perbedaan ini juga dapat dilihat pada sampel setelah mengalami proses penghancuran. Sampel kulit buah memiliki warna ungu yang lebih tua bila dibandingkan dengan sampel kulit dengan daging buah yang memiliki warna ungu muda. Hal ini dapat menunjukkan kandungan antosianin yang terdapat dalam kulit buah lebih tinggi. Oleh karena itu, pada analisis selanjutnya hanya digunakan kulit buah saja karena akan menghasilkan pigmen yang lebih banyak sehingga lebih efektif.

Untuk membandingkan kandungan antosianin yang terdapat pada buah duwet digunakan bahan lain yaitu kulit buah anggur dan kubis ungu. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6.


(52)

29

Tabel 6. Kandungan antosianin pada sampel pembanding

Sampel Kandungan Antosianin

(mg CyE/g)

Rendemen Antosianin (%)

Kulit buah anggur 0.51 ± 0.030 0.05 ± 0.0030

Kubis ungu 0.82 ± 0.030 0.08 ± 0.0030

Hasil yang diperoleh menunjukkan kandungan antosianin pada kulit buah anggur sebesar 0.51 mg CyE/g dan pada kubis ungu sebesar 0.82 mg CyE/g. Rendemen antosianin pada kulit buah anggur dan kubis ungu masing-masing sebesar 0.05 % dan 0.08 %. Rendemen antosianin pada kulit buah duwet ini jauh lebih besar bila dibandingkan pada kulit buah anggur dan kubis ungu. Rendemen antosianin kulit buah duwet sebesar 0.38 % ini berarti jumlah antosianin dalam 100 gram kulit buah duwet adalah 0.38 gram.

Sumber-sumber lain yang mengandung antosianin antara lain

elderberries memiliki antosianin sebesar 2 – 10 mg/g, blueberry sebesar 1.10 – 1.90 mg/g, capulin sebesar 0.32 mg/g, rosella sebesar 15 mg/g,

Vaccinium corymbosum L. sebesar 0.93 – 2.35 mg/g, blackberry sebesar 0.83-3.26 mg/g, apel sebesar 0.01-0.10 mg/g, peach sebesar 0.05 mg/g,

strawberry sebesar 0.07-0.75 mg/g, dan plum sebesar 0.05 mg/g (Bridle dan Timberlake, 1997; Prior et al., 1998; Galindo et al., 1999; Anonim, 2007a).

Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan antosianin pada buah duwet sangat berpotensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pigmen alami, sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat dari buah duwet. Hal ini juga didukung oleh harga buah duwet yang murah.

B. EKSTRAKSI ANTOSIANIN

Ekstraksi merupakan langkah pertama pada penentuan karakterisasi pigmen sehingga didapatkan ekstrak kasar. Pada buah atau sayuran, pigmen antosianin umumnya ditemukan pada bagian sel yang letaknya dekat dengan permukaan. Antosianin yang terdapat dalam jaringan tersebut dapat diperoleh dengan jalan ekstraksi menggunakan pelarut tertentu. Salah satu teori


(53)

mengatakan bahwa bahan pengekstrak dapat menyebabkan denaturasi membran sel sehingga pigmen yang terdapat dalam membran tersebut dapat terekstrak (Francis, 1982).

Efektivitas dari proses ekstraksi tidak terlepas dari kemampuan bahan pengekstrak untuk melarutkan komponen yang diekstrak. Peristiwa pelarutan suatu zat terjadi karena adanya interaksi antara pelarut dengan bahan yang dilarutkan dan dapat dibagi tiga tahap yaitu, tahap pemutusan ikatan antar sesama molekul zat terlarut yang membutuhkan energi, tahap pemutusan ikatan antar sesama molekul pelarut yang membutuhkan energi, dan yang terakhir adalah tahap pembentukan ikatan antara molekul zat terlarut dengan molekul pelarut yang menghasilkan energi. Jika energi yang dihasilkan lebih besar daripada energi yang diperlukan maka proses pelarutan akan terjadi (Nur

et al., 1981).

Polaritas adalah hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi. Polaritas antara bahan pengekstrak harus sama dengan polaritas bahan yang diekstrak. Senyawa-senyawa yang polar hanya dapat larut pada pelarut yang polar, demikian pula senyawa-senyawa yang bersifat non-polar hanya dapat dilarutkan dalam pelarut yang bersifat non-polar juga (Nur et al., 1981). Menurut Timberlake dan Bridle (1997), antosianin merupakan komponen yang bersifat polar sehingga pelarut yang digunakan juga harus bersifat polar.

Sampel yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah kulit buah duwet karena pada bagian kulit buah memiliki konsentrasi antosianin yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan bagian kulit dan daging buah sehingga penggunaannya akan lebih efektif. Pada tahapan persiapan sampel, sampel yang sudah dipisahkan dari bijinya diblansir dengan menggunakan uap panas. Menurut Hutching (1994), enzim yang dapat merusak antosianin ini dapat diinaktivasi dengan menggunakan pemanasan. Selain itu, enzim yang dapat merusak antosianin ini juga dapat diinaktivasi dengan sulfur dioksida. Sebelum diekstrak sampel dihancurkan terlebih dahulu dengan cara diblender. Proses penghancuran ini secara efektif merusak jaringan sel dan dapat mempercepat proses ekstraksi (Francis, 1982). Selain itu, penghancuran juga memperluas permukaan bahan yang akan diekstrak. Hal ini mengakibatkan


(54)

31 semakin tingginya laju pelarutan bahan yang akan diekstrak. Menurut Francis (1982), jaringan yang lembut dapat mempercepat waktu yang diperlukan untuk melarutkan pigmen.

Menurut Francis (1982), ekstraksi dengan menggunakan metanol yang mengandung sedikit asam adalah pelarut yang paling efektif. Akan tetapi, dalam penelitian ini ekstraksi buah duwet dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol tanpa disertai dengan adanya penambahan asam. Menurut Markakis (1982), penggunaan asam ini sebaiknya dihindarkan. Hal ini dapat mengakibatkan hidrolisis pada gugus asil apabila pada pigmen tersebut mengandung gugus asil. Selain itu, penggunaan asam terutama HCl ini bersifat korosif. Pemilihan pelarut ini didasarkan pada kepolaran dari pigmen antosianin dan etanol, dimana keduanya sama-sama bersifat polar. Selain itu, penggunaan etanol dikarenakan sifatnya yang food grade sehingga aman apabila pigmen antosianin ini selanjutnya akan diaplikasikan pada bahan pangan.

Proses ekstraksi pigmen antosianin pada buah duwet dilakukan dengan cara maserasi dengan stirer selama 1 jam pada suhu ruang dan kondisi ruang yang gelap. Hal ini dilakukan karena pada umumnya antosianin tidak stabil terhadap cahaya (Jackman dan Smith, 1996). Adanya cahaya dapat menyebabkan degradasi pada antosianin (Elbe dan Schwarts, 1996). Proses maserasi ini dilakukan dua kali sehingga dihasilkan filtrat yang berwarna ungu pudar. Hal ini dilakukan untuk mengoptimumkan proses ekstraksi sehingga pigmen antosianin yang terdapat dalam buah duwet bisa terekstrak seluruhnya. Pengadukan dengan stirer dilakukan untuk menambah efektifitas dari proses ekstraksi tersebut. Setelah itu juga dilakukan proses sentrifugasi untuk memisahkan filtrat dengan rendemen. Pada proses ekstraksi ini juga dilakukan penyaringan menggunakan vacuum filter untuk memisahkan sisa-sisa rendemen yang ada setelah proses sentrifugasi.

Filtrat yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan

rotary vacuum evaporator pada suhu 35oC. Penggunaan suhu yang rendah ini bertujuan untuk menghindari terjadinya degradasi dan hidrolisis dari pigmen antosianin (Timberlake dan Bridle, 1983). Ekstrak kasar yang diperoleh


(1)

Lampiran 10. Lanjutan

436 0.042 0.091 0.050 438 0.043 0.092 0.051 440 0.044 0.093 0.052 442 0.045 0.095 0.054 444 0.047 0.096 0.056 446 0.049 0.097 0.057 448 0.050 0.098 0.060 450 0.053 0.100 0.062 452 0.055 0.102 0.065 454 0.058 0.103 0.068 456 0.062 0.105 0.073 458 0.065 0.108 0.077 460 0.069 0.110 0.081 462 0.074 0.113 0.086 464 0.079 0.117 0.092 466 0.084 0.120 0.098 468 0.090 0.125 0.104 470 0.097 0.130 0.112 472 0.104 0.135 0.119 474 0.111 0.141 0.127 476 0.120 0.147 0.135 478 0.129 0.154 0.144 480 0.139 0.163 0.155 482 0.148 0.169 0.163 484 0.156 0.175 0.172 486 0.167 0.183 0.182 488 0.176 0.191 0.191 490 0.188 0.201 0.202 492 0.199 0.209 0.212 494 0.211 0.218 0.222 496 0.224 0.229 0.234 498 0.237 0.238 0.245 500 0.249 0.247 0.255 502 0.263 0.258 0.267 504 0.277 0.268 0.277 506 0.289 0.276 0.287 508 0.302 0.285 0.296 510 0.315 0.293 0.306 512 0.328 0.301 0.315 514 0.340 0.309 0.322


(2)

Lampiran 10. Lanjutan

516 0.353 0.316 0.330 518 0.365 0.322 0.336 520 0.375 0.327 0.341 522 0.386 0.333 0.346 524 0.397 0.338 0.349 526 0.406 0.341 0.350

528 0.412 0.342 0.350 530 0.417 0.343 0.348

532 0.421 0.342 0.344 534 0.424 0.341 0.340

536 0.425 0.338 0.332

538 0.423 0.332 0.321 540 0.419 0.326 0.311 542 0.415 0.320 0.301 544 0.406 0.311 0.287 546 0.395 0.300 0.271 548 0.383 0.289 0.255 550 0.368 0.275 0.237 552 0.351 0.260 0.218 554 0.334 0.246 0.203 556 0.316 0.231 0.185 558 0.294 0.213 0.165 560 0.273 0.196 0.149 562 0.254 0.181 0.134 564 0.233 0.165 0.120 566 0.212 0.149 0.105 568 0.192 0.133 0.093 570 0.173 0.119 0.081 572 0.155 0.105 0.071 574 0.138 0.093 0.062 576 0.124 0.083 0.054 578 0.110 0.072 0.047 580 0.094 0.061 0.040 582 0.082 0.053 0.035 584 0.072 0.047 0.030 586 0.062 0.040 0.026 588 0.053 0.034 0.023 590 0.046 0.030 0.020 592 0.039 0.025 0.017 594 0.033 0.022 0.015


(3)

Lampiran 10. Lanjutan

596 0.028 0.019 0.014 598 0.024 0.016 0.012 600 0.020 0.014 0.011 602 0.017 0.012 0.009 604 0.014 0.010 0.009 606 0.012 0.009 0.008 608 0.010 0.008 0.007 610 0.009 0.007 0.007 612 0.007 0.006 0.006 614 0.006 0.005 0.006 616 0.005 0.005 0.005 618 0.004 0.004 0.005 620 0.003 0.004 0.005 622 0.003 0.004 0.005 624 0.003 0.003 0.005 626 0.002 0.002 0.004 628 0.002 0.002 0.005 630 0.002 0.002 0.004 632 0.001 0.002 0.004 634 0.001 0.002 0.004 636 0.002 0.003 0.005 638 0.001 0.002 0.004 640 0.001 0.002 0.004 642 0.000 0.002 0.004 644 0.000 0.003 0.004 646 0.000 0.003 0.004 648 0.000 0.004 0.004 650 0.000 0.004 0.004 652 0.000 0.004 0.003 654 0.000 0.004 0.004 656 0.000 0.004 0.004 658 0.000 0.005 0.004 660 0.000 0.004 0.004 662 0.000 0.004 0.004 664 0.000 0.003 0.005 666 0.000 0.003 0.004 668 0.000 0.002 0.004 670 0.000 0.002 0.003 672 0.000 0.002 0.003 674 0.000 0.001 0.003


(4)

Lampiran 10. Lanjutan

676 0.000 0.001 0.003 678 0.000 0.001 0.004 680 0.000 0.000 0.003 682 0.000 0.000 0.003 684 0.000 0.000 0.003 686 0.000 0.000 0.003 688 0.000 0.000 0.003 690 0.000 0.000 0.003 692 0.000 0.000 0.003 694 0.000 0.000 0.004 696 0.000 0.000 0.003 698 0.000 0.000 0.003 700 0.000 0.000 0.003


(5)

Lampiran 11. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis antosinidin*

Pigmen Panjang gelombang maksimum dalam metanol-HCl 0.01% Apigenidin 277, 476 Luteonidin 279, 493 Tricetinidin 281, 513 Columnidin 275, 511 Pelargonidin 270, 520 Aurantinidin 286, 499 Sianidin 277, 535 Peonidin 277, 532 Rosinidin ----, 524 Delpinidin 277, 546 Petunidin 276, 543 Pulchellidin 278, 543 Malvidin 275, 542 Europinidin 270, 542 Hirsutidin ----, 536 Capensinidin 273, 538 * Harborne (1967)


(6)

Lampiran 12. Data panjang gelombang maksimum untuk beberapa jenis antosianin*

Pigmen Panjang gelombang maksimum dalam metanol-HCl 0.01%

Pg-5-G ---, 513

Pg-7-G 270, 508

Pg-3-G 270, 506

Pg-3, 5-GG 269, 504 Pg-3, 7-GG 279, 498

Cn-3-G 274, 523

Pn-3-G 274, 523

Cn-3-G, 5-GG 273, 524 Pn-3-G, 5-GG 273, 524

Dp-3-G 276, 534

Pt-3-G 276, 534

Mv-3-G 276, 534 Dp-3-G, 5-GG 273, 533 Pt-3-G, 5-GG 273, 533 Mv-3-G, 5-GG 273, 533

Cn-3-AXG 279, 528

Pg-3-RGa 268, 508

Cn-3-GA ----, 526

Pg-3, 5-GG (+ asam koumarat) 289, 313, 507 Pg-3, 5-GG (+ asam kafeat) 285, 329, 507 Pg-3-XG-5-G (+ asam koumarat dan ferulat 289, 328, 509 Pg-3-GG-5-G (+ asam koumarat) 278, 310, 523 Cn-3-GG-5-G (+ 2 asam ferulat) 282, 333, 530 Cn-3-G (+ asam koumarat) 284, 310, 527 Pt-3-RG-5-G (+ asam koumarat) 282, 310, 538 Mv-3-G-5-G (+ asam koumarat) 282, 305, 536 Pt-3-RG-5-G (+ 2 asam koumarat) ---, 310, 540 Dp-3-RG-5,31,51GGG (+ 2 asam kafeat,

ferulat, dan koumarat)

302, 320, 544 * Francis (1982)

Keterangan : Pg = Pelargonidin Cn = Sianidin

Pn = Peonidin Dp = Delfinidin

Pt = Petunidin Mv = Malvidin