PEMBAHASAN UMUM Potensi antosianin buah duwet (Syzygium cumini) sebagai pewarna pangan alami yang memiliki kemampuan antioksidasi
pangan. Kajian karakterisasi antosianin buah duwet terutama untuk penggunaannya sebagai pewarna pangan alami yang fungsional belum dikaji
secara lengkap dan mendalam. Untuk penggunaan sebagai pewarna pangan maka antosianin buah duwet dikarakterisasi meliputi identifikasi jenis dan
komposisi antosianin, stabilitas warna antosianin, perbaikan intensitas dan stabilitas warna antosianin melalui reaksi kopigmentasi intermolekular, serta
aktivitas antioksidatif. Hasil pengujian kandungan antosianin menunjukkan bahwa buah duwet
matang yang berwarna ungu kehitaman banyak mengandung antosianin rata- rata sebesar 161 mg100 g buah segar bb dan bagian kulit buah mengandung
antosianin rata-rata sebesar 731 mg100 g kulit buah bb. Bagian kulit buah mengandung antosianin ~4.5 kali lebih besar dibandingkan pada buah utuh. Kulit
buah duwet juga mengandung antosianin yang lebih tinggi dibandingkan pada anggur dan kubis merah. Antosianin buah duwet yang banyak terkandung pada
bagian kulit berpotensi digunakan sebagai pewarna pangan alami seperti halnya pewarna antosianin komersial enosianin yang dibuat dari kulit buah anggur.
Komposisi antosianin dalam buah duwet terdiri dari delfinidin-3,5-diglukosida 41, petunidin-3,5-diglukosida 28, malvidin-3,5-diglukosida 26, sianidin-
3,5-diglukosida 4, dan peonidin-3,5-diglukosida 1 yang diidentifikasi menggunakan KCKT-DAD. Antosianin utama mayor buah duwet yaitu delfinidin,
petunidin, dan malvidin yang ketiganya dalam bentuk 3,5-diglukosida. Untuk tujuan penggunaan sebagai pewarna pangan maka antosianin
buah duwet dikarakterisasi warna dan stabilitasnya. Warna antosianin buah duwet dikarakterisasi pada kisaran nilai pH 1-8 dengan mengukur nilai absorbans
pada panjang gelombang 350-700 nm untuk mendapatkan pola spektra absorbans. Nilai absorbans dan warna antosianin buah duwet pada pH 1-2
menunjukkan nilai yang tinggi dan berwarna merah karena pada pH dibawah 2, struktur antosianin utamanya dalam bentuk kation flavilium yang berwarna
merah. Pada pH 3 warna merah antosianin buah duwet mulai pudar dan menunjukkan nilai absorbans yang menurun dan pada pH 4-6 antosianin buah
duwet menjadi tidak berwarna karena kation flavilium merah mengalami hidrasi menjadi bentuk struktur tidak berwarna karbinol. Pada pH4 juga menunjukkan
terjadinya pergeseran batokromik. Pada pH 7-8 terjadi peningkatan nilai absorbans pada kisaran panjang gelombang 570-600 nm dan antosianin buah
duwet menjadi berwarna biru disebabkan pembentukan struktur kuinonoidal biru
yang tidak stabil pada perlakuan pH tinggi. Peningkatan pH akan menyebabkan terjadinya kehilangan proton deprotonisasi yang menghasilkan struktur
kuinonoidal biru. Secara umum dapat dijelaskan, berkurangnya intensitas warna dengan
meningkatnya pH disebabkan terjadi reaksi kesetimbangan antara 4 spesies antosianin: basa kuinonoidal, kation flavilium, karbinol atau pseudobasa, dan
kalkon. Di dalam larutan asam, 4 spesies antosianin berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi pH di bawah 2, antosianin utamanya dalam bentuk
kation flavilium merah. Peningkatan pH menyebabkan terjadinya kehilangan proton secara cepat dari gugus hidroksil C-4’, C-5, atau C-7 kation flavilium
menghasilkan bentuk kuinonoidal biru. Lebih lanjut terjadi reaksi hidrasi oleh nukleofilik molekul air yang menyerang kation flavilium pada posisi C-2
menghasilkan struktur karbinol tidak berwarna atau pseudobasa yang akan membentuk kesetimbangan dengan struktur kalkon Brouillard 1982; Mazza
Brouillard 1987. Hasil karakterisasi warna antosianin buah duwet juga menunjukkan
bahwa intensitas warna merah atau biru antosianin buah duwet pada kisaran pH 1-8 lebih rendah dibandingkan warna antosianin kubis merah dan pewarna
enosianin. Intensitas warna yang rendah berhubungan dengan struktur antosianin buah duwet terutama struktur glikosilasi yang semuanya diglukosida.
Mazza dan Brouillard 1987 menjelaskan bahwa antosianin 3-glikosida memiliki karakteristik lebih berwarna dibandingkan dengan antosianin 3,5-diglikosida dan
5-glikosida. Penelitian yang dilakukan oleh Brouillard dan Delaporte 1977 yang disitasi oleh Mazza dan Brouillard 1987 menunjukkan bahwa malvidin 3,5-
diglukosida memiliki karakteristik kurang berwarna dibanding malvidin 3- glukosida. Hal ini terjadi karena nilai pK
h
untuk kesetimbangan antara bentuk kation flavilium dan karbinol pseudobasa dari diglukosida satu unit pH lebih
rendah dari bentuk monoglukosida. Antosianin bersifat tidak stabil dan mudah mengalami degradasi atau
kerusakan selama pengolahan pangan. Untuk itu, stabilitas warna antosianin buah duwet diuji pada minuman model buffer sitrat, pH 3 terhadap pengaruh
pemanasan suhu 80 dan 98
o
C, pencahayaan dengan lampu fluoresens putih, dan kondisi penyimpanan suhu refrigerasi dan ruang. Antosianin buah duwet
mengalami kerusakan atau degradasi selama perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan sehingga menyebabkan perubahan warna
antosianin buah duwet. Pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan dapat menstimulasi pembentukan senyawa hasil degradasi antosianin seperti karbinol
dan turunannya yang tidak berwarna kalkon sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan warna merah dan pembentukan warna coklat. Brouillard 1982; Elbe
dan von Schwartz 1996 mengemukakan bahwa suhu tinggi dapat mengubah kation flavilium ke bentuk basa karbinol tidak berwarna kemudian ke bentuk
kalkon. Setelah cincin terbuka, degradasi berlanjut ke produk berwarna coklat. Markakis 1982 juga menjelaskan bahwa antosianin yang dipanaskan pada pH
2-4, pertama kali akan mengalami hidrolisis pada ikatan glikosidik posisi C-3, diikuti konversi dari aglikon ke bentuk kalkon, kemudian menghasilkan alfa
diketon. Terjadinya kehilangan warna merah dan pembentukan warna coklat karena serangan nukleofilik air pada C-2 kation flavilium yang menghasilkan
senyawa hemiasetal tidak berwarna karbinol dan pembukaan cincin pirilium membentuk senyawa kalkon tidak berwarna dan berlanjut pembentukan senyawa
berwarna coklat dengan keberadaan oksigen. Mekanisme kerusakan antosianin buah duwet pada perlakuan penyimpanan suhu refrigerasi dan ruang sama
dengan mekanisme kerusakan antosianin selama proses pemanasan suhu tinggi. Untuk mekanisme kerusakan antosianin akibat perlakuan pencahayaan
berbeda dengan perlakuan pemanasan dan penyimpanan karena sifat antosianin yang dapat mengabsorpsi sinar tampak. Antosianin memiliki kecenderungan
yang kuat mengabsorpsi sinar tampak dan energi radiasi sinar menyebabkan reaksi fotokimia pada spektrum tampak yang dapat merusak struktur antosianin
sehingga mengakibatkan perubahan warna yaitu kehilangan warna merah. Furtado et al. 1993 menjelaskan bahwa reaksi degradasi antosianin oleh
cahaya melibatkan eksitasi dari kation flavilium. Selama degradasi fotokimia, pembentukan produk akhir degradasi dijumpai sama seperti pada reaksi termal.
Antosianin buah duwet menunjukkan karakteristik yang lebih stabil dibandingkan antosianin dari pewarna komersial enosianin disebabkan struktur
antosianin buah duwet dalam bentuk glikosilasi 3,5-diglukosa. Substitusi glikosil pada C-5 dapat mengurangi serangan dari nukleofilik air García-Viguera Bridle
1999 sehingga menjadikan antosianin buah duwet lebih stabil. Karakteristik stabilitas warna antosianin buah duwet hampir sama dengan stabilitas warna
antosianin kubis merah antosianin terasilasi terutama pada perlakuan pencahayaan dan penyimpanan. Antosianin kubis merah memiliki karakteristik
yang lebih stabil pada perlakuan pemanasan. Antosianin buah duwet yang
disimpan pada suhu refrigerasi memberikan karakteristik stabilitas warna yang lebih tinggi dibandingkan pada penyimpanan suhu ruang.
Karakteristik antosianin buah duwet yang berwarna merah dan relatif stabil pada kondisi asam ~pH 3 memungkinkan untuk aplikasi antosianin buah
duwet pada produk pangan berbasis asam untuk memberikan warna merah. Umumnya antosianin banyak digunakan untuk aplikasi pewarna pada pangan
berbasis asam karena dapat memberikan warna merah yang stabil. Pemakaian antosianin buah duwet untuk pewarna pangan menguntungkan karena memiliki
karakteristik yang lebih stabil dibandingkan pewarna komersial enosianin yang utamanya mengandung antosianin dengan substitusi monoglikosida. Namun
apabila dilihat dari intensitas warnanya, antosianin buah duwet memiliki intensitas warna yang rendah dibandingkan intensitas warna antosianin kubis
merah dan pewarna enosianin. Untuk memberikan warna merah pada produk pangan maka diperlukan konsentrasi yang lebih banyak dibandingkan antosianin
kubis merah dan pewarna enosianin. Untuk itu perlu dilakukan upaya meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet dan juga stabilitasnya.
Untuk meningkatkan intensitas dan stabilitas warna antosianin buah duwet dilakukan secara kopigmentasi intermolekular dengan mereaksikan
antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary yang utamanya mengandung asam rosmarinat.
Kopigmentasi intermolekular dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary konsentrasi 0,5-4 mgml menyebabkan terjadi
pergeseran panjang gelombang pergeseran batokromik, Δ
vis-maks
pada kisaran nilai 1,16-1,94 serta meningkatnya nilai absorbans pada
vis-maks
efek hiperkromik
, ΔA pada kisaran nilai 19,63-117,33. Panjang gelombang
vis-maks
antosianin buah duwet sebelum reaksi kopigmentasi 516 nm dan setelah reaksi kopigmentasi berubah pada kisaran 522-526 nm. Kopigmentasi antosianin buah
duwet dengan ekstrak polifenol rosemary memberikan nilai pergeseran
vis-maks
dan peningkatan nilai absorbans pada
vis-maks
paling tinggi karena ekstrak polifenol rosemary mengandung utamanya asam rosmarinat yang bersifat larut
dalam air. Penggunaan asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat sebagai agensia peningkat warna memiliki keterbatasan karena karakteristik kelarutannya
yang rendah dalam media air dengan pH asam. Terjadinya peningkatan intensitas warna antosianin melalui reaksi
kopigmentasi dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. 2009, kopigmentasi
dapat meningkatkan sistem elektron - dari antosianin sehingga dapat menyebabkan meningkatnya intensitas absorbsi efek hiperkromik dan panjang
gelombang pergeseran batokromik. Reaksi kopigmentasi intermolekular antara antosianin buah duwet dengan asam asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat,
dan ekstrak polifenol rosemary juga dimungkinkan menghasilkan pembentukan kompleks antosianin-kopigmen melalui mekanisme transfer muatan charge-
transfer atau interaksi elektron
-
sehingga terjadi penyusunan saling tumpang tindih overlapping di antara kedua molekul. Interaksi yang terjadi dapat
meningkatkan jumlah kromofor sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas warna ΔA. Selain itu, reaksi kopigmentasi intermolekular pada
antosianin buah duwet dengan kopigmen asam sinamat dan ekstrak polifenol
rosemary juga dapat menyebabkan meningkatnya panjang gelombang atau terjadi pergeseran panjang gelombang yang lebih tinggi. Pembentuknan
kompleks - pada antosianin memberikan perpanjangan konjugasi pada struktur antosianin karena adanya tambahan struktur dari kopigmen.
Interaksi intermolekular antara kopigmen asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary dengan antosianin buah duwet juga dapat
meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet pada perlakuan pencahayaan dan penyimpanan, sedangkan pada perlakuan pemanasan suhu
80 dan 98
o
C tidak dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Ketidakstabilan kompleks antosianin-kopigmen selama pemanasan suhu 80 dan
98
o
C dapat dijelaskan bahwa energi panas dapat merusak ikatan kompleks antosianin-kopigmen karena interaksi antosianin dengan kopigmen pada
kopigmentasi intermolekular merupakan ikatan yang lemah secara hidrofobik Eiro dan Heinonen 2002 sehingga menghasilkan senyawa yang tidak berwarna
dan memberikan kehilangan warna. Stabilitas warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol
rosemary dapat ditingkatkan selama perlakuan pencahayaan dan penyimpanan. Stabilitas warna dapat ditingkatkan karena pembentukan kompleks antosianin-
kopigmen penyusunan molekul kopigmen pada planar polarizable dari antosianin dapat memproteksi kation flavilium dari serangan nukleofilik air pada
posisi C-2 kation flavilium, seperti yang dijelaskan oleh Mazza Brouillard 1987; Castañeda-Ovando et al. 2009, sehingga pembentukan senyawa
karbinol dan kalkon yang tidak berwarna dapat dicegah.
Sifat antioksidatif dari antosianin buah duwet juga dikarakterisasi untuk mendapatkan informasi fungsi tambahan yang berhubungan dengan kesehatan
sehingga pewarna dari antosianin buah duwet dapat dikategorikan sebagai pewarna alami fungsional. Antosianin buah duwet dapat dikembangkan sebagai
pewarna alami untuk pangan yang sekaligus memiliki aktivitas antioksidan. Pewarna berbasis antosianin yang dikembangkan dari buah duwet dapat berupa
ekstrak atau isolat antosianin. Ekstrak mengandung utamanya senyawa polifenol jenis antosianin
sebesar ~83, sisanya berasal dari senyawa polifenol non-antosianin. Isolat antosianin buah duwet hanya mengandung 5 jenis antosianin delfinidin-3,5-
diglukosida, petunidin-3,5-diglukosida, malvidin-3,5-diglukosida, sianidin-3,5- diglukosida, dan peonidin-3,5-diglukosida. Ekstrak dan isolat antosianin buah
duwet menunjukkan aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH dan SORspesies okesigen reaktif radikal hidroksilOH
•
dan anion superoksidaO
2 •
serta penghambatan terhadap oksidasi lipoprotein LDL. Kontribusi utama aktivitas antioksidan berasal dari senyawa antosianin.
Isolat antosianin duwet menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak antosianin duwet dan ekstrak kubis merah, serta
memiliki aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sampel standar kuersetin, katekin dan asam askorbat. Ekstrak kulit duwet memiliki
aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak kubis merah, ekstrak kubis merah telah digunakan secara komersial untuk pewarna
pangan. Ekstrak antosianin buah duwet yang memiliki aktivitas antioksidan
selanjutnya diaplikasikan pada minuman model bufer sitrat, pH 3 sebagai pewarna. Minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet tanpa
kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular juga memiliki aktivitas antioksidan. Penambahan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak
polifenol rosemary untuk membentuk reaksi kopigmentasi intermolekular dapat meningkatkan kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan minuman, namun
tidak memberikan efek sinergisme pada aktivitas antioksidan. Kopigmentasi intermolekular dengan ekstrak polifenol rosemary memberikan peningkatan
aktivitas antioksidan yang paling tinggi. Reaksi kopigmentasi intermolekular yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas dan stabilitas warna antosianin buah
duwet, juga sekaligus dapat meningkatkan aktivitas antioksidan.
Buah duwet mengandung senyawa polifenol utama yaitu antosianin, sehingga kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidan berasal dari antosianin.
Delfinidin-3,5-diglukosida, petunidin-3,5-diglukosida,
sianidin-3,5-diglukosida terkandung dalam buah duwet sebesar ~73 memberikan kontribusi aktivitas
antioksidan yang lebih kuat, dibandingkan peonidin-3,5-diglukosida dan malvidin- 3,5-diglukosida yang memberikan kontribusi sebesar ~27. Adanya gugus gula
yang berikatan pada antosianin buah duwet dapat menurunkan aktivitas antioksidan. Antosianin buah duwet memiliki kemampuan menangkap
scavenging radikal bebas DPPH, hidroksil, superoksida, dan radikal lipid
dengan mendonorkan elektron atau atom hirogen, mengkelasi logam Cu
2+
yang berperan dalam oksidasi lipid, serta inhibisi enzim xantin oksidase yang berperan
dalam pembentukan radikal anion superoksida. Antosianin yang banyak terkandung dalam kulit buah duwet memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai pewarna alami untuk pangan. Karakteristik stabilitas warna yang cukup tinggi dari antosianin buah duwet dibandingkan
dengan antosianin dari pewarna komersial enosianin, memungkinkan antosianin buah duwet digunakan sebagai pewarna pada produk pangan. Pewarna yang
dibuat dari antosianin buah duwet dapat digunakan untuk mewarnai produk pangan agar terlihat lebih menarik sehingga produk lebih disukai konsumen.
Selain sebagai pewarna, antosianin buah duwet juga dapat memberikan fungsi tambahan lain yaitu sebagai antioksidan. Jadi penggunaan pewarna antosianin
buah duwet pada produk pangan dapat memberikan dua fungsi sekaligus yaitu sebagai pewarna yang dapat memberikan warna merah pada produk pangan
dan sebagai antioksidan yang dapat memberikan manfaat untuk kesehatan. Adanya tambahan fungsi antosianin sebagai antioksidan maka pewarna
antosianin buah duwet dapat dikategorikan sebagai pewarna pangan fungsional. Pewarna antosianin buah duwet juga dapat dikategorikan dalam GRAS
generally recognized as safe karena berasal dari buah-buahan sehingga nantinya lebih mudah untuk dikomersialkan.
Untuk tujuan komersial serta memudahkan aplikasi pewarna pada produk pangan maka dapat dibuat sediaan pewarna dalam bentuk bubuk dan larutan
konsentrat yang mengandung antosianin buah duwet. Sediaan pewarna bentuk bubuk dan larutan konsentrat merupakan bentuk sediaan pewarna yang umum
dijumpai dipasaran. Pewarna bubuk dibuat dengan mengekstraksi antosianin buah duwet kemudian ekstrak dikeringkan menggunakan pengering semprot.
Ekstraksi antosianin umumnya dilakukan menggunakan pelarut etanol pelarut food grade
atau air. Ekstraksi juga dapat dilakukan dengan cara pengepresan, tanpa penggunaan pelarut organik. Pewarna bentuk bubuk memiliki daya simpan
yang lebih lama dibandingkan pewarna bentuk konsentrat. Pewarna bentuk bubuk paling banyak digunakan dalam industri pangan karena memiliki daya
simpan yang lama. Penyimpanan pewarna bentuk konsentrat biasanya disimpan pada suhu refrigerasi atau beku untuk memperlambat kerusakan antosianin.
Penggunaan pewarna antosianin buah duwet pada produk pangan terdapat keterbatasan. Antosianin buah duwet memiliki intensitas warna yang
rendah. Untuk mendapatkan warna merah dengan intensitas tinggi maka dibutuhkan antosianin dalam jumlah yang banyak. Untuk menghindari pemakaian
antosianin buah duwet dalam jumlah banyak maka digunakan agensia peningkat warna color enhancer yaitu ekstrak polifenol rosemary. Ekstrak polifenol
rosemary memiliki karakteristik larut dalam air dan digunakan secara komersial. Untuk pengaplikasian pewarna antosianin buah duwet pada produk pangan
dapat disertai dengan penambahan ekstrak polifenol rosemary untuk meningkatkan warna antosianin buah duwet. Selain meningkatkan warna,
penambahan ekstrak polifenol rosemary juga dapat memperbaiki stabilitas warna antosianin buah duwet serta meningkatkan aktivitas antioksidan.
Pewarna antosianin buah duwet, bentuk sediaan bubuk atau konsentrat, dapat diaplikasikan pada pangan berbasis air. Umumnya antosianin banyak
diaplikasikan pada bahan pangan berbasis asam agar dapat memberikan warna merah yang stabil. Pewarna antosianin buah duwet dapat diaplikasikan pada
produk-produk berbasis asam seperti minuman ringan, minuman karbonasi, minuman bentuk bubuk, selai, permen hard candy, permen jelly soft candy,
yoghurt. Beberapa produk pangan yang dijumpai di supermarket Indonesia telah menggunakan pewarna alami antosianin seperti yoghurt, permen, jus buah,
sirup. Untuk menjaga warna antosianin buah duwet tetap stabil maka perlu
dipertimbangkan pemilihan kondisi proses pengolahan dan penyimpanan yang tepat. Penambahan pewarna antosianin pada produk pangan juga disarankan
setelah produk diolah sehingga pewarna antosianin tidak mengalami serangkaian proses pengolahan yang banyak melibatkan proses pemanasan. Penyimpanan
produk pangan yang diberi warna antosianin buah duwet disarankan pada suhu refrigerasi yang dapat mempertahankan warna antosianin buah duwet lebih
lama. Penyimpanan produk pada suhu kamar dapat mempercepat kerusakan antosianin buah duwet. Produk juga sebaiknya dikemas dalam kemasan bukan
transparan sehingga cahaya tidak dapat menembus kemasan. Cahaya dapat mempercepat kerusakan antosianin buah duwet.
Prospek lain penggunaan buah duwet terutama untuk pemanfaatan senyawa aktif antosianin yaitu untuk pangan fungsional dan produk nutraseutikal.
Buah duwet dapat dibuat minuman jus segar dengan kandungan antosianin tinggi. Selain itu, kulit buah duwet dapat dikeringkan kemudian dibuat produk
seperti teh. Produk pangan ini dapat diklaim sebagai pangan yang menyehatkan pangan fungsional karena adanya kandungan senyawa polifenol antosianin.
Antosianin dapat juga diekstraksi dari bagian kulit buah kemudian ekstrak antosianin dibuat produk nutraseutikal dengan manfaat kesehatan sebagai
antioksidan, pencegah penyakit diabetes, menurunkan kolesterol, pencegah aterosklerosis. Produk nutraseutikal dari antosianin buah duwet dapat disajikan
dalam bentuk konsentrat, tablet, kapsul, atau serbuk. Selama ini buah duwet dipandang sebagai buah yang bernilai rendah dan
tidak banyak dimanfaatkan. Pada musim kemarau, buah duwet melimpah dan tidak banyak dimanfaatkan. Buah duwet hanya dikonsumsi dalam bentuk buah
segar dan bijinya digunakan untuk pengobatan penyakit diabetes. Potensi antosianin yang terkandung dalam buah duwet belum banyak dieksplorasi.
Antosianin buah duwet belum banyak dimanfaatkan meskipun sudah banyak diteliti manfaat antosianin untuk kesehatan. Pemanfaatan senyawa antosianin
buah duwet untuk penggunaan sebagai pewarna alami, pangan fungsional ataupun nutraseutikal dengan keunggulan kandungan antosianin akan dapat
meningkatkan nilai guna dan ekonomis buah duwet sehingga buah duwet menjadi lebih diminati oleh masyarakat.