PEMBAHASAN UMUM Potensi antosianin buah duwet (Syzygium cumini) sebagai pewarna pangan alami yang memiliki kemampuan antioksidasi

pangan. Kajian karakterisasi antosianin buah duwet terutama untuk penggunaannya sebagai pewarna pangan alami yang fungsional belum dikaji secara lengkap dan mendalam. Untuk penggunaan sebagai pewarna pangan maka antosianin buah duwet dikarakterisasi meliputi identifikasi jenis dan komposisi antosianin, stabilitas warna antosianin, perbaikan intensitas dan stabilitas warna antosianin melalui reaksi kopigmentasi intermolekular, serta aktivitas antioksidatif. Hasil pengujian kandungan antosianin menunjukkan bahwa buah duwet matang yang berwarna ungu kehitaman banyak mengandung antosianin rata- rata sebesar 161 mg100 g buah segar bb dan bagian kulit buah mengandung antosianin rata-rata sebesar 731 mg100 g kulit buah bb. Bagian kulit buah mengandung antosianin ~4.5 kali lebih besar dibandingkan pada buah utuh. Kulit buah duwet juga mengandung antosianin yang lebih tinggi dibandingkan pada anggur dan kubis merah. Antosianin buah duwet yang banyak terkandung pada bagian kulit berpotensi digunakan sebagai pewarna pangan alami seperti halnya pewarna antosianin komersial enosianin yang dibuat dari kulit buah anggur. Komposisi antosianin dalam buah duwet terdiri dari delfinidin-3,5-diglukosida 41, petunidin-3,5-diglukosida 28, malvidin-3,5-diglukosida 26, sianidin- 3,5-diglukosida 4, dan peonidin-3,5-diglukosida 1 yang diidentifikasi menggunakan KCKT-DAD. Antosianin utama mayor buah duwet yaitu delfinidin, petunidin, dan malvidin yang ketiganya dalam bentuk 3,5-diglukosida. Untuk tujuan penggunaan sebagai pewarna pangan maka antosianin buah duwet dikarakterisasi warna dan stabilitasnya. Warna antosianin buah duwet dikarakterisasi pada kisaran nilai pH 1-8 dengan mengukur nilai absorbans pada panjang gelombang 350-700 nm untuk mendapatkan pola spektra absorbans. Nilai absorbans dan warna antosianin buah duwet pada pH 1-2 menunjukkan nilai yang tinggi dan berwarna merah karena pada pH dibawah 2, struktur antosianin utamanya dalam bentuk kation flavilium yang berwarna merah. Pada pH 3 warna merah antosianin buah duwet mulai pudar dan menunjukkan nilai absorbans yang menurun dan pada pH 4-6 antosianin buah duwet menjadi tidak berwarna karena kation flavilium merah mengalami hidrasi menjadi bentuk struktur tidak berwarna karbinol. Pada pH4 juga menunjukkan terjadinya pergeseran batokromik. Pada pH 7-8 terjadi peningkatan nilai absorbans pada kisaran panjang gelombang 570-600 nm dan antosianin buah duwet menjadi berwarna biru disebabkan pembentukan struktur kuinonoidal biru yang tidak stabil pada perlakuan pH tinggi. Peningkatan pH akan menyebabkan terjadinya kehilangan proton deprotonisasi yang menghasilkan struktur kuinonoidal biru. Secara umum dapat dijelaskan, berkurangnya intensitas warna dengan meningkatnya pH disebabkan terjadi reaksi kesetimbangan antara 4 spesies antosianin: basa kuinonoidal, kation flavilium, karbinol atau pseudobasa, dan kalkon. Di dalam larutan asam, 4 spesies antosianin berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi pH di bawah 2, antosianin utamanya dalam bentuk kation flavilium merah. Peningkatan pH menyebabkan terjadinya kehilangan proton secara cepat dari gugus hidroksil C-4’, C-5, atau C-7 kation flavilium menghasilkan bentuk kuinonoidal biru. Lebih lanjut terjadi reaksi hidrasi oleh nukleofilik molekul air yang menyerang kation flavilium pada posisi C-2 menghasilkan struktur karbinol tidak berwarna atau pseudobasa yang akan membentuk kesetimbangan dengan struktur kalkon Brouillard 1982; Mazza Brouillard 1987. Hasil karakterisasi warna antosianin buah duwet juga menunjukkan bahwa intensitas warna merah atau biru antosianin buah duwet pada kisaran pH 1-8 lebih rendah dibandingkan warna antosianin kubis merah dan pewarna enosianin. Intensitas warna yang rendah berhubungan dengan struktur antosianin buah duwet terutama struktur glikosilasi yang semuanya diglukosida. Mazza dan Brouillard 1987 menjelaskan bahwa antosianin 3-glikosida memiliki karakteristik lebih berwarna dibandingkan dengan antosianin 3,5-diglikosida dan 5-glikosida. Penelitian yang dilakukan oleh Brouillard dan Delaporte 1977 yang disitasi oleh Mazza dan Brouillard 1987 menunjukkan bahwa malvidin 3,5- diglukosida memiliki karakteristik kurang berwarna dibanding malvidin 3- glukosida. Hal ini terjadi karena nilai pK h untuk kesetimbangan antara bentuk kation flavilium dan karbinol pseudobasa dari diglukosida satu unit pH lebih rendah dari bentuk monoglukosida. Antosianin bersifat tidak stabil dan mudah mengalami degradasi atau kerusakan selama pengolahan pangan. Untuk itu, stabilitas warna antosianin buah duwet diuji pada minuman model buffer sitrat, pH 3 terhadap pengaruh pemanasan suhu 80 dan 98 o C, pencahayaan dengan lampu fluoresens putih, dan kondisi penyimpanan suhu refrigerasi dan ruang. Antosianin buah duwet mengalami kerusakan atau degradasi selama perlakuan pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan sehingga menyebabkan perubahan warna antosianin buah duwet. Pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan dapat menstimulasi pembentukan senyawa hasil degradasi antosianin seperti karbinol dan turunannya yang tidak berwarna kalkon sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan warna merah dan pembentukan warna coklat. Brouillard 1982; Elbe dan von Schwartz 1996 mengemukakan bahwa suhu tinggi dapat mengubah kation flavilium ke bentuk basa karbinol tidak berwarna kemudian ke bentuk kalkon. Setelah cincin terbuka, degradasi berlanjut ke produk berwarna coklat. Markakis 1982 juga menjelaskan bahwa antosianin yang dipanaskan pada pH 2-4, pertama kali akan mengalami hidrolisis pada ikatan glikosidik posisi C-3, diikuti konversi dari aglikon ke bentuk kalkon, kemudian menghasilkan alfa diketon. Terjadinya kehilangan warna merah dan pembentukan warna coklat karena serangan nukleofilik air pada C-2 kation flavilium yang menghasilkan senyawa hemiasetal tidak berwarna karbinol dan pembukaan cincin pirilium membentuk senyawa kalkon tidak berwarna dan berlanjut pembentukan senyawa berwarna coklat dengan keberadaan oksigen. Mekanisme kerusakan antosianin buah duwet pada perlakuan penyimpanan suhu refrigerasi dan ruang sama dengan mekanisme kerusakan antosianin selama proses pemanasan suhu tinggi. Untuk mekanisme kerusakan antosianin akibat perlakuan pencahayaan berbeda dengan perlakuan pemanasan dan penyimpanan karena sifat antosianin yang dapat mengabsorpsi sinar tampak. Antosianin memiliki kecenderungan yang kuat mengabsorpsi sinar tampak dan energi radiasi sinar menyebabkan reaksi fotokimia pada spektrum tampak yang dapat merusak struktur antosianin sehingga mengakibatkan perubahan warna yaitu kehilangan warna merah. Furtado et al. 1993 menjelaskan bahwa reaksi degradasi antosianin oleh cahaya melibatkan eksitasi dari kation flavilium. Selama degradasi fotokimia, pembentukan produk akhir degradasi dijumpai sama seperti pada reaksi termal. Antosianin buah duwet menunjukkan karakteristik yang lebih stabil dibandingkan antosianin dari pewarna komersial enosianin disebabkan struktur antosianin buah duwet dalam bentuk glikosilasi 3,5-diglukosa. Substitusi glikosil pada C-5 dapat mengurangi serangan dari nukleofilik air García-Viguera Bridle 1999 sehingga menjadikan antosianin buah duwet lebih stabil. Karakteristik stabilitas warna antosianin buah duwet hampir sama dengan stabilitas warna antosianin kubis merah antosianin terasilasi terutama pada perlakuan pencahayaan dan penyimpanan. Antosianin kubis merah memiliki karakteristik yang lebih stabil pada perlakuan pemanasan. Antosianin buah duwet yang disimpan pada suhu refrigerasi memberikan karakteristik stabilitas warna yang lebih tinggi dibandingkan pada penyimpanan suhu ruang. Karakteristik antosianin buah duwet yang berwarna merah dan relatif stabil pada kondisi asam ~pH 3 memungkinkan untuk aplikasi antosianin buah duwet pada produk pangan berbasis asam untuk memberikan warna merah. Umumnya antosianin banyak digunakan untuk aplikasi pewarna pada pangan berbasis asam karena dapat memberikan warna merah yang stabil. Pemakaian antosianin buah duwet untuk pewarna pangan menguntungkan karena memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan pewarna komersial enosianin yang utamanya mengandung antosianin dengan substitusi monoglikosida. Namun apabila dilihat dari intensitas warnanya, antosianin buah duwet memiliki intensitas warna yang rendah dibandingkan intensitas warna antosianin kubis merah dan pewarna enosianin. Untuk memberikan warna merah pada produk pangan maka diperlukan konsentrasi yang lebih banyak dibandingkan antosianin kubis merah dan pewarna enosianin. Untuk itu perlu dilakukan upaya meningkatkan intensitas warna antosianin buah duwet dan juga stabilitasnya. Untuk meningkatkan intensitas dan stabilitas warna antosianin buah duwet dilakukan secara kopigmentasi intermolekular dengan mereaksikan antosianin buah duwet dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary yang utamanya mengandung asam rosmarinat. Kopigmentasi intermolekular dengan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary konsentrasi 0,5-4 mgml menyebabkan terjadi pergeseran panjang gelombang pergeseran batokromik, Δ vis-maks pada kisaran nilai 1,16-1,94 serta meningkatnya nilai absorbans pada vis-maks efek hiperkromik , ΔA pada kisaran nilai 19,63-117,33. Panjang gelombang vis-maks antosianin buah duwet sebelum reaksi kopigmentasi 516 nm dan setelah reaksi kopigmentasi berubah pada kisaran 522-526 nm. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan ekstrak polifenol rosemary memberikan nilai pergeseran vis-maks dan peningkatan nilai absorbans pada vis-maks paling tinggi karena ekstrak polifenol rosemary mengandung utamanya asam rosmarinat yang bersifat larut dalam air. Penggunaan asam sinapat, asam kafeat, dan asam ferulat sebagai agensia peningkat warna memiliki keterbatasan karena karakteristik kelarutannya yang rendah dalam media air dengan pH asam. Terjadinya peningkatan intensitas warna antosianin melalui reaksi kopigmentasi dijelaskan oleh Castañeda-Ovando et al. 2009, kopigmentasi dapat meningkatkan sistem elektron - dari antosianin sehingga dapat menyebabkan meningkatnya intensitas absorbsi efek hiperkromik dan panjang gelombang pergeseran batokromik. Reaksi kopigmentasi intermolekular antara antosianin buah duwet dengan asam asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary juga dimungkinkan menghasilkan pembentukan kompleks antosianin-kopigmen melalui mekanisme transfer muatan charge- transfer atau interaksi elektron - sehingga terjadi penyusunan saling tumpang tindih overlapping di antara kedua molekul. Interaksi yang terjadi dapat meningkatkan jumlah kromofor sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan intensitas warna ΔA. Selain itu, reaksi kopigmentasi intermolekular pada antosianin buah duwet dengan kopigmen asam sinamat dan ekstrak polifenol rosemary juga dapat menyebabkan meningkatnya panjang gelombang atau terjadi pergeseran panjang gelombang yang lebih tinggi. Pembentuknan kompleks - pada antosianin memberikan perpanjangan konjugasi pada struktur antosianin karena adanya tambahan struktur dari kopigmen. Interaksi intermolekular antara kopigmen asam sinapat, asam kafeat, dan ekstrak polifenol rosemary dengan antosianin buah duwet juga dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet pada perlakuan pencahayaan dan penyimpanan, sedangkan pada perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C tidak dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin buah duwet. Ketidakstabilan kompleks antosianin-kopigmen selama pemanasan suhu 80 dan 98 o C dapat dijelaskan bahwa energi panas dapat merusak ikatan kompleks antosianin-kopigmen karena interaksi antosianin dengan kopigmen pada kopigmentasi intermolekular merupakan ikatan yang lemah secara hidrofobik Eiro dan Heinonen 2002 sehingga menghasilkan senyawa yang tidak berwarna dan memberikan kehilangan warna. Stabilitas warna antosianin buah duwet yang dikopigmentasi dengan asam sinapat, asam kafeat dan ekstrak polifenol rosemary dapat ditingkatkan selama perlakuan pencahayaan dan penyimpanan. Stabilitas warna dapat ditingkatkan karena pembentukan kompleks antosianin- kopigmen penyusunan molekul kopigmen pada planar polarizable dari antosianin dapat memproteksi kation flavilium dari serangan nukleofilik air pada posisi C-2 kation flavilium, seperti yang dijelaskan oleh Mazza Brouillard 1987; Castañeda-Ovando et al. 2009, sehingga pembentukan senyawa karbinol dan kalkon yang tidak berwarna dapat dicegah. Sifat antioksidatif dari antosianin buah duwet juga dikarakterisasi untuk mendapatkan informasi fungsi tambahan yang berhubungan dengan kesehatan sehingga pewarna dari antosianin buah duwet dapat dikategorikan sebagai pewarna alami fungsional. Antosianin buah duwet dapat dikembangkan sebagai pewarna alami untuk pangan yang sekaligus memiliki aktivitas antioksidan. Pewarna berbasis antosianin yang dikembangkan dari buah duwet dapat berupa ekstrak atau isolat antosianin. Ekstrak mengandung utamanya senyawa polifenol jenis antosianin sebesar ~83, sisanya berasal dari senyawa polifenol non-antosianin. Isolat antosianin buah duwet hanya mengandung 5 jenis antosianin delfinidin-3,5- diglukosida, petunidin-3,5-diglukosida, malvidin-3,5-diglukosida, sianidin-3,5- diglukosida, dan peonidin-3,5-diglukosida. Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet menunjukkan aktivitas scavenging terhadap radikal DPPH dan SORspesies okesigen reaktif radikal hidroksilOH • dan anion superoksidaO 2 • serta penghambatan terhadap oksidasi lipoprotein LDL. Kontribusi utama aktivitas antioksidan berasal dari senyawa antosianin. Isolat antosianin duwet menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak antosianin duwet dan ekstrak kubis merah, serta memiliki aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan sampel standar kuersetin, katekin dan asam askorbat. Ekstrak kulit duwet memiliki aktivitas antioksidan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak kubis merah, ekstrak kubis merah telah digunakan secara komersial untuk pewarna pangan. Ekstrak antosianin buah duwet yang memiliki aktivitas antioksidan selanjutnya diaplikasikan pada minuman model bufer sitrat, pH 3 sebagai pewarna. Minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular juga memiliki aktivitas antioksidan. Penambahan asam sinapat, asam kafeat, asam ferulat, dan ekstrak polifenol rosemary untuk membentuk reaksi kopigmentasi intermolekular dapat meningkatkan kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan minuman, namun tidak memberikan efek sinergisme pada aktivitas antioksidan. Kopigmentasi intermolekular dengan ekstrak polifenol rosemary memberikan peningkatan aktivitas antioksidan yang paling tinggi. Reaksi kopigmentasi intermolekular yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas dan stabilitas warna antosianin buah duwet, juga sekaligus dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Buah duwet mengandung senyawa polifenol utama yaitu antosianin, sehingga kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidan berasal dari antosianin. Delfinidin-3,5-diglukosida, petunidin-3,5-diglukosida, sianidin-3,5-diglukosida terkandung dalam buah duwet sebesar ~73 memberikan kontribusi aktivitas antioksidan yang lebih kuat, dibandingkan peonidin-3,5-diglukosida dan malvidin- 3,5-diglukosida yang memberikan kontribusi sebesar ~27. Adanya gugus gula yang berikatan pada antosianin buah duwet dapat menurunkan aktivitas antioksidan. Antosianin buah duwet memiliki kemampuan menangkap scavenging radikal bebas DPPH, hidroksil, superoksida, dan radikal lipid dengan mendonorkan elektron atau atom hirogen, mengkelasi logam Cu 2+ yang berperan dalam oksidasi lipid, serta inhibisi enzim xantin oksidase yang berperan dalam pembentukan radikal anion superoksida. Antosianin yang banyak terkandung dalam kulit buah duwet memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pewarna alami untuk pangan. Karakteristik stabilitas warna yang cukup tinggi dari antosianin buah duwet dibandingkan dengan antosianin dari pewarna komersial enosianin, memungkinkan antosianin buah duwet digunakan sebagai pewarna pada produk pangan. Pewarna yang dibuat dari antosianin buah duwet dapat digunakan untuk mewarnai produk pangan agar terlihat lebih menarik sehingga produk lebih disukai konsumen. Selain sebagai pewarna, antosianin buah duwet juga dapat memberikan fungsi tambahan lain yaitu sebagai antioksidan. Jadi penggunaan pewarna antosianin buah duwet pada produk pangan dapat memberikan dua fungsi sekaligus yaitu sebagai pewarna yang dapat memberikan warna merah pada produk pangan dan sebagai antioksidan yang dapat memberikan manfaat untuk kesehatan. Adanya tambahan fungsi antosianin sebagai antioksidan maka pewarna antosianin buah duwet dapat dikategorikan sebagai pewarna pangan fungsional. Pewarna antosianin buah duwet juga dapat dikategorikan dalam GRAS generally recognized as safe karena berasal dari buah-buahan sehingga nantinya lebih mudah untuk dikomersialkan. Untuk tujuan komersial serta memudahkan aplikasi pewarna pada produk pangan maka dapat dibuat sediaan pewarna dalam bentuk bubuk dan larutan konsentrat yang mengandung antosianin buah duwet. Sediaan pewarna bentuk bubuk dan larutan konsentrat merupakan bentuk sediaan pewarna yang umum dijumpai dipasaran. Pewarna bubuk dibuat dengan mengekstraksi antosianin buah duwet kemudian ekstrak dikeringkan menggunakan pengering semprot. Ekstraksi antosianin umumnya dilakukan menggunakan pelarut etanol pelarut food grade atau air. Ekstraksi juga dapat dilakukan dengan cara pengepresan, tanpa penggunaan pelarut organik. Pewarna bentuk bubuk memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan pewarna bentuk konsentrat. Pewarna bentuk bubuk paling banyak digunakan dalam industri pangan karena memiliki daya simpan yang lama. Penyimpanan pewarna bentuk konsentrat biasanya disimpan pada suhu refrigerasi atau beku untuk memperlambat kerusakan antosianin. Penggunaan pewarna antosianin buah duwet pada produk pangan terdapat keterbatasan. Antosianin buah duwet memiliki intensitas warna yang rendah. Untuk mendapatkan warna merah dengan intensitas tinggi maka dibutuhkan antosianin dalam jumlah yang banyak. Untuk menghindari pemakaian antosianin buah duwet dalam jumlah banyak maka digunakan agensia peningkat warna color enhancer yaitu ekstrak polifenol rosemary. Ekstrak polifenol rosemary memiliki karakteristik larut dalam air dan digunakan secara komersial. Untuk pengaplikasian pewarna antosianin buah duwet pada produk pangan dapat disertai dengan penambahan ekstrak polifenol rosemary untuk meningkatkan warna antosianin buah duwet. Selain meningkatkan warna, penambahan ekstrak polifenol rosemary juga dapat memperbaiki stabilitas warna antosianin buah duwet serta meningkatkan aktivitas antioksidan. Pewarna antosianin buah duwet, bentuk sediaan bubuk atau konsentrat, dapat diaplikasikan pada pangan berbasis air. Umumnya antosianin banyak diaplikasikan pada bahan pangan berbasis asam agar dapat memberikan warna merah yang stabil. Pewarna antosianin buah duwet dapat diaplikasikan pada produk-produk berbasis asam seperti minuman ringan, minuman karbonasi, minuman bentuk bubuk, selai, permen hard candy, permen jelly soft candy, yoghurt. Beberapa produk pangan yang dijumpai di supermarket Indonesia telah menggunakan pewarna alami antosianin seperti yoghurt, permen, jus buah, sirup. Untuk menjaga warna antosianin buah duwet tetap stabil maka perlu dipertimbangkan pemilihan kondisi proses pengolahan dan penyimpanan yang tepat. Penambahan pewarna antosianin pada produk pangan juga disarankan setelah produk diolah sehingga pewarna antosianin tidak mengalami serangkaian proses pengolahan yang banyak melibatkan proses pemanasan. Penyimpanan produk pangan yang diberi warna antosianin buah duwet disarankan pada suhu refrigerasi yang dapat mempertahankan warna antosianin buah duwet lebih lama. Penyimpanan produk pada suhu kamar dapat mempercepat kerusakan antosianin buah duwet. Produk juga sebaiknya dikemas dalam kemasan bukan transparan sehingga cahaya tidak dapat menembus kemasan. Cahaya dapat mempercepat kerusakan antosianin buah duwet. Prospek lain penggunaan buah duwet terutama untuk pemanfaatan senyawa aktif antosianin yaitu untuk pangan fungsional dan produk nutraseutikal. Buah duwet dapat dibuat minuman jus segar dengan kandungan antosianin tinggi. Selain itu, kulit buah duwet dapat dikeringkan kemudian dibuat produk seperti teh. Produk pangan ini dapat diklaim sebagai pangan yang menyehatkan pangan fungsional karena adanya kandungan senyawa polifenol antosianin. Antosianin dapat juga diekstraksi dari bagian kulit buah kemudian ekstrak antosianin dibuat produk nutraseutikal dengan manfaat kesehatan sebagai antioksidan, pencegah penyakit diabetes, menurunkan kolesterol, pencegah aterosklerosis. Produk nutraseutikal dari antosianin buah duwet dapat disajikan dalam bentuk konsentrat, tablet, kapsul, atau serbuk. Selama ini buah duwet dipandang sebagai buah yang bernilai rendah dan tidak banyak dimanfaatkan. Pada musim kemarau, buah duwet melimpah dan tidak banyak dimanfaatkan. Buah duwet hanya dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan bijinya digunakan untuk pengobatan penyakit diabetes. Potensi antosianin yang terkandung dalam buah duwet belum banyak dieksplorasi. Antosianin buah duwet belum banyak dimanfaatkan meskipun sudah banyak diteliti manfaat antosianin untuk kesehatan. Pemanfaatan senyawa antosianin buah duwet untuk penggunaan sebagai pewarna alami, pangan fungsional ataupun nutraseutikal dengan keunggulan kandungan antosianin akan dapat meningkatkan nilai guna dan ekonomis buah duwet sehingga buah duwet menjadi lebih diminati oleh masyarakat.

8. SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN Kandungan total antosianin monomerik dari kulit buah duwet 731 mg 100 g, bb ~4,5 kali lebih banyak dibandingkan pada buah utuh yang segar 161 mg100 g, bb. Komposisi antosianin utama mayor dalam buah duwet terdiri dari delfinidin-3,5-diglukosida 41, petunidin-3,5-diglukosida 28, dan malvidin-3,5-diglukosida 26, serta antosianin minor terdiri dari sianidin-3,5- diglukosida 4 dan peonidin-3,5-diglukosida 1. Antosianin buah duwet dapat dikembangkan sebagai pewarna untuk pangan yang dapat memberikan warna merah pada sistem pangan yang memiliki nilai pH 3-4. Antosianin buah duwet memiliki karakteristik relatif tidak stabil selama perlakuan pemanasan suhu 80 dan 98 o C, pencahayaan dengan lampu fluoresens putih, serta penyimpanan pada suhu refrigerasi dan ruang. Kondisi terbaik untuk antosianin buah duwet, yaitu tanpa pemanasan, penyimpanan pada suhu refrigerasi, dan tanpa adanya pencahayaan dapat mempertahankan warna antosianin buah duwet lebih lama. Antosianin buah duwet memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan pewarna antosianin komersial enosianin selama pemanasan, pencahayaan, dan penyimpanan serta memiliki karakteristik stabilitas yang hampir sama dengan antosianin kubis merah selama pencahayaan dan penyimpanan. Penambahan ekstrak polifenol rosemary dalam minuman model yang mengandung antosianin buah duwet dapat meningkatkan intensitas warna antosianin kopigmentasi intermolekular. Kopigmentasi antosianin buah duwet dengan ekstrak polifenol rosemary dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin selama perlakuan pencahayaan dengan lampu fluoresens putih serta penyimpanan suhu refrigerasi dan ruang dan tidak dapat meningkatkan stabilitas warna antosianin selama proses pemanasan suhu 80 dan 98 o C. Ekstrak dan isolat antosianin buah duwet, yang dapat digunakan sebagai pewarna, menunjukkan aktivitas antioksidan terutama kemampuannya terhadap scavenging radikal DPPH dan spesies oksigen reaktifSOR serta kemampuan dalam menghambat oksidasi lipoprotein LDL. Senyawa antosianin pada buah duwet merupakan kontributor utama terhadap aktivitas antioksidan. Minuman model yang diberi warna antosianin buah duwet baik tanpa kopigmentasi dan terkopigmentasi intermolekular menunjukkan aktivitas antioksidan. Perlakuan kopigmentasi intermolekular pada antosianin buah duwet dapat meningkatkan aktivitas antioksidan minuman. Tidak ada efek sinergisme antara antosianin buah duwet dengan kopigmen terhadap aktivitas antioksidan. Antosianin yang banyak terkandung dalam kulit buah duwet dapat dikembangkan sebagai pewarna alami untuk pangan yang sekaligus memiliki aktivitas antioksidan pewarna pangan fungsional. Pewarna berbasis antosianin buah duwet dapat digunakan untuk mewarnai produk pangan berbasis asam untuk memberikan warna merah. Untuk memperoleh warna merah yang kuat, lebih stabil, serta aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dapat digunakan ekstrak polifenol rosemary sebagai kopigmen kopigmentasi intermolekular. SARAN  Stabilitas warna antosianin buah duwet yang rendah selama pemanasan pada suhu tinggi 80-98 o C dapat diperbaiki melalui reaksi kopigmentasi intramolekular untuk menghasilkan struktur antosianin buah duwet terasilasi.  Untuk tujuan komersialisasi serta memudahkan aplikasi antosianin buah duwet pada produk pangan dilakukan kajian teknologi pembuatan sediaan pewarna berbasis antosianin buah duwet serta kajian ekonomi.  Aplikasi antosianin buah duwet pada produk pangan sebaiknya dilakukan setelah produk diolah dan produk disimpan pada suhu refrigerasi dan tanpa pencahayaan dapat mempertahankan warna antosianin buah duwet lebih lama.  Pengujian minuman yang diberi warna antosianin buah duwet pada hewan percobaan untuk mengetahui efek antioksidan dari antosianin secara in vivo.  Pengembangan produk-produk pangan fungsional dan nutraseutikal berbasis antosianin buah duwet dengan manfaat kesehatan sebagai antioksidan, pencegah penyakit diabetes, menurunkan kolesterol, dan pencegah aterosklerosis.