TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis

4

II. TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis

Domba lokal Indonesia termasuk dalam kelas Mammalia, subfamili Caprinae, genus Ovis dan spesies Ovis aries Subandriyo, 2003. Domba yang umum diternakkan di dunia saat ini awalnya berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke wilayah barat seperti Mediterania, Eropa dan Afrika. Sebagian lagi ke arah timur yaitu ke daerah subkontinen India dan Asia Tenggara Devendra dan McLeroy, 1982. Ternak domba yang berkembang saat ini berasal dari tiga spesies, yaitu domba Argali Ovis ammon dari Asia Tengah, domba Urial Ovis vignie dari Asia dan domba Muffon Ovis musimon dari sebagian Asia dan Eropa Devendra, 1993. Hiendleder et al. 2002 menyatakan, paling tidak ada tujuh spesies domba di dunia, yaitu Ovis ammon, Ovis aries, Ovis canadensis, Ovis dalli, Ovis musimon, Ovis nivicola, dan Ovis orientalis. Tiga spesies diantaranya belum didomestikasi yaitu Ovis canadensis, Ovis nivicola dan Ovis dalli Maijala, 1997. Ryder 1984 menyatakan domestikasi domba telah dilakukan lebih dari 10.000 tahun yang lalu dan telah menghasilkan peningkatan ukuran badan dan penurunan ukuran tanduk, serta perubahan dari berbulu rontok mengikuti musim hairy moulting fleece hingga didapatkan domba berbulu wool putih. Peningkatan kualitas pada ternak domba melalui perbaikan genetik telah dilakukan lebih dari 50 tahun melalui aplikasi genetika kuantitatif dalam pemuliaan Crawford, 1995. Dwiyanto 1982 mengelompokkan domba di Indonesia berdasarkan lebar pangkal ekornya, yaitu : 1. Domba ekor gemuk, memiliki ukuran lebar pangkal ekor lebih dari 9 cm. 2. Domba ekor sedang, memiliki ukuran lebar pangkal ekor antara 5-8 cm. 3. Domba ekor tipis DET, memiliki ukuran lebar pangkal ekor kurang dari 4 cm. DET banyak di temukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kelompok domba ini termasuk domba kecil dengan bobot badan jantan dewasa antara 20-50 kg dan bobot betina dewasa antara 23-46 kg Dwiyanto, 1982. Pada bagian ekor 5 domba ini tidak tampak adanya deposit lemak. Domba ini memiliki warna dominan wool putih dan terdapat belang hitam kecoklatan di sekeliling mata dan hidung, bahkan kadang-kadang di seluruh tubuh. Telinga berukuran sedang dengan wool yang kasar. Jantan memiliki tanduk yang melengkung sedangkan betina tidak memiliki tanduk Mason, 1980. Tabel 1. Performa fenotipik DET Indonesia Kriteria Performa Fenotipik Sumber Pustaka Tipe Domba kecil Subandriyo 2003 Bobot lahir Jantan : 1,8 kg Tiesnamurti et al. 1985 Betina : 1,7 kg Bobot dewasa Jantan : 20-50 kg Dwiyanto 1982 Betina : 23-46 kg Kualitas wool Kasar, nilai ekonomi rendah Subandriyo 2003 Telinga Bervariasi : pendek, sedang, normal Subandriyo 2003 Laju pertumbuhan 20-40 ghari, pemeliharaan tradisional Chaniago et al. 1982 Umur dewasa 6-12 bulan Sitorus et al. 1995 Jumlah anak per kelahiran 1,8 kelahiran pertama 2,2 setelah kelahiran pertama Bradford dan Inounu 1996 Setiadi et al. 1995 Bobot potong 2-3 th 45-50 kg Bradford dan Inounu 1996 Persentase karkas 35-37 Subandriyo 2003 Pola Pertumbuhan Ternak Pada pengamatan pertumbuhan ternak, tiga jaringan utama yang diamati sebagai acuan adalah tulang, otot dan lemak. Tulang dan otot kerangka berasal dari mesoderm. Tulang berasal dari sklerotome somit, sedangkan otot kerangka merupakan perkembangan dari myotome somit. Kerangka memiliki fungsi sebagai dasar bentuk tubuh frame, dengan demikian kerangka tumbuh lebih awal namun memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat jika dibandingkan dengan otot maupun lemak. Pertumbuhan dan perkembangan otot terjadi baik pada fase prenatal maupun postnatal. Menurut Scanes 2003, proses myogenesis prenatal dimulai 6 dari determinasi mesodermal stem cell menjadi myoblast yang mengalami proliferasi dan diferensiasi fusi menjadi myotubes, kemudian mengalami proses maturasi myofibrillogenesis menjadi serabut otot. Proses myogenesis postnatal lebih dipengaruhi oleh ekspresi dari DNA dengan cara akresi melalui sel satelit sehingga terbentuk RNA yang menjadi cetakan untuk sintesa protein myofibril Bocard, 1981. Otot tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan lemak pada awal pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh Tulloh 1978. Pertumbuhan otot akan menurun ketika ternak mencapai dewasa tubuh, namun lemak tetap tumbuh, sehingga, perlemakan pada ternak akan cenderung meningkat setelah ternak mencapai dewasa tubuh Lister, 1980. Tulang merupakan bingkai tubuh frame yang laju pertumbuhannya cenderung lambat dan akan mengalami fase stasioner ketika ternak mencapai dewasa tubuh Schimidt-Nielsen, 1984. Ternak pada fase dewasa tubuh memiliki proporsi lemak hanya sepertiga bagian dari daging pada ternak hidup, namun begitu mencapai fase pertumbuhan akhir maka proporsi lemak dan daging dalam karkas hampir sama. Dengan demikian maka ternak yang berumur melebihi umur dewasa tubuh lebih dari 2 tahun akan cenderung meningkat deposit lemak dalam tubuhnya Lawrence, 2002. Gen Calpastatin Komponen gen memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan ternak. Proses myogenesis postnatal diatur oleh gen dengan akresi melalui sel satelit, sehingga dapat terjadinya mutasi genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan komposisi tubuh Albrecht et al., 2006. Menurut Casas et al. 2004, miostatin adalah protein yang mengatur regulasi pertumbuhan otot. Ketika terjadi mutasi pada miostatin, maka gen yang mengatur pertumbuhan mengalami perubahan sehingga proses pertumbuhan menjadi sangat pesat. Pada kondisi alami, mutasi mostatin ini menghasilkan sapi double muscle pada bangsa sapi Belgian Blue. Menurut Swatland 1973 karakteristik double muscle adalah memiliki serat otot yang lebih banyak dan lebih besar, persentase serat otot putih lebih besar, lemak karkas lebih rendah, jaringan ikat pada otot mengalami dilusi, resiko distokia tinggi. Selain miostatin, enzim lain yang berpengaruh dalam mengatur 7 pertumbuhan adalah enzim calpastatin. Enzim ini sangat berpengaruh terhadap keempukan daging Koohmaraie et al., 1995. Menurut Camou et al. 2007, calpain dan calpastatin termasuk dalam calpain system. Calpain system merupakan protein dalam bentuk enzim yang berkontribusi dalam proses keempukan daging secara proteolitik pasca penyembelihan. Calpain system memiliki tiga anggota protein yaitu -calpain, m-calpain dan calpastatin CAST. Calpain merupakan sebuah enzim proteolytic terkait dengan ion kalsium Ca 2+ , dan terdiri dari dua bentuk, yaitu μ-calpain, merupakan calpain yang memerlukan ion Ca 2+ dalam konsentrasi rendah dan m-calpain yang merupakan calpain yang memerlukan ion Ca 2+ dalam konsentrasi tinggi. Calpain berfungsi untuk mendegradasi protein sel-sel otot myofibril di dalam jaringan otot Goll et al., 1992. Killefer dan Koohmaraie 1993 menyatakan bahwa aktivitas calpain dalam jaringan otot postmortem dapat menyebabkan struktur protein sel otot menjadi lemah, sehingga kualitas daging yang menjadi lebih empuk. Selain μ- calpain dan m-calpain, dalam sistem calpain juga terdapat calpastatin CAST. CAST ini merupakan inhibitor spesifik terhadap fungsi μ-calpain dan m-calpain. Morgan et al. 1993 melaporkan bahwa ketika aktivitas degradasi protein pada jaringan otot hewan hidup menurun, maka aktivitas CAST meningkat. Palmer et al. 1998 melaporkan bahwa terdapat keragaman gen CAST pada domba Dorset. Hasil pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi MspI dan NcoI menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. Enzim restriksi MspI menghasilkan produk 336 dan 286 pasang basa pb sedangkan dengan NcoI menghasilkan potongan produk 374 dan 248 pb. Gen calpastatin pada domba terletak di kromosom nomor 5 Hediger et al. 1991. Gen calpastatin CAST-1 terletak diantara dua penciri apit mikrosatelit MCM527 dan BMS1247 pada posisi lokus 5q15 – q21 antara 96,057-96,136 Mb. Hasil analisis Quantitative Traits Loci QTL menunjukkan bahwa gen CAST-1 berkaitan erat dengan sifat pertumbuhan pada domba silang balik antara domba ekor tipis dengan domba Merino Margawati et al., 2009. Beberapa penelitian serupa juga telah dilakukan pada ternak sapi. Lonergan et al. 1995 menemukan keragaman DNA gen bovine calpastatin pada lokus BamHI dan EcoRI. Chung et al. 1999 menemukan keragaman gen calpastatin dengan metode PCR-SSCP. Primer yang didesain dari 8 domain I cDNA bovine calpastatin nomor akses GenBank : L14450, berhasil mengamplifikasi lokus CAST-1 sepanjang 500 pb dan menghasilkan dua alel, yaitu alel A dan B. Keragaman gen CAST-1 tersebut terkait erat dengan sifat pertumbuhan sapi Angus jantan. Sapi Angus dengan genotipe BB mempunyai bobot badan lebih tinggi dari pada sapi dengan genotipe AB dan AA. Hubungan Antara Calpain System dengan Pertumbuhan Proses pertumbuhan hewan ternak pada tingkat sel dapat didefinisikan sebagai hyperplasia yaitu pertambahan jumlah sel melalui proses mitosis, dan hypertrophy yaitu bertambahnya ukuran atau volume sel-sel otot. Menurut Chung et al. 1999, kejadian hypertrophy ini berkaitan erat dengan sintesis enzim calpain dan calpastatin. Aktivitas CAST-1 yang tinggi dapat ditemukan pada domba yang mempunyai fenotipe callipyge. Kejadian hypertrophy ini disebabkan oleh kandungan DNA mikrosatelit otot yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kapasitas sintesis protein otot. Kejadian hypertrophy terjadi setelah hewan dilahirkan agar tidak menyebabkan kesulitan sewaktu melahirkan dystocia. Hypertrophy pada domba callipyge juga disebabkan oleh menurunnya degradasi protein otot sebagai akibat meningkatnya aktivitas calpastatin Koohmaraie et al., 1995. Hasil analisis Quantitative Traits Loci QTL menunjukkan bahwa gen berasosiasi kuat dengan sifat pertumbuhan pada domba silang balik antara domba ekor tipis dengan domba Merino Margawati et al., 2009. Gen CAST-1 memiliki 3 variasi genetik yaitu MM untuk homozigot CAST-1 normal, NN untuk homozigot CAST-1 yang mengalami mutasi dan MN untuk heterozigot Koohmaraie et al., 1995. Sumantri et al. 2008 melaporkan adanya hubungan yang kuat antara gen CAST-1 dengan bobot badan pada domba lokal, individu yang mempunyai genotipe MN mempunyai bobot badan lebih besar dibandingkan individu yang mempunyai genotipe NN. Lebih lanjut Sumantri et al. 2008 melaporkan meskipun frekuensi alel M dalam populasi berkisar 0,16-0,29, tetapi individu dengan genotipe MM tidak ditemukan pada domba lokal yang diamati. Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh proses seleksi negatif, domba domba berbobot badan besar kemungkinan besar dengan genotipe MM banyak dipotong. 9 Karkas dan Komponennya Karkas dombakambing menurut SNI 01-3925-1995 1995, adalah bagian tubuh kambingdomba sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakang, setelah dikuliti, dikeluarkan isi perut, tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin kambingdomba jantan atau ambing kambingdomba betina yang telah melahirkan dipisahkan denganatau tanpa ekor. Kepala dipotong diantara os occipitale dengan os atlas. Kaki depan dipotong diantara ossa carpi dan ossa metacarpi, sedangkan kaki belakang dipotong diantara ossa tarsi dan ossa metatarsi. Jika diperlukan untuk memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas ossa vertebrae caudales terikut pada karkas. Dalam standar ini karkas kambingdomba digolongkan ke dalam 3 mutu yaitu mutu I, II dan III seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Standar mutu karkas dombakambing No. Karakteristik Syarat Mutu Mutu I Mutu II Mutu III 1 Penampakan Agak lembab Agak kering Kering 2 Tekstur Lembut dan kompak Agak keras dan kurang kompak Keras dan tidak kompak 3 Warna Merah khas daging dan homogen Merah khas daging dan agak homogen Merah khas daging dan heterogen 4 Lemak panggul Tebal Agak tipis Tipis 5 Umur Mudadewasa Mudadewasa Mudadewasa 6 Salmonella Negatif Negatif Negatif 7 E. coli Negatif Negatif Negatif 8 Bau Spesifik Spesifik Spesifik Herman 1993 menyatakan bahwa persentase karkas domba ekor gemuk lebih banyak dibandingkan pada domba Priangan dengan bobot hidup yang sama. Menurut Subandriyo 2003, domba yang kurus dan kondisinya buruk, memiliki persentase karkas kurang dari 40, sedangkan domba yang kondisinya gemuk persentase karkas dapat melebihi 60. Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot, tulang dan lemak Berg dan Butterfield, 1976. Tulang sebagai 10 kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang lebih awal, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir adalah jaringan lemak Soeparno, 2005. Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk dan domba lokal yang diberi konsentrat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk dan domba lokal yang diberi konsentrat. No. Komponen Domba lokal dengan pakan konsentrat Domba Priangan Domba Ekor Gemuk ---------------------------------------------------------- 1 Persentase Karkas 39,10 47,37 48,74 2 Persentase Daging 62,30 30,81 29,55 3 Persentase Lemak 5,42 7,21 7,01 4 Persentase Tulang 24,00 8,69 8,44 Sumber : Chaniago et al., 1982, Herman, 1993. Potongan Komersial Karkas Menurut Kempster et al. 1982, karkas domba dibagi menjadi dua bagian besar yaitu foresaddle bagian depan dan hindsaddle bagian belakang. Forsaddle meliputi neck leher, shank kaki depan, rack punggung dan breast dada, sedangkan hindsadle bagian belakang meliputi leg paha belakang, loin pinggang dan flank bagian perut. Kempster et al. 1982 menjelaskan, pada karkas domba, leg memiliki persentase 34,47, loin 7, rib 9, shoulder 26, shank 5, breast 10, flank 2, serta ginjal dan lemak ginjal 2. Herman 1993 menyatakan bahwa pada potongan karkas utama, domba Priangan memiliki bobot shoulder yang lebih berat serta leg yang lebih ringan dengan persentase otot yang lebih tinggi dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan domba ekor gemuk pada bobot yang sama. Kempster et al. 1982 menyatakan bahwa pada domba jantan, otot pada bagian shoulder, leg, loin dan breast mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan potongan bagian tubuh lainnya. 11

III. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian