Hasil analisis karakter jumlah cabang tidak adanya interaksi antara perlakuan benih dengan perlakuan dosis. Hasil uji lanjut dengan DMRT,
perlakuan benih tidak berbeda nyata dengan perlakuan benih dengan radikula. Perlakuan dosis 25 tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan dosis 50, 75 dan 100 Gy. Perlakukan dosis iradiasi 25 Gy diharapkan menghasilkan mutan yang tidak banyak berubah pada sifat morfologi
dari varietas asalnya. Pada tanaman lada, semakin banyak jumlah daun dan jumlah cabang diharapkan menghasilkan jumlah bunga tinggi dan produksi buah
yang dihasilkan juga tinggi, karena malaibunga lada muncul pada setiap ketiak daun pada setiap cabang.
Respon tanaman pada setiap dosis berbeda terhadap adanya cekaman iradiasi sinar gamma. Pada dosis 100 Gy muncul daun variegata. Abnormalitas
tersebut merupakan respon terhadap gangguan proses fisiologis akibat cekaman yang ditimbulkan oleh radiasi sinar gamma. Menurut Soeranto 2003
abnormalitas pada populasi yang diradiasi menunjukkan terjadinya perubahan besar pada tingkat genom, kromosom dan DNA sehingga proses fisiologis di
dalam sel dikendalikan secara genetik menjadi tidak normal. Menurut Harahap 2005 perubahan pada daun akibat iradiasi diduga karena peningkatan jumlah
klorofil akibat cekaman iradiasi. 3.3.3 Karakter Morfologi Kualitatif
Warna daun yang diamati dengan menggunakan Colour Chart RHS 2007 menunjukkan pada daun tua pada kontrol dan tanaman yang telah diiradiasi
didominasi oleh warna Green Group 144. Pada daun muda didominasi dengan kelompok Yellow Green Group 144, sedangkan warna batang didominasi oleh
kelompok warna Yellow Green Group 139. Bentuk daun pada mutan bervariasi dari bentuk jantung, bulat telur sampai bulat telur elips, sedangkan kontrol
umumnya bulat telur lanset.
Gambar 3.6 Bentuk tepi daun lada 1 lurus dan 2 bergelombang. Bentuk daun 1 Bulat telur, 2 Bulat telur elips, 3 Bulat telur lanset, 5
Menjantung
Gambar 3.7 Bentuk pangkal daun lada 1. Bulat, 2. Menjantung 3. Runcing Bentuk daun terdiri dari bulat telur, bulat telur elips, bulat telur lanset, elip-
lanset, menjantung. Tepi daun lada terdiri dari lurus dan bergelombang,
Kontrol
Mutan Mutan
Mutan Kontrol
Mutan
Mutan Mutan
Kontrol
sedangkan pangkal daun terdiri dari membulat, menjantung, runcing, dan bercelah IPGRI 1995. Varietas lada Ciinten memiliki bentuk daun bulat telur Bermawie
et al. 2015. Iradiasi dengan dosis 25 dan 50 Gy menghasilkan bentuk daun bulat telur yang lebih besar, bentuk pangkal daun menjantung 50 lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Persentase tepi daun lurus lebih tinggi dibandingkan bergelombang yaitu 73 pada dosis 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy fase benih
dengan radikula. Iradiasi meningkatkan keragaman terlihat dari perubahan proporsi bentuk daun, pangkal dan tepi daun dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 3.4 Persentase bentuk daun, bentuk dasar daun, pinggir daun lada hasil iradiasi sinar gamma
Dosis Bentuk daun lada
Bentuk pangkal daun lada
Pinggir daun lada
1 2
3 4
5 1
2 3
4 1
2 39
28 23
9 35
64 2
65 35
25 40
23 25
12 36
64 64
36
50 38
23 31
8 25
73 2
73 27
75 44
19 29
7 26
74 88
12 100
21 40
15 24
45 55
81 19
39 28
23 9
35 64
2 65
35 25
48 18
32 3
54 44
2 77
23
Keterangan: Bentuk daun lada terdiri dari 1 Bulat telur, 2 Bulat telur elips, 3 Bulat telur lanset, 5 Menjantung; Pangkal daun lada terdiri dari 1
Bulat, 2 Menjantung, 3 Runcing, 4 Bercelah; Bentuk tepi daun
lada 1 lurus dan 2 bergelombang
3.3.4 Karakter Anatomi Stomata
Stomata dan jaringan sklerenkim tersebar pada lapisan epidermis daun lada. Stomata adalah celah dalam epidermis yang diapit oleh dua sel epidermis
khusus yang disebut dengan sel penutup. Tebal epidermis atas dan epidermis bawah untuk sebagian besar tanaman hampir sama. Jaringan epidermis
merupakan jaringan yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya serta berfungsi sebagai lapisan untuk pertukaran gas dari dan keluar tubuh tanaman
melalui lubang stomata.
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah stomata dan kerapatan stomata fase benih pada dosis 25, 50 dan 75 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol,
tetapi berbeda nyata dengan dosis 100 Gy. Pada fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol. Indeks stomata fase benih pada
dosis 50 Gy berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan dosis lainnya, sedangkan fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan
kontrol Tabel 3.4. Iradiasi berpengaruh terhadap penurunan fisiologis lada sehingga daun lada memiliki stomata yang lebih sedikit pada dosis 100 Gy.
Kerapatan stomata yang tinggi, ini memungkinkan pertukaran gas atau penyerapan CO
2
yang tinggi sehingga laju fotosintesis menjadi lebih tinggi.
Dengan laju yang lebih tinggi, fotosintat sebagai hasil proses fotosintesis akan lebih tinggi sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman.
Gambar 3.8 Stomata lada yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma pada fase benih a Kontrol, b 25 Gy, c 50 Gy, d 75 Gy, e 100 Gy
Tabel 3.5 Pengaruh iradiasi tanaman terhadap jumlah, kerapatan, indeks stomata pada lada varietas Ciinten umur 8 BST
Fase Dosis
Jumlah stomata
Kerapatan stomata
mm Indeks
stomata
Benih
8.2ab 9.32ab
0.05b 25
9.1a 10.03a
0.05b 50
8.6a 9.79a
0.10a
75 8.8a
9.97a 0.05b
100 7.1b
8.05b 0.05b
KK 7.3
7.37 0.01
Benih dengan radikula
8.2a 9.32a
0.05a
25 7.9a
9.05a 0.05a
KK 11.7
11.76 0.01
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk setiap fase tidak berbeda nyata berdasarkan uji jara
k berganda Duncan pada α 0.05.
Pada penelitian tanaman manggis, pengamatan indeks stomata pada irisan paradermal menunjukkan bahwa pada perlakuan iradiasi sinar gamma, indeks
stomata memiliki nilai lebih kecil dibandingkan tanaman tanpa iradiasi kontrol, begitu juga kerapatan stomata terkecil didapat pada tanaman hasil iradiasi 25 Gy
dengan pemotongan biji menjadi dua sama besar Widiastuti et al. 2010. Pada pisang Cv. Ampyang hasil iradiasi sinar gamma memiliki densitas stomata
jumlah stomata per mm
2
terendah terdapat pada tanaman yang berasal dari hasil a
b
e d
c
iradiasi 25 Gy yaitu sebesar 115.88 stomata per mm
2
dan pada tanaman kedelai hasil iradiasi sinar gamma memiliki jumlah stomata menurun dan berbeda nyata
dengan kontrol Celik et al. 2014.
3.4 Simpulan
Radiosensitivitas lada pada fase benih dan fase benih dengan radikula berbeda. Radiosensitivitas pada fase benih dengan radikula lebih tinggi
dibandingkan fase benih yang ditunjukkan oleh nilai LD
50
Lethal of Dose 50 pada fase benih lada nilai LD
20
= 25 Gy dan LD
50
= 68.2 Gy, sedangkan pada fase benih dengan radikula nilai LD
20
= 13 Gy dan LD
50
= 30 Gy. Semakin tinggi dosis iradiasi diberikan pada fase benih dan fase benih dengan radikula maka
pertumbuhan tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan jumlah ruas semakin terhambat. Iradiasi juga berpengaruh terhadap variasi bentuk daun, warna daun,
kerapatan stomata dan indeks stomata. Dosis iradiasi 25 dan 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy pada fase benih dengan radikula nyata meningkatkan keragaman
genetik berdasarkan karakter morfologi kuantitatif, morfologi kualitatif dan anatomi.
4 KERAGAMAN GENETIK MUTAN PUTATIF LADA Piper nigrum L.
VARIETAS CIINTEN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN PENANDA SSR
Abstrak
Jarak genetik dan hubungan kekerabatan antar lada hasil iradiasi perlu diketahui untuk membantu pemulia tanaman dalam seleksi dan menghasilkan
varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan kekerabatan antar genotipe dalam lada hasil iradiasi sinar gamma
berdasarkan penanda morfologi dan SSR. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balittro, Laboratorium Molekuler Pemuliaan Tanaman, Balittro dan BB Biogen.
Penelitian dimulai pada bulan September 2015 - April 2016. Bahan tanaman yang digunakan adalah 28 individu lada hasil iradiasi sinar gamma akan digunakan
pada penelitian ini. Karakter yang akan diamati dalam penanda morfologi adalah tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas dan jumlah
cabang. Pada penanda SSR akan diamati adalah pita yang dihasilkan. Amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR menggunakan sembilan primer. Hasil analisis
kekerabatan pada sifat morfologi menunjukkan tingkat kesamaan 18.15. Terdapat keragaman atau perubahan beberapa karakter daun mutan terhadap tetua.
Perubahan tersebut terdapat pada bentuk daun, bentuk pangkal daun dan tepi daun. Hasil visualisasi dengan PAGE didapatkan lima primer yang menghasilkan
pita polimorfis yaitu primer Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Hasil keragaman berdasarkan penanda SSR memiliki tingkat kesamaan 63.
Kata kunci: lada, penanda SSR, keragaman, DNA
Abstract
Genetic distance and phylogenetic relationship among irradiated black pepper individual genotypes will help plant breeders in selecting potential
mutants as superior varieties. This study aimed to analyze and evaluate individual genotypes diversity from gamma irradiated treatments by morpholigical and SSR
marker. The research was conducted in the greenhouse, Laboratory of Molecular Plant Breeding, Balittro and BB Biogen from September 2015 to April 2016.
Plant material used were 28 individual genotypes resulted from gamma irradiated treatments. Observations were made on morphological characters namely plant
height, leaf length, leaf width, leaf number, number of segments and number of branch. For molecular markers, SSR banding patterns would observed. DNA was
isolated using the CTAB method followed by testing the purity and quantity of DNA. DNA were amplified using nine primer by PCR. Genetic similarity based on
morphological characters were 18.15. There were variation or changes in the character of mutant leaves. The variation were on leaf shape, leaf base and leaf
margin. PAGE visualization resulted five primers which were polymorphic namely Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Genetic similarity among the 28
individual genotypes based on SSR marker were 63.
Keywords: Black pepper, SSR markers, diversity, DNA
4.1 Pendahuluan
Keragaman genetik suatu populasi atau sifat sifat tertentu tanaman dapat diamati secara morfologi, biokimia maupun molekuler. Pada tanaman tahunan
penanda morfologi kurang menguntungkan karena karakter yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi fase vegetatif sedikit dan waktu yang dibutuhkan hingga
tanaman dewasa cukup lama, selain itu karakter tertentu dipengaruhi oleh lingkungan Hadiati Sukmadjaja 2002, namun penanda morfologi dapat
diamati secara langsung karena mudah dilihat, sehingga akan digunakan pada penelitian ini. Penggunaan alat ukur dalam pendugaan hubungan kekerabatan
sering ditentukan secara subyektif, maka pengukuran secara molekuler akan menghasilkan suatu standar untuk membandingkan kekerabatan yang berbeda dari
pengukuran berdasarkan morfologi Sneath Sokal 1973.
Tanaman menyimpan genetiknya di dalam genom inti dan organel, yaitu kloroplas dan mitokondria. Beberapa mekanisme seperti delesi, inversi,
translokasi, dan transposisi yang dapat terjadi secara alami maupun diinduksi, dapat menyebabkan terjadinya penggantian atau perubahan basa nukleotida pada
sekuen DNA. Marka DNA langsung berinteraksi dengan sistem genetik lebih mencerminkan keadaan genom yang sesungguhnya Putri 2010.
Teknik molekuler telah memberikan peluang untuk mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik suatu kultivar tanaman serta mampu dalam
mendeteksi gen dan sifat ‐sifat tertentu, evaluasi keragaman dan evolusi pada
tingkat genetik, perbaikan sifat tanaman seringkali terhambat oleh kendala masa juvenil yang panjang 5
‐8 tahun sehingga diperlukan waktu lama untuk mengetahui
keberhasilan persilangan
seperti pada
tanaman mangga,
mempersingkat proses uji lapang yang memerlukan waktu yang cukup lama dan kebanyakan karakter yang nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi
lingkungan Jianhua et al. 1996, dapat meningkatkan ketepatan proses seleksi serta meningkatkan efisiensi waktu seleksi Jianhua et al. 1996; Maftuchah 2005.
Salah satu penanda molekuler yang telah banyak dimanfaatkan dalam studi genetik adalah mikrosatelit SSR Simple Sequence Repeat. SSR adalah
sekuen DNA yang berulang, dimana satu motif mengandung satu sampai enam pasang basa yang diulang secara tandem dalam sejumlah waktu Navascues
Emerson 2005, tingkat polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, dan diwariskan mengikuti hukum mendel Powell et al. 1996; Hancock 1999. Pada
urutan DNA yang mengapit ini bisa dirancang primer spesifik sehingga mikrosatelit bisa diamplifikasi menggunakan PCR Treuren 2000. Adanya variasi
lima jumlah pengulangan dari sekuens mikrosatelit menyebabkan mikrosatelit bersifat sangat polimorfik sehingga penanda mikrosatelit sesuai digunakan dalam
mempelajari keragaman genetik suatu populasi dan parental analysis Maftuchah 2005. Rata-rata kecepatan mutasi mikrosatelit berkisar dari 10
-6
sampai 10
-2
kejadian per lokus per generasi, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata mutasi pada gen yang mengkodekan loci Li et al. 2002.
Mutasi menghasilkan perubahan dalam jumlah unit ulangan dan diamati sebagai variasi panjang mikrosatelit. Ada dua mekanisme yang dapat
menerangkan tingginya kecepatan mutasi mikrosatelit. Pertama, rekombinasi diantara kromosom DNA homolog melalui unequal crossing over UCO atau
dengan konversi gen yang menghasilkan ketidaksempurnaan susunan dan
menyebabkan adanya peningkatan ulangan dalam mikrosatelit. Kedua, slippage strand mispairing SSM yang terjadi selama replikasi DNA Oliveire et al. 2007;
Ellegren 2004; Schlotterer Tautz 1992. Peristiwa ini dimulai dengan slipnya DNA polimerase selama replikasi yang menyebabkan template dan untai DNA
yang baru menjadi tidak sejajar sementara waktu, ketika replikasi dilanjutkan, untaian DNA harus disejajarkan kembali dan mutasi akan dihasilkan jika
penjajaran ini tidak sempurna. Hilang atau majunya ulangan mikrosatelit dapat keluar dari loops DNA ganda Schloetterer Tautz 1992; Eisen 1999.
Cawla 2012 menyatakan bahwa teknik AFLP dan ISSR membutuhkan biaya yang besar. Penanda AFLP lebih rumit dalam pengerjaannya serta jumlah
DNA yang dibutuhkan lebih banyak, sedangkan dengan marka mikrostelitSSR memiliki keunggulan antara lain lebih mudah membedakan polimorfisme nya
tinggi, menggunakan dua primer yaitu forward dan reverse, lebih mudah pengerjaannya dan biaya lebih rendah, oleh sebab itu marka SSR digunakan untuk
menganalisis keragaman genetik mutan lada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan kekerabatan antar individu lada hasil
iradiasi sinar gamma berdasarkan penanda morfologi dan SSR.
4.2 Bahan dan Metode 4.2.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan dilakukan mulai bulan Juni 2014 sampai dengan Juni 2015. Observasi sifat morfologi dilakukan di Rumah kaca, Balittro. Analisis molekuler
dilakukan di laboratorium Molekuler Balittro dan BB Biogen.
4.2.2 Bahan dan Alat
Iradiasi sinar gamma menghasilkan 144 tanaman yang telah diiradiasi, tetapi terpilih 27 individu mutan putatif yang memiliki morfologi seperti tinggi
tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas hampir sama dengan varietas asalnya. Bahan tanam yang digunakan untuk analisis karakter
morfologi dan penanda SSR yaitu daun tanaman lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma sebanyak 27 individu dan satu varietas Ciinten sebagai
kontrol Tabel 4.1. Bahan kimia untuk analisis molekuler yaitu mekraptoetanol, PVPP polyvinyl polypyrrolidone, CTAB, akuades steril, CIAA Chloroform
isoamyl alcohol, alkohol absolut, isopropanol, etanol 70, natrium asetat, agarose, air bebas ion, parafilm, buffer TAE, loading dye, primer SSR.
Peralatan yang digunakan untuk analisis karakter morfologi yaitu penggaris, pensil, jangka sorong, cawan petri, kamera. Peralatan untuk analisis
SSR berupa mesin PCR Polymerase Chain Reaction Eppendorf, BIORAD elektroforesis, UV transluminator, Griffin Student waterbath, HIMAC sentrifuge
CR15T, freezer Sanyo, neraca analitik Sartorius AC2115T 4 desimal, Oven Memmert, Vortex thermolyne maxi mix II type 37600 mixer, stirrer thermolyne
naova II, pH meter Thermo Orion 420A+, pipet mikro eppendorf Axygen ukuran
0.5 l, 20 l, 100 l, 1000 l, pipet mohr 1 ml, 5ml, 10 ml, tabung eppendorf, pipet tetes, Erlenmeyer, gelas piala, spatula, gunting, scapel, mortar dan
microtube 1.5 ml dan 2 ml.