a 8.9 a Simpulan Peningkatan Keragaman Genetik Lada (Piper Nigrum L.) Varietas Ciinten Melalui Iradiasi Sinar Gamma Dan Seleksi Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (Bpb)

Hasil analisis karakter jumlah cabang tidak adanya interaksi antara perlakuan benih dengan perlakuan dosis. Hasil uji lanjut dengan DMRT, perlakuan benih tidak berbeda nyata dengan perlakuan benih dengan radikula. Perlakuan dosis 25 tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan dosis 50, 75 dan 100 Gy. Perlakukan dosis iradiasi 25 Gy diharapkan menghasilkan mutan yang tidak banyak berubah pada sifat morfologi dari varietas asalnya. Pada tanaman lada, semakin banyak jumlah daun dan jumlah cabang diharapkan menghasilkan jumlah bunga tinggi dan produksi buah yang dihasilkan juga tinggi, karena malaibunga lada muncul pada setiap ketiak daun pada setiap cabang. Respon tanaman pada setiap dosis berbeda terhadap adanya cekaman iradiasi sinar gamma. Pada dosis 100 Gy muncul daun variegata. Abnormalitas tersebut merupakan respon terhadap gangguan proses fisiologis akibat cekaman yang ditimbulkan oleh radiasi sinar gamma. Menurut Soeranto 2003 abnormalitas pada populasi yang diradiasi menunjukkan terjadinya perubahan besar pada tingkat genom, kromosom dan DNA sehingga proses fisiologis di dalam sel dikendalikan secara genetik menjadi tidak normal. Menurut Harahap 2005 perubahan pada daun akibat iradiasi diduga karena peningkatan jumlah klorofil akibat cekaman iradiasi. 3.3.3 Karakter Morfologi Kualitatif Warna daun yang diamati dengan menggunakan Colour Chart RHS 2007 menunjukkan pada daun tua pada kontrol dan tanaman yang telah diiradiasi didominasi oleh warna Green Group 144. Pada daun muda didominasi dengan kelompok Yellow Green Group 144, sedangkan warna batang didominasi oleh kelompok warna Yellow Green Group 139. Bentuk daun pada mutan bervariasi dari bentuk jantung, bulat telur sampai bulat telur elips, sedangkan kontrol umumnya bulat telur lanset. Gambar 3.6 Bentuk tepi daun lada 1 lurus dan 2 bergelombang. Bentuk daun 1 Bulat telur, 2 Bulat telur elips, 3 Bulat telur lanset, 5 Menjantung Gambar 3.7 Bentuk pangkal daun lada 1. Bulat, 2. Menjantung 3. Runcing Bentuk daun terdiri dari bulat telur, bulat telur elips, bulat telur lanset, elip- lanset, menjantung. Tepi daun lada terdiri dari lurus dan bergelombang, Kontrol Mutan Mutan Mutan Kontrol Mutan Mutan Mutan Kontrol sedangkan pangkal daun terdiri dari membulat, menjantung, runcing, dan bercelah IPGRI 1995. Varietas lada Ciinten memiliki bentuk daun bulat telur Bermawie et al. 2015. Iradiasi dengan dosis 25 dan 50 Gy menghasilkan bentuk daun bulat telur yang lebih besar, bentuk pangkal daun menjantung 50 lebih tinggi dibandingkan kontrol. Persentase tepi daun lurus lebih tinggi dibandingkan bergelombang yaitu 73 pada dosis 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy fase benih dengan radikula. Iradiasi meningkatkan keragaman terlihat dari perubahan proporsi bentuk daun, pangkal dan tepi daun dibandingkan dengan kontrol. Tabel 3.4 Persentase bentuk daun, bentuk dasar daun, pinggir daun lada hasil iradiasi sinar gamma Dosis Bentuk daun lada Bentuk pangkal daun lada Pinggir daun lada 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 39 28 23 9 35 64 2 65 35 25 40 23 25 12 36 64 64 36 50 38 23 31 8 25 73 2 73 27 75 44 19 29 7 26 74 88 12 100 21 40 15 24 45 55 81 19 39 28 23 9 35 64 2 65 35 25 48 18 32 3 54 44 2 77 23 Keterangan: Bentuk daun lada terdiri dari 1 Bulat telur, 2 Bulat telur elips, 3 Bulat telur lanset, 5 Menjantung; Pangkal daun lada terdiri dari 1 Bulat, 2 Menjantung, 3 Runcing, 4 Bercelah; Bentuk tepi daun lada 1 lurus dan 2 bergelombang

3.3.4 Karakter Anatomi Stomata

Stomata dan jaringan sklerenkim tersebar pada lapisan epidermis daun lada. Stomata adalah celah dalam epidermis yang diapit oleh dua sel epidermis khusus yang disebut dengan sel penutup. Tebal epidermis atas dan epidermis bawah untuk sebagian besar tanaman hampir sama. Jaringan epidermis merupakan jaringan yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya serta berfungsi sebagai lapisan untuk pertukaran gas dari dan keluar tubuh tanaman melalui lubang stomata. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah stomata dan kerapatan stomata fase benih pada dosis 25, 50 dan 75 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi berbeda nyata dengan dosis 100 Gy. Pada fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol. Indeks stomata fase benih pada dosis 50 Gy berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan dosis lainnya, sedangkan fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol Tabel 3.4. Iradiasi berpengaruh terhadap penurunan fisiologis lada sehingga daun lada memiliki stomata yang lebih sedikit pada dosis 100 Gy. Kerapatan stomata yang tinggi, ini memungkinkan pertukaran gas atau penyerapan CO 2 yang tinggi sehingga laju fotosintesis menjadi lebih tinggi. Dengan laju yang lebih tinggi, fotosintat sebagai hasil proses fotosintesis akan lebih tinggi sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman. Gambar 3.8 Stomata lada yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma pada fase benih a Kontrol, b 25 Gy, c 50 Gy, d 75 Gy, e 100 Gy Tabel 3.5 Pengaruh iradiasi tanaman terhadap jumlah, kerapatan, indeks stomata pada lada varietas Ciinten umur 8 BST Fase Dosis Jumlah stomata Kerapatan stomata mm Indeks stomata Benih 8.2ab 9.32ab 0.05b 25 9.1a 10.03a 0.05b 50 8.6a 9.79a 0.10a 75 8.8a 9.97a 0.05b 100 7.1b 8.05b 0.05b KK 7.3 7.37 0.01 Benih dengan radikula 8.2a 9.32a 0.05a 25 7.9a 9.05a 0.05a KK 11.7 11.76 0.01 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk setiap fase tidak berbeda nyata berdasarkan uji jara k berganda Duncan pada α 0.05. Pada penelitian tanaman manggis, pengamatan indeks stomata pada irisan paradermal menunjukkan bahwa pada perlakuan iradiasi sinar gamma, indeks stomata memiliki nilai lebih kecil dibandingkan tanaman tanpa iradiasi kontrol, begitu juga kerapatan stomata terkecil didapat pada tanaman hasil iradiasi 25 Gy dengan pemotongan biji menjadi dua sama besar Widiastuti et al. 2010. Pada pisang Cv. Ampyang hasil iradiasi sinar gamma memiliki densitas stomata jumlah stomata per mm 2 terendah terdapat pada tanaman yang berasal dari hasil a b e d c iradiasi 25 Gy yaitu sebesar 115.88 stomata per mm 2 dan pada tanaman kedelai hasil iradiasi sinar gamma memiliki jumlah stomata menurun dan berbeda nyata dengan kontrol Celik et al. 2014.

3.4 Simpulan

Radiosensitivitas lada pada fase benih dan fase benih dengan radikula berbeda. Radiosensitivitas pada fase benih dengan radikula lebih tinggi dibandingkan fase benih yang ditunjukkan oleh nilai LD 50 Lethal of Dose 50 pada fase benih lada nilai LD 20 = 25 Gy dan LD 50 = 68.2 Gy, sedangkan pada fase benih dengan radikula nilai LD 20 = 13 Gy dan LD 50 = 30 Gy. Semakin tinggi dosis iradiasi diberikan pada fase benih dan fase benih dengan radikula maka pertumbuhan tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan jumlah ruas semakin terhambat. Iradiasi juga berpengaruh terhadap variasi bentuk daun, warna daun, kerapatan stomata dan indeks stomata. Dosis iradiasi 25 dan 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy pada fase benih dengan radikula nyata meningkatkan keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi kuantitatif, morfologi kualitatif dan anatomi. 4 KERAGAMAN GENETIK MUTAN PUTATIF LADA Piper nigrum L. VARIETAS CIINTEN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN PENANDA SSR Abstrak Jarak genetik dan hubungan kekerabatan antar lada hasil iradiasi perlu diketahui untuk membantu pemulia tanaman dalam seleksi dan menghasilkan varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan kekerabatan antar genotipe dalam lada hasil iradiasi sinar gamma berdasarkan penanda morfologi dan SSR. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balittro, Laboratorium Molekuler Pemuliaan Tanaman, Balittro dan BB Biogen. Penelitian dimulai pada bulan September 2015 - April 2016. Bahan tanaman yang digunakan adalah 28 individu lada hasil iradiasi sinar gamma akan digunakan pada penelitian ini. Karakter yang akan diamati dalam penanda morfologi adalah tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas dan jumlah cabang. Pada penanda SSR akan diamati adalah pita yang dihasilkan. Amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR menggunakan sembilan primer. Hasil analisis kekerabatan pada sifat morfologi menunjukkan tingkat kesamaan 18.15. Terdapat keragaman atau perubahan beberapa karakter daun mutan terhadap tetua. Perubahan tersebut terdapat pada bentuk daun, bentuk pangkal daun dan tepi daun. Hasil visualisasi dengan PAGE didapatkan lima primer yang menghasilkan pita polimorfis yaitu primer Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Hasil keragaman berdasarkan penanda SSR memiliki tingkat kesamaan 63. Kata kunci: lada, penanda SSR, keragaman, DNA Abstract Genetic distance and phylogenetic relationship among irradiated black pepper individual genotypes will help plant breeders in selecting potential mutants as superior varieties. This study aimed to analyze and evaluate individual genotypes diversity from gamma irradiated treatments by morpholigical and SSR marker. The research was conducted in the greenhouse, Laboratory of Molecular Plant Breeding, Balittro and BB Biogen from September 2015 to April 2016. Plant material used were 28 individual genotypes resulted from gamma irradiated treatments. Observations were made on morphological characters namely plant height, leaf length, leaf width, leaf number, number of segments and number of branch. For molecular markers, SSR banding patterns would observed. DNA was isolated using the CTAB method followed by testing the purity and quantity of DNA. DNA were amplified using nine primer by PCR. Genetic similarity based on morphological characters were 18.15. There were variation or changes in the character of mutant leaves. The variation were on leaf shape, leaf base and leaf margin. PAGE visualization resulted five primers which were polymorphic namely Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Genetic similarity among the 28 individual genotypes based on SSR marker were 63. Keywords: Black pepper, SSR markers, diversity, DNA

4.1 Pendahuluan

Keragaman genetik suatu populasi atau sifat sifat tertentu tanaman dapat diamati secara morfologi, biokimia maupun molekuler. Pada tanaman tahunan penanda morfologi kurang menguntungkan karena karakter yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi fase vegetatif sedikit dan waktu yang dibutuhkan hingga tanaman dewasa cukup lama, selain itu karakter tertentu dipengaruhi oleh lingkungan Hadiati Sukmadjaja 2002, namun penanda morfologi dapat diamati secara langsung karena mudah dilihat, sehingga akan digunakan pada penelitian ini. Penggunaan alat ukur dalam pendugaan hubungan kekerabatan sering ditentukan secara subyektif, maka pengukuran secara molekuler akan menghasilkan suatu standar untuk membandingkan kekerabatan yang berbeda dari pengukuran berdasarkan morfologi Sneath Sokal 1973. Tanaman menyimpan genetiknya di dalam genom inti dan organel, yaitu kloroplas dan mitokondria. Beberapa mekanisme seperti delesi, inversi, translokasi, dan transposisi yang dapat terjadi secara alami maupun diinduksi, dapat menyebabkan terjadinya penggantian atau perubahan basa nukleotida pada sekuen DNA. Marka DNA langsung berinteraksi dengan sistem genetik lebih mencerminkan keadaan genom yang sesungguhnya Putri 2010. Teknik molekuler telah memberikan peluang untuk mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik suatu kultivar tanaman serta mampu dalam mendeteksi gen dan sifat ‐sifat tertentu, evaluasi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik, perbaikan sifat tanaman seringkali terhambat oleh kendala masa juvenil yang panjang 5 ‐8 tahun sehingga diperlukan waktu lama untuk mengetahui keberhasilan persilangan seperti pada tanaman mangga, mempersingkat proses uji lapang yang memerlukan waktu yang cukup lama dan kebanyakan karakter yang nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan Jianhua et al. 1996, dapat meningkatkan ketepatan proses seleksi serta meningkatkan efisiensi waktu seleksi Jianhua et al. 1996; Maftuchah 2005. Salah satu penanda molekuler yang telah banyak dimanfaatkan dalam studi genetik adalah mikrosatelit SSR Simple Sequence Repeat. SSR adalah sekuen DNA yang berulang, dimana satu motif mengandung satu sampai enam pasang basa yang diulang secara tandem dalam sejumlah waktu Navascues Emerson 2005, tingkat polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, dan diwariskan mengikuti hukum mendel Powell et al. 1996; Hancock 1999. Pada urutan DNA yang mengapit ini bisa dirancang primer spesifik sehingga mikrosatelit bisa diamplifikasi menggunakan PCR Treuren 2000. Adanya variasi lima jumlah pengulangan dari sekuens mikrosatelit menyebabkan mikrosatelit bersifat sangat polimorfik sehingga penanda mikrosatelit sesuai digunakan dalam mempelajari keragaman genetik suatu populasi dan parental analysis Maftuchah 2005. Rata-rata kecepatan mutasi mikrosatelit berkisar dari 10 -6 sampai 10 -2 kejadian per lokus per generasi, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata mutasi pada gen yang mengkodekan loci Li et al. 2002. Mutasi menghasilkan perubahan dalam jumlah unit ulangan dan diamati sebagai variasi panjang mikrosatelit. Ada dua mekanisme yang dapat menerangkan tingginya kecepatan mutasi mikrosatelit. Pertama, rekombinasi diantara kromosom DNA homolog melalui unequal crossing over UCO atau dengan konversi gen yang menghasilkan ketidaksempurnaan susunan dan menyebabkan adanya peningkatan ulangan dalam mikrosatelit. Kedua, slippage strand mispairing SSM yang terjadi selama replikasi DNA Oliveire et al. 2007; Ellegren 2004; Schlotterer Tautz 1992. Peristiwa ini dimulai dengan slipnya DNA polimerase selama replikasi yang menyebabkan template dan untai DNA yang baru menjadi tidak sejajar sementara waktu, ketika replikasi dilanjutkan, untaian DNA harus disejajarkan kembali dan mutasi akan dihasilkan jika penjajaran ini tidak sempurna. Hilang atau majunya ulangan mikrosatelit dapat keluar dari loops DNA ganda Schloetterer Tautz 1992; Eisen 1999. Cawla 2012 menyatakan bahwa teknik AFLP dan ISSR membutuhkan biaya yang besar. Penanda AFLP lebih rumit dalam pengerjaannya serta jumlah DNA yang dibutuhkan lebih banyak, sedangkan dengan marka mikrostelitSSR memiliki keunggulan antara lain lebih mudah membedakan polimorfisme nya tinggi, menggunakan dua primer yaitu forward dan reverse, lebih mudah pengerjaannya dan biaya lebih rendah, oleh sebab itu marka SSR digunakan untuk menganalisis keragaman genetik mutan lada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan kekerabatan antar individu lada hasil iradiasi sinar gamma berdasarkan penanda morfologi dan SSR. 4.2 Bahan dan Metode 4.2.1 Tempat dan Waktu Kegiatan dilakukan mulai bulan Juni 2014 sampai dengan Juni 2015. Observasi sifat morfologi dilakukan di Rumah kaca, Balittro. Analisis molekuler dilakukan di laboratorium Molekuler Balittro dan BB Biogen.

4.2.2 Bahan dan Alat

Iradiasi sinar gamma menghasilkan 144 tanaman yang telah diiradiasi, tetapi terpilih 27 individu mutan putatif yang memiliki morfologi seperti tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas hampir sama dengan varietas asalnya. Bahan tanam yang digunakan untuk analisis karakter morfologi dan penanda SSR yaitu daun tanaman lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma sebanyak 27 individu dan satu varietas Ciinten sebagai kontrol Tabel 4.1. Bahan kimia untuk analisis molekuler yaitu mekraptoetanol, PVPP polyvinyl polypyrrolidone, CTAB, akuades steril, CIAA Chloroform isoamyl alcohol, alkohol absolut, isopropanol, etanol 70, natrium asetat, agarose, air bebas ion, parafilm, buffer TAE, loading dye, primer SSR. Peralatan yang digunakan untuk analisis karakter morfologi yaitu penggaris, pensil, jangka sorong, cawan petri, kamera. Peralatan untuk analisis SSR berupa mesin PCR Polymerase Chain Reaction Eppendorf, BIORAD elektroforesis, UV transluminator, Griffin Student waterbath, HIMAC sentrifuge CR15T, freezer Sanyo, neraca analitik Sartorius AC2115T 4 desimal, Oven Memmert, Vortex thermolyne maxi mix II type 37600 mixer, stirrer thermolyne naova II, pH meter Thermo Orion 420A+, pipet mikro eppendorf Axygen ukuran 0.5 l, 20 l, 100 l, 1000 l, pipet mohr 1 ml, 5ml, 10 ml, tabung eppendorf, pipet tetes, Erlenmeyer, gelas piala, spatula, gunting, scapel, mortar dan microtube 1.5 ml dan 2 ml.