Marka Genetik Peningkatan Keragaman Genetik Lada (Piper Nigrum L.) Varietas Ciinten Melalui Iradiasi Sinar Gamma Dan Seleksi Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (Bpb)

penanda jenis ini adalah pengamatannya mudah dan langsung dapat dilihat dengan mata, tetapi memiliki kelemahan karena dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman dan lingkungan. Jumlah marka morfologi sangat terbatas sehingga kadang sulit membedakan antar genotipe yang diamati, secara morfologi kelihatan sama tetapi sebenarnya berbeda akibat adanya interaksi intra dan inter gen. Marka biokimia, seperti isozim merupakan marka yang sangat efektif, pewarisannya bersifat kodominan, sehingga dapat membedakan individu yang homosigot dan heterosigot McDonald McDermont 1993 dan dapat dapat diaplikasikan dengan mudah dan murah Bermawie Pool 1991; Mondini et al. 2009. Marka isozim dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik populasi maupun mengidentifikasi perbedaan genetik antar aksesi Crawford 1990, tetapi marka isozim jumlahnya terbatas, ekspresinya dipengaruhi oleh lingkungan dan tahap perkembangan tanaman McDonald McDermont 1993; Mangolin et al. 1997; Garkava et al. 2000 serta tingkat polimorfisme yang relatif rendah. Marka molekuler sering kali dikenal sebagai sidik jari DNA karena mengacu pada pita polimorfisme berupa fargmen DNA. Keunggulan utama penanda molekuler adalah i keakuratan yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan yang mempengaruhi ekspresi gen, ii dapat diuji pada semua tingkat perkembangan tanaman, iii pada pengujian ketahanan hama dan penyakit tidak tergantung pada organisme pengganggu tersebut, iv seleksi pada tingkat genotipe ini dapat mempercepat proses seleksi dan hemat pada pengujian selanjutnya di lapangan Kasim et al. 2002. Marka molekuler DNA yang ideal memiliki kriteria sebagai berikut: a memiliki tingkat polimorfisme yang sedang sampai tinggi, b terdistribusi merata diseluruh genom, c memberikan resolusi perbedaan genetik yang cukup, d pewarisan bersifat kodominan dapat membedakan kondisi homozigot dan heterozigot dalam organisme diploid, e berprilaku netral, f secara teknik sederhana, cepat dan murah, g butuh sedikit jaringan dan DNA sampel, h berkaitan erat dengan fenotipe, i tidak memerlukan informasi tentang genom organisme, dan j data mudah dipertukarkan antar laboratorium Mondini et al. 2009; Agarwal et al. 2008; Weising et al. 2005. Marka molekuler DNA tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, penanda DNA tanpa PCR non-PCR based techniques seperti RFLP, dan penanda DNA berdasarkan PCR yang meliputi RAPD, AFLP, SSR, CAPS, SCAR, SSCP dan DNA Barkoding Zulfahmi 2013. Pemulia menggunakan marka DNA untuk identifikasi keragaman plasma nutfah, identifikasi genotipe, galur, kultivar dan varietas untuk melihat kemurnian benih, memecahkan ketidakpastian tetua, penelusuran tetua dan juga untuk melindungi varietas tanaman yang dikembangkan melalui identifikasi individu. 2.6.1 Marka SSR Marka Simple Sequens Repeat SSR atau microsatelit merupakan sekuens DNA yang bermotif pendek dan berulang secara tandem. Pengulangan berulang dua, tiga, empat dan lima unit nukleotida yang tersebar di sepanjang genom eukariot Powel et al. 1996. Variasi jumlah pengulangan suatu batasan lokus di antara genotipe yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknik PCR Hamada et al. 1982. Teknik PCR pada SSR hanya menggunakan DNA dalam jumlah kecil dengan daerah amplifikasi yang kecil, sekitar 100-300 bp basepair dari genom. SSR memiliki kelebihan yang dapat diandalkan, dapat diulang dan biaya yang kompetitif apabila dibandingkan dengan marka yang lain Singh et al. 2007. Marka SSR dapat diamplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena hanya sedikit saja dalam ekstraksi DNA atau dapat menggunakan bagian tanaman lain, seperti biji dan serbuk sari. Pertimbangan lain adalah marka SSR terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi banyak alel dalam lokus dan sifatnya kodominan dengan lokasi genom yang telah diketahui Zulfahmi 2013. Keunggulan lain dari SSR ini adalah produk PCR dapat langsung difraksinasi menggunakan elektroforesis, baik pada gel akrilamida maupun agarose. Tetapi gel akrilamid memiliki keunggulan karena memiliki ukuran pori yang kecil, sehingga mampu mendetekasi alel yang memiliki tingkat polimorfis rendah dan alel per lokus sekalipun susunan basanya berbeda 2 bp, sedangkan gel agarose membutuhkan kuantitas DNA lebih banyak, dan membutuhkan susunan yang basa lebih besar. Sekuen SSR pendek maka secara efisien dapat diamplifikasi menggunakan PCR dengan sekuen pengapitnya sebagai primer. Panjang primer yang digunakan biasanya berkisar antara 18-25 bp. Tingkat polimorfismenya biasanya tergantung pada variasi jumlah pengulangan unik spesifik dalam lokus mikrosatelit yang berevolusi lebih cepat dibandingkan dengan DNA disekitarnya, sehingga menjadikannya sangat polimorfik Zulfahmi 2013. Variasi jumlah ulangan mikrosatelit dapat dideteksi menggunakan elektroforesis hasil amplifikasi produk DNA pada suatu gel dengan standar sekuen yang memisahkan fragmen dengan perbedaan setara dengan satu nukleotida. Perkembangan yang cepat untuk sejumlah penanda molekuler genetik yang didukung oleh praktek-praktek dalam pemuliaan tanaman menjadikan penanda molekuler lebih efektif dibandingkan dengan fenotipiknya Singh et al. 2007. Kemudahan SSR dalam mengamplifikasi dan mendeteksi fragmen- fragmen DNA serta tingginya tingkat polimorfisme yang dihasilkan menyebabkan metode ini ideal untuk dipakai dalam studi genetik. Salah satu contoh SSR dapat diaplikasikan untuk mempelajari keragaman genetik, identifikasi plasma nutfah dan studi evolusi serta identifikasi kultivar, pengujian progeny serta gene tagging. Powel et al. 1996 mengemukakan bahwa SSR telah dikarakterisasi pada banyak spesies tanaman meliputi jagung, padi, kedelai, tomat, barley dan brassica. Tingkat polimorfis yang tinggi terlihat pada kelapa sawit, dengan amplifikasi berdasarkan PCR.

2.7 Hama dan Penyakit pada Lada

2.7.1 Hama

Penggerek batang Lophobaris piperis merupakan salah satu hama utama lada yang yang paling merugikan karena dapat menyebabkan tanaman yang terserang mati. Penggerek batang tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman lada di Indonesia. Serangga betina meletakkan telur di dalam jaringan tanaman lada, telur menetas menjadi larva yang hidup dan merusak batang atau cabang sehingga menyebabkan gejala layu dan mati sebagian. Serangga dewasa menyerang bagian tanaman seperti pucuk, bunga dan buah sehingga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi. Serangan pada tingkat serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Berbagai stadium penggerek batang selalu ditemukan pada saat yang sama berupa telur, larva, pupa atau imago. Pada awal musim hujan biasanya ditemukan telur dan larva muda. Pertengahan musim hujan ditemukan pupa dan imago, sedangkan pada akhir musim hujan ditemukan telur dan larva dan pada musim kemarau, semua stadium jumlahnya sangat rendah Deciyanto Suprapto 1996. Hama penghisap bunga Diconocoris hewetti atau nyamuk lada enduk- enduk kapal terbang fui kichong Bangka. Stadia nimfa maupun dewasa merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan menyebabkan tandan rusak, salah bentuk dan buah yang terbentuk hanya sedikit. Serangan berat dapat menyebabkan seluruh bunga rusak, tangkai bunga menjadi hitam dan gugur sebelum waktunya. Hama ini juga memakan buah muda. Perkembangan D. hewetti dipengaruhi oleh varietas lada. Secara umum D. hewetti lebih berpotensi sebagai hama pada lada varietas Lampung Daun Lebar LDL dibandingkan dengan Chunuk Hal ini ditunjukkan oleh masa perkembangan pradewasa yang lebih singkat 13 hari, keperidian yang lebih banyak 24.5 butir, serta laju pertambahan intrinsik yang lebih tinggi 0.0827 pada varietas LDL dibandingkan dengan varietas Chunuk Laba 2005. Hama penghisap buah Dasynus piperis kepik kepinding walang sangit semunyung Bangka bilahu Belitung, Kalimantan. Stadia nimfa maupun serangga dewasa menghisap cairan buah, menyebabkan buah menjadi hampa kosong, kering busuk kemudian gugur. Serangan pada buah muda umur 4-5 bulan menyebabkan butiran buah gugur sebelum tua, sehingga tandan banyak yang ksosng. Serangan pada buah tua umur 6-9 bulan menyebabkan buah kering Serangga dewasa kurang lebih bisa hidup 3 bulan di lapang IPC 2011. Setiap stadium D. piperis dapat dijumpai secara bersamaan di lapangan dan menyebar pada tajuk tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa serangga selalu dijumpai sepanjang tahun pada tanaman lada. Namun demikian populasinya bergantung pada musim buah Deciyanto 1991. 2.7.2 Penyakit Penyakit busuk pangka batang BPB yang disebabkan Phytophthora capsici, merupakan penyakit utama pada lada. Di Indonesia, gejala BPB pertama kali dilaporkan pada tahun 1885, dan diidentifikasi disebabkan oleh P. palmivora var. piperis Muller 1937. Phytophthora mudah terbawa air, tanah atau bagian tanaman yang terserang sehingga jamur patogen tersebut kemungkinan terdapat pada daerah pengembangan lada. Phytophthora telah ditemukan hampir di semua pertanaman lada di Indonesia. Populasi Phytophthora memiliki virulensi yang bervariasi terhadap tanaman lada budi daya maupun lada liar Wahyuno et al. 2007b; 2010 sehingga perlu dipertimbangkan dalam mendapatkan varietas lada tahan BPB. Penyakit BPB ini merupakan kendala produksi yang paling ditakutkan petani karena dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu yang singkat. Serangan yang paling membahayakan bila terjadi pada pangkal batang atau akar. Gejala dini sulit diketahui, sedangkan gejala yang nampak seperti kelayuan