didasarkan pada batas administrasi desa Gambar 5. Dengan pertimbangan kondisi pengambilan sampel bersifat homogen, maka teknik pengambilan
responden menggunakan teknik acak sederhana. Tabel 1 Jenis Data dan Parameter yang diukur
No Jenis Data
Parameter AlatMetode
1. Data Fisika
Data Kimia -
Kedalaman m -
Kecepatan arus cmdetik -
Keterlindungan -
Dasar perairan -
Kecerahan -
Suhu
o
C -
Salinitas ppt -
Derajat keasamanpH -
Oksigen terlarut mgl -
Nitrat mgl -
Fosfat mgl -
Batu Duga dan Data Sekunder -
Layang-layang arus drift float, stop watch dan kompas geologi
- Data Sekunder
- Visual
- Secchi Disk
- Termometer
- Salinometer
- pH meter
- Titrasi
- Spektrofotometer Laboratorium
- Spektrofotometer Laboratorium
2. Budidaya rumput
laut -
Jumlah petani rumput laut -
Tenaga kerja -
Jenis bibit rumput laut -
Hasil panen ton dalam bentuk basah dan kering
- Keuntungan Rporang
- Luas lahan budidaya ha
- Harga jual per kg basah
dan kering 3.
Kebutuhan Ruang Ekologis
Ecological Footprint
- Produksi rumput laut ton
- Luas lahan ha
- Jumlah Pembudidaya
kapita -
Permintaan ton 4.
Sosial –
Ekonomi -
Tempat tinggal -
Umur -
Sumber pendapatan -
Pengalaman -
Pengeluaran pembudiaya Kuisioner
Se la t
Sa lab
a n gka
L A U T B A N D A
Pa d a b a le
Ka l e ro a n g Ka m p u h b a u
D o ng k a l a Ko l o n o
Pa d o p a d o
Le m o Po
Bo e t a l is e W a ru w a ru
La k o m b u lo Bu a j a n gk a
Ba k a la Pa k u
Ko b u ru Bu to n
Ja w i ja w i Bu n g i n ke l a
P . P ad op ad o Tg . L a bo
P . B ap a Tg . K e e s a ha
Tg . K a da ng a P . T a di n an g
P . P ad ab al e P . W a ru w ar u
P . K a le ro an g P . K a ra ntu
P . P ak u Tg . L o tor e n de
K A B U P A T E N M O R O W A L I
U
P E T A L O K A S I P E N E L I T I A N
M A SIT A S A R I C 2 5 1 0 5 0 12 1
Pr o g r a m S tu d i Pe n g e l o la a n S u m b er d a y a Pe s is i r d an L a u ta n
Se k o la h P ar c a s a rj a n a In s titu t Pe r ta n ia n B o g o r
B o g o r 20 0 7
Si n g ka t an P : P u la u
T g : T a n ju n g
Su m b e r : 1. P e ta R u p a B u m i I n d o n e s i a , l e m b ar 2 2 1 2- 5 4
K a le ro a n g , B A K O S U R T A N AL , ta h u n 1 9 9 2 2. S u r v ey l a p a n g a n t a h u n 2 0 0 6
G a r is pa n tai J a la n la in
J a la n s e t a p a k B el uk a r
D ar a t S u la w e s i H u t a n
La ut P as i r Ke r a ka l
P em u k im a n Te ga lL a d a n g
S ta s iu n P ar a m e t e r B io fi sik S ta s iu n S o s e k
L e g e n d a Pe t a S k a l a 1 : 80 . 0 0 0
1 1
2 km Pe t a I n d e k s
PR O V . SU L A WE SI T EN G G A R A PR O V . SU L A W E SI T EN G A H
Ke p. Sa l aba ng k 3
°2 3°
2 3
°0 3°
12 2 ° 0 0 12 2 ° 0 0
12 2 ° 2 0 12 2 ° 2 0
P ROV. SUL A WES I T E NGAH PR OV. S ULA WE S I SE L AT AN
PR OV. S UL A WE S I T ENGGA R A
PR OV. S UL A WE S I B AR AT PR OV. GO R ONT
ALO PR OV. S UL A WE S I U TAR A
Ke p. S al ab an gk a LA U T BA N D A
S EL
A T
M AK
A SS
A R
LA U T FL O RE S TE LU K B O N E
LA U T M AL U K U LA U T SU LA W E SI
11 9
11 9 12 0
12 0 12 1
12 1 12 2
12 2 12 3
12 3 12 4
12 4 12 5
12 5 -7
-7 -6
-6 -5
-5 -4
-4 -3
-3 -2
-2 -1
-1 1
2 2
1
12 2 °2 6 0 0
12 2 °2 6 0 0 12 2 °2 3 5 0
12 2 °2 3 5 0 12 2 °2 1 4 0
12 2 °2 1 4 0 12 2 °1 9 3 0
12 2 °1 9 3 0 2°
5 9
2 2
°5 9
2
3 °1
3 3
°1 3
3 °3
4 3
°3 4
3 °5
5 3
°5 5
G U G U S P U L A U S A B A L AN G K A K AB U P A T E N M O R O W AL I
S U L AW E S I TE N G A H
Gambar 5 Lokasi Penelitian Analisis Ruang Ekologis Pemanfaatan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil untuk Budidaya Rumput Laut Gugus Pulau Salabangka, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah
2 4
3.4 Analisis Data
Menurut Wilson dan Anielski 2005, ruang ekologis merupakan dampak yang ditimbulkan dari setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan terhadap keberlanjutan masyarakat dalam
pemanfaatan sumberdaya alam dengan pendekatan ecological footprint. Keberlanjutan dalam konteks ini, berarti untuk mencapai hidup yang memuaskan
tanpa melampaui kapasitas regeneratif suatu lingkungan. Lebih lanjut Wackernagel menggunakan konsep ecological footprint untuk
menghitung tingkat konsumsi terhadap sumberdaya, dan didasarkan pada pemikiran bahwa ketersediaan sumberdaya alam hayati ruang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup manusia, dihasilkan oleh suatu luasan bumi yang produktif secara biologis Ludvianto 2001.
Selanjutnya Adrianto 2006a menyebutkan bahwa pendekatan ecological footprint
merupakan suatu konsep daya dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi populasi, dimana perbedaan kebutuhan area
dengan ketersedian ecological capacity dapat menunjukkan overshoot atau undershoot
terhadap pemanfaatan sumberdaya. Analisis daya dukung ruang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
ecological footprint berdasarkan kebutuhan ruang ekologi untuk pengembangan
rumput laut dimana perhitungan ecological footprint didasarkan tingkat kebutuhan rumput laut terhadap biocapacity yang didasarkan pada ketersediaan ruang yang
secara ekologi mendukung budidaya rumput laut Adrianto 2006a.
3.4.1 Analisis Kebutuhan Ruang Perairan
Analisis kebutuhan ruang ini didasarkan pada tingkat kebutuhan rumput laut untuk menunjukkan area perairan dalam kegiatan budidaya rumput laut yang
digunakan per kapita dari perhitungan terhadap populasi pembudidaya suatu wilayah. Model Haberl’s digunakan sebagai model dasar perhitungan ecological
footprint rumput laut Haberl et al. 2001 in Ditya 2007 , yaitu sebagai berikut :
EqF EF
EF i
Y EX
i Y
IM i
Y DE
EF
i lok
lok i
reg i
lok i
i
∑
= −
+ =
dimana Dimana :
EF
i
: Ecological Footprint rumput laut pulau ke-i Hakapita EF
lok
: Total Ecological Footprint lokal Hakapita DE
i
: Tingkat Konsumsi rumput laut pulau ke-i Tonkapita IM
i
: Produksi rumput laut yang ”di impor” dari pulau lain TonHa EX
i
: Produksi rumput laut yang ”di ekspor” ke pulau lain TonHa Y
lok i
: Produktivitas rumput laut di pulau ke-iTonHa Y
reg i
: Produktivitas di gugus ke-i TonHa EqF
: Equivalence Factor
3.4.2 Analisis Ketersediaan Ruang
Analisis ketersedian ruang biocapacity ini didasarkan pada kesesuaian perairan yang mendukung budidaya rumput laut. Kesesuaian ruang perairan untuk
budidaya rumput laut secara spasial menggunakan konsep evaluasi lahan. Konsep ini didasarkan pada parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang secara
ekologi merupakan prasyarat kelayakan dalam budidaya rumput laut. Untuk itu digunakan teknik Sistem Informasi Geografis SIG, guna melihat luas perairan
yang sesuai untuk budidaya rumput laut di Gugus Pulau Salabangka. Dalam menentukan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut
ditentukan dengan metode skoring dengan mengambil beberapa parameter dan menggunakan teknik tumpang susun overlay bertingkat. Selanjutnya
menentukan tingkat kelayakan dengan memberikan bobot pada setiap parameter yang terukur berdasarkan hasil studi pustaka dan informasi dari para pakar.
Matriks kesesuaian perairan dapat dilihat pada Tabel 2. Bobot terbesar sampai terkecil diberikan berdasarkan besarnya pengaruh parameter terhadap kegiatan
budidaya rumput laut. Nilai skor diperoleh dari hasil perkalian batasan nilai setiap kategori dan
bobot, sehingga nilai skor yang diperoleh merupakan hasil kelayakan lokasi tersebut. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian lahanperairan dibedakan pada tiga
tingkatan FAO 1976 yang diacu oleh Hardjowigeno et.al 2001 dan didefinisikan sebagai berikut :
Kelas S1 : sangat sesuai, yaitu perairan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berat atau hanya mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti minor dan secara nyata tidak akan menurunkan produktivitas
perairan untuk budidaya rumput laut. Nilai scoring untuk kelas S1 sebesar 3.
Kelas S2 : sesuai, yaitu perairan mempunyai faktor pembatas yang agak berat
dan akan mempengaruhi produktivitas perairan untuk kegiatan budidaya rumput laut. Untuk itu, dalam pengelolaannya diperlukan
tambahan masukan input teknologi dan tingkat perlakuan. Nilai scoring
untuk kelas S2 sebesar 2.
Kelas N :
tidak sesuai, yaitu perairan mempunyai faktor pembatas yang sifatnya permanen, sehingga tidak sesuai untuk budidaya rumput
laut. Nilai scoring untuk kelas N sebesar 1. Nilai kesesuaian perairan yang diperoleh berkisar antara 0 – 300.
Selanjutnya kisaran nilai ini di bagi ke dalam 3 kelas, sehingga diperoleh kisaran nilai kesesuaian sebagai berikut :
• Nilai 251 – 300 S1 = sangat sesuai
• Nilai 151 – 250 S2 = sesui
• Nilai 0 – 150
N = tidak sesuai Kategori kelas kesesuaian yang digunakan untuk menghitung biocapacity
meliputi kelas sangat sesuai dan kelas sesuai, dengan menggunakan rumus :
∑
= =
k lok
k k
BC BC
EqF A
BC dimana
Keterangan : A
k
= Luas perairan budidaya rumput laut kategori ke - kHa EqF
= Equivalence Factor
Tabel 2 Matriks Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut
Kategori dan Skor No
Parameter Bobot
S1 Skor
S2 Skor
N Skor
1. Kecepatan arus
cmdetik 15
20-30 3
11-19 atau 31-45
2 11 atau
45 1
2. Terlindung dari
pengaruh angin dan gelombang
11 Sangat
terlindung 3
Terlindung 2
Tidak terlindung
1 3.
Nitrat ppm 5
0,9-3 3
0,1- 0,9 atau 3-3,5
2 0,1 atau
3,5 1
4. Phosphat ppm
5 0,02-1,0
3 0,01-0,02
atau 1,0- 2,0
2 0,1 atau
3,5 1
5. Kecerahan
11 80 - 100
3 60 - 79
2 60
1 6.
Salinitas ppt 8
32 – 34 3
25 – 31 2
25 atau 35
1 7.
Dasar perairan 11
Karang Berpasir
3 Pasir –
pasir berlumpur
2 Lumpur
1 8.
Derajat KeasamanpH
5 7.5 – 8,5
3 7,5 – 6,8
2 6,8
1 9.
Suhu
o
C 9
29 – 31 3
25 – 28 2
25 atau 32
1 10
DO mgL 5
4 3
2 – 4 2
2 1
11. Kedalaman air
m 15
3 – 30 3
1 – 3 atau 31 – 40
2 0,5 atau
40 1
Jumlah 100
Sumber :Sulistijo 2002, Amarullah 2007, Besweni 2002, FAO 1989 diolah kembali.
IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1
Keadaan Umum Daerah 4.1.1
Geografis dan Topografi
Wilayah Kecamatan Bungku Selatan dengan ibukota Kaleroang, terletak di Pulau Kaleroang merupakan gugusan pulau yang dikenal dengan nama kepulauan
Salabangka. Berdasarkan Peta Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL Jakarta 1987 Lampiran 2, Kepulauan Salabangka Tabel 3 terdiri dari pulau-pulau
Salabangka, pulau-pulau Umbele, dan pulau-pulau Sainoa. Wilayah penelitian dibatasi pada daerah Gugus Pulau Salabangka.
Secara geografis, Kecamatan Bungku Selatan terletak pada lintang 122
o
18’00” BT – 122
o
37’00” BT dan 02
o
53’00” LS – 03
o
11’00” LS, terdiri dari 33 desa diantaranya 21 desa tersebar di kepulauan dan sisanya terletak di wilayah
daratan induk. Secara administratif, Kecamatan Bungku Selatan termasuk dalam
pemerintahan Kabupaten Morowali dengan batas-batas wilayah, sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara dengan wilayah Kecamatan Bahodopi dan Perairan Teluk Tolo 2.
Sebelah Selatan dengan wilayah Kecamatan Menui Kepulauan 3.
Sebelah Timur dengan Laut Banda 4.
Sebelah Barat dengan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara Kecamatan Bungku Selatan merupakan daerah dengan luas wilayah pesisir
terbesar ke dua seluas 235.217 ha di Kabupaten Morowali. Dengan luas wilayah daratan adalah 81,17 103.178 ha daratan induk dan 18,83 23.941 ha
daratan pulau-pulau kecil. Kecamatan ini mempunyai panjang garis pantai pesisir 111,90 km dan panjang garis pantai lingkar pulau 56,30 km Anonim 2004b.
Sebagian besar wilayah pesisir daratan terdiri dari pegunungan dan perbukitan yang disusun oleh batuan beku dan batu gamping kristalin, dengan
ketinggian dari permukaan laut antara 4 – 9 meter. Gunung tertinggi terletak di Desa Sambalagi dengan ketinggian 700 meter. Wilayah Kecamatan Bungku
Selatan memiliki tiga sungai yaitu Sungai Mata Uso terletak di Desa Buleleng dengan panjang 17 km, Sungai Torete di Torete sepanjang 18 km, dan Sungai
Bahonimpa di Pungkeu dengan panjang 9 km. Pada musim penghujan Sungai Mata Uso mengalirkan lumpur dan sedimen ke laut, dan ini berdampak pada
perairan di sekitar Pulau Bapa menjadi keruh BPS 2003. Bentuk pantai di daratan Kecamatan Bungku Selatan relatif lebih terjal dan
sebagian wilayah terdiri dari hutan mangrove. Gugus Pulau Salabangka memiliki bentuk pantai relatif lebih datar, terbentuk dari terumbu karang dengan ketinggian
rata-rata dari permukaan laut berkisar 1 – 2 meter. Tabel 3 Pulau-Pulau di Gugus Pulau Salabangka
No Nama Gugus
Nama Pulau Luas Ha
1. Pulau Salabangka
Paku 10.019
Waru-waru 1.819
Pado-pado 1.383
Pulau bapa 780
Padabale 1.572
Tadingan 13,67
Kaleroang 740
Karantu 118
Manuk -
Jumlah 16.445
2 Pulau Umbele
Pulau Dua 124
Pulau Umbele 3.316
Pulau Raja Gunung -
Pulau Buaya 181
Pulau Panimbawang 1 Pulau Panimbawang 2
1.948 Pulau Tukoh Bonte
- Pulau Boe Kocci
- Pulau Tukoh Kocci
- Pulau Tukoh Mangki
- Pulau Tukoh Sipegang
- Pulau Tokkajang
- Pulau Lakatamba
394 Jumlah
5.963
3 Pulau Sainoa
Pulau Tukoh Poadar -
Pulau Tukoh Dilama -
Pulau Tukoh Matingga -
Pulau Sainoa Darat Pulau Sainoa Mandilao
522 Pulau Tukoh Besar
- Pulau Bungitende
440 Pulau Stagal
126 Jumlah
1.088
Keterangan : pulau berpenghuni inhabits island; - tidak ada data
4.1.2 Sosial Budaya Masyarakat
Pada umumnya, masyarakat di Kecamatan Bungku Selatan berasal dari suku Bungku, Buton, Bajo dan Bugis. Kehidupan masyarakat, baik secara ekonomi dan
sosial cukup baik, mereka hidup bersama-sama dan saling bekerja sama. Secara umum, mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Bungku Selatan sebagai
nelayan. Berdasarkan Data BPS 2003, penduduk yang bekerja sesuai jenis lapangan kerja yang tersedia di Kecamatan Bungku Selatan meliputi nelayan,
petani, pegawai, pedagang, industri, jasa, angkutan dan lain-lain, seperti di tunjukkan pada pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis Lapangan Kerja Kecamatan Bungku Selatan
No Jenis Lapangan Kerja
Jumlah jiwa Persentase
1 Nelayan
1.967 47,32
2 Petani
1.084 26,08
3 Pegawai
181 4,35
4 Pedagang
226 5,44
5 Industri
124 2,98
6 Jasa
249 5,99
7 Angkutan
20 0,48
8 Lain-lain
306 7,36
Jumlah 4.157
100
Sumber : Kecamatan Bungku Selatan dalam Angka 2003 Diolah
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan Bungku Selatan bermata pencaharian sebagai nelayan, terutama masyarakat yang
bermukim pada pulau-pulau dimana sebagian besar aktivitasnya berhubungan dengan lingkungan perairan seperti penangkapan ikan, budidaya rumput
lautikanteripang, transportasi dan lain-lain. Sebagian besar masyarakat di Gugus Pulau Salabangka sekitar 98
adalah nelayan, baik nelayan penangkap ikan maupun nelayan pengumpul, dengan alat tangkap yang digunakan adalah pancing, pukat, alat tangkap bubu, dan sero.
Adapun kegiatan ekonomi lain yang dilakukan selain menangkap ikan adalah budidaya rumput laut.
Pada umumnya, masyarakat bekerja sebagai petani, pedagang, bergerak dalam bidang jasa dan angkutan laut memiliki pekerjaan sampingan sebagai
nelayan atau sebagai pembudidaya rumput laut. Terdapat 28 memiliki pekerjaan utama sebagai pembudidaya rumput laut, dan 26 sebagai pekerjaan
sampingan budidaya rumput laut. Masyarakat menyadari bahwa budidaya rumput laut dapat menjadi mata pencaharian alternatif dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidup. Dengan adanya pengembangan budidaya rumput laut di Gugus Pulau
Salabangka, masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga keberadaan ekosistem, hal ini dapat dilihat semakin rendahnya penggunaan bom dan
pembiusan dalam penangkapan ikan karang.
4.2 Keadaan Umum Iklim dan Cuaca
Secara umum, Kabupaten Morowali memiliki dua musim dan dipengaruhi oleh angin monsoon, terdiri dari angin musim Utara Oktober – April, dan angin
musim Selatan Mei – September. Kecepatan angin berkisar antara 1 – 2 knot per jam dan kecepatan maksimum per tahun antara 15 – 17 knot per jam. Temperatur
udara rata-rata adalah 27,50
o
C dengan variasi 25,80
o
C pada bulan Agustus dan 28,40
o
C pada bulan April. Kelembaban udara rata-rata per tahun sebesar 86,6 dimana kelembaban udara setiap bulan berkisar antara 82,14
o
C sampai dengan 90,37
o
C. Dalam setahun, lamanya penyinaran matahari rata-rata adalah 44,80 dengan nilai maksimum mencapai 70 dan nilai minimum sebesar 13,50.
Karena letaknya berdekatan dengan daratan induk, maka pola musim kepulauan Salabangka hampir mengikuti pola musim daratan induk Anonim 2001.
Kabupaten Morowali memiliki dua musim tetap yaitu musim panas terjadi pada bulan April – September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober –
Maret. Curah hujan rata-rata berkisar 130 mm dengan variasi antara 50 mm sampai dengan 1.000 mm. Demikian pula dengan Kepulauan Salabangka, tetapi
pada musim panas kadang-kadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 2 – 7 hari per bulan. Sedangkan musim hujan terjadi antara bulan Oktober –
Februari dengan hari hujan antara 12 – 21 hari per bulan. Dalam peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya, kondisi ini sering disebut
dengan musim pancaroba. Musim pancaroba terjadi pada bulan Maret – Mei akhir musim hujan memasuki musim panas dan bulan September – November
akhir musim panas memasuki musim hujan, pada musim ini kondisi iklim dan
kondisi perairan tidak stabil. Pada bulan Maret sampai Mei intensitas curah hujan sangat sedikit dan biasanya terjadi pada siang hari, sedangkan bulan September
sampai November intensitas curah hujan sedikit terjadi pada malam hari Anonim 2001.
Berdasarkan hasil wawancara dan pola sebaran arus perairan Laut Banda Lampiran 3 menggambarkan bahwa kegiatan budidaya rumput laut di Gugus
Pulau Salabangka dilakukan pada bulan Maret sampai bulan November. Pada musim pancaroba bulan Maret – bulan Mei, umumnya wilayah perairan untuk
budidaya rumput laut terletak pada bagian utara Gugus Pulau Salabangka, dan pada beberapa tempat di bagian Selatan perairan Pulau Bapa, perairan Pulau
Waru-waru dan Perairan Karantu. Pada bulan Juni sampai bulan Oktober sebagian besar wilayah perairan dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut.
Sedangkan pada bulan November – Februari, kondisi perairan kurang mendukung untuk budidaya rumput laut seperti adanya bercak-bercak putih atau sering disebut
penyakit ice-ice pada rumput laut dan hanyutnya tanaman rumput laut akibat gelombang, khususnya pada wilayah bagian utara Pulau Paku.
4.3 Kondisi Oseanografi Perairan
4.3.1 Gelombang
Gelombang laut di perairan Kepulauan Salabangka dipengaruhi oleh musim. Pada musim barat gelombang cenderung lebih besar, sedangkan gelombang
cenderung lebih kecil pada musim timur. Periode ombak berkisar antara 0,20-0,73 detik dengan panjang gelombang berisar antara 0,0451 – 0,831 m dan arah ombak
berkisar antara 55
o
– 320
o
atau miring terhadap garis normal pantai Anonim 2001.
Gelombang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap transportasi nutrien, pertukaran gas dan pengadukan air. Pada umumnya
gelombang atau ombak terjadi karena adanya dorongan angin di atas permukaan laut dan terjadinya tekanan antara udara dan partikel air. Berdasarkan data Potensi
Kelautan Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa tinggi ombak perairan Gugus Pulau Salabangka berkisar antara 5 – 15 cm. Nilai
gelombang yang terukur lebih rendah dibandingkan gelombang yang terukur di
Biak Numfor Papua dengan kisaran 1,12 -1,21 m Soselisa 2006 in Amarullah 2007 dan gelombang yang terukur di Teluk Tamiang dengan kisaran 15 – 40 cm
Amarullah 2007. Menurut Wahyunigrum 2001 in Amarullah 2007 menyebutkan bahwa ketinggian gelombang hingga mencapai 1 meter masih baik
untuk budidaya rumput laut terutama dengan metode apung, selain itu ketinggian gelombang akan mempengaruhi pertambahan tali pelampung dan kekuatan
konstruksi budidaya.
4.3.2 Pasang Surut
Berdasarkan data Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL Jakarta untuk wilayah perairan Kabupaten Morowali diperoleh kisaran rata-rata pasang surut 144 cm,
dimana nilai surut terendah sebesar 68 cm dan pasang tertinggi sebesar 212 cm Berdasarkan pengamatan fluaktuasi pasang surut pantai Kabupaten Morowali dan
data dari DISHIDROS-AL menunjukkan bahwa tipe pasang surut perairan Kabupaten Morowali cenderung bertipe campuran condong ke harian ganda
Anonim 2001. Menurut Aslan 1998 in Amarullah 2007 menyebutkan bahwa kedalaman
perairan tidak boleh kurang dari 60 cm pada saat surut terendah sebab bila tidak demikian tanaman akan kekeringan pada saat air surut terendah dan akan
mempersulit baik saat penanaman, pemeliharaan maupun pemanenan hasil.
4.3.3 Kecepatan Arus
Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penting mempengaruhi pertumbuhan rumput laut, secara tidak langsung mencegah peningkatan pH yang
signifikan dan kenaikan temperatur serta berperan dalam pertukaran gas pada kolom air.
Kecepatan arus di lokasi penelitian rata-rata berkisar antara 6,80 cmdtk – 17,71 cmdtk dan arah arus berkisar antara nilai 15
o
– 350
o
, kecepatan arus tertinggi 17,71 cmdtk berada pada bagian timur-selatan Gugus Pulau Salabangka
dan terendah 6,80 cmdtk di daerah selatan-barat gugus. Peta sebaran kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 6.