Budidaya Rumput Laut Pemanfaatan Lingkungan dan Sumberdaya Gugus Pulau Salabangka

Kegiatan penanaman rumput laut didasarkan pada pengetahuan masyarakat dari generasi sebelumnya. Sebelumnya, penanaman rumput laut menggunakan metode rakit apung dari bambu karana keterbatasan modal dalam penyediaan bahan tersebut, sehingga metode penanaman rumput laut di Gugus Pulau Salabangka mengalami perubahan yaitu menggunakan metode longline, dengan pertimbangan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan metode rakit apung. Sebagian besar hasil panen di jual dalam bentuk kering, kemungkinan hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya harga rumput dan juga tidak di dukung dengan sarana perhubungan laut. P e n g u m p u l K e c il d e sa P e n g u s a h a d i K e n d a ri P e ta n i R u m p u t L a u t P e n g u m p u l B e s a r a n ta r d e s a K o p e ra s i N e la y a n R p.4 .0 0 0 - R p.4 .2 0 0 R p .4 .7 0 0 R p .4 .5 0 0 R p .5 .0 0 0 Gambar 20 Alur Penjualan Rumput Laut di Gugus Pulau Salabangka Adanya indikasi meningkatnya pemanfaatan perairan untuk budidaya rumput laut dimana tidak adanya penetapan aturan terhadap besarnya luas lahan yang dimanfaatkan, penetapan luas perairan budidaya lebih didasarkan besarnya jumlah modal pembudidaya. Hasil survei menunjukkan bahwa 98 persen luas perairan budidaya yang dimiliki berdasarkan besarnya jumlah modal, dan berdasarkan lainnya 2 . V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Kesesuian Ruang Perairan untuk Budidaya Rumput Laut

Gugus Pulau Salabangka merupakan daerah pesisir terdiri dari pulau-pulau kecil, memiliki bentuk pulau yang relatif lebih kecil 2.000 ha dan terbentuk dari pengangkatan terumbu karang, kurangnya ketersediaan air tawar, memiliki ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove, dan memiliki ketersediaan sumberdaya perikanan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat, serta wilayah ini juga memiliki kepadatan penduduk yang rendah dengan pemukiman berada pada daerah pantai. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya khususnya sektor perikanan meliputi perikanan tangkap, budidaya rumput laut, pemeliharaan teripang, dan keramba jaring apung. Untuk budidaya rumput laut merupakan salah satu alternatif sumber mata pencaharian masyarakat dengan pemanfaatan secara tradisional. Upaya peningkatan kesejehteraan masyarakat oleh pemerintah daerah mulai dilakukan melalui pemberian bantuan dalam kegiatan di sektor perikanan seperti penyediaan modal untuk budidaya rumput laut, akan tetapi belum adanya pengelolaan dalan kegiatan ini, dapat berakibat pada pemanfaatan lahan perairan untuk budidaya rumput laut yang melebihi kapasitas ruang ekologi Gugus Pulau Salabangka. Dalam identifikasi ruang perairan melalui pendekatan Ecological Footprint EF didasarkan pada kebutuhan demand dan ketersediaan supply ruang perairan. Sebagaimana disebutkan oleh Schaefer et.al 2006 perhitungan ruang ekologi dibagi kedalam dua bagian yaitu permintaan terhadap sumberdaya EF demand dan ketersediaan sumberdaya biocapacityBC .

5.1.1 Kebutuhan Ruang Perairan

Dalam pendekatan EF, kebutuhan ruang perairan merupakan ruang perairan yang dibutuhkan untuk budidaya rumput laut, dimana dapat dilihat berdasarkan tiga komponen yaitu tingkat konsumsi, produktivitas, dan impor-ekspor. Sebagaimana disebutkan oleh Haberl et.al 2001 in Adrianto 2004b bahwa terdapat tiga komponen digunakan dalam perhitungan EF yang meliputi komponen populasi, produktivitas yield baik lokal maupun regional dan komponen ruang ekologi Impor-Ekspor

a. Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi Domestic ExtractionDE merupakan salah satu komponen dalam perhitungan EF. DE menunjukkan bahwa suatu populasi akan memanfaatkan sumberdaya rumput laut untuk menghasilkan barang yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Secara spesifik pemafaatan ruang di Gugus Pulau Salabangka untuk budidaya rumput laut. Sebagaimana disebutkan Chambers et.al 2001 bahwa berbagai aspek yang mendukung kehidupan merupakan fungsi dari konsumsi. Dalam perhitungan ini, DE rumput laut didasarkan pada hasil produksi pemanfaatan perairan saat ini Lampiran 6. Tingkat Konsumsi rumput laut Gugus Pulau Salabangka disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Tingkat Konsumsi Rumput Laut di Gugus Pulau Salabangka No Nama Pulau Pembudidaya Kapita Produksi TonTahun Tingkat Konsumsi DE TonKapita 1 Paku 255 49,82 0,20 2 Waru-waru 182 73,13 0,40 3 Kaleroang 29 10,40 0,36 4 Padabale 62 3,99 0,06 5 Pado-pado 60 19,46 0,32 6 Pulau Bapa 69 14,28 0,21 Jumlah 657 171,09 1,55 Sumber : Hasil Analisis 2007 Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi rumput laut di Gugus Pulau Salabangka sangat bervariasi, dengan jumlah total sebesar 171,09 tontahun dan total pembudidaya adalah 657 kapita. Produksi rumput laut tertinggi terdapat Pulau Waru-waru sebesar 73,13 ton per tahun dan jumlah pembudidaya 182 kapita, sedangkan produksi terendah di Pulau Padabale 3,99 ton per tahun dengan jumlah pembudidaya sebesar 62 kapita.