Potensi Sumberdaya Ikan Kerapu

5. PEMBAHASAN

5.1. Potensi Sumberdaya Ikan Kerapu

Penelitian tentang potensi sumberdaya ikan kerapu di Teluk Lasongko belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang potensi sumberdaya perikanan pertama di Teluk Lasongko pertama kali dilakukan oleh Supardan 2006, namun hanya mengkonfirmasikan besarnya potensi sumberdaya secara umum. Supardan 2006 hanya menghitung potensi sumberdaya di perairan ini berdasarkan kategori ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, ikan karang konsumsi dan ikan berkulit keras. Secara umum, perikanan kerapu di Teluk Lasongko masih tergolong tradisional dan berskala kecil. Alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan kerapu masih sederhana yaitu bubu dan pancing. Menurut Berkes 2003, perikanan tradisional dan berskala kecil dicirikan oleh penggunaan alat tangkap yang tradisional seperti jaring, pancing dan perangkap serta memiliki keanekaragaman jenis hasil tangkapan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan selama penelitian dikerahui bahwa ikan kerapu di Teluk Lasongko ditangkap dengan menggunakan alat tangkap bubu dan pancing. Menurut nelayan, kualitas hasil tangkapan kerapu dengan alat tangkap bubu yang lebih baik dibanding alat tangkap pancing. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nababan 2006 yang menyatakan bahwa nelayan di Sulawesi lebih memilih alat tangkap bubu dibanding pancing karena hasil tangkapan bubu biasanya tidak luka, mempunyai fisik yang baik dan dapat bertahan hidup lebih lama baik pada saat penangkapan, penampungan maupun perjalanan ke negara tujuan eksport. Selain itu, ikan kerapu hasil tangkapan bubu mempunyai harga yang lebih mahal dibanding hasil tangkapan pancing. Potensi sumberdaya perikanan umumnya diekspresikan sebagai hasil tangkapan maksimum lestari atau maximum sustainable yield MSY. Menurut Mous et al. 2000, idealnya nilai MSY ikan kerapu sebesar 1 ton per hektar terumbu karang per tahun. Namun, Mous et al. 2000 juga menyatakan bahwa untuk tujuan konservasi maka nilai MSY ikan kerapu harus memiliki nilai 0.5 ton 48 per hektar terumbu karang per tahun. Berdasarkan hal tersebut, dengan luas areal terumbu karang 275.3 hektar maka idealnya nilai MSY ikan kerapu di Teluk Lasongko adalah sebesar 275.3 ton pertahun sedang untuk tujuan konservasi bernilai 137.65 ton. Tentunya nilai tersebut lebih besar dibanding nilai MSY yang diperoleh dari penelitian ini untuk masing-masing jenis ikan kerapu. Rendahnya nilai MSY ikan kerapu di Teluk Lasongko ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan stok untuk masing-masing jenis ikan kerapu. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai MSY ikan kerapu tikus sangat kecil dibanding jenis ikan kerapu lainnya. Ikan kerapu tikus merupakan jenis ikan yang menjadi target utama penangkapan. Hal ini dapat dimengerti mengingat harga ikan kerapu tikus lebih tinggi dibanding jenis kerapu lainnya. Harga ikan kerapu tikus di tingkat pengumpul lokal berkisar Rp. 125 000 – Rp. 150 000 per kg untuk ukuran super dengan berat 1.3 kgekor, ukuran sedang berkisar berkisar Rp. 50 000 – 75 000 per kg dengan ukuran 0.5 – 1.3 kg, sedang ukuran kecil berkisar Rp. 40 000 – Rp 60 000 per kg dengan ukuran 0.5 kg. Harga ikan kerapu macan, lumpur dan sunu lebih rendah dari harga ikan kerapu tikus di atas dengan perbedaan masing-masing Rp. 20 000 untuk setiap ukuran. Kondisi tersebut menyebabkan ikan kerapu tikus menjadi jarang diperoleh nelayan.

5.2. Laju Eksploitasi Ikan Kerapu