Intraksi trofil komunitas ikan sebagai dasar pengelolaan sumberdaya kan di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara

(1)

i

INTERAKSI TROFIK KOMUNITAS IKAN

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DI PERAIRAN TELUK KENDARI

SULAWESI TENGGARA

A S R I Y A N A

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Interaksi Trofik Komunitas Ikan sebagai Dasar Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2011

A s r i y a n a NRP. C261070011


(3)

iii

Resources Management in Kendari Bay Waters, Southeast Sulawesi. Under direction of M.F. RAHARDJO, DJAMAR TUMPAL F. LUMBAN BATU, and ENDI S. KARTAMIHARDJA.

The objectives of this research is to analyze trophic interaction among fish population and to arrange alternative management of fish resources in Kendari Bay waters. This research was conducted in Kendari Bay, Southeast Sulawesi from August 2009 to July 2010 at three different sampling sites. The fish was collected using experimental gillnets (with different mesh sizes of ¾, 1, 1¼, 1½, 2, 3, and 4 inches) and push net (diameter 1 meter and mesh size of 0.04 inch). Abundant and biomass of food resources were determined by APHA methods. Food analysis was determined by using index of preponderance, trophic niche breadth and trophic niche overlap.

During the research, 76 species, 54 genera belong to 40 families of fish were caught and found Clupeidae family in lower trophic level was dominant. The juvenile fish (73 species) that occupied the waters of Kendari Bay were more than the adult one (49 species). The lowness of the length and body weight on the fish in this waters indicated that the Kendari Bay used by most of fish populations as nursery ground.

Food habits of the dominant fishes (15 species) consisted of phytoplanktivore herbivores and carnivores, with a large niche breadth on fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) and indian oil sardine (S. longiceps). The similarity in utilization of food resources occurred among the 14 dominant fish populations so that opportunity of competition is high due to the low availability of food resources (phytoplankton) (0.41–2.87 mg chl a m-3).

According to the data, the management of fish resources through of trophic interactions approach can be done by several ways, which are the habitat protection efforts, control of turbidity in the waters, and development of recreational fisheries of the Kendari Bay. The development of recreational fisheries in the waters of Kendari Bay should be supported by establishment of protected area for nursery and spawning of the fish populations. Also, it needs the favorable environment condition for the fish through turbidity control in Kendari Bay.


(4)

iv RINGKASAN

ASRIYANA. Interaksi Trofik Komunitas Ikan Sebagai Dasar Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh M.F. RAHARDJO, DJAMAR TUMPAL F. LUMBAN BATU, dan ENDI S. KARTAMIHARDJA.

Penelitian interaksi trofik komunitas ikan di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara bertujuan untuk menganalisis interaksi trofik antar populasi ikan dan untuk menyusun alternatif pengelolaan sumber daya ikan di perairan Teluk Kendari. Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Kendari dari bulan Agustus 2009 sampai Juli 2010 pada tiga zona penelitian yang berbeda. Contoh ikan ditangkap dengan jaring insang percobaan dengan panjang 30 meter untuk setiap ukuran mata jaring ¾, 1, 1¼, 1½, 2, 3, 4 inci dan seser dengan garis tengah 1 meter dan mata jaring 0,04 inci.

Parameter lingkungan, kelimpahan, dan biomassa sumber daya makanan alami ditentukan berdasarkan metode APHA. Analisis makanan alami setiap populasi ikan ditentukan berdasarkan indeks bagian terbesar. Luas relung makanan dan tumpang tindih relung makanan ditentukan berdasarkan formula Colwell & Futuyama dan Schoener. Tingkat trofik ditentukan berdasarkan formula Christensen & Pauly dan selanjutnya dibuat jejaring makanan untuk menggambarkan pergerakan aliran energi yang terjadi dalam komunitas ikan di perairan Teluk Kendari.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umumnya kualitas fisik kimiawi lingkungan mendukung kehidupan sumber daya makanan alami dan komunitas ikan, kecuali kekeruhan perairan yang cukup tinggi terutama pada bulan Februari (1,15–5,14 NTU) dan April (0,45–10,25 NTU). Kelimpahan dan biomassa fitoplankton berturut-turut berkisar antara 3.744−41.270 sel L-1 dan 0,41–2,87 mg chl a m-3. Biomassa detritus sebesar 2,57 t km-2 th-1. Kelimpahan dan biomassa

zooplankton berturut-turut berkisar antara 5.559−17.077 ind. L-1 dan 2.399−146.987 µg L-1. Kepadatan dan biomassa makroavertebrata bentik berturut-turut berkisar antara 106−997 ind. m-2 dan 1,68−324,04 g m-2.

Komunitas ikan di perairan Teluk Kendari terdiri atas 76 jenis, 54 genera, dan 40 famili dan didominasi oleh famili Clupeidae yang berada pada tingkat trofik rendah (2,25–2,28). Ikan stadia juwana (73 jenis) yang menempati perairan Teluk Kendari lebih banyak dibandingkan ikan dewasa (49 jenis). Rendahnya ukuran panjang dan bobot tubuh ikan yang tertangkap di perairan Teluk Kendari mengindikasikan bahwa perairan Teluk Kendari dimanfaatkan sebagai daerah pengasuhan oleh sebagian besar populasi ikan.

Kebiasaan makanan populasi ikan dominan (15 spesies) terdiri atas herbivora fitoplanktivora dan karnivora, dengan variasi makanan cukup besar pada populasi ikan tembang (Sardinella fimbriata) dan siro (S. longiceps).

Kesamaan dalam pemanfaatan sumber daya makanan terjadi antar 14 populasi ikan dominan sehingga peluang kompetisi cukup besar karena ketersediaan sumber daya makanan (fitoplankton) di perairan rendah (0,41–2,87 mg chl a m-3).

Upaya pengelolaan sumber daya ikan dengan pendekatan interaksi trofik dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu upaya perlindungan habitat, pengendalian kekeruhan, dan pengembangan perikanan rekreasi di perairan Teluk


(5)

v

populasi ikan dan tersedianya lingkungan perairan yang nyaman misalnya melalui upaya pengendalian kekeruhan untuk dapat menunjang kehidupan ikan.


(6)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

vii

DI PERAIRAN TELUK KENDARI SULAWESI TENGGARA

A S R I Y A N A

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

viii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Prof. (R). Dr. Ir. Subhat Nurhakim, M.Sc.

(Peneliti Utama pada Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan- Kementerian Kelautan dan Perikanan RI)

2. Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc.

(Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, FPIK IPB)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Ir. H. La Sara, M.S., Ph.D.

(Jurusan Perikanan, FPIK Universitas Haluoleo) 2. Prof. (Em). Dr. Ir. Ismudi Muchsin


(9)

ix

Kendari Sulawesi Tenggara

Nama : Asriyana

NIM : C261070011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA Ketua

Prof.Dr.Ir.Djamar Tumpal F.Lumban Batu,M.Agr. Anggota

Prof.(R).Dr.Ir.H.Endi S. Kartamihardja, M.Sc. Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumber Daya Perairan,

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


(10)

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan disertasi berjudul “Interaksi Trofik Komunitas Ikan Sebagai Dasar Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara.”

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA. selaku ketua komisi pembimbing; Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar Tumpal F. Lumban Batu, M.Agr. dan Bapak Prof. (R). Dr. Ir. H. Endi S. Kartamihardja, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan disertasi ini. Tidak lupa pula penghargaan setinggi tingginya kepada Bapak Alm. Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA. yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT, amin. Selain itu terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para penguji, yaitu penguji di luar Komisi Pembimbing: Bapak Prof. (R). Dr. Subhat Nurhakim, Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc., Prof. Ir. H. La Sara, M.S., Ph.D., Prof. (Em). Dr. Ir. Ismudi Muchsin, dan Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan, yang berkenan menyumbangkan buah pikiran untuk memperkaya tulisan ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Juli 2011


(11)

xi

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, atas bantuan beasiswa BPPS 2007 dan Hibah Doktor 2011 yang diberikan kepada penulis.

2. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, atas bantuan biaya penelitian dan penulisan disertasi melalui program COREMAP 2009.

3. Gubernur dan Walikota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara, atas bantuan biaya penelitian yang diberikan.

4. Rektor Universitas Haluoleo, atas bantuan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3.

5. Bapak Dr. Kardiyo Praptokardiyo, Dr. Enan M. Adiwilaga, Dr. Richardus Kaswadji, dan Dr. Ridwan Affandi atas masukan, saran, dan nasehat yang diberikan kepada penulis.

6. Ayahanda, Asrari dan ibunda, Muzuhiba; yang telah memberikan kasih sayang, semangat, pengorbanan, dan bantuan selama penelitian, serta doa

kepada penulis dalam menuntut ilmu. Adinda Asnawar S.Pt., dan Asnawati A., S.Pi., atas doa dan dukungan yang diberikan.

7. Mertua, H. Abdul Muis dan Hj. Rahmawati yang telah memberikan kasih sayang, semangat, serta doa kepada penulis dalam menuntut ilmu.

8. Suami, Wahyuddin Muis, S.Si, Apt., M.Sc., anakda Keysa Indira Salsabila W., dan Muh. Fadhil Ahnaf W., atas pengertian, dukungan, pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang dicurahkan.

9. Tim Teluk Kendari; Bapak Rusdi, Janti S.Pi., Yuliana S.Pi., Normayanti S.Pi., Andi Fatima S.Pi., dan Eka Susanti S.Pi., yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan dan analisis di laboratorium.

10.Teman seangkatan SDP 2007, atas bantuan dan kerjasama yang terjalin selama masa studi.

11.Berbagai pihak lainnya yang memiliki andil dalam keberhasilan penulis menyelesaikan studi S3 di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan, SPs IPB, Bogor.


(12)

xii

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 11 Desember 1976 dari orang tua, ayah Asrari dan ibu Muzuhiba. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 1994, penulis menempuh pendidikan pada Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, dan selesai tahun 1999. Tahun 2001 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan meraih gelar Magister Sains (M.Si.) tahun 2004 pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR).

Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari, pada mata kuliah Limnologi, Biologi Perikanan, Produktivitas Perairan, Manajemen Sumber Daya Perairan, dan Manajemen Sumber Daya Perikanan.

Tanggal 4 Mei 2003, penulis menikah dengan Wahyuddin Muis, S.Si., Apt., M.Sc. dan dikarunia satu orang putri, Keysa Indira Salsabila W. (7 tahun) dan seorang putra, Muh. Fadhil Ahnaf W. (5 tahun).

Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan (SDP). Selama menempuh pendidikan, penulis telah mempublikasikan karya ilmiah yaitu:

• Keanekaragaman ikan di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, 2009, dalam Jurnal Iktiologi Indonesia 9(2): 97–112.

• Makanan ikan japuh, Dussumieria acuta Val. 1847 (Fam. Clupeidae) di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, 2010, dalam Jurnal Iktiologi Indonesia 10(1):

93–99.

• Pertumbuhan ikan tembang, Sardinella fimbriata Val. (Pisces : Clupeidae) di

perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2010. Jilid II

Manajemen Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta.

• Komposisi jenis dan ukuran ikan petek (Family Leiognathidae) di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara, dalam Jurnal Iktiologi Indonesia 11(1): (in press).

• Variasi ontogenetik makanan ikan kurisi, Nemipterus hexodon (Family

Nemipteridae) di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Disampaikan dalam

Seminar Nasional Tahunan VIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2011. Yogyakarta.


(13)

xiii

Halaman DAFTAR TABEL ……….…

DAFTAR GAMBAR ……….… DAFTAR LAMPIRAN ……….

xv xvi xvii I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………..…… B. Perumusan Masalah ………..… C. Kerangka Pemikiran ………..… D. Kebaruan ……….………..… E. Tujuan dan Manfaat ………….………...……..…

1 2 2 3 3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfometrika dan Hidrodinamika Teluk Kendari ……..……….. B. Lingkungan Perairan …………... C. Jejaring Makanan ……….…...…... D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan ………...…….

5 6 8 10 III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .………...….…..…… B. Metode dan Desain Penelitian ………...………..…...…. C. Teknik Pengumpulan Data …….………...…………..…..… D. Metode Pengukuran ………..….……….…..… E. Analisis Data ……….…………...

13 13 14 15 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lingkungan perairan

1. Lingkungan Fisik Kimiawi ………...……..….. 2. Fitoplankton

a. Genera Fitoplankton ……… b. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Spasial …. c. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Temporal .. 3. Biomassa Detritus ……….. 4. Zooplankton

a. Genera Zooplankton ………. b. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton Secara Spasial ….. c. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton Secara Temporal... 5. Makroavertebrata Bentik

a. Genera Makroavertebrata Bentik ……….. b. Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata Bentik Secara

Spasial ... c. Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata Bentik Secara Temporal ……….. 21 24 25 27 28 29 30 31 34 35 37


(14)

xiv

Halaman B. Komunitas Ikan

1. Sebaran Jenis ………...……….. 2. Sebaran Ukuran ………..……….. 3. Pertumbuhan ……….……….….…. C. Interaksi Trofik

1. Kebiasaan Makanan ……….………..… 2. Kesamaan Sumber Daya Makanan ………..….. 3. Tingkat Trofik ……… 4. Jejaring Makanan ………...……… D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan ………...……….

1. Perlindungan Habitat Ikan ………... 2. Pengendalian Kekeruhan ………..……….……... 3. Pengembangan Perikanan Rekreasi ………….………

38 42 43

45 47 51 53 57 58 59 61 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ……….….. B. Saran ………..………

67 67 DAFTAR PUSTAKA ………..…….

LAMPIRAN ……….……….

69 83


(15)

xv

No. Halaman

1. Variabel, metode, alat, dan tempat pengukuran contoh kualitas air … 2. Genera fitoplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009−Juli 2010 ……….. 3. Genera zooplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009−Juli 2010 ………..… 4. Genera makroavertebrata bentik yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009−Juli 2010 ………..….. 5. Ukuran ikan yang tertangkap berdasarkan famili ……… 6. Sebaran ukuran ikan dominan tertangkap di perairan Teluk Kendari 7. Parameter pertumbuhan ikan dominan yang tertangkap ……….…… 8. Indeks bagian terbesar dan luas relung makanan ikan dominan di

perairan Teluk Kendari ……… 9. Jenis organisme makanan dikonsumsi populasi ikan dominan ……... 10.Tingkat trofik ikan dominan di perairan Teluk Kendari ……….

16 25 30 34 41 42 44 45 47 51


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Diagram alir pendekatan pemecahan masalah ……….. 2. Letak zona penelitian di perairan Teluk Kendari (Sumber:

modifikasi dari Asriyana, 2004) ...…… 3. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B)

fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 4. Distribusi temporal kelimpahan (A) dan biomassa (B)

fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 5. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B)

zooplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 6. Distribusi temporal kelimpahan (A) dan biomassa (B)

zooplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009– Juli 2010 ... 7. Keterkaitan antara kelimpahan fitoplankton dan zooplankton

di perairan Teluk Kendari ... 8. Distribusi spasial kepadatan (A) dan biomassa (B)

makroavertebrata bentik di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010 ... 9. Distribusi temporal kepadatan (A) dan biomassa

(B) makroavertebrata bentik di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010 ... 10.Jumlah jenis ikan stadia juwana dan dewasa di

perairan Teluk Kendari ……… 11.Perubahan kebiasaan makanan ikan kurisi di perairan Teluk

Kendari ... 12.Alternatif pilihan makanan juwana ikan kurisi (46–110 mm)

dengan Ii > 10,00 ... 13.Hubungan antara kelimpahan fitoplankton, Thalassiothrix

dan 15 populasi ikan dominan ... 14.Jejaring makanan populasi ikan dominan (A) dan komunitas

ikan (B) di perairan Teluk Kendari ... 15.Faktor yang memengaruhi pengembangan perikanan rekreasi

(Sumber: modifikasi dari Cowx, 2002) ...

4 14 26 28 31 32 34 36 38 43 46 48 50 55 63


(17)

xvii

1. Parameter kualitas air di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juni 2010 ……….. 2. Kelimpahan fitoplankton (sel L-1) di perairan Teluk Kendari

pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ………... 3. Biomassa fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada

Agustus 2009 sampai Juni 2010 ... 4. Kelimpahan zooplankton (individu L-1) di perairan Teluk

Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 5. Berat zooplankton (µg) dari ukuran geometrik individu di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 6. Biomassa zooplankton (µg L-1) di perairan Teluk Kendari

pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 7. Kepadatan makroavertebrata bentik (individu m-2) di perairan

Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 8. Biomassa makroavertebrata bentik (gram m-2) di perairan

Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 9. Jenis dan jumlah ikan yang tertangkap di perairan Teluk

Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 10.Sebaran ukuran ikan yang dominan tertangkap di perairan

Teluk Kendari ... 11.Sebaran ukuran ikan yang tertangkap di perairan Teluk

Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 12.Jumlah jenis ikan berdasarkan stadia yang mendiami

perairan Teluk Kendari ……… 13.Indeks bagian terbesar makanan ikan teri, japuh, tembang, siro, belanak, gargahing, peperek blochii, peperek cina, biji nangka, kembung perempuan, kembung lelaki, peperek secutor, peseng-peseng, kuweh, dan kurisi pada Agustus 2009 sampai Juli 2010……….. 14.Organisme makanan yang dikonsumsi ikan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009 sampai Juli 2010 ... 15.Nilai tumpang tindih makanan ikan dominan di perairan

Teluk Kendari ………

83 85 86 87 88 89 90

91 92 94 98

100

101 103 105


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perairan Teluk Kendari merupakan perairan semi tertutup yang dikelilingi oleh daratan kota Kendari. Oleh karena itu, perairan ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas yang berlangsung di daratan seperti permukiman penduduk, pertambakan, industri pengolahan hasil perikanan, penambangan pasir di sekitar daerah aliran sungai, dan pertanian di sepanjang beberapa sungai besar dan kecil yang bermuara ke Teluk Kendari. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan, aktivitas manusia di sekitar perairan Teluk Kendari semakin meningkat yang diperkirakan dapat mengakibatkan perubahan kondisi ekologis perairan tersebut seperti kualitas air, struktur komunitas fitoplankton, zooplankton, dan organisme bentik. Perubahan kondisi ekologis tersebut selanjutnya dapat memengaruhi struktur komunitas ikan yang hidup di dalamnya seperti yang terjadi di perairan lain (Orpin et al., 2004, Karakassis et al., 2005, Jaureguizar & Milessi, 2008).

Sejak adanya larangan pengoperasian alat tangkap ikan (bagan, sero, jaring, bahan peledak dan beracun) dalam kawasan Teluk Kendari berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Tenggara No. 930 tahun 1995, kegiatan penangkapan ikan berkurang di perairan ini. Menurunnya kegiatan penangkapan tersebut membawa konsekuensi yaitu perubahan sumber daya ikan seiring perubahan struktur komunitas ikan yang beradaptasi dengan habitat yang menerima beban masukan antropogenik. Apabila jenis ikan yang menghuni perairan Teluk Kendari tidak mampu memanfaatkan makanan alami yang tersedia maka keberadaannya cenderung punah.

Untuk mengantisipasi keadaan tersebut maka diperlukan suatu strategi pengelolaan sumber daya ikan di perairan ini agar tetap produktif dan berkelanjutan. Salah satu informasi yang dibutuhkan untuk upaya tersebut yaitu adanya informasi tentang jejaring makanan komunitas ikan yang didasarkan pada interaksi trofik. Sejauh ini penelitian yang mengungkapkan hal tersebut belum pernah dilakukan di perairan Teluk Kendari. Penelitian yang pernah dilakukan berkelindan dengan satu aspek tertentu seperti status pencemaran (Pangerang, 1994; Afu, 2005; Rahmania, 2005); sedimentasi

(Bappeda & PSL Unhalu, 1998; Bappeda, 2000; Salnuddin, 2005); distribusi ikan (Asriyana, 2004); makrozoobentos (Emiyarti, 2004); dan pemanfaatan ruang

(Paliawaludin, 2004).

Fluktuasi biomassa organisme karena masuknya beban antropogenik maupun alami dan perubahan interaksi antara mangsa dan pemangsa dapat diketahui melalui


(19)

interaksi trofik (Velasco & Castello, 2005). Selain itu dapat juga diketahui fluktuasi biomassa spesies ikan yang akan dimanfaatkan berdasarkan tingkat trofiknya. Interaksi trofik merupakan keterkaitan antar organisme perairan dalam suatu jejaring makanan. Keterkaitan tersebut dapat dipadukan dengan informasi sumber daya makanan dalam pendekatan ekosistem untuk memperoleh suatu upaya pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan. Oleh karena itu penelitian mengenai interaksi trofik komunitas ikan dilakukan di perairan ini yang hasilnya dapat digunakan untuk menunjang upaya pengelolaan sumber daya ikan tersebut.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang dihadapi di perairan Teluk Kendari adalah menurunnya jumlah jenis, individu, dan rataan bobot ikan. Upaya eksploitasi sumber daya ikan di perairan telah berkurang tetapi sumber daya ikan membutuhkan waktu yang panjang untuk pulih kembali. Hal ini berkenaan dengan pertumbuhan ikan yang rendah. Sumber penyebab terjadinya masalah tersebut adalah pemanfaatan materi energi/makanan alami yang tersedia antar jenjang trofik komunitas ikan tidak efisien. Jenis ikan dari trofik tertentu semakin dominan mengakibatkan pemanfaatan makanan alami menjadi tidak efisien. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan upaya pengelolaan agar sumber daya ikan dapat memanfaatkan daya dukung perairan secara optimal.

C. Kerangka Pemikiran

Beban antropogenik seperti sedimentasi, bahan organik, dan substansi toksik dapat menyebabkan perubahan ekosistem perairan Teluk Kendari. Adanya proses hidrodinamika menyebabkan beban masukan tersebut memengaruhi ketersediaan unsur N dan P di perairan (Gambar 1). Ketersediaan unsur N dan P sebagai nutrien utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang akan menentukan produksi dan pembentukan biomassa bagi fitoplankton. Ketersediaan fitoplankton di perairan menunjang produksi dan biomassa zooplankton yang berperan besar dalam menjembatani transfer energi dari produser primer (fitoplankton) ke jasad hidup yang berada pada tingkat trofik yang lebih tinggi.

Selain fitoplankton dan zooplankton, bentos juga berperan besar dalam menjembatani transfer energi dalam bentuk makanan bagi organisme ikan. Sumber daya


(20)

3

ikan yang dapat memanfaatkan makanan alami yang tersedia di perairan akan mempunyai peluang tumbuh maksimal sehingga sumber daya ikan berkembang menjadi produktif.

D. Kebaruan

Kebaruan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Informasi mengenai komunitas ikan di perairan Teluk Kendari seperti kekayaan jenis dan spektra ukuran.

2. Informasi mengenai interaksi trofik antar populasi ikan di perairan Teluk Kendari. 3. Alternatif pengelolaan sumber daya ikan di perairan semi tertutup dengan pendekatan

interaksi trofik.

E. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi trofik antar populasi ikan, dan untuk menyusun alternatif pengelolaan sumber daya ikan di perairan Teluk Kendari. Hasil penelitian bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan di perairan Teluk Kendari.


(21)

Gambar 1. Diagram alir pendekatan pemecahan masalah ? Pertumbuhan

(G) maksimal Hidrodinamik

Adaptasi & Distribusi

Produksi & Biomassa Zooplankton

-

+

-

? Unsur N & P

+

+

-

Zooplankton

Bentos Beban Antropogenik

Sedimentasi Bahan Organik Substansi Toksik

Kualitas Air

Ikan Fitoplankton

? Pola Pemanfaatan

Efisien Produksi &

Biomassa Bentos Produksi &

Biomassa Fitoplankton

Struktur Komunitas

Perkembangan Sumber Daya Ikan


(22)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfometrika dan Hidrodinamika Teluk Kendari

Perairan Teluk Kendari diperkirakan memiliki luas 1.084 hektar berbentuk pantai melingkar dan melebar ke arah daratan yang ada di bagian barat sedangkan mulut teluk menyempit dan menghadap perairan Laut Banda. Pada bagian mulut teluk terdapat pulau kecil Bungkutoko, sehingga bentuk perairan Teluk Kendari menjadi relatif tertutup (Gambar 2).

Secara umum kontur kedalaman perairan mengikuti pola garis pantai teluk dengan kedalaman yang bervariasi antara 0–23 m. Di bagian barat teluk, kontur dasar perairan melandai dan perairan relatif dangkal dengan kedalaman kurang dari 5 m (Dishidros, 2001).

Air tawar yang mengalir ke perairan Teluk Kendari bersumber dari empat sungai utama (Sungai Mandonga, Wanggu, Kambu, dan Kadia) dan beberapa sungai kecil. Sungai utama tersebut mengalir sepanjang tahun dengan debit aliran diperkirakan lebih dari 3 m3 det.-1, sedangkan aliran sungai-sungai kecil bersifat musiman karena hanya mengalir pada musim hujan dengan debit diperkirakan kurang dari 1 m3 det.-1 (Bappeda & Unhalu, 1999).

Menurut hasil analisis data gerakan pasang, perairan ini mengalami pasang tipe campuran mengarah ke semidiurnal. Kisaran maksimum tinggi pasang terbesar adalah 1,1 meter dan kisaran tinggi pasang kedua adalah 0,4─0,7 meter (Dishidros, 2008).

Pergerakan arus relatif seragam yang bergerak dari mulut ke dalam teluk pada saat pasang naik atau sebaliknya pada saat surut dengan kecepatan mencapai 13 km jam-1.

Ketinggian gelombang pada musim barat dan timur berkisar 0,3─1,0 meter.

Gelombang besar pada bagian luar mulut teluk terjadi di sekitar Pulau Bungkutoko pada musim timur (bulan Juni─Agustus) yaitu antara 1,0─1,5 meter. Ketinggian gelombang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan musim barat (bulan Desember─Februari) yaitu 0,5─1,0 meter. Namun demikian pada perairan di dalam Teluk Kendari, ketinggian gelombang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar musim. Kondisi gelombang relatif lebih tenang dengan ketinggian gelombang rata-rata 0,3 meter (Bappeda, 2000).

Dengan bentuk yang relatif tertutup, perairan Teluk Kendari tidak banyak dipengaruhi oleh arus pasang surut, sehingga sedimen yang masuk melalui muara beberapa sungai di sekitar teluk dengan cepat mengendap. Sedimen yang terjadi di Sungai Wanggu adalah 2.591.583 t th-1 atau 1.969.603 m3 th-1 (Bappeda & PSL Unhalu, 1998).


(23)

Indikasi ini dapat dilihat dari penurunan luas Teluk Kendari dari 1.186,166 ha pada tahun 1987 menjadi 1.084,671 ha pada tahun 2000 (Bappeda, 2000).

Wilayah pantai Teluk Kendari mempunyai morfologi yang beragam yaitu per-mukiman penduduk di bagian utara, pertambakan di bagian selatan, dan ekosistem mangrove di bagian barat. Kerapatan mangrove pada wilayah ini relatif tipis (20 hingga 100 meter) dan bahkan pada lokasi tertentu ada yang sudah hilang sama sekali sebagai akibat konversi menjadi tambak secara total. Kerapatan mangrove cukup maksimum banyak dijumpai di lokasi yang dilewati oleh aliran sungai (di sekitar muara Sungai Wanggu, Kambu dan Kadia) (Bappeda & PSL Unhalu, 1998).

Komunitas ikan di perairan Teluk Kendari tahun 1994 dilaporkan terdiri atas 12 jenis ikan yaitu kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus ruselli), selar (Selaroides

sp.), ekor kuning (Caesio erythrogaster), tembang (Sardinella fimbriata), pisang pisang (Caesio sp.), teri (Stolephorus sp.), julung-julung (Hemiramphus sp.); dan ikan perairan

pantai dan muara sungai seperti; beronang (Siganus virgatus), bandeng (Chanos chanos), belanak (Mugil sp.), dan mujair (Oreochromis sp.) (Pangerang 1994). Tahun 2004

dilaporkan tiga jenis yang ditemukan yaitu ikan layur (Lepturacanthus savala), tembang,

dan belanak (Asriyana, 2004). Perbedaan komposisi jenis ikan tersebut berhubungan dengan penggunaan alat tangkap yang berbeda.

B. Lingkungan Perairan

Hubungan antara distribusi spesies dan variabel lingkungan dapat dipahami melalui identifikasi proses ekologi yang mengatur populasi dan komunitas. Perubahan kondisi lingkungan menyebabkan banyak spesies berubah habitatnya sesuai dengan perkembangan stadia hidupnya (ontogeny) atau ritme musiman. Hal ini berarti bahwa hubungan antar spesies dengan lingkungan atau habitatnya merupakan suatu dinamika spasial dan musiman (Kennish, 2000; Morrison et al., 2002; Kanou et al., 2005).

Keberadaan organisme perairan sangat dipengaruhi keadaan lingkungannya dalam skala ruang dan waktu. Parameter kualitas air utama yang berperan dalam menentukan distribusi ikan di perairan teluk dan estuari adalah salinitas (Kennish, 2000; Girling et al., 2003; Pombo et al., 2005; Greenwood, 2007), suhu (Wootton, 1992; 1994; Kennish, 2000; Pombo et al., 2005), kekeruhan (Blaber & Blaber, 1980; Blaber, 1997), pH dan oksigen terlarut (Kennish, 2000; Smith & Able, 2003; Boesch et al., 2007; França et al., 2008). Karakteristik sedimen serta adanya vegetasi akan berpengaruh di dalam


(24)

7

ketersediaan makanan bagi ikan dan untuk perlindungan terhadap predator (Blaber, 1997).

Perubahan salinitas akan memengaruhi keberadaan ikan dalam suatu perairan sehingga ikan akan melakukan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan salinitas lingkungan (Blaber, 1997; Kennish, 2000; Girling

et al., 2003; Pombo et al., 2005; Greenwood, 2007). Organisme cenderung untuk mendiami daerah yang hampir dapat diprediksi gradien salinitasnya, karena toleransinya terhadap salinitas (Kennish, 2000; Greenwood, 2007) atau karena kondisi habitat dan makanan yang menguntungkan (Kennish, 2000; Pombo et al., 2005; Islam et al., 2006; Greenwood, 2007).

Struktur komunitas ikan di Teluk Barnegat dan Tampa menunjukkan perubahan berdasarkan sebaran gradien salinitas (Kennish, 2000; Cardona, 2006; Greenwood, 2007). Sebaran salinitas tersebut sangat menentukan komposisi spesies, kelimpahan dan distribusi ikan di perairan tersebut.

Fluktuasi kelimpahan dan biomassa ikan di Caeté Estuary, Brazilia utara mengalami peningkatan di awal musim hujan dan menurun kembali setelah musim hujan berakhir (Barletta et al., 2003). Hal ini berkaitan dengan meningkatnya limpasan air

(runoff) dari daratan ke dalam estuari yang kaya akan makanan dan adanya tempat

perlindungan untuk berbagai jenis ikan. Sebagian besar ikan menggunakan perairan ini untuk mencari makanan dan tumbuh karena perairan ini memberikan perlindungan dan ketersediaan makanan yang cukup tinggi bagi spesies ikan laut dan juvenil ikan (Kuo et al., 2001).

Suhu perairan memengaruhi laju metabolisme, aktivitas mencari makan (Wootton, 1984; Kennish, 2000), pertumbuhan (Effendie, 1997), reproduksi ikan (Wootton, 1992) dan sangat penting dalam menentukan distribusi kelimpahan ikan di perairan Teluk Bengal Sri Lanka (Blaber, 1997) dan Terminos Lagoon (Kennish, 2000).

Kekeruhan perairan merupakan faktor yang memengaruhi distribusi juvenil dan ikan dewasa di Teluk Moreton (Blaber & Blaber, 1980). Kekeruhan terutama dipengaruhi oleh bahan-bahan tersuspensi seperti: lumpur, pasir, bahan organik, plankton serta organisme mikroskopis lainnya. Kekeruhan memengaruhi kecepatan pengejaran ikan dalam mencari makanannya (Barrett et al., 1992; Valdimarsson & Metcalfe, 2001; Nurminen & Horppila, 2006); komposisi spesies dan kelimpahan ikan (Blaber, 1997); pembatas dari interaksi hubungan mangsa-pemangsa dengan mengurangi resiko


(25)

pemangsaan bagi mangsa (Grecay & Timothy, 1996; Abrahams & Kattenfeld, 1997), dan densitas makanan (Sirois & Dodson, 2000a).

Konsentrasi makanan yang lebih tinggi pada daerah yang keruh (banyak plankton) meningkatkan laju pertemuan ikan dengan mangsanya. Hal tersebut merupakan faktor yang menentukan dalam kesuksesan mencari makanan untuk ikan yang mempunyai kemampuan renang dan ketajaman penglihatan yang terbatas, larva dan juvenil ikan (Shoji et al., 2005) dan meningkatkan pertumbuhan larva ikan estuari rainbow smelt

Osmerus mordax (Sirois & Dodson, 2000b).

Kelarutan oksigen di perairan sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan khususnya ikan. Konsentrasi oksigen terlarut sekurang-kurangnya 3 mg L-1 masih dapat mendukung kehidupan organisme perairan (Pingguo, 1989). Kekurangan oksigen mengganggu fungsi ekosistem yang normal seperti memengaruhi siklus nutrien dan material lain dalam ekosistem (Odum, 1998; Breitburg et al., 1997), menyebabkan

stres dan kematian pada biota (Breitburg et al., 1997; Smith & Able, 2003; Boesch et al., 2007; ESA, 2009), perubahan habitat (Smith & Able, 2003) dan perubahan interaksi antara predator dan mangsanya (Breitburg et al., 1997; Smith & Able, 2003; França et al.,

2008). Ikan-ikan mempunyai variasi adaptasi untuk bertahan hidup pada habitat yang kekurangan oksigen melalui perubahan tingkah laku (meningkatkan laju respirasi, menghindari daerah yang kandungan oksigennya rendah dan mengurangi aktivitas) dan fisiologi (meningkatkan efisiensi respirasi di permukaan perairan).

C. Jejaring Makanan

Komunitas ikan sebagai satu kesatuan memiliki fungsi tertentu, struktur trofik, pola arus energi dan komposisi di dalam ekosistem (Jackson et al., 2001). Faktor biotik yang memengaruhi struktur komunitas ikan adalah hubungan pemangsaan dan kompetisi (Valiela, 1989; Odum, 1998; Winemiller & Jepsen, 1998; Kennish, 2000; Jennings et al., 2003; Labropoulou & Papaconstantinou, 2004). Kompetisi antar individu di dalam satu spesies atau antar spesies terjadi ketika organisme tersebut menggunakan suatu sumber daya yang sama dan terbatas ketersediaannya.

Menurut Jaureguizar & Milessi (2008), aktivitas manusia seperti penangkapan dan modifikasi lingkungan memberi dampak yang besar terhadap ekosistem. Dampak tersebut menyebabkan perubahan terhadap kelimpahan, produktivitas, dan struktur komunitas seperti perubahan dominansi spesies, spektra ukuran, dan hasil tangkapan. Sebagai


(26)

9

akibatnya, hasil tangkapan perikanan secara bertahap berubah dari spesies yang berada di tingkat trofik atas menjadi spesies yang berada pada tingkat trofik bawah dalam jejaring makanan.

Interaksi trofik memengaruhi hubungan antara keanekaragaman biologi dan stabilitas proses ekosistem. Keanekaragaman memengaruhi kekuatan interaksi spesies (kompetisi). Meningkatnya keanekaragaman dapat meningkatkan kompetisi, efek konsumer terhadap perubahan biomassa produser, dan keanekaragaman mangsa (Odum, 1998; Kennish, 2000; Bozec et al., 2005; Thĕbault & Loreau, 2005).

Jejaring makanan menggambarkan hubungan keterkaitan antar organisme mulai tingkatan trofik terendah sampai dengan tingkatan trofik tertinggi. Di dalam jejaring makanan terdapat mekanisme saling memengaruhi antara tingkatan trofik paling atas terhadap tingkatan trofik di bawahnya (top down effect) dan sebaliknya dari tingkatan trofik paling bawah ke tingkatan trofik di atasnya (bottom up effect) (Chassot et al.,

2005). Pemangsaan dapat memengaruhi kepadatan populasi pada tingkatan trofik berbeda (Valiela, 1989; Odum, 1998; Winemiller & Jepsen, 1998; Jennings et al., 2003),

sedangkan ketersediaan makanan dapat memengaruhi tingkat trofik di atasnya (Valiela, 1989; Chassot et al., 2005).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tingkat trofik (Gallopin, 1972; Odum, 1998; Kennish, 2000; Jennings et al., 2003; Widodo & Suadi, 2006), dapat disimpulkan

bahwa tingkat trofik merupakan tahapan transfer material atau energi dari setiap jenjang atau kelompok ke jenjang berikutnya, yang dimulai dari produser primer (fitoplankton), jenjang berikutnya adalah konsumer primer (herbivora), kemudian sekunder, tersier, dan seterusnya yang diakhiri dengan predator puncak. Keterkaitan tingkat trofik ikan dan produktivitas primer di perairan dapat dilihat dalam model jejaring makanan.

Dalam jejaring makanan, informasi mengenai kebiasaan makan ikan sangat penting diketahui. Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran dan umur ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia (Rivera et al., 2000; Asriyana et al., 2004); habitat hidupnya (Nicolas et al., 1999; Goncçalves et al., 2002), kesukaan terhadap jenis makanan tertentu (Livingston, 1980; Weatherley & Gill, 1987); musim yang berkaitan dengan ketersediaan makanan di perairan (Popova, 1978; Asriyana

et al., 2004); dan jenis kompetitor.

Makanan merupakan kunci pokok bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Cowx, 1999). Produksi ikan merupakan hasil dari pertumbuhan. Untuk tumbuh, ikan harus mengambil makanan secara efektif dan mengkonversi makanan menjadi jaringan


(27)

tubuh setelah dikurangi pembelanjaan energi untuk fekal, metabolisme, dan urin (Jennings et al., 2003). Makanan merupakan faktor penentu bagi perkembangan populasi

ikan (Odum, 1998) sehingga memengaruhi distribusi dan kelimpahan populasi di perairan.

Distribusi kelompok ikan pelagis dengan kelimpahan yang tinggi sering terkonsentrasi pada daerah-daerah dengan produktivitas primer yang cukup tinggi (Nontji, 1993). Beberapa spesies tersebut khusus menggunakan makanan pada tingkat trofik yang paling rendah (fitoplankton atau detritus) (Day et al., 1989).

D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan

Pengelolaan sumber daya ikan merupakan kesatuan proses yang dilakukan untuk menunjang keberlanjutan sumber daya ikan. Pengelolaan tersebut meliputi metode holistik, analitik, dan pendekatan ekosistem (King, 1995; Sparre & Venema 1998; Jennings et al., 2003; Widodo & Suadi, 2006).

Model holistik merupakan model yang memperlakukan populasi sebagai biomassa yang homogen dan tidak memperhitungkan strukturnya (komposisi umur, ukuran, dan seks). Model ini sukar diterapkan pada perikanan tropis yang multi jenis dan beragam alat tangkap karena terdapat sejumlah kesulitan jika dikaitkan dengan ketersediaan data yang akurat dan dapat diandalkan (Widodo & Suadi, 2006).

Model analitik merupakan model yang didasarkan pada deskripsi stok yang lebih rinci dan lebih banyak membutuhkan data masukan (kualitas dan kuantitas) seperti parameter pertumbuhan, rekrutmen, dan mortalitas. Metode ini lebih menekankan pada dinamika populasi dari spesies target saja, dan interaksi antara satu spesies dengan spesies lain tidak diperhatikan, padahal perikanan tropis merupakan multi jenis sehingga adanya penangkapan terhadap satu spesies memberikan dampak terhadap spesies lain (Valiela, 1989; Jennings et al., 2003; Widodo & Suadi, 2006).

Pendekatan ekosistem merupakan pendekatan yang mengikutsertakan keseluruhan komponen utama ekosistem dan berbagai jasa yang diberikannya dalam perhitungan untuk memperoleh suatu upaya pengelolaan perikanan secara berkelanjutan (Jennings et al., 2003; Widodo & Suadi, 2006), serta dapat diterapkan pada perikanan multi jenis. Pendekatan tersebut memadukan berbagai informasi yang tersedia seperti produktivitas primer, sumber daya ikan, dan berbagai pola hubungan makan-memakan atau rantai dan jaring makanan, untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dari proses dinamis yang terjadi pada ekosistem perairan. Pengelolaan dengan pendekatan ekosistem membutuhkan


(28)

11

informasi mengenai struktur sistem jaringan makanan untuk menentukan keterkaitannya dengan produktivitas perairan dan perikanan.

Menurut Garcia et al. (2003), suatu pendekatan ekosistem mempertimbangkan

interaksi antara komponen fisik, biologis dan manusia yang dapat menjamin kesehatan setiap komponen termasuk di dalamnya keberlanjutan spesies yang dikelola. Interaksi di dalam ekosistem memerlukan identifikasi empat kompartemen utama ekosistem yaitu: komponen non hayati, hayati, perikanan tangkap, dan komponen kelembagaan. Selanjutnya dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan berbasis ekosistem membutuhkan pengelolaan yang mempertimbangkan semua interaksi stok ikan sasaran dengan pemangsaan, pesaing dan mangsa (Ward et al., 2002a dan 2002b; Garcia et al., 2003), efek dari cuaca dan iklim terhadap ekologi perikanan, interaksi yang kompleks antara ikan dan habitatnya, dan efek penangkapan terhadap stok ikan dan habitat (Scandol et al., 2005).


(29)

(30)

13

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi 3o57’50”–3o59’30” LS dan 122o32’–122o36’30” BT dan berlangsung dari bulan Agustus 2009 sampai Juli 2010.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei post facto. Desain penelitian ditetapkan dengan cara zonasi yang ditentukan secara horisontal dengan mempertimbangkan keterwakilan komunitas ikan dan kedalaman perairan Teluk Kendari (Gambar 2) yaitu :

Zona I = Perairan bagian barat dengan posisi 3o58’58’’ LS dan 122o33’01’’ BT. Zona ini banyak menerima masukan air tawar dari empat sungai besar (Mandonga, Kadia, Wanggu, dan Kambu) yang membawa beban masukan bahan organik dan sedimentasi. Bahan organik berasal dari permukiman penduduk, pertambakan, kegiatan pertanian yang terdapat di sepanjang beberapa sungai besar dan kecil. Sedimentasi cukup tinggi di daerah ini berasal dari hasil aktivitas penambangan pasir di sekitar aliran Sungai Wanggu dan Kambu. Kedalaman perairan di zona ini maksimal 5 meter.

Zona II = Perairan bagian tengah dengan posisi 3o58’25” LS dan 122o33’36’’ BT. Zona ini berkedalaman sekitar 5 sampai 10 meter.

Zona III = Perairan bagian timur dengan posisi 3o58’25’’ LS dan 122o34’38’’ BT. Zona ini berada dekat mulut teluk sehingga lebih banyak dipengaruhi oleh masuknya air laut dari luar Teluk Kendari. Selain itu daerah ini relatif dalam dengan kedalaman 10 sampai 20 meter.

Pengambilan contoh di setiap zona dilaksanakan sebanyak dua belas kali dengan selang waktu satu bulan satu kali.


(31)

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Contoh Air

Contoh air untuk pengamatan parameter kualitas air diperoleh dengan menggunakan Kemmerer Water Sampler volume 2 liter. Pengambilan contoh air dilakukan dengan interval waktu dua bulan sekali pada kedalaman 0,5; 2,5; dan 4 meter dan dilakukan pada pukul 07.00–08.00 Wita.

2. Contoh Plankton

Contoh plankton diperoleh dengan menggunakan jaring plankton No. 25 (ukuran 64 µm) dengan diameter 30 cm dan panjang 120 cm. Pengambilan contoh dilakukan pada pukul 10.00–14.00 Wita pada hari yang sama dengan pengambilan contoh ikan.

Gambar 2. Letak zona penelitian di perairan Teluk Kendari (Sumber : modifikasi dari Asriyana, 2004)


(32)

15

3. Contoh Makroavertebrata bentik

Contoh makroavertebrata bentik diperoleh dengan menggunakan ekman grab

dengan bukaan mulut 400 cm2. Pengambilan contoh juga dilakukan pada jam dan hari yang sama dengan pengambilan contoh plankton.

4. Contoh Ikan

Contoh ikan diperoleh dengan menggunakan jaring insang percobaan yang terbuat dari bahan nilon monofilamen dengan panjang 30 m untuk setiap ukuran mata jaring (¾, 1, 1¼, 1 ½, 2, 3, dan 4 inci). Ukuran tinggi jaring dari pelampung sampai pemberat ketika digantung di dalam air sekitar 2 meter (¾, 1, 1 ¼, dan 1 ½ inci), 7 meter (2 dan 3 inci), dan 10 meter (4 inci). Selain jaring insang percobaan, juga digunakan jaring seser ukuran garis tengah 1 meter dengan mata jaring 0,04 inci untuk menangkap ikan juwana.

Pengambilan contoh dilakukan sebanyak satu kali setiap bulan pada masing-masing zona, sehingga total penangkapan ikan selama penelitian sebanyak 36 kali (12 periode x 3 zona x 1 kali penangkapan). Waktu pemasangan jaring insang percobaan dilakukan dari jam 05.00 sampai 22.00 Wita berdasarkan waktu ikan aktif mengambil makanannya di perairan, sedangkan jaring seser dioperasikan pada daerah tepi pantai dan mangrove. Seluruh ikan yang tertangkap dianalisis.

D. Metode Pengukuran 1. Variabel Kualitas Air

2.

Variabel, metode, alat, dan tempat pengukuran contoh kualitas air yang diukur selama penelitian tertera pada Tabel 1.

2. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton

Contoh fitoplankton diperoleh dengan menggunakan jaring plankton No. 25 yang ditarik secara vertikal dari kedalaman eufotik. Kedalaman eufotik dihitung secara empiris dari besarnya kecerahan air (piring secchi) dikalikan dengan faktor 2,5 (Preisendorfer, 1986). Contoh plankton kemudian diawetkan dengan larutan lugol 4% (Drira et al.,

2008). Contoh fitoplankton diidentifikasi sampai tingkat genus berdasarkan Yamaji (1979) dan Tomas (1997).


(33)

Tabel 1. Variabel, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas air ! ! ! ! ! " # " $ % " " & ' " ( % ! ( ( ! ( ! ( ! ( ! (

) ( * & + ,-./ " +0112/

Kelimpahan fitoplankton ditentukan dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect Counting (APHA, 2005) yaitu :

……… (1)

NF n a A v Vc V = = = = = = =

Jumlah total fitoplankton (sel L-1)

Jumlah rataan individu per lapangan pandang Luas gelas penutup (mm2)

Luas satu lapangan pandang (mm2) Volume air terkonsentrasi (ml)

Volume air di bawah gelas penutup (ml)

Volume air yang tersaring oleh jaring plankton (l)

Biomassa fitoplankton dihitung berdasarkan metode chlorofil a (APHA, 2005) dengan rumus :

. !" . #

$ .% …………(2) V1 V2 664b 665a l 26.7 = = = = = =

Volume aseton yang diekstrak (l) Volume contoh (m3)

Absorbansi panjang gelombang 664 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm sebelum pengasaman

Absorbansi panjang gelombang 665 nm dikurangi absorbansi panjang gelombang 750 nm setelah pengasaman

Panjang kuvet (cm) Koreksi absorban


(34)

17

Nilai biomassa fitoplankton setiap kolom air dalam mg m-3 yang diperoleh dikonversi ke mg m-2 dengan menggunakan persamaan berikut:

Biomassa fitoplankton (mg m-2) = Σ (Chl a x h) ... (4)

Chl a = Klorofil a (mg m-3)

h = Selisih kedalaman eufotik yang diwakili (m) 3. Biomassa Detritus

Dalam menentukan biomassa detritus, terlebih dahulu dilakukan pengukuran produksi primer fitoplankton di setiap zona penelitian berdasarkan keterwakilan kedalaman eufotik yaitu pada kedalaman 0,5; 2,5; dan 4 meter dengan menggunakan metode botol gelap-terang dan titrasi Winkler. Produksi primer diukur dengan metode botol gelap-terang dengan menggunakan rumus berikut (Umaly & Cuvin, 1988) yaitu :

Fotosintesis bersih (mgC m-3 t-1) = & '( & ') ***

+, - x 0,375 …… (3)

O2 = Oksigen terlarut (mg L-1)

BT = Botol terang BI = Botol initial

PQ = Koefisien fotosintesis (1.2) t = Lama inkubasi (4 jam)

0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32) 1000 = Konversi liter menjadi m3

Biomassa detritus dihitung dari hubungan empiris yang dikemukakan oleh Pauly

et al. (1992) sebagai berikut :

. /0 0,954 . 6 7 0,863 . ; 2,41 ……… (3)

BD = Biomassa detritus (gC m-2)

PF = Produksi primer fitoplankton (gC m-2 th-1)

E = Kedalaman eufotik (m)

4. Kelimpahan dan Biomassa Zooplankton

Contoh zooplankton diperoleh dengan menggunakan jaring plankton No. 25 yang ditarik secara vertikal dari kedalaman eufotik. Setelah itu contoh diawetkan dengan larutan lugol 4% (Drira et al., 2008). Contoh zooplankton diidentifikasi sampai tingkat genus berdasarkan Yamaji (1979). Total volume zooplankton ditentukan melalui model geometrik bentuk individu (Bottrell et al., 1976; Mc Cauley, 1984) dan kemudian volume

n


(35)

dikonversikan ke dalam berat (gram berat basah) dengan dikalikan dengan berat jenis (ρ)

zooplankton.

Kelimpahan zooplankton ditentukan seperti pada kelimpahan fitoplankton, dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect Counting (APHA, 2005). Biomassa

zooplankton dihitung dari persamaan :

/> ? . @ ………. (4)

Bz = Biomassa zooplankton (µg L-1)

X = Rata-rata jumlah individu (individu L-1) w = Rata-rata berat individu (µg)

5. Kepadatan dan Biomassa Makroavertebrata bentik

Pengambilan contoh substrat untuk pengamatan makroavertebrata bentik dilakukan dengan bantuan ekman grab, lalu dipisahkan dari substrat dengan saringan

bertingkat. Contoh kemudian dikemas dalam kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 5%. Selanjutnya di laboratorium diidentifikasi menurut Gosner (1971); Dharma (1988); Higgins & Thiel (1988); dan Dharma (1992).

Kepadatan makroavertebrata bentik ditentukan dengan formula (APHA, 2005) :

? A ………(5)

X = Kepadatan makroavertebrata bentik per luas area (individu m-2) N = Jumlah makroavertebrata bentik (individu)

A = Luas bukaan mulut ekman grab (0,04 m2)

Biomassa makroavertebrata bentik dihitung dari persamaan :

Bb = Σ w = N . @B... (6)

Bb = Biomassa makroavertebrata bentik (gram m-2)

N = Jumlah individu (individu m-2) @B = Rata-rata berat individu (gram) 6. Komunitas Ikan

Ikan yang dianalisis adalah seluruh ikan yang tertangkap selama penelitian.

Jumlah ikan (ekor) yang diperoleh setiap penarikan jaring dikumpulkan dan diawetkan dengan es.

n


(36)

19

Di laboratorium, contoh ikan diidentifikasi menurut Kottelat et al. (1993), Allen

(1999), Carpenter & Niem (1999), Peristiwady (2006), dan Froese & Pauly (2010) serta dipisahkan untuk setiap jenisnya. Untuk melihat sebaran jenis ikan di setiap zona, setiap jenis ikan tersebut dikelompokkan berdasarkan daerah penangkapan. Selanjutnya ikan diukur panjang totalnya (panjang ikan dari ujung terdepan bagian kepala hingga ujung terakhir bagian ekor) dengan menggunakan papan pengukur ikan dengan tingkat ketelitian 1 mm dan berat ikan ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1 gram, sedangkan penimbangan anak ikan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 gram.

Penentuan sebaran kelompok ukuran ikan di setiap zona didasarkan pada analisis frekuensi panjang yang kemudian diolah dengan ELEFAN I dalam paket program FiSAT II (Gayanilo et al., 2005). Frekuensi panjang ikan dihitung dengan membuat interval kelas. Interval kelas untuk ikan yang berukuran kurang dari 150 mm ditentukan sebesar 5 mm sedangkan yang berukuran lebih besar atau sama dengan 150 mm ditentukan sebesar 10 mm.

Selanjutnya pertumbuhan ikan setiap jenis ditentukan dengan rumus Von Bertalanffy (Sparre & Venema, 1998) :

.- .C1 D E - -F G ……… (7)

Lt = Panjang ikan pada waktu t

L∞ = Panjang maksimum

k = Koefisien laju pertumbuhan to = Umur teoritis pada saat L = 0

t = Waktu pada saat panjang ikan = Lt

7. Makanan dan Kebiasaan Makanan Ikan

Contoh ikan untuk pemeriksaan kebiasaan makanan sekurang-kurangnya 25% dari hasil tangkapan tiap waktu pengambilan contoh dan diawetkan ke dalam larutan formalin 4–5 %. Setelah itu ikan dibedah dengan pisau bedah dan saluran pencernaannya dikeluarkan dan diawetkan dalam formalin 5%. Kemudian jenis-jenis makanan ikan yang ditemukan dalam saluran pencernaan diidentifikasi berdasarkan Yamaji (1979) dan Tomas (1997). Selanjutnya makanan alami dianalisis menggunakan Indeks Bagian Terbesar (Natarajan & Jhingran, 1961).


(37)

E. Analisis Data

Analisis makanan alami berdasarkan Indeks Bagian Terbesar (Natarajan & Jhingran, 1961) yang merupakan hasil kombinasi antara metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik yaitu :

(

V x O

)

x 100 O

x V I

i i

i i i

= ………. (8)

Ii = Indeks bagian terbesar

Vi = Persentase volume satu macam makanan

Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑ (Vi x Oi) = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan

Luas relung makanan dihitung menggunakan rumus Colwell & Futuyama (1971) sedangkan tumpang tindih relung makanan dihitung menggunakan rumus Schoener (Stergiou et al., 2004) adalah :

/H ∑ J

KL$ ………. (9)

MHN 1 0.5 ∑OPHQ PNQO ... (10)

Bi = Indeks luas relung ikan ke-i

Cih = Tumpang tindih relung makanan antara ikan ke-i dengan ikan ke-h

pij = Proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh ikan ke-i

phj = Proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh kelompok ikan ke-h

Tingkat trofik (Trophi) menggambarkan posisi organisme dalam jejaring makanan

yang terbentuk. Tingkat trofik setiap jenis ikan ditentukan dengan formula Christensen & Pauly (1992) berdasarkan persamaan berikut :

Trophi = 1 + ∑UVW RMHQ S PTQ ……….. (11)

Trophi = Tingkat trofik jenis ikan i

G = Jumlah total organisme mangsa

DCij = Fraksi mangsa ke- j dalam makanan pemangsa i

trophj = Tingkat trofik kelompok pakan ke- j

Selanjutnya berdasarkan analisis makanan tersebut dibuat jejaring makanan untuk menggambarkan pergerakan aliran energi yang terjadi dalam komunitas ikan di perairan Teluk Kendari.


(38)

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lingkungan Perairan

1. Lingkungan Fisik Kimiawi

Kondisi lingkungan fisik kimiawi perairan Teluk Kendari cukup bervariasi. Kisaran nilai setiap parameter seperti salinitas, kekeruhan, suhu, kecepatan arus, kecerahan, oksigen terlarut, pH, nitrat, nitrit, amoniak, dan ortofosfat tertera pada Lampiran 1.

Salinitas perairan selama penelitian berkisar antara 10,5–35,5‰. Salinitas terendah terjadi pada bulan Februari (10,5–22,5‰) dan April (13,5–27‰) yang merupakan musim hujan. Secara spasial salinitas terendah terjadi di Zona I pada lapisan permukaan (kedalaman 0,5 m) dengan kisaran 10,5–13,0‰ (Lampiran 1), sedangkan salinitas lapisan air pada bagian bawah (kedalaman 4 m) lebih tinggi dari lapisan atas (20,0–27,0‰). Hal ini berhubungan dengan adanya masukan air tawar dari empat sungai besar (Mandonga, Kadia, Wanggu dan Kambu). Air tawar dengan kerapatan jenis yang rendah akan berada pada lapisan permukaan, sebaliknya air laut dengan kerapatan jenis yang lebih tinggi akan mengisi lapisan air pada bagian bawah. Walaupun demikian, adanya sirkulasi air yang teratur menyebabkan terjadinya percampuran massa air sehingga salinitas pada kedalaman berbeda relatif seragam. Secara keseluruhan kisaran salinitas masih mendukung kehidupan biota yang mendiami perairan Teluk Kendari.

Kecerahan perairan berkisar antara 55,0–355,0 cm. Kecerahan terendah terjadi pada bulan Februari (80,0–200 cm), dan April (55,0–88 cm) yang bertepatan dengan berlangsungnya musim hujan. Ketika musim tersebut, limpasan air hujan yang tinggi membawa serta hasil sampingan aktivitas penambangan pasir di sekitar aliran Sungai Wanggu dan Kambu sehingga kekeruhan perairan meningkat pada bulan Februari (1,15– 5,14 NTU) dan April (0,9–10,25). Kekeruhan perairan saat penelitian berkisar antara 0,42–10,25 NTU (Lampiran 1). Kekeruhan tersebut bukan saja menurunkan kecerahan perairan tetapi juga memengaruhi kehidupan ikan yaitu memengaruhi ketersediaan sumber daya makanan berupa fitoplankton dan fitobentos; dapat mengurangi jangkauan penglihatan ikan dalam mencari makanannya seperti ukuran, bentuk, dan warna makanan terutama ikan yang mengandalkan penglihatan dalam mencari makanannya (Kneib, 1987 & Blaber et al., 1995; Carter et al., 2010); dan memengaruhi kinerja fungsi organ seperti insang sehingga proses pertukaran gas untuk respirasi tidak optimal (Bunt et al., 2004).


(39)

tingkat hidup ikan-ikan muda yang berlindung di wilayah tersebut sehingga memperluas daerah pembesaran ikan (Kneib, 1987 dan Blaber et al., 1995). Tingkat kekeruhan di

perairan menurun ke arah laut yang berturut-turut Zona I (0,9–10,25), Zona II (0,9– 05,48), dan Zona III (0,42–2,73). Sebagaimana yang telah diuraikan di depan, tingginya kekeruhan di Zona I disebabkan oleh letak zona di sekitar muara sungai yang merupakan tempat terakumulasinya berbagai hasil buangan yang bermuara di daerah tersebut.

Suhu di perairan Teluk Kendari berkisar antara 28,0–32,0 ºC dan relatif tidak berbeda antar zona. Kisaran tersebut termasuk kategori normal untuk perairan Indonesia yang merupakan daerah tropik dengan kisaran suhu antara 24–32 ºC (Tomascik et al., 1997). Kondisi tersebut memungkinkan biota perairan (plankton, makroavertebrata bentik, dan ikan) hidup di perairan ini.

Kecepatan temporal arus berkisar 0,03–0,34 m det.-1. Kecepatan arus tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2009 yang merupakan musim peralihan II, ketika arus barat dari Laut Seram dan Banda cukup dominan terutama dengan kecepatan tinggi antara 3–20 mil jam-1 (Bappeda, 2000). Secara spasial, kecepatan arus di Zona III sebesar 0,04–0,97 m det.-1 lebih tinggi dibandingkan kedua zona lainnya. Hal ini berkaitan dengan letak Zona III yang berada di sekitar mulut teluk yang berhadapan langsung dengan laut, sehingga lebih dipengaruhi oleh arus laut.

Kisaran pH selama penelitian antara 6,3–7,5 masih dapat ditoleransi oleh organisme perairan. Demikian pula kadar oksigen terlarut yang selama penelitian berkisar antara 4,76–10,86 mg L-1. Rendahnya pH (6,85–6,90) dan oksigen terlarut (4,76–5,90 mg L-1) di Zona I pada bulan Desember disebabkan oleh proses dekomposisi bahan organik yang banyak membutuhkan oksigen terlarut di perairan. Zona I berada di sekitar muara sungai yang merupakan daerah perangkap nutrien atau tempat terakumulasinya bahan organik dari berbagai hasil buangan yang bermuara di daerah tersebut. Serasah yang berasal dari hutan mangrove juga menambah akumulasi bahan organik di daerah tersebut. Bahan organik tersebut akan mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme (aerobik/anerobik) dan umumnya membentuk senyawa akhir berupa fosfat dan nitrogen. Rendahnya nilai pH berkaitan dengan terbentuknya produk CO2 hasil oksidasi bahan

organik yang kemudian membentuk senyawa hidrogen karbonat (HCO3-) yang

berdisosiasi membebaskan ion H+ dan CO2-. Terbebasnya ion H+ akan menurunkan pH air

(Azwar et al., 1999).

Berdasarkan kondisi salinitas, suhu, pH, dan oksigen terlarut pada tiga kedalaman berbeda (0,5; 2,5; dan 4 m), perairan Teluk Kendari tidak mengalami stratifikasi massa


(40)

23

air. Hal ini berkaitan dengan kedalaman perairan yang dangkal dengan kedalaman maksimum 20 meter sehingga penetrasi cahaya matahari relatif mencapai dasar perairan terutama pada Zona I. Selain itu adanya pasang surut menyebabkan sirkulasi air terjadi secara teratur dan terjadi percampuran massa air sehingga perubahan suhu, salinitas, pH, dan oksigen relatif konstan pada kedalaman tersebut.

Konsentrasi nitrit selama penelitian cukup rendah sekitar 0,00–0,072 mg L-1. Umumnya konsentrasi nitrit di alam sangat kecil berkisar antara 0,0–0,01 mg L-1 dan nitrit bersifat sangat toksik bagi hewan perairan jika kandungannya lebih besar dari 0,5 mg L-1 (Boyd, 1990). Meningkatnya konsentrasi nitrit pada bulan April (0,044–0,072 mg L-1) diduga disebabkan oleh penumpukan konsentrasi amoniak dari bulan Oktober sampai Februari (0,110–0,730 mg L-1) yang belum teroksidasi secara optimal dalam proses nitrifikasi, akibat konsentrasi oksigen terlarut rendah. Meningkatnya kandungan oksigen terlarut pada bulan Februari (6,34–10,86 mg L-1) menyebabkan amoniak tersebut mengalami proses nitrifikasi secara optimal sehingga nitrit dan nitrat di perairan meningkat pada bulan April. Walaupun konsentrasi nitrit meningkat, namun belum bersifat toksik bagi organisme perairan. Berdasarkan hal tersebut maka perairan Teluk Kendari masih dapat menunjang kehidupan biota perairan.

Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,030–1,502 mg L-1 dan distribusinya di perairan semakin rendah ke arah laut, berturut-turut Zona I (0,339 mg L-1), II (0,078 mg L-1) dan III (0,068 mg L-1). Secara temporal terjadi peningkatan konsentrasi nitrat pada bulan April dibandingkan bulan lainnya. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi seperti yang terjadi pada oksidasi nitrit. Ketersediaan amoniak yang belum teroksidasi secara optimal mengalami oksidasi secara optimal saat kandungan oksigen terlarut di perairan meningkat, sehingga kandungan nitrat dalam perairan meningkat.

Konsentrasi amoniak terlihat cukup tinggi dibandingkan unsur N lainnya yaitu berkisar antara 0,110–0,7340 mg L-1. Di perairan Teluk Kendari, amoniak berasal dari perombakan limbah feses, limbah rumah tangga, industri, dan bahan organik secara mikrobiologis dalam proses amonifikasi. Meningkatnya konsentrasi amoniak pada bulan Desember yang merupakan awal musim hujan disebabkan oleh hasil buangan di sekitar daerah aliran sungai dan di beberapa sungai kecil yang kering saat musim kemarau terbawa masuk ke dalam teluk pada saat musim hujan. Kondisi ini menyebabkan kandungan amoniak dalam perairan meningkat. Ikan mulai terganggu pertumbuhannya pada perairan dengan konsentrasi amoniak mencapai 1,2 ppm (Chen & Kou, 1993) atau


(41)

setara 1,2 mg L-1. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perairan ini menunjang kehidupan biota di dalamnya.

Distribusi ortofosfat di perairan menunjukkan semakin tinggi ke arah laut yang berturut-turut Zona I (0,019 mg L-1), II (0,020 mg L-1), dan Zona III (0,163 mg L-1). Secara temporal terlihat bahwa pada bulan Agustus rata-rata konsentrasi ortofosfat lebih tinggi dibanding bulan lainnya (0,238 mg L-1). Tingginya konsentrasi tersebut disebabkan adanya aliran unsur hara yang berasal dari Laut Banda yang merupakan daerah upwelling. Edward & Tarigan (2003) melaporkan bahwa di perairan Laut Banda Bagian Utara pada bulan Agustus (musim timur) yang bertepatan saat terjadinya upwelling terjadi peningkatan kadar fosfat dari bulan-bulan lainnya yaitu bulan Agustus 1,492 µg.at L-1 (setara 0,0463 mg L-1); Mei 1,025 µg.at L-1 (0,0318 mg L-1); November 0,878 µg.at L-1 (0,0272 mg L-1); dan Februari 0,766 µg.at L-1 (0,0237 mg L-1). Adanya arus pasang menyebabkan aliran unsur hara tersebut masuk ke dalam teluk sehingga konsentrasi ortofosfat pada bulan Agustus meningkat. Dengan konsentrasi tersebut, semua jenis fitoplankton mendapatkan pasokan nutrien yang optimal untuk berkembang.

2. Fitoplankton

a. Genera Fitoplankton

Fitoplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari selama pengamatan terdiri atas 47 genera yang termasuk kedalam empat kelas yaitu kelas Bacillariophyceae 25 genera, Dinophyceae 7 genera, Cyanophyceae 8 genera, dan Chlorophyceae 7 genera (Tabel 2).

Jumlah kelas fitoplankton ini lebih sedikit dibanding yang ditemukan pada tahun 2004 (Asriyana, 2004) sebanyak tujuh kelas, namun jumlah generanya jauh lebih banyak, terutama dari kelas Bacillariophyceae. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya kesuburan perairan Teluk Kendari terutama konsentrasi nitrat yang meningkat dari 0,02– 0,28 mg L-1 (Asriyana, 2004; Irawati & Asriyana, 2007) menjadi 0,03–1,50 mg L-1 dan ortofosfat dari 0,01–0,54 (Pangerang & Taena, 1994) menjadi 0,02–0,80 (Lampiran 1). Peningkatan kesuburan perairan selain meningkatkan kelimpahan dan biomassa fitoplankton, juga akan memengaruhi komposisi jenisnya di perairan. Reynolds (2006)

dan Zebek (2007) melaporkan bahwa peningkatan unsur hara ortofosfat dapat meningkatkan indeks keanekaragaman populasi fitoplankton di perairan.


(42)

25

Tabel 2. Genera fitoplankton yang ditemukan di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

! "# " $ " " %

% % % $

# & ! " " ' $

( ) " %

%

& & &

Keberadaan kelas Bacillariophyceae dari hasil pengamatan cukup dominan baik dari genus, kelimpahan maupun biomassanya (Gambar 3 dan 4). Hal ini disebabkan oleh Bacillariophyceae lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sehingga penyebarannya di perairan cukup luas. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Arinardi et al. (1997) di

perairan Kawasan Timur Indonesia, Nontji (1984) di perairan Teluk Jakarta (93 jenis), Sediadi & Wenno (1994) di Teluk Bintuni Irian Jaya, dan Umar (2002) di Teluk Siddo (27 genera), Sulawesi Selatan.

b. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Spasial

Kelimpahan dan biomassa fitoplankton secara spasial tertera pada Gambar 3, Lampiran 2 dan 3. Kelimpahan fitoplankton tertinggi terjadi di Zona III (15.544 sel L-1) dan diikuti pula oleh tingginya biomassa (1,51 mg chl a m-3). Hal ini disebabkan oleh

ketersediaan unsur hara N terutama amoniak (0,356 mg L-1) dan ortofosfat (0,163 mg L-1) yang lebih tinggi dan kekeruhan perairan yang rendah (1,32 NTU) dibandingkan kedua zona lainnya. Fitoplankton dalam proses fotosintesis lebih banyak menyerap amoniak dibandingkan nitrat karena amoniak lebih banyak dijumpai di perairan baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik (Welch, 1980). Selain itu, amoniak dapat langsung dimanfaatkan dalam proses asimilasi sedangkan nitrat membutuhkan proses reduksi lebih dulu sehingga tidak menguntungkan dalam hal pembelanjaan energi (Reynolds, 2006). Adapun kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,09– 1,80 mg L-1; jika kurang dari 0,02 mg L-1 maka kandungan ortofosfat akan menjadi faktor pembatas (Tambaru et al., 2008). Dengan kondisi demikian, fitoplankton dapat berfotosintesis secara optimal sehingga dapat meningkatkan biomassanya di perairan. Peningkatan nutrien tersebut menunjang fotosintesis dan pertumbuhan tumbuhan klorofil yang menjadi sumber makanan bagi organisme perairan di tingkatan trofik di atasnya.


(43)

Gambar 3. Distribusi spasial kelimpahan (A) dan biomassa (B) fitoplankton di perairan Teluk Kendari pada Agustus 2009–Juli 2010

Zona I dan II mempunyai kelimpahan dan biomassa yang tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan kedua zona tersebut memiliki kandungan amoniak (0,318 mg L-1) dan ortofosfat (0,019-0,020 mg L-1) yang relatif sama, sehingga kelimpahan maupun biomassanya juga relatif tidak jauh berbeda.

Biomassa rata-rata fitoplankton di perairan ini (0,41–2,87 mg chl a m-3) lebih

rendah dibandingkan perairan estuari Segara Anakan yang berkisar 2–18 µg chl a L-1 (White et al., 1989) atau setara dengan 2–18 mg chl a m-3 dan estuari Teluk Kayeli,

Maluku sekitar 0,38–2,662 mg chl a L-1 (Pentury & Waas, 2009) atau setara dengan 380– 2.662 mg chl a m-3. Rendahnya biomassa tersebut disebabkan oleh tingginya kekeruhan (0,42–10,25 NTU) dan padatan tersuspensi (255–418) (Irawati, 2011) yang menghalangi penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Rendahnya penetrasi cahaya menyebabkan fotosintesis tidak berlangsung optimal dan berdampak pada rendahnya biomassa fitoplankton di perairan ini. Domingues et al. (2011) melaporkan bahwa di perairan Estuari Guadiana yang keruh, cahaya berperan sebagai pembatas laju pertumbuhan dan produksi fitoplankton, walaupun konsentrasi nutrien

0 4000 8000 12000 16000 K e li m p a h a n f it o p la n k to n ( in d .L -1 ) 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 B io m a s s a f it o p la n k to n (m g c h l a m -3 )

I II III

Zona A B Bacillariophyceae Cyanophyceae Dinophyceae Chlorophyceae


(44)

27

cukup tinggi, sehingga berdampak pada rendahnya biomassa fitoplankton di perairan tersebut.

c. Kelimpahan dan Biomassa Fitoplankton Secara Temporal

Kelimpahan dan biomassa fitoplankton secara temporal tertera pada Gambar 4, Lampiran 2 dan 3.Secara temporal, kelimpahan total tertinggi terjadi pada bulan Agustus (41.270 sel L-1) dan terendah terjadi pada bulan Mei (3.744 sel L-1). Pada bulan Agustus sebagai akhir dari musim timur terjadi penumpukan unsur hara terutama fosfat (Edward & Tarigan, 2003) yang berasal dari Laut Banda yang merupakan daerah upwelling. Adanya sumbangan zat hara tersebut serta didukung oleh cahaya yang cukup memungkinkan fitoplankton dapat berfotosintesis dan meningkatkan kelimpahannya di perairan.

Sebaliknya, tingginya kelimpahan pada bulan Agustus tidak didukung oleh biomassa yang tinggi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada bulan Agustus dapat meningkatkan persaingan antar individu dalam mendapatkan zat hara untuk tumbuh, sehingga memengaruhi ukuran individu dan selanjutnya berpengaruh terhadap biomassanya yang rendah (0,44 mg chl a m-3). Di sisi lain, biomassa tertinggi terjadi pada

bulan Februari (1,80 mg chl a m-3) yang berkaitan dengan tingginya produktivitas primer

pada bulan tersebut sebesar 120,99 mgC m-3 jam-1 (data belum dipublikasikan).

Djumanto et al. (2009) menyatakan bahwa dalam hubungan antara biomassa dan

kelimpahan fitoplankton di perairan Bawean, diperoleh gambaran bahwa biomassa yang tinggi tidak diikuti oleh kelimpahan individu yang tinggi. Di sisi lain, pada kelimpahan yang tinggi individu genus fitoplankton maupun zooplankton ditemukan dalam kondisi kurus yang diduga disebabkan oleh persaingan untuk mendapatkan unsur hara maupun mangsa. Ketika kelimpahan fitoplankton rendah, maka tingkat persaingan untuk mendapatkan nutrien rendah sehingga fitoplankton dapat memanfaatkan nutrien dengan optimal dan dapat meningkatkan biomassanya. Eslinger et al. (2001) dan Roitz et al. (2002) menyatakan bahwa sebaran biomassa fitoplankton cenderung dipengaruhi oleh kondisi perairan dan musim karena pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh ketersediaan zat hara.


(1)

101

Teri 0 20 40 60 80 100 Agu .'09 Sep. '09 Okt .'09 Nov .'09 Des .'09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr .'10 Mei '10 Jun. '10 Jul.' 10 In d e k s B a g ia n T e rb e s a r Japuh 0 20 40 60 80 100 Agu .'09 Sep. '09 Okt .'09 Nov .'09 Des .'09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr .'10 Mei '10 Jun. '10 Jul.' 10 Tembang 0 20 40 60 80 100 Agu .'09 Sep. '09 Okt .'09 Nov .'09 Des .'09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr .'10 Mei '10 Jun. '10 Jul.' 10 Siro 0 20 40 60 80 100 Agu. '09 Sep. '09 Okt.' 09 Nov. '09 Des. '09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr.' 10 Mei '10 Jun. '10 Jul.'1 0 Bulan In d e k s B a g ia n T e rb e s a r Belanak 0 20 40 60 80 100 Agu .'09 Sep .'09 Okt .'09 Nov .'09 Des .'09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr .'10 Mei '10 Jun. '10 Jul.' 10 Bulan Gargahing 0 20 40 60 80 100 Agu. '09 Sep. '09 Okt.' 09 Nov. '09 Des. '09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr.' 10 Mei '10 Jun. '10 Jul.'1 0 Bulan

Lampiran 13. Indeks bagian terbesar makanan ikan teri, japuh, tembang, siro, belanak, gargahing, peperek blochii, peperek

cina, biji nangka, kembung perempuan,kembung lelaki, peperek secutor, peseng-peseng, kuweh, dan kurisi

pada Agustus 2009 sampai Juli 2010

Fitoplankton Zooplankton Makroavertebrata bentik Ikan Detritus


(2)

Lampiran 13. Lanjutan

Peperek Blochii 0 20 40 60 80 100 Agu. '09 Sep. '09 Okt.' 09 Nov. '09 Des. '09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr.' 10

Mei'10Jun.'1 0 Jul.'1 0 In d e k s B a g ia n T e rb e s a r Peperek cina 0 20 40 60 80 100 Agu. '09 Sep. '09 Okt.' 09 Nov. '09 Des. '09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr.' 10 Mei '10 Jun. '10 Jul.'1 0 Biji nangka 0 20 40 60 80 100 Agu. '09 Sep. '09 Okt.' 09 Nov. '09 Des. '09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr.' 10 Mei '10 Jun. '10 Jul.' 10 Kembung perempuan 0 20 40 60 80 100 Agu. '09 Sep. '09 Okt.' 09 Nov. '09 Des .'09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr.' 10 Mei '10 Jun. '10 Jul.' 10 Bulan In d e k s B a g ia n T e rb e s a r Kembung lelaki 0 20 40 60 80 100 Agu. '09 Sep. '09 Okt.' 09 Nov. '09 Des. '09 Jan. '10 Feb. '10

Mar.'1 0 Apr.' 10 Mei '10 Jun. '10 Jul.'1 0 Bulan Peperek secutor 0 20 40 60 80 100 Agu .'09 Sep .'09 Okt .'09 Nov .'09 Des .'09 Jan. '10 Feb. '10 Mar .'10 Apr .'10 Mei '10 Jun. '10 Jul.' 10 Bulan


(3)

Lampiran 13. Lanjutan

Peseng-peseng

0 20 40 60 80 100

Agu. '09

Sep. '09

Okt.' 09

Nov. '09

Des. '09

Jan. '10

Feb. '10

Mar.' 10

Apr.' 10

Mei'1 0

Jun. '10

Jul.'1 0

In

d

e

k

s

B

a

g

ia

n

T

e

rb

e

s

a

r

Kuweh

0 20 40 60 80 100

Agu. '09

Sep. '09

Okt.' 09

Nov. '09

Des. '09

Jan. '10

Feb. '10

Mar .'10

Apr.' 10

Mei '10

Jun. '10

Jul.'1 0

Kurisi juwana

0 20 40 60 80 100

Agu.

'09

Sep.

'09

Okt

.'09

Nov.

'09

Des

.'09

Jan.

'10

Feb.

'10

Mar

.'10

Apr

.'10

Mei

'10

Jun.

'10

Jul.'

10 Bulan

In

d

e

k

s

B

a

g

ia

n

T

e

rb

e

s

a

r

Kurisi dewasa

0 20 40 60 80 100

Agu. '09

Sep. '09

Okt.' 09

Nov. '09

Des .'09

Jan. '10

Feb. '10

Mar .'10

Apr.' 10

Mei '10

Jun. '10

Jul.' 10 Bulan

Fitoplankton Zooplankton Makroavertebrata bentik Ikan Detritus


(4)

Lampiran 14. Organisme makanan yang dikonsumsi ikan di perairan Teluk Kendari pada

Agustus 2009 sampai Juli 2010

% % * ( % ( ) ( <

1 Bulan–bulan Fitoplankton, zooplankton

2 Golok Fitoplankton, zooplankton

3 Bandeng Fitoplankton, zooplankton

4 Lele laut –

5 Julung julung Fitoplankton, zooplankton

6 Sori Fitoplankton, zooplankton

7 Ikan buaya ! sp. 1 Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

8 Kerapu Fitoplankton, zooplankton

9 Kerapu # Fitoplankton, zooplankton

10 Kerapu $ Fitoplankton, zooplankton

11 Kerapu Fitoplankton

12 Katamba % Fitoplankton, zooplankton

13 Mata besar ! Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

14 Pajur Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

15 Kuweh rambut & Fitoplankton, zooplankton

16 Selar como & Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik, ikan

17 Bubara ' Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

18 Kuweh Fitoplankton, zooplankton

19 Kuweh Fitoplankton, zooplankton

20 Kuweh Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

21 Bubara ( Fitoplankton, zooplankton

22 Kuweh ) ! Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

23 Bawal hitam Fitoplankton

24 Talang talang Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik, ikan

25 Talang talang Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik, ikan

26 Baura ! Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

27 Loba ) Fitoplankton, zooplankton

28 Peperek ( Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

29 Peperek Fitoplankton, zooplankton

30 Peperek Fitoplankton, makroavertebrata bentik

31 Peperek % Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

32 Peperek Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

33 Peperek Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

34 Peperek Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

35 Katamba Fitoplankton, zooplankton

36 Katamba ' Makroavertebrata bentik, ikan

37 Katamba ' Fitoplankton, zooplankton

38 Kapas kapas ( Fitoplankton, zooplankton

39 Kapas kapas ( Fitoplankton, zooplankton

40 Kapas kapas ( ! Fitoplankton, zooplankton

41 Tiko tiko + Fitoplankton, zooplankton, ikan

42 Sumpit , ' $

43 Ikan hias Fitoplankton, zooplankton

44 Sapu sapu Fitoplankton, zooplankton


(5)

Lampiran 14. Lanjutan

% % * ( % ( ) ( <

46 Alu alu ' Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

47 Layur Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik, ikan

48 Sebelah Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik, ikan

49 Nong nong & Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

50 Buntiti & Fitoplankton, zooplankton

51 Cendro , Fitoplankton, zooplankton

52 Balekandra Makroavertebrata bentik, ikan

53 Silea Fitoplankton, zooplankton

54 Katamba # # Makroavertebrata bentik, ikan

55 Katamba sp. Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

56 Keru keru Fitoplankton

57 Titang Fitoplankton, zooplankton, ikan

58 Butana & Fitoplankton

59 Mongiwa Fitoplankton, ikan

60 Belodok & ! Fitoplankton

61 Belodok rambut . Fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik

62 Anak ikan Spesies –1 –

Keterangan :


(6)

Lampiran 15. Nilai tumpang tindih makanan ikan dominan di perairan Teluk Kendari

Jenis ikan Japuh Tembang Siro Belanak Gargahing P.blochi P. cina B. nangka K.perempuan K. lelaki P. secutor P. peseng Kuweh Kurisi

juwana

Kurisi dewasa

Teri 0,88 0,78 0,87 0,76 0,83 0,77 0,88 0,87 0,79 0,83 0,81 0,76 0,84 0,81 0.83

Japuh 0,82 0,86 0,77 0,86 0,88 0,86 0,81 0,88 0,90 6 0 0,81 0,85 0,88 0.87

Tembang 0,90 0,72 0,86 0,81 0,86 0,85 0,75 0,82 0,82 0,72 0,82 0,95 0.87

Siro 0,75 0,89 0,87 0,91 0,90 0,76 0,85 0,87 0,75 0,87 0,84 0.89

Belanak 0,81 0,88 0,75 0,78 0,70 0,78 0,88 0,93 0,84 0,94 0.74

Gargahing 0,90 0,90 0,88 0,78 0,86 0,85 0,77 0,88 0,83 0.84

P. blochi 0,87 0,89 0,88 0,90 0,88 0,81 0,87 0,83 0.82

P. cina 0,92 0,89 0,88 0,89 0,76 0,88 0,85 0.87

B. nangka 0,85 0,84 0,90 0,82 0,88 0,84 0.86

K.perempuan 0,78 0,80 0,78 0,89 0,85 0,76

K. lelaki 0,86 0,86 0,88 0,84 0.82

P. secutor 0,81 0,90 0,85 0.82

Peseng peseng 0,87 0,89 0,77

Kuweh 0,86 0.81

Kurisi juwana 0,75

10