BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011 dan April-Mei 2012 di bekas galian timah kolong yang ada di tiga kecamatan di Kota Pangkalpinang,
Bangka Belitung serta di laboratorium Entomologi Kesehatan FKH IPB.
3.2. Metode
3.2.1. Pengumpulan Larva
Pengumpulan larva dilakukan dengan cara penyidukan larva nyamuk di suatu titik yang ada di sekitar bekas galian. Penyidukan dilakukan menggunakan
cidukan yang terbuat dari plastik dengan gagang panjang yang memiliki volume 500 ml. Penyidukan dilakukan di 3-4 titik dengan sepuluh kali cidukan setiap titik.
Kolong yang diperiksa adalah 30 dari semua kolong yang ada dan hanya dilakukan dari kolong yang terjangkau, sedangkan kolong yang tidak terjangkau
tidak diamati karena berada di tengah hutan sehingga sulit diamati. Larva yang ditemukan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi alkohol
70. Hal ini dilakukan untuk mematikan larva dan menjaga bentuk larva agar tidak cepat hancur. Kemudian larva dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
3.2.2. Identifikasi Larva
Untuk mempermudah identifikasi larva maka spesimen larva yang ditemukan dibuat sediaan preparat. Tahapan pembuatan slide preparat yang
pertama adalah spesimen larva dimatikan dengan alkohol 70, kemudian dibilas air biasa lalu dimasukkan dalam larutan KOH 10 di atas api untuk penipisan
kitin. Spesimen kemudian dibilas dengan air 2-3 kali, jika abdomen larva mengembung dapat ditusuk dengan jarum halus, kemudian ditekan perlahan
menggunakan kuas sampai isi abdomen bersih. Tahapan selanjutnya dehidrasi dengan alkohol bertingkat dari 40- 60, lama setiap fase perendaman 10 menit.
Selanjutnya penjernihan clearing dilakukan dengan merendam spesimen di dalam minyak cengkeh 60 selama 15-30 menit.
Pencucian lemak dari specimen menggunakan xylol, pencucian pertama akan berkabut, kemudian diganti dengan larutan xylol yang baru, dilakukan
beberapa kali sampai bersih. Setelah itu dilakukan pembuatan slide preparat
dengan media canada balsam, diteteskan 2-3 tetes, spesimen diletakkan di tengah media canada balsam sambil diatur posisi larva agar tetap rapi, diusahakan tidak
ada bagian tubuh yang terputus. Sebelumnya xylol dioleskan pada cover glass sebelum digunakan untuk menutup spesimen, kemudian diletakkan perlahan-lahan
di atas spesimen. Selanjutnya dilakukan pengeringan spesimen di dalam warmer 1-2 hari dan dilakukan pelabelan serta penyimpanan. Setelah pembuatan preparat
selesai, identifikasi larva dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan FKH IPB dengan kunci identifikasi larva Anopheles spp. O’Connor dan Soepanto
1989 atau dengan mencocokkan spesimen yang sudah ada di laboratorium Entomologi Kesehatan.
3.2.3. Pengukuran Karakteristik Habitat
Karakteristik habitat yang diamati adalah luas bekas galian timah, kekeruhan air, dasar habitat, pengukuran suhu air dengan termometer, kadar pH
dengan menggunakan kertas lakmus, salinitas menggunakan Salinometer, keberadaan tanaman air di pinggir kolong seperti enceng gondok, kantung
semar, keberadaan predator larva ikan, kecebong, dll, dan umur bekas galian wawancara.
Luas kolong dihitung dengan cara perkiraan atau estimasi panjang dan lebar kolong tersebut dalam satuan meter. Tingkat kekeruhan air kolong dibedakan
menjadi tiga, yaitu jernih, kuning keruh, dan coklat sangat keruh. Adapun penentuan dasar habitat dilakukan dengan melihat komponen dasar dari kolong
yang diperiksa, yaitu tanah, pasir atau lumpur. Contoh dasar air diambil dengan cidukan atau dapat melakukan pengamatan visual bila genangan air jernih.
Suhu air dihitung dengan menggunakan termometer raksa dengan nilai maksimal 100
°C. Perhitungan suhu dengan cara mencelupkan termometer ke dalam air kolong yang diperiksa kurang lebih 5 menit. Pembacaan hasil
pengukuran dengan melihat batas kenaikan air raksa pada skala pengukuran yang tertera pada termometer. Pengukuran parameter pH menggunakan kertas lakmus.
Kertas lakmus dicelupkan ke dalam air kolong yang diperiksa, kemudian warna yang muncul dibaca pada tabel warna pH.
Salinitas air diukur menggunakan hand refractometer. Hasil pengukuran dengan melihat tingkat beda warna yang terbentuk pada skala ukur. Keberadaan
tanaman dilihat dengan pengamatan visual berupa alga, lumut, dan tanaman pada permukaan. Adapun pemeriksaan keberadaan predator larva dilakukan dengan
penangkapan predator menggunakan cidukan, kemudian diidentifikasi. Predator larva nyamuk antara lain ikan kecil, udang kecil, berudu, dan larva capung.
3.3. Pengumpulan Data
Beberapa data diperlukan untuk menunjang hasil penelitian seperti data cuaca dan data kasus malaria di Kota Pangkalpinang. Data cuaca diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG Kota Pangkalpinang. Data yang diambil adalah data curah hujan tahun 2008 - 2011. Adapun data kasus
malaria yang terjadi pada tahun 2008-2011 diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang.
3.4. Analisis Data
Data karakteristik habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Adapun
data nilai angka kesakitan malaria atau annual parasite incidence API dan
indeks curah hujan dilakukan uji analisis regresi linear. Pengukuran kepadatan
larva Anopheles spp. dalam setiap jenis habitat dihitung dengan cara menjumlahkan larva Anopheles spp. dibagi banyaknya cidukan.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis dan Kepadatan Larva Anopheles spp.
Dari 14 habitat potensial yang diperiksa terdapat satu habitat positif ditemukan larva Anopheles dengan kepadatan 0.5 larvacidukan. Habitat ini
terdapat di Kecamatan Gabek dengan karakteristik pH 4.5, suhu 30.1 °C, dan
salinitas 0‰. Larva Anopheles yang ditemukan berkembangbiak di air jernih. Selain itu, ditemukan juga ikan yang berpotensi menjadi predator larva serta
tanaman air seperti rumput dan alga. Adapun kedalaman habitat ditemukannya larva Anopheles adalah 0.5 m, dengan lokasi di tepi habitat yang mempunyai
kedalaman 5-20 cm Tabel 1 dan 2. Tiga belas habitat potensial lainnya tidak ditemukan larva Anopheles spp.
Hujan yang disertai panas pada bulan April-Mei saat ditemukan larva mengakibatkan perkembangbiakan larva Anopheles
meningkat, sedangkan pada bulan Juli-Agustus tidak ditemukan larva. Hal ini kemungkinan akibat pengaruh musim kemarau yang terjadi sehingga larva
Anopheles sulit ditemukan.
Dari lima larva Anopheles yang ditemukan semuanya merupakan jenis An. letifer
. Namun larva An. letifer yang dapat dijadikan sedian preparat hanya satu larva dengan ciri-ciri jarak antara pangkal bulu klipeus dalam berdekatan, cabang
bulu antena melebihi tebing batang serta ujung antena yang runcing Gambar 3A. Larva An. letifer memiliki abdomen tanpa bulu kipas atau hanya pada dua sampai
tiga ruas abdomen saja. Bentuk bulu kipas pada larva ini tidak sempurna Gambar 3B, 3C.
Menurut Hodgkin 1950 tempat perindukan An. Letifer ditemukan di dataran dekat pantai dengan kondisi air yang tergenang dan terdapat tumbuhan
disekitarnya. Larva An. letifer sangat intoleran terhadap kadar garam air, tidak pernah ditemukan pada kondisi salinitas air lebih dari 3‰. Hal ini sesuai dengan
keadaan habitat ditemukannya larva Anopheles di Pangkalpinang yaitu terdapat tumbuhan di sekitar kolong dengan kondisi air tergenang dan salinitas 0‰. An.
letifer merupakan vektor utama penyakit malaria di Pangkalpinang saat ini dan
merupakan vektor paling penting dari kelompok umbrosus, karena tempat berkembangbiaknya dekat dengan pemukiman masyarakat. Selain itu juga
ditemukan An. sundaicus dan An. nigerrimus sebagai vektor penyakit mlaria Dinkes 2011.
Gambar 3 Morfologi larva An. letifer. Bulu klipeus dan cabang bulu antena di kepala An. letifer 10x A, Bulu kipas pada abdomen ruas III-IV larva
An. letifer 40x B, Bulu kipas pada abdomen ruas IV larva An. letifer
40x C, Abdomen ruas III-V larva An. letifer D, Toraks larva An. letifer
bagian dorsal E, Ujung abdomen larva An. letifer bagian dorsal F.
A B
C D
E F
4.2. Jenis Habitat Potensial Perkembangbiakan larva Anopheles spp.