II. TINJAUAN PUSTAKA
Mangga Mangifera indica L.
Mangga Mangifera indica L. bukanlah tanaman asli Indonesia. Mangga
yang berkembang di Indonesia diduga berasal dari India Litz 1997. Mangga yang biasa dikonsumsi sehari – hari seperti mangga golek, mangga arumanis,
mangga manalagi, secara taksonomi termasuk ke dalam spesies Mangifera indica L. Pracaya 2007. Litz 1997, menyatakan bahwa genus Mangifera yang terdiri
dari 69 spesies merupakan salah satu dari 73 genus yang termasuk ke dalam famili Anacardiaceae.
Secara taksonomi, tanaman mangga dikelompokkan sebagai berikut: Divisi
: Spermathophyta Subdivisi :
Angiospermae Kelas
: Dicotyledonae
Ordo :
Sapindales Famili
: Anacardiaceae Genus
: Mangifera Spesies :
Mangifera indica L.
Karakteristik Mangga Arumanis
Pohon mangga arumanis tidak begitu besar dengan tinggi lebih kurang 9 m. Mahkota pohon seperti kerucut terpotong. Daun berbentuk lonjong dengan
ujung runcing. Panjang daun bisa mencapai 45 cm. Tanaman mangga arumanis di Indonesia berbunga pada bulan Juli–Agustus dan panen pada bulan September–
November. Buah mangga arumanis memiliki bobot rata-rata 450 gbuah dengan panjang rata – rata sekitar 15 cm. Bentuk buahnya bulat panjang dan pada ujung
buah terdapat lekukan yang jelas terlihat. Buah yang sudah tua berkulit hijau tua tertutup lapisan lilin halus dan pada pangkal buah berwarna hijau kekuningan
Gambar 2A. Daging buah berwarna kuning Gambar 2B, seratnya halus, berair dan beraroma khas Pracaya 2007.
5
A B
Gambar 2. Buah mangga Arumanis. A Bentuk buah mangga, B Warna daging buah mangga yang matang.
Pembentukan Sel Endosperma
Pada umumnya, tanaman Angioespermae mengalami pembuahan ganda. Proses pembuahan pertama yaitu antara sel telur n dengan inti generatif pertama
n yang akan menjadi zigot 2n. Proses pembuahan kedua terjadi antara inti generatif kedua n dengan dua inti polar 2n yang akan tumbuh menjadi
endosperma 3n Gambar 3. Pada tanaman Angiospermae, endosperma berfungsi untuk menyediakan makanan bagi embrio yang sedang tumbuh dan
berkembang. Endosperma merupakan jaringan seperti parenkima yang biasanya merupakan massa yang tidak berbentuk Suryowinoto 1996.
Secara alami, endosperma tanaman ditemukan dalam keadaan triploid. Masa hidup endosperma pada beberapa tanaman sangat singkat, hanya saat awal
perkembangan embrio, kemudian ukurannya akan mengecil dan bahkan menghilang seiring perkembangan embrio tersebut Costa et al. 2004. Kultur sel
endosperma mulai dikembangkan pada tahun 1930-an Chawla 2002. Kultur sel endosperma dapat menggunakan endosperma yang muda maupun yang tua.
Proliferasi endosperma matang pertama kali dilaporkan oleh Rangaswamy and Rao 1963 pada Santalum album. Juga telah berhasil dikulturkan sel endosperma
pada Ricinus communis, Jatropha panduraefolia dan Actinidia deliciosa Thomas dan Chaturvedi 2008. Sedangkan hasil proliferasi kultur endosperma muda
pertama kali dilaporkan oleh Lampe dan Mills 1993 pada tanaman jagung Chawla 2002. Selain itu, dengan kultur sel endosperma juga telah berhasil
6 didapatkan tanaman triploid pada tanaman jeruk, padi, Asparagus officinalis dan
Azadirachta indica Thomas dan Chaturvedi 2008.
Sumber : http:plantsrock.wikispaces.com Gambar 3. Pembentukan endosperma tanaman Angiospermae
Sel endosperma pada tanaman mangga masih ditemukan dalam kondisi viabel
pada buah yang berumur 1 minggu sampai 8 minggu Litz 1997. Sel endosperma yang diambil dari buah mangga muda berada dalam kondisi cair,
sehingga perlu dilakukan induksi kalus embriogenik terlebih dahulu, yang kemudian dilanjutkan dengan menginduksi embrio tahap globular, torpedo,
kotiledon hingga menjadi sebuah planlet. Dari planlet tersebut dapat dilakukan uji sitologi untuk mengetahui jumlah kromosomnya.
Embriogenesis Somatik
Embriogenesis somatik merupakan proses perkembangan embrio lengkap dari sel–sel vegetatif yang dihasilkan dari berbagai sumber eksplan yang
ditumbuhkan pada sistem kultur jaringan Hartman et al.1990. Teknik kultur jaringan melalui induksi embrio somatik lebih diharapkan karena dapat berasal
dari satu sel pada jaringan somatik yang perkembangannya serupa dengan embrio normal. Regenerasi tanaman melalui jalur embriogenesis somatik lebih mudah
7 karena akan berkembang menjadi embrio bipolar yaitu mempunyai dua kutub
yang langsung dapat menjadi bakal tunas dan akar Damayanti et al. 2007. Disamping itu, untuk mendukung program pemuliaan tanaman melalui rekayasa
genetika, penggunaan embrio somatik dapat mempercepat keberhasilan dengan peluang transformasi yang lebih tinggi karena embrio somatik dapat berasal dari
satu sel somatik. Untuk penyimpanan jangka pendek maupun jangka panjang, embrio somatik dianggap merupakan bahan tanaman yang ideal untuk disimpan
karena bila diregenerasikan dapat membentuk bibit somatik Purnamaningsih 2002.
Zulkarnain 2009 menyatakan bahwa kemampuan regenerasi embrio somatik pada kultur sel, memungkinkan untuk diregenerasikannya tanaman
lengkap bila regenerasi melalui organogenesis tidak memungkinkan. Selain itu kultur yang bersifat embriogenik dapat menghasilkan embrio dalam jumlah besar
dalam satu wadah kultur, dibandingkan dengan secara organogenesis. Embrio somatik yang dihasilkan dapat tumbuh dan berkembang melalui tahapan yang
sama dengan embrio zigotik yaitu oktan, globular, awal hati, hati, torpedo dan embrio dewasa.
Embrio somatik dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung maupun tidak langsung melewati fase kalus. Arnold et al. 2002 menyatakan
bahwa secara umum, tahapan yang dilakukan dalam embriogenesis adalah: • inisiasi kultur embriogenik pada media yang diperkaya dengan zat
pengatur tumbuh terutama auksin, • proliferasi kultur embriogenik pada media padat atau cair,
• prematurasi pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh dengan
konsentrasi rendah atau tanpa zat pengatur tumbuh, • maturasi embrio somatik pada media yang dilengkapi ABA,
• perkembangan embrio di media tanpa zat pengatur tumbuh.
8
Embriogenesis Somatik Pada Mangga
Penelitian embriogenesis pada mangga pertama kali dilakukan oleh Litz et al.
1982, yang menemukan bahwa embrio somatik dapat diinduksi dari nuselus yang berasal dari ovul 5 kultivar mangga poliembrionik yaitu Chino, Heart, Ono,
Sabre dan Turpentine N2-1-7-2. Penelitian selanjutnya menggunakan eksplan dari bagian yang berbeda seperti dari daun Raghuvanshi dan Srivastava 1995, dan
buah muda pada kultivar monoembrionik Ara et al. 1999. Litz 1997 melaporkan bahwa media pertumbuhan tanaman yang terdiri
dari unsur hara makro dan mikro dari media MS, ditambah dengan senyawa organik, glutamin 400 gl, sukrosa 60 gl, Difco Bacto agar 8 gl, dan auksin
2,4-D 1-2 mgl digunakan untuk kultur embriogenesis dari eksplan nuselus. DeWald et al. 1989 melaporkan bahwa untuk media induksi dan pemeliharaan
menggunakan modifikasi dari media B5 Gamborg dan media MS Murashige dan Skoog. Unsur hara makro berasal dari media B5 sedangkan unsur hara mikro
dari media MS, dan ditambahkan senyawa organik, glutamin 400 gl dan 2,4-D 1 mgl.
Media MS sebagai media induksi kalus pada nuselus mangga telah digunakan oleh Ara et al. 1999. Media dasar dengan setengah konsentrasi hara
makro MS dan FeEDTA, hara mikro MS dan senyawa organik penuh, 2.74 mM Glutamin ditambah 4.5
μM 2,4-D berhasil menginduksi kalus pada nuselus pada minggu ketiga sampai minggu kelima Ara et al. 1999. Perkecambahan mangga
telah berhasil dilakukan oleh Jana et al. 1994 pada mangga monoembrionik varietas Alphonso dengan menggunakan setengah konsentrasi media MS, 5 mgl
BA, 200 mll air kelapa, 20 gl sukrosa, 4.2 gl agar dan 2.5 gl arang aktif, dengan persentase embrio yang berkecambah sebesar 55.6. Planlet yang diperoleh telah
menghasilkan akar dan tunas dalam waktu 15 sampai 21 hari. Media Kultur Jaringan Tanaman
Keberhasilan kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan. Media kultur jaringan merupakan campuran dari unsur hara makro,
mikro, karbohidrat gula, vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh. Unsur –
9 unsur hara makro pada media kultur jaringan antara lain unsur N, P, Ca, Mg, K,
dan S. Unsur – unsur hara ini diberikan dalam bentuk garam – garam anorganik. Selain hara makro, dalam media kultur jaringan juga terdapat hara mikro yang
terdiri dari unsur Fe, Mn, Zn, Co, B, Cu dan Mo. Unsur – unsur ini merupakan komponen yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisiologi yang
lainnya Gunawan 1992. Bahan tanaman yang digunakan dalam kultur jaringan merupakan bagian
kecil dari tanaman dan tidak merupakan suatu sistem yang lengkap. Dengan demikian perlu ditambahkan bahan-bahan organik untuk mendukung
pertumbuhan yang optimal. Karbohidrat terutama gula, merupakan komponen yang selalu ada dalam media tumbuh kecuali dalam media untuk tujuan yang
sangat spesifik Gunawan 1992. Karbohidrat ini berfungsi sebagai sumber energi.
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine vitamin B1, nicotinic acid niacin dan pyridoxine
vitamin B6. Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman. Selain vitamin tersebut, juga sering ditambahkan myo inositol ke dalam
media kultur jaringan. Penambahan ini untuk memperbaiki pertumbuhan dan morfogenesis tanaman Gunawan 1992.
Selain pemberian vitamin, dalam media kultur jaringan juga diberikan asam amino. Penambahan asam amino ini dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur. penambahan asam amino dapat dilihat pengaruhnya dalam mengurangi browning. Namun, ada beberapa
jenis asam amino yang dapat menghambat pertumbuhan walaupun pada konsentrasi rendah, seperti lysine dan threonine Gunawan 1992.
Media yang sering digunakan untuk kultur in vitro adalah media MS Murashige dan Skoog 1962. Terdapat dua macam media, yaitu media padat dan
media cair Gunawan 1992. Pada umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar
seperti Gelrite atau Phytagel Divinkom 2008. Agar – agar merupakan bahan pemadat yang paling banyak digunakan. Dalam media kultur jaringan, juga sering
ditambahkan senyawa lain untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
10 kultur. Senyawa yang ditambahkan yaitu arang aktif dan PVP Poly vinyl
pyrolidon . Senyawa ini berfungsi untuk menyerap persenyawaan toxic yang
terdapat dalam media yang dapat menghambat pertumbuhan kultur terutama persenyawaan fenolik dari jaringan yang terluka saat inisiasi. Penggunaan PVP
1 dalam media MS cair yang digoyang pada 75 rpm telah berhasil mengurangi senyawa fenolik yang dikeluarkan pada kultur in vitro tanaman mangga
Raghuvanshi dan Srivastava 1995. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pembuatan media tumbuh yaitu
pH media. Penyerapan bahan–bahan yang terdapat dalam media ke dalam sel tanaman sangat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan media dan pH derajat
kemasaman Widiastoety et al. 2005. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam yaitu berkisar antara 5.5-5.8 Jika pH media lebih tinggi dari 6.0,
media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar - agar tidak dapat memadat Divikom 2008. Pengaturan pH dilakukan dengan
menambahkan NaOH atau KOH untuk menaikkan pH. Sedangkan untuk menurunkan pH ditambahkan HCl.
Selain menggunakan media MS, pada kultur jaringan juga digunakan media B5. Media ini dikembangkan oleh Gamborg dan grupnya pada tahun 1968
untuk kultur suspensi kedelai. Media B5 menggunakan konsentrasi NH
4 +
yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM akan menghambat
pertumbuhan sel kedelai. Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM, Ca
+2
antara 1-4 mM dan Mg
+2
antara 0.5–3 mM Gunawan 1992.
Zat Pengatur Tumbuh
Dalam kultur jaringan, terdapat dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting yaitu sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen akan menentukan arah perkembangan suatu kultur Gunawan 1992.
11 Zat pengatur tumbuh dapat digolongkan kedalam lima golongan yaitu :
auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen. Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan
organ. Auksin yang sering digunakan dalam kultur jaringan antara lain IAA Indole Acetic Acid, 2,4-D 2,4-dichlorophenoxy acetic acid, NAA Naphtaleine
Acetic Acid, dan IBA Indole Butyric Acid. Auksin 2,4-D adalah yang paling sering digunakan untuk mendorong pembentukan embrio somatik Wattimena
1992 Selain auksin, sitokinin juga sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Sitokinin berfungsi dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis Gunawan 1992. Selain meningkatkan pembelahan sel dan inisiasi
pucuk, sitokinin juga terlibat dalam kontrol perkecambahan biji, mempengaruhi absisi daun dan transpor auksin, memungkinkan bekerjanya giberelin dengan
menghilangkan penghambat tumbuh serta menunda penuaan. Meskipun demikian, baik auksin maupun sitokinin, keduanya seringkali digunakan secara bersamaan
pada medium kultur untuk menginduksi pola morfogenesis tertentu, walaupun rasio yang dibutuhkan untuk induksi perakaran maupun pucuk tidak selalu sama
Zulkarnain 2009. Sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan antara lain kinetin 6-furfuryl amino purine, zeatin 4-hydroxyl-3-methyl-trans-2-
butenyl amino purine, 2-ip N
6
-2-isopenthanyl adenine dan BAP 6-benzyl amino purine Gunawan 1992.
Zat pengatur tumbuh lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan, yaitu giberelin. Penggunaan giberelin dalam kultur jaringan tanaman
kadang-kadang membantu morfogenesis. Tetapi dalam kultur kalus dimana pertumbuhan sudah cepat hanya dengan auksin dan sitokinin, maka penambahan
giberelin sering menghambat. Pada umumnya giberelin terutama GA3 menghambat perakaran Gunawan 1992.
III. BAHAN DAN METODE