Parameter Temperatur Optimasi Pengembangan Media Untuk Pertumbuhan Chlorella sp. Pada Skala Laboratorium

optimum pertumbuhan sel Chlorella sp. untuk kultur laboratorium Hladka, 1971. Stabilitas temperatur ruangan tersebut turut mendukung tercapainya stabilitas temperatur rata-rata kultur Chlorella sp. sehingga temperatur tidak menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan Chlorella sp.. Salinitas kultur pada hari 1 penelitian adalah sebesar 32 ppt dan meningkat pada rentang 33-34 ppt hingga hari 10 penelitian secara bertahap Lampiran 11. Rentang salinitas ini termasuk dalam rentang salinitas yang masih tergolong baik bagi pertumbuhan sel Chlorella sp. Hirata, 1981 in Rostini, 2007, Salinitas rata-rata kultur Chlorella sp. disajikan pada Gambar 17. Gambar 15. Perubahan rata-rata salinitas ppt medium kultur Chlorella sp. pada penelitian utama di ruang kultur tertutup Kenaikan salinitas rata-rata kultur Chlorella sp. terjadi secara bertahap pada hari 1-5, kemudian naik pada selang hari 5-6 dari sekitar 32 ppt hingga mencapai 33 ppt kemudian kembali naik secara bertahap hingga mencapai rentang 34 ppt di hari 10 kultur. Perubahan rata-rata salinitas pada setelah hari ke 6 diikuti dengan terbentuknya dua kelompok kultur yang memiliki kecenderungan arah yang berbeda. Kelompok pertama kultur menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat seiring dengan kenaikan nilai salinitas, sementara kelompok kultur kedua menunjukkan pertumbuhan yang relatif terus menurun seiring dengan kenaikan salinitas rata-rata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi salinitas rata-rata yang sama, yang paling mempengaruhi pertumbuhan sel Chlorella sp. selanjutnya adalah ketersediaan nutrien pertumbuhan. Kultur yang memiliki jumlah nutrien lebih tinggi akan dapat terus tumbuh hingga akhir penelitian dibandingkan kultur yang jumlah nutrien pertumbuhannya lebih rendah. Penyebab kenaikan salinitas rata-rata pada kultur diduga sama dengan penelitian pendahuluan, yaitu adanya hasil metabolisme oleh sel Chlorella sp. sisa ekskresi sel, input nutrien sulfat dari ZA Rostini, 2007 dan juga penguapan oleh lampu TL kultur yang menyala 24 jam selama 10 hari kultur. Indikasi penguapan yang menghasilkan garam ditemukan di atas permukaan mulut gelas kultur pada akhir kultur. Sebaran salinitas pada kultur adalah merata antara kultur 1 hingga kultur 27. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa salinitas tidak menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan Chlorella sp. selama penelitian berlangsung. Kisaran pH yang tercatat selama kultur di ruang tertutup yaitu 6-8 Lampiran 12. Perubahan pH rata-rata kultur Chlorella sp. dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 menunjukkan pada rentang hari 1-2 pelaksanaan kultur, nilai pH rata-rata kultur berada pada posisi konstan, yaitu 7, kemudian turun pada kisaran pH rata-rata 6,5-7 pada selang hari 3-7. Penurunan pH terjadi pada perlakuan 4 dan 5 yang memiliki konsentrasi ammonium dari ZA relatif tinggi. Penurunan pH tersebut diduga karena sifat pupuk ZA yang dapat menyebabkan medium menjadi lebih asam. Selain perlakuan 4 dan 5, medium kultur menunjukkan pH yang relatif konstan 7 pada selang hari 1-7 dan kemudian menunjukkan peningkatan hingga mencapai kisaran pH 8. Rentang perubahan pH tersebut masih termasuk dalam rentang pH optimal pertumbuhan Chlorella sp., yaitu 4,5-9,3 Nielsan, 1955 in Prihantini et,al,, 2005. Perubahan pH diduga terjadi seiring dengan jenis nutrien pertumbuhan yang diberikan. Pengenceran medium kultur tidak dilakukan karena hal tersebut akan mengubah konsentrasi nutrien pertumbuhan dalam medium kultur. Gambar 16. Perubahan rata-rata pH kultur Chlorella sp. penelitian utama di ruang kultur tertutup Menurut Morel 1983 in Zahara 2003, pada kisaran pH 7-9 terdapat dua kemungkinan pemanfaatan nitrogen dari nutrien dalam medium oleh sel mikroalga, yaitu pemanfaatan nitrogen dalam bentuk nitrat dan amonium. Reaksi biologis pemanfaatan nitrogen dalam bentuk nitrat adalah sebagai berikut: 106HCO 3 - + 16NO 3 - + HPO 4 2- + 16H 2 O + 124H + Protoplasma + 138O 2 Pemanfaatan senyawa nitrogen dalam bentuk amonium adalah melalui reaksi biologis sebagai berikut: 106 HCO 3 - + 16NH 4 + + HPO 4 2- + 16H 2 O + 92H + Protoplasma + 138O 2 Berdasarkan kedua reaksi di atas maka reaksi pemanfaatan senyawa N yang dapat terjadi adalah selama penelitian adalah reaksi kedua, yaitu pemanfaatan amonium NH 4 + oleh sel Chlorella sp.. Pendugaan pemanfaatan amonium oleh sel Chlorella sp. selama kultur dijelaskan sebagai berikut. Komponen pupuk yang digunakan dalam penelitian adalah pupuk ZA NH 4 2 SO 4 dan Urea CONH 2 2 yang dapat terhidrolisis dalam air menghasilkan ion ammonium, sementara itu sumber nitrat dalam air laut yang digunakan sebagai medium kultur memiliki jumlah yang sangat kecil Tabel 5.

4.2.2 Pertumbuhan Kultur Chlorella sp. di Ruang Kultur Semi Terbuka

Kurva pertumbuhan Chlorella sp. pada penelitian utama di ruang semi terbuka disajikan pada Gambar 17. Kecenderungan umum dari pola arah pertumbuhan sel selama kultur adalah menurun negatif mulai hari 1-10, Kisaran jumlah awal sel Chlorella sp. pada inokulan yang diberikan ke dalam masing- masing gelas kultur adalah 500.000 – 1.500.000 selml seperti yang diberikan pada kultur ruang tertutup Lampiran 13, meski pada pengamatan hari 1, kultur nomor 7 dan 13 menunjukkan jumlah kelimpahan awa sel yang melewati batas rentang tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena pemasukan inokulan sel Chlorella sp. agar memiliki rentang kelimpahan yang relatif sama yang cukup sulit dilakukan dengan penghitungan manual menggunakan Haemocytometer. Fase pertumbuhan Chlorella sp. pada ruang kultur semi terbuka sulit untuk ditentukan karena kecenderungan arah pertumbuhan kultur yang menurun negatif. Penurunan pola pertumbuhan sel Chlorella sp. diduga terjadi karena berkaitan dengan faktor adaptasi sel Chlorella sp. yang tidak berjalan baik terhadap lingkungan barunya. Pola kurva yang relatif fluktuatif terlihat pada hari 1-3 yang diduga sebagai fase lag sel Chlorella sp. untuk beradaptasi terhadap lingkungan barunya. Setelah hari 3 arah pertumbuhan adalah menurun yang ditandai dengan semakin berkurangnya jumlah kelimpahan sel yang terukur. Hal ini menunjukkan bahwa sel Chlorella sp. tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan barunya hingga kemudian secara perlahan menuju fase kematian,

1. Pengaruh Pemberian Dosis Komposisi Pupuk yang Berbeda Terhadap

Chlorella sp. pada Penelitian Utama di Ruang Kultur Semi Terbuka Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian komposisi pupuk yang berbeda terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp. di ruang kultur semi terbuka, anova satu faktor data penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 7. Anova satu faktor pengaruh komposisi pupuk pada kultur ruang semi terbuka Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel p Perlakuan 25 3,108 x 10 12 0,119 x 10 12 3,06 ,0001 Hari 9 5,871 x 10 12 0,652 x 10 12 16,68 ,0001 Galat 234 9,151 x 10 12 0,039 x 10 12 Total 269 18,131 x 10 12 Taraf nyata α = 0,05 Berdasarkan Tabel 6, pemberian dosis komposisi pupuk yang berbeda terhadap kultur Chlorella sp. di ruang kultur semi terbuka menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan sel selama kultur berlangsung F hitung F tabel. Meski hasil anova satu faktor pada penelitian utama di ruang kultur terbuka menunjukkan kesimpulan hipotesis yang sama dengan kesimpulan hipotesis pada penelitian utama di ruang kultur tertutup, namun analisis statistik tersebut tidak dapat dijadikan sebagai kesimpulan akhir penelitian, karena kecenderungan arah dan bentuk kurva pertumbuhan kedua tahap penelitian utama tersebut berbeda, pada penelitian di ruang semi terbuka, kecenderungan pola pertumbuhan umum kultur Chlorella sp. menunjukkan penurunan. Tabel 8. Duncan grouping pengaruh komposisi pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. pada kultur di ruang semi terbuka Perlakuan Duncan Grouping Jumlah Rata-Rata Chlorella sp. selml 1 CDEFG 954.166.6667 2 CDEF 958.333.3333 3 BCDEF 970.833.3333 4 BCDEF 979.166.6667 5 BCDEF 1.008.333.333 6 DEFG 895.833.3333 7 ABC 1.120.833.333 8 EFG 837.500 9 ABCD 1.075.000 10 BCDEF 983.333.3333 11 ABCD 1.075.000 12 CDEFG 937.500 13 ABCD 1.058.333.333 14 ABC 1.133.333.333 15 CDEFG 941.666.6667 16 CDEFG 950.000 17 BCDEF 1.004.166.667 18 ABCDE 1.037.500 19 FG 804.166.6667 20 DEFG 858.333.3333 21 CDEF 958.333.3333 22 DEFG 900.000 23 A 1.220.833.333 24 CDEFG 945.833.3333 25 CDEFG 945.833.3333 26 G 745.833.3333 Oleh karena itu uji lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan kultur dengan perlakuan pupuk mana saja yang memberikan hasil optimal terhadap