2 Kelimpahan sel Chlorella sp. selml setiap hari pada masing-masing tahap
kultur penelitian utama selama total 10 hari kultur 3
Kelimpahan sel Chlorella sp. selml setiap 3 jam dan 6 jam selama total 36 jam kultur pada penelitian tambahan
Parameter tambahan yang diamati meliputi temperatur ruangan perubahan temperatur ruangan dan kultur
o
C, salinitas kultur ppt, dan pH kultur.
3.5.2 Prosedur Pengambilan Data Penelitian
1. Penghitungan Kelimpahan Sel Chlorella sp.
Penghitungan kelimpahan sel Chlorella sp. pada setiap tahap penelitian dilakukan dengan menggunakan Haemocytometer Neubauer Improved
Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 dengan ulangan sebanyak dua kali untuk masing-masing kultur. Langkah-langkah pengukuran kelimpahan sel Chlorella
sp. menggunakan haemocytometer beserta contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Estimasi kelimpahan sel Chlorella sp. pada setiap kultur dilakukan dengan menggunakan rumus kelimpahan sel menurut Punchard 2006 dan Taw
1990.
................ 8 dengan :
D = Jumlah selml
N
1
= Jumlah sel dalam kotak pada pengamatan ke-1 N
2
= Jumlah sel dalam kotak pada pengamatan ke-2
25x10
4
= Konstanta Haemocytometer Neubauer n
= jumlah kotak yang diamati DF
= Faktor Dilusi Volume Total Volume Inokulan Penampang Haemocytometer disajikan pada Gambar 8. Hasil
penghitungan kelimpahan sel Chlorella sp. per hari kemudian diplotkan untuk membuat kurva pertumbuhan sel dengan sumbu X menunjukkan
hari kultur dan sumbu Y menunjukkan kelimpahan sel Chlorella sp..
Gambar 8. Skema haemocytometer neubauer improved Sumber: http:en.academic.ru, 1 Juni 2009
2. Pengukuran Parameter Temperatur, Salinitas, dan pH Kultur
Pengukuran temperatur ruangan dan media kultur dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Temperatur yang dicatat adalah temperatur
ketika pengamatan kelimpahan sel Chlorella sp. dilakukan. Salinitas setiap kultur pada masing-masing tahap penelitian diukur menggunakan hand
refraktometer dengan dua kali pengulangan. Derajat keasaman atau pH setiap
kultur Chlorella sp. diukur dengan menggunakan kertas indikator pH universal.
3.6 Analisis Data Penelitian
Analisis terhadap data penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu analisis statistik dan analisis pustaka. Analisis statistik dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap kultur mikroalga dan interaksinya terhadap paramater yang diukur. Analisis pustaka dilakukan untuk
menjelaskan hasil penelitian berdasarkan analisis statistik dan tinjauan ilmiah lainnya.
Analisis statistik yang dilakukan adalah Rancangan Acak Kelompok RAK atau Randomized Block Design untuk mengetahui pengaruh pemberian
variasi dosis komposisi pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. Uji statistik dilakukan dengan uji Anova Analysis of Variance satu faktor.
Model matematis dari analisis RAK adalah sebagai berikut:
Y
ij
= µ + Ki + Pj +
є
ij
..................................... 9
Dengan: i = 1, 2, 3,...,k kelompok hari
j = 1, 2, 3,...,p perlakuan komposisi pupuk Y
ij
= Pengamatan Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j µ = Rataan Umum
Ki = Pengaruh Kelompok ke - i Pj = Pengaruh Perlakuan ke – j
є
ij
= Galat Kelompok ke – i dan Perlakuan ke – j
Hipotesis yang diuji dalam analisis statistik ini adalah hipotesis tentang pengaruh pupuk perlakuan. Hipotesis pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan
kultur adalah sebagai berikut: H
: Dosis komposisi pupuk yang diberikan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella sp.
H
1
: Dosis komposisi pupuk berpengaruh terhadap pertumbuhan
Chlorella sp. Penentuan relatifitas pengaruh pemberian dosis komposisi pupuk
optimal terhadap pertumbuhan Chlorella sp. dilakukan dengan menggunakan Uji Duncan Duncan Test.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan Chlorella sp. Penelitian Pendahuluan
Kurva pertumbuhan sel Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 9. Pengamatan pada hari 1 kultur menunjukkan bahwa
jumlah kelimpahan awal sel pada masing-masing gelas kultur adalah berbeda. Hal ini terjadi karena inokulan awal yang dimasukkan ke dalam masing-masing
gelas kultur memiliki rentang kelimpahan sel yang tidak sama. Perbedaan tersebut mengakibatkan analisis statistik tidak dapat digunakan untuk mengolah
data pertumbuhan Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan, karena kultur dengan kelimpahan sel yang lebih tinggi pasti dinyatakan sebagai kultur yang
mendapat dosis komposisi pupuk yang paling baik. Disamping itu bentuk kurva pertumbuhannya relatif tidak berbeda bahkan cenderung menurun jika
dibandingkan dengan kultur yang kelimpahan awal selnya lebih sedikit. Bentuk kurva pertumbuhan secara umum menunjukkan kemiringan kurva
yang relatif datar sehingga penentuan fase-fase pertumbuhan Chlorella sp. cukup sulit dilakukan pada masing-masing kultur. Fluktuasi dengan rentang yang relatif
besar terjadi antara hari 1-5. Selanjutnya antara hari 6-10, kurva petumbuhan menunjukkan dua kelompok kultur yang memiliki kecenderungan arah
petumbuhan yang berbeda yaitu positif dan negatif. Bentuk fluktuasi yang sangat ekstrim ditunjukkan oleh kultur perlakuan 8, 9 dan 13. Kultur kontrol 26
menunjukkan bentuk kurva yang relatif datar dibandingkan kurva pertumbuhan lainnya dan diduga pertumbuhan sel pada kultur tersebut tidak terjadi secara
signifikan selama penelitian pendahuluan berlangsung karena minimnya nutrisi pertumbuhan yang tersedia Tabel 1.
31
Hasil penghitungan perubahan kelimpahan sel selml per hari pada penelitian di pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 3. Selama penelitian
pendahuluan berlangsung, temperatur ruangan kultur yang tercatat saat pengamatan Lampiran 4 berkisar antara 19-20
o
C. Namun, perubahan temperatur ruangan tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan temperatur medium
kultur yang berada pada rentang tetap 22-23
o
C. Temperatur rata-rata ruangan dan kultur penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Perubahan rata-rata temperatur
o
C medium kultur Chlorella sp. dan ruangan pada penelitian pendahuluan
Menurut Hladka 1971, rentang suhu kultur tersebut masih berada pada
rentang suhu optimal pertumbuhan Chlorella sp., yaitu 22-24
o
C, sehingga perubahan temperatur bukan faktor pembatas utama pada penelitian pendahuluan.
Salinitas kultur Lampiran 5 berada pada rentang yang cukup tinggi yaitu 32-34 ppt. Salinitas rata-rata medium kultur Chlorella sp. selama 10 hari
kultur dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Perubahan rata-rata salinitas ppt medium kultur Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan
Gambar 11 menunjukkan kenaikan salinitas terjadi setelah hari 5 kultur dari sekitar 32 ppt menuju 33-34 ppt. Kenaikan salinitas rata-rata kultur paling
signifikan ditunjukkan pada rentang hari 5-6 dari sekitar 32 ppt menjadi 33 ppt namun kurva pertumbuhan pada Gambar 9 tidak menunjukkan perubahan arah
pertumbuhan yang signifikan terkait dengan kenaikan salinitas rata-rata kultur yang terjadi.
Menurut Rostini 2005, kenaikan salinitas kultur ini dapat terjadi karena adanya hasil metabolisme sel ataupun pengendapan garam dan nutrien dalam
medium. Konsentrasi garam dalam medium meningkat akibat penguapan air laut oleh panas lampu TL yang berada dekat dengan gelas kultur. Hal ini ditunjukkan
dengan ditemukannya endapan garam putih yang terdapat pada permukaan mulut dan dinding gelas kultur bagian atas selama penelitian berlangsung. Salinitas
yang terukur pada penelitian pendahuluan melebihi salinitas optimal yang
disarankan untuk kultur Chlorella sp. yaitu 25-28 ppt Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995, namun masih berada dalam rentang toleransi salinitas pertumbuhan yang
baik yaitu 15-35 ppt Hirata, 1981 in Rostini, 2007 dan dikondisikan demikian agar akselerasi pertumbuhan Chlorella sp. dapat tercapai pada salinitas tinggi
Bosma dan Wijffels, 2003. Berdasarkan hal tersebut, maka perubahan salinitas selama kultur berlangsung bukan menjadi faktor utama pembatas pertumbuhan sel
Chlorella sp.
Nilai keasaman pH kultur Chlorella sp. penelitian pendahuluan berkisar antara 7-8 Lampiran 6. Nilai keasaman pH rata-rata kultur Chlorella sp.
penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Perubahan rata-rata pH medium kultur Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan
Kenaikan pH rata-rata kultur Chlorella sp. terjadi pada rentang hari 5-7 yaitu dari kisaran pH 7 menjadi pH 8 yang menunjukkan bahwa medium kultur
secara perlahan berubah menjadi basa. Rentang hari perubahan pH tersebut sebanding dengan rentang hari perubahan salinitas medium kultur Chlorella sp..
Menurut Hladka 1971, pH pertumbuhan yang optimum bagi Chlorella sp. berkisar antara 4,9-7,7, sementara Nielsan 1995 in Prihantini et al. 2005
menyatakan bahwa rentang pH kultur yang terukur tersebut pada rentang pH pertumbuhan yang baik yaitu 4,5 – 9,3, sementara menurut Basmi et al. 1993,
rentang perubahan pH medium kultur antara 7-8 termasuk pada rentang pH perairan dengan produktifitas optimum, yaitu pH 7,5 – 8,5. Kenaikan pH diduga
terjadi seiring dengan kenaikan salinitas kultur yang terjadi dan karena adanya proses pemanfaatan nitrogen dari pupuk oleh sel Chlorella sp. selama penelitian
berlangsung. Berdasarkan hasil pengukuran parameter tambahan tersebut maka faktor perubahan temperatur, salinitas, dan pH pada kultur masih berada dalam
kondisi yang memungkinkan Chlorella sp. dapat tumbuh dengan baik dan bukan menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan kultur.
Bentuk pola pertumbuhan Chlorella sp. penelitian pendahuluan menunjukkan kurva yang tidak beraturan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.
Faktor utama yang diduga memberikan pengaruh paling besar terhadap bentuk kurva pertumbuhan Chlorella sp. pada penelitian pendahuluan adalah jumlah
kelimpahan awal sel yang berbeda pada masing-masing kultur. Pengaruh dosis pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. sulit untuk ditentukan mengingat
bentuk kurva pertumbuhan diawali pada titik awal pertumbuhan sel yang tidak sama, sehingga perbandingan perlakuan untuk menentukan komposisi pupuk
optimum untuk pertumbuhan Chlorella sp. tidak dapat dilakukan untuk penelitian pendahuluan ini.
4.2 Pertumbuhan Chlorella sp. Penelitian Utama
4.2.1 Pertumbuhan Kultur Chlorella sp. di Ruang Kultur Tertutup
Kurva pertumbuhan Chlorella sp. di ruang kultur tertutup berdasarkan perlakuan pupuk yang diberikan dan perubahan kelimpahan sel secara utuh
disajikan pada Lampiran 7. Upaya untuk mengkondisikan jumlah awal kelimpahan sel Chlorella sp. agar memiliki rentang kelimpahan sel yang relatif
sama terbukti dapat menghasilkan bentuk kurva pertumbuhan sel Chlorella sp. yang baik. Kelimpahan sel setiap kultur diupayakan berada pada kisaran
500.000 – 1.500.000 selml Lampiran 8. Bentuk kurva pertumbuhan yang dihasilkan oleh masing-masing kultur dapat dilihat dan dibandingkan dengan jelas,
baik fase maupun kecenderungan arah pertumbuhannya. Fase pertumbuhan positif pada semua kultur Chlorella sp. ditunjukkan
pada selang hari 1-5 dengan bentuk fase lag dan logaritmik yang sulit untuk ditentukan. Perbedaan kecenderungan arah pertumbuhan kultur Chlorella sp.
mulai terlihat setelah hari 6 dan terbagi menjadi dua kelompok dengan kecenderungan arah pertumbuhan yang berbeda. Kelompok pertama
menunjukkan pertumbuhan sel yang positif dan terus meningkat hingga hari 10 kultur, sementara kelompok kedua menunjukkan arah pertumbuhan yang negatif
dan terus menurun hingga hari 10 kultur. Gambar 13 dibuat untuk memudahkan dalam melihat pengelompokan kecenderungan arah pertumbuhan tersebut.
Hipotesis sementara terhadap fenomena pertumbuhan Chlorella sp. yang disajikan
pada Gambar 13 diduga terkait dengan ketersediaan nutrien bagi pertumbuhan sel Chlorella
sp. selama penelitian berlangsung.
Gambar 13 menunjukkan bahwa Kelompok 1 kultur Chlorella sp. memiliki pertumbuhan positif yang diduga disebabkan karena jumlah nutrien
pertumbuhannya dapat mendukung perkembangan dan pertumbuhan sel dari hari 1 hingga hari 10 penelitian, sedangkan kelompok 2 kultur Chlorella sp. diduga
memiliki jumlah nutrien yang hanya mampu mendukung pertumbuhan sel hingga hari 5 saja dan ditunjukkan dengan penurunan arah pertumbuhannya.
1. Pengaruh Pemberian Dosis Komposisi Pupuk yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Chlorella sp. pada Penelitian Utama di Ruang Kultur
Tertutup
Faktor yang diduga menyebabkan perbedaan arah pertumbuhan setelah hari 5 pada Gambar 13 adalah keberadaan nutrisi dalam medium kultur yang
berasal dari dosis komposisi pupuk yang diberikan pada masing-masing kultur perlakuan. Hasil Anova satu faktor untuk identifikasi pengaruh pupuk terhadap
pertumbuhan Chlorella sp. utama di ruang tertutup disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Anova satu faktor pengaruh komposisi pupuk terhadap pertumbuhan
Chlorella sp. di ruang tertutup
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
F Tabel p
Perlakuan
25 75,696 x
10
12
2,911 x
10
12
6,70 ,0001
Hari
9 191,632 x
10
12
21,293 x
10
12
49,00 ,0001
Galat
234 101,683 x
10
12
0,435 x
10
12
Total
269 369,011 x
10
12
Taraf nyata α = 0,05
Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian komposisi pupuk yang berbeda Tabel 1 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp. di ruang
kultur tertutup F hitung F tabel. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan komposisi pupuk yang diberikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pola pertumbuhan sel Chlorella sp. pada Gambar 13. Selanjutnya untuk mengetahui dosis pupuk mana saja yang memberikan pengaruh optimal terhadap
pertumbuhan Chlorella sp. dapat dilihat pada pengelompokan Duncan Grouping pada Tabel 4. Pupuk yang memberikan pengaruh paling besar adalah pupuk 22
dengan kelimpahan rata-rata sel mencapai 3.750.000 selml. Komposisi pupuk perlakuan 22 terdiri atas 75 mg ZA, 25 mg Urea, dan 15 mg TSP.
Tabel 4. Duncan grouping pengaruh dosis komposisi pupuk terhadap pertumbuhan Chlorella sp. di ruang tertutup
Perlakuan Duncan
Grouping Jumlah Rata-Rata
Chlorella sp. selml
1 CDEFGH 2.841.666,667
2 GHI 2.375.000
3 EFGHI 2.550.000
4 GHI 2.425.000
5 GHI 2.375.000
6 I 1.850.000
7 HI 2.145.833,333
8 HI 2.291.666,667
9 I 1.925.000
10 FGHI 2.470.833,333
11 HI 2.225.000
12 EFGHI 2.525.000
13 DEFGH 2.733.333,333
14 GHI 2.387.500
15 GHI 2.370.833,333
16 ABCDEF 3.116.666,667
17 BCDEFG 3.033.333,333
18 ABCDEF 3.108.333,333
19 ABCDE 3.195.833,333
20 ABCD 3.383.333,333
21 ABC 3.508.333,333
22 A 3.750.000
23 ABCDEF 3.129.166,667
24 AB 3.629.166,667
25 ABC 3.483.333,333
26 HI 2.262.500
Berdasarkan Duncan Grouping, pengaruh pupuk 22 A terhadap pertumbuhan kultur Chlorella sp. ternyata relatif sama dengan pengaruh yang
diberikan oleh komposisi
pupuk
16, 18, 19, 20, 21, 23, 24, dan 25 memiliki kode Duncan
Grouping A pada susunannya. Bagaimana dengan pupuk 17 yang terletak di antara pupuk 16 dan 18?
Berdasarkan Tabel 4, pengaruh yang diberikan oleh pupuk 17 B terhadap pertumbuhan sel adalah relatif sama dengan pengaruh pupuk 16, 18, 19, 20, 21, 23,
24, dan 25 memiliki kode Duncan Grouping B pada susunannya, sehingga pupuk 17 dapat dikategorikan ke dalam kelompok pupuk yang memberikan
pengaruh optimal terhadap pertumbuhan sel Chlorella sp.. Pupuk 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 dan 25 adalah kelompok pupuk
yang memiliki ketiga kombinasi lengkap ketiga pupuk pertanian ZA, Urea, dan TSP dengan dosis yang relatif lebih tinggi dibandingkan pupuk lainnya Tabel 1.
Uji kimia untuk mengetahui konsentrasi ammonium NH4
+
, nitrat NO
3 -
, dan fosfat PO
4 2-
pada masing-masing komponen penyusun pupuk disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Konsentrasi aktual mgl ammonium, nitrat, dan fosfat pada masing- masing komponen penyusun pupuk perlakuan
Sampel Parameter
Fosfat PO
4
-P mgl
Nitrat NO
3
-N mgl
Ammonium NH
4
-N mgl
ZA 0,028 0,030 11,253
Urea 0,119 0,022 27,963
TSP 1,320 0,037 0,385
Kontrol 26 0,011
0,001 0,013
Berdasarkan 100 mgl larutan
Tabel 5 menunjukkan bahwa komponen pupuk ZA mengandung ammonium aktual sebesar 11,253 mgl dengan konsentrasi nitrat dan fosfat yang
relatif rendah yaitu sebesar 0,03 mgl dan 0,028 mgl. Konsentrasi ion ammonium aktual pada komponen pupuk urea adalah sebesar 27,963 mgl dengan konsentrasi
nitrat aktual sebesar 0,022 mgl dan konsentrasi aktual fosfat sebesar 0,119 mgl. Konsentrasi ammonium aktual yang disumbangkan oleh komponen pupuk TSP
yaitu sebesar 0,385 mgl, sementara konsentrasi fosfat dan nitratnya masing- masing 1,320 mgl dan 0,037 mgl. Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa
komponen pupuk urea pada dosis larutan uji yang sama 100mgl merupakan penyumbang ion ammonium tertinggi dalam komposisi dosis pupuk perlakuan.
Estimasi konsentrasi aktual ammonium, nitrat, dan fosfat total pada masing-masing pupuk perlakuan Tabel 1 dihitung berdasarkan nilai aktual
ammonium, nitrat, dan fosfat pada Tabel 5. Hasil estimasi konsentrasi total masing-masing pupuk dapat dilihat pada Tabel 6. Estimasi teoritis dan aktual
kandungan nitrat, ammonium, dan fosfat berdasarkan komponen pupuk ZA, Urea, dan TSP dapat dilihat kembali pada Lampiran 1 dan Lampiran 9.
Tabel 6 menunjukkan konsentrasi nitrat NO
3 -
untuk medium yang diberikan pupuk kontrol 26 berada pada nilai paling rendah yaitu 0,058 mgl.
Nilai tersebut juga menunjukkan konsentrasi awal nitrat dalam air laut tanpa penambahan pupuk perlakuan. Konsentrasi nitrat paling tinggi ditunjukkan oleh
pupuk perlakuan 5 sebesar 0,066 mgl dan menunjukkan bahwa ZA pada perlakuan tersebut menjadi penyumbang nitrat tertinggi dalam medium
pertumbuhan Chlorella sp. Urea diduga menyumbangkan nitrat dalam konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan ZA, seperti yang ditunjukkan oleh
medium dengan pupuk perlakuan 7 hingga 10 yang. Namun secara keseluruhan, konsentrasi nitrat yang diestimasikan terdapat pada medium kultur adalah sangat
rendah dibawah 0,1 mgl. Tabel 6. Konsentrasi mgl total ammonium, nitrat, dan fosfat pada medium
pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelompok pupuk perlakuan
Pupuk Perlakuan
Ammonium NH
4 +
mgl Nitrat NO
3 -
mgl Fosfat PO
4 3-
mgl
A 1
2 3
4 5
2,871 0,013
0,205 5,684 0,021
0,212 8,498 0,028
0,219 16,937
0,051 0,240
22,564 0,066 0,254
B 6
7 8
9
10
0,058 0,006 0,198
0,757 0,006
0,201 1,456 0,007
0,204 2,854 0,008
0,210 5,650
0,010 0,222
C 11
12 13
14 15
11,253 0,030 0,028
11,282 0,033 0,127
11,311 0,036
0,226 11,369 0,041
0,424 11,484 0,052
0,820
D 16
17 18
19 20
12,010 0,036
0,229 12,709 0,037
0,232 13,408 0,037
0,235 14,107
0,038 0,238
16,903 0,040 0,250
E 21
22 23
24 25
14,806 0,038 0,241
15,488 0,034
0,249 19,666 0,032
0,272 23,843 0,030
0,294 28,021
0,028 0,317
Kontrol 26
0,058 0,006 0,198
Konsentrasi ammonium NH
4 +
paling tinggi ditunjukkan oleh pupuk perlakuan 25, sebesar 28,021 mgl yang menunjukkan bahwa urea bertindak
sebagai penyumbang ion ammonium terbesar dalam medium pertumbuhan dibandingkan pupuk ZA. Berdasarkan pupuk perlakuan 4 dan 5 pada Tabel 1 dan
Tabel 6, dengan dosis dua kali lipat pupuk urea, ternyata jumlah amonium yang disumbangkan oleh pupuk ZA dalam medium pertumbuhan masih relatif lebih
rendah dibandingkan pupuk urea pada perlakuan 25. Konsentrasi ammonium paling rendah ditunjukkan oleh pupuk perlakuan
26 yang bertindak sebagai kontrol yaitu sebesar 0,058 mgl. Rentang konsentrasi ammonium yang relatif tinggi juga diperlihatkan oleh komposisi pupuk perlakuan
yang memiliki konsentrasi pupuk ZA dan urea yang tinggi berdasarkan Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pupuk ZA dan Urea berperan sebagai
penyumbang utama ammonium ke dalam medium pertumbuhan Chlorella sp. Berdasarkan Tabel 6, konsentrasi fosfat untuk medium pertumbuhan kontrol 26
memiliki nilai 0,198 mgl sebagai perlakuan dengan konsentrasi fosfat paling rendah. Konsentrasi fosfat paling tinggi ditunjukkan oleh pupuk 15 yaitu sebesar
0,820 mgl. Menurut Oh-Hama dan Miyachi 1988 dan Vincent 1992, bentuk
senyawa nitrogen yang lebih disukai oleh mikroalga adalah amonium NH
4 +
, karena proses transportasi dan asimilasi ion amonium oleh sel fitoplankton
membutuhkan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan transportasi dan asimilasi ion nitrat NO
3 -
. Senyawa N dalam bentuk NH
4 +
ini kemudian diasimilasi bersama-sama dengan asam glutamat, menjadi berbagai jenis
makromolekul organik seperti protein dan asam nukleat yang dibutuhkan oleh sel Chlorella
sp. Vincent, 1992. Berdasarkan tinjauan proses fotosintesisnya, penggunaan nitrat oleh Chlorella sp. justru dapat menghambat fiksasi CO
2
dalam fotosintesis karena nitrat dan CO
2
berkompetisi untuk hidrogen H
2
Kessler, 1957 in Hladka, 1971.
Berdasarkan Gambar 13, kurva umum pertumbuhan dengan kecenderungan positif ditunjukkan oleh semua kultur pada rentang hari 1-5. Hal
ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang relatif kecil, ammonium dapat mendukung pertumbuhan sel Chlorella sp. dengan kecenderungan positif sesuai
dengan Hladka 1971 yang menyatakan bahwa Chlorella sp. pada awal pertumbuhannya 1-7 hari lebih memilih sumber nitrogen dalam bentuk
ammonium dibandingkan bentuk lainnya. Kultur menunjukkan kecenderungan arah pertumbuhan yang berbeda
pada hari 6. Kelompok kultur 16-15 membentuk kelompok dengan kecenderungan kurva pertumbuhan yang positif, sementara kelompok kultur yang
lainnya membentuk kelompok dengan bentuk kecenderungan pertumbuhan yang menurun hingga hari akhir penelitian. Berdasarkan Tabel 6, kultur 16-25
memiliki konsentrasi ammonium yang relatif tinggi dibandingkan kelompok kultur yang lain. Hal ini diduga sebagai penyebab utama bentuk kurva
pertumbuhan kelompok kultur 16-25 menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat positif hingga akhir penelitian.
Berdasarkan Gambar 13, kultur 4 dan 5 memiliki konsentrasi ammonium yang relatif tinggi namun berada pada kelompok dengan kecenderungan
pertumbuhan yang justru negatif setelah hari 6. Hal ini diduga berkaitan jenis
pupuk agrolyzer yang digunakan sebagai sumber ammonium. Berdasarkan Tabel 1, perlakuan 4 dan 5 merupakan perlakuan dengan sumber ammoniumnya hanya
berasal dari pupuk ZA yang memiliki sifat dapat menyebabkan medium pertumbuhan menjadi asam pH rendah Patnaik, 2002. Menurut Hladka 1971,
pertumbuhan Chlorella sp. akan lebih baik pada rentang pH yang bersifat sedikit lebih basa dibandingkan rentang pH netral atau asam, sehingga kondisi pH kultur
oleh ZA diduga menyebabkan pertumbuhan Chlorella sp. pada perlakuan 4 dan 5 berada pada kelompok pertumbuhan dengan kecenderungan yang menurun.
Bagaimana peran pupuk TSP dalam kultur Chlorella sp.? Dan mengapa pupuk TSP terdapat dalam semua komposisi pupuk yang diberikan pada kultur
Chlorella sp.? Menurut Poerwanto 2003, fosfor berfungsi untuk menyusun
karbohidrat, sementara Kuhl 1974 in Zahara 2003 menyatakan bahwa keberadaan unsur P mutlak diperlukan karena unsur ini penting dalam proses
transformasi energi dalam proses fotosintesis. Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis. Fosforilasi adenosin menghasilkan
adenosin monofosfat, difosfat, trifosfat AMP, ADP, dan ATP yang kemudian digunakan oleh mikroalga sebagai sumber energi untuk kelangsungan proses
kimia lainnya. Fungsi TSP dalam penelitian ini adalah sebagai sumber fosfor untuk sintesis senyawa penghasil energi bagi aktivitas sel, oleh karena itu dosis
TSP pada setiap kombinasi pupuk adalah sama Tabel 1, kecuali pada kombinasi pupuk 11-15. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. dengan pupuk 11-15 disajikan
pada Gambar 15. Komposisi pupuk TSP pada Tabel 1 memiliki dosis sebesar 15 mg yang
didasarkan pada komposisi pupuk Isnansetyo dan Kurniastuty 1995. Dosis TSP
pada komposisi pupuk 11-15 adalah 0 mg, 7,5 mg, 15 mg, 30 mg, dan 60 mg yang disusun untuk mengetahui pengaruh dosis TSP yang berbeda terhadap
pertumbuhan sel Chlorella sp.. Berdasarkan Tabel 6, komposisi ammonium pada pupuk perlakuan 11-15 berada pada rentang yang relatif sama yaitu berkisar
antara 11,263-11,484 mgl. Gambar 14 menunjukkan bahwa perlakuan 14 dan 15 memiliki bentuk pertumbuhan sel yang relatif menurun setelah hari 5 kultur
dibandingkan perlakuan 13 yang memiliki bentuk kurva pertumbuhan kultur yang paling baik diantara perlakuan 11-15. Dosis TSP pada perlakuan 13 sesuai
dengan Isnansetyo dan Kurniastuty 1995 sebesar 15 mg Tabel 1.
Gambar 14. Kurva pertumbuhan Chlorella sp. berdasarkan kelimpahan sel 10
6
selml pada perlakuan komposisi pupuk 11-15 Fenomena ini diduga terjadi karena pada konsentrasi fosfat yang tinggi,
energi yang diperlukan oleh Chlorella sp. tersedia dalam jumlah yang lebih banyak sehingga Chlorella sp. lebih cenderung akan memanfaatkan nitrat untuk
pertumbuhannya dibandingkan ammonium Hladka, 1971. Meski demikian,
konsentrasi nitrat yang relatif lebih rendah dibandingkan konsentrasi ammonium pada perlakuan 11-15 Tabel 5 diduga tidak dapat mencukupi kebutuhan
Chlorella sp. untuk mendukung pertumbuhannya sehingga sel Chlorella sp. akan
mengalihkan konsumsi nitrogennya kembali ke ammonium. Berdasarkan uraian tersebut, maka dosis TSP sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan Chlorella sp.
yang paling baik adalah dosis yang sesuai dengan Isnansetyo dan Kurniastuty 1995, sebesar 15 mgl.
Berdasarkan hubungan antara sebaran konsentrasi ammonium, nitrat, dan fosfat pada Tabel 6 serta bentuk kecenderungan kurva pertumbuhan Chlorella sp.,
maka dapat diperoleh hubungan pengaruh antara dosis komposisi pupuk dan bentuk kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan yang menunjukkan pertumbuhan
positif hingga hari akhir penelitian 16-25 dihasilkan oleh medium yang memiliki kombinasi konsentrasi minimum ammonium sebesar 12,010 mgl dan fosfat
minimum sebesar 0,229 mgl. Keberadaan nitrat dalam hal ini dapat diabaikan karena konsentrasinya yang sangat kecil 0,1 mgl. Berdasarkan uraian
tersebut maka untuk kultur Chlorella sp. di ruang tertutup, hasil optimal pertumbuhan sel akan dapat dicapai dengan memberikan komposisi pupuk
perlakuan yang minimal memiliki perbandingan ammonium dan fosfat sebesar 53 : 1 berdasarkan massa mm untuk 1 liter kultur.
2. Parameter Temperatur
o
C, Salinitas ppt, dan pH Terhadap Pertumbuhan
Chlorella sp. di Ruangan Kultur Tertutup
Temperatur ruang kultur yang tercatat selama penelitian utama di ruang kultur tertutup berkisar antara 19-20
o
C dengan temperatur kultur Chlorella sp. berkisar antara 22-23
o
C Lampiran 10 dan tergolong dalam rentang temperatur
optimum pertumbuhan sel Chlorella sp. untuk kultur laboratorium Hladka, 1971. Stabilitas temperatur ruangan tersebut turut mendukung tercapainya stabilitas
temperatur rata-rata kultur Chlorella sp. sehingga temperatur tidak menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan Chlorella sp..
Salinitas kultur pada hari 1 penelitian adalah sebesar 32 ppt dan meningkat pada rentang 33-34 ppt hingga hari 10 penelitian secara bertahap
Lampiran 11. Rentang salinitas ini termasuk dalam rentang salinitas yang masih tergolong baik bagi pertumbuhan sel Chlorella sp. Hirata, 1981 in Rostini, 2007,
Salinitas rata-rata kultur Chlorella sp. disajikan pada Gambar 17.
Gambar 15. Perubahan rata-rata salinitas ppt medium kultur Chlorella sp. pada penelitian utama di ruang kultur tertutup
Kenaikan salinitas rata-rata kultur Chlorella sp. terjadi secara bertahap pada hari 1-5, kemudian naik pada selang hari 5-6 dari sekitar 32 ppt hingga
mencapai 33 ppt kemudian kembali naik secara bertahap hingga mencapai rentang 34 ppt di hari 10 kultur. Perubahan rata-rata salinitas pada setelah hari ke 6
diikuti dengan terbentuknya dua kelompok kultur yang memiliki kecenderungan