Sifat Pemilihan Partisipasi Politik

17

b. Sistem Kepartaian dan Pemilihan Umum

Sejumlah penelitian menunjukkan, sistem dua partai relatif bisa mengurangi tingkat partisipasi pemilih. Motivasi pemilih untuk ikut memilih bisa surut ketika partai atau calon yang maju dalam pemilihan tidak ada yang disukai. Sebaliknya negara yang menganut sistem multipartai relatif bisa memancing partisipasi pemilih yang lebih tinggi. Hal ini karena pemilih lebih punya banyak pilihan dan alternatif. Sejumlah penelitian juga menunjukkan, sistem proporsional lebih membuat partisipasi pemilih lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan sistem distrik. Keterwakilan proporsional pada umumnya dipercaya dapat meningkatkan kehadiran pemilih karena semua partai dapat meningkatkan keterwakilan mereka Russel J. Dalton dan Martin P. Wattenberg, 1993 17 Ada negara yang menganut paham bahwa pemilihan umum adalah hak bagi warga negara, karenanya warga bisa memilih dan bisa juga tidak memilih. Tidak ada hukuman bagi warga negara yang tidak ikut memilih. Tetapi ada juga negara yang memandang pemilihan umum sebagai kewajiban dari warga negara. Warga diwajibkan untuk ikut pemilihan dan jika tidak ikut akan mendapat hukuman. Bentuk hukuman ini bermacam-macam dari hukuman denda, penambahan pajak hingga ancaman tidak mendapat jaminan atau asuransi dari .

c. Sifat Pemilihan

17 Eriyanto, op.cit., hal.10 18 negara. Negara yang menerapkan hukuman bagi warga yang tidak terlibat dalam pemilihan bisa dipastikan mempunyai tingkat partisipasi pemilih yang tinggi. Salah satu contoh adalah Australia. Rata-rata tingkat voter turnout di Australia adalah 95. Australia dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat partisipasi pemilih paling tinggi di dunia. Australia menerapkan hukuman denda bagi pemilih yang tidak ikut memilih. Hukuman ini bisa berujung penjara jika calon pemilih ini tidak membayar denda yang harus dibayar. Australia bukan satu- satunya negara yang menerapkan denda bagi warga yang tidak ikut memilih. Swis, Austria, Ciprus, Argentina, Peru adalah contoh negara lain yang menerapkan hukuman denda. Selain hukuman, mekanisme lain untuk “mewajibkan” pemilih datang di hari pemilihan adalah memberikan surat keterangan. Surat keterangan ini dipakai ketika seseorang melamar pekerjaan terutama di kantor-kantor pemerintah. Di Belgia dan Mexico, pemilih yang tidak ikut pemilihan tanpa alasan jelas, bisa dipastikan akan kesulitan mendapat pekerjaan di kantor pemerintah. Kesulitan yang sama juga dialami ketika mengurus surat dan dokumen dari kantor pemerintah. Semua negara yang mewajibkan warga negaranya ikut memilih ini, dikenal mempunyai tingkat voter turnout tinggi 18 18 Maria Gratschew, Compulsory Voting, dalam IDEA, Voter turnout Since 1945: A Global Report, 2002, dikutip dari Eriyanto, loc.cit. . 19

5.2. Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan – kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah. Wahyudi Kumorotomo mengatakan, ”Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dan warganya” 19 ”Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.” . Lebih jauh dia mengingatkan bahwa secara umum corak partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat macam, yaitu: pertama, partisipasi dalam pemilihan electoral participation, kedua, partisipasi kelompok group participation, ketiga, kontak antara warga negara dengan warga pemerintah citizen government contacting dan keempat, partipasi warga negara secara langsung. Menurut Samuel P. Hutington dan Joan Nelson dalam No Easy Choice : Political participation in developing : 20 19 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali pers, 1999, hal.112 20 Samuel P Hutington dan Joan M. Nelson, No easy choice : Political Participation In Developing Countries cambridge, mass : harvard universiry press 1997. Hal 3, dalam Miriam Budiarjo. 20 Sedangkan Ramlan Surbakti mendefinisikan, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintah. 21 Dengan demikian, pengertian Hutington dan Nelson dibatasi beberapa hal, yaitu: pertama, Hutington dan Nelson mengartikan partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal ini, mereka tidak memasukkan komponen-komponen subjektif seperti pengetahuan tentang poiltik, keefektifan politik, tetapi yang lebih ditekankan adalah bagaimana berbagai sikap dan perasaan tersebut berkaitan dengan bentuk tindakan politik. Kedua, yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah warga negara biasa, bukan pejabat- pejabat pemerintah. Hal ini didasarkan pada pejabat-pejabat yang mempunyai pekerjaan profesional di bidang itu, padahal justru kajian ini pada warga negara biasa. Ketiga, kegiatan politik adaalah kegiatan yang dimaksud untuk mempengaruhi keputusan pemerintah. Kegiatan yang dimaksudkan misalnya membujuk atau menekan pejabat pemerintah untuk bertindak dengan cara-cara tertentu untuk menggagalkan keputusan, bahkan dengan cara mengubah aspek- aspek sistem politik. Dengan itu protes-protes, demonstrasi, kekerasan bahkan bentuk kekerasan pembrontak untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi politik. Keempat, partisipasi juga mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal. Kelima, partisipasi politik dilakukan langsung atau tidak langsung, artinya langsung oleh pelakunya sendiri tanpa menggunakan, tetapi ada 21 Arifin Rahmat, Sistem Politik Indonesia, Surabaya : Penerbit SIC, 1998, hal. 128 21 pula yang tidak langsung melalui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan kepemerintah. Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu: a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem politk. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan. b. Partisipasi Pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturanperintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah. 22 Selain kedua bentuk partisipasi diatas tetapi ada sekelompok orang yang menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada dinilai telah menyimpang dari apa yang dicita-citakan sehingga tidak ikut serta dalam politik. orang-orang yang tidak ikut dalam politik mendapat beberapa julukan, seperti apatis, sinisme, alienasi, dan anomie. 1. Apatis masa bodoh dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala. 22 Sudijono Sastroadmojo, Perilaku politik, IKIP Semarang Press, 1995, hal. 74 22 2. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor, tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam bentuk apapun sia-sia dan tidak ada hasilnya. 3. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan pemerintahan masyarakat dan kecendrungannya berpikir mengenai pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk orang lain tidak adil. 4. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak. 23 Menurut Rosenberg ada 3 alasan mengapa orang enggan sekali berpartisipasi politik 24 : Pertama bahwa individu memandang aktivitas politik merupakan ancaman terhadap beberapa aspek kehidupannya. Ia beranggapan bahwa mengikuti kegiatan politik dapat merusak hubungan sosial, dengan lawannya dan dengan pekerjaannya karena kedekatannya dengan partai-partai politik tertentu. Kedua, bahwa konsekuensi yang ditanggung dari suatu aktifitas politik mereka sebagai pekerjaan sia- sia. Mungkin disini individu merasa adanya jurang pemisah antara cita-citanya dengan realitas politik. Karena jurang pemisah begitu besarnya sehingga dianggap tiada lagi aktifitas politik yang kiranya dapat menjembatani. Ketiga, beranggapan bahwa memacu diri untuk 23 Michael rush dan althoff, pengantar sosiologi politik, PT Rajawali, Jakarta, 1989, hal.131 24 Ibid. 23 tidak terlibat atau sebagai perangsang politik adalah sebagai faktor yang sangat penting untuk mendorong aktifitas politik. Maka dengan tidak adanya perangsang politik yang sedemikian, hal itu membuat atau mendorong kearah perasaan yang semakin besar bagi dorongan apati. Disini individu merasa bahwa kegiatan bidang politik diterima sebagai yang bersifat pribadi sekali daripada sifat politiknya. Dan dalam hubungan ini, individu merasa bahwa kegiatan-kegiatan politik tidak dirasakan secara langsung menyajikan kepuasan yang relatif kecil. Dengan demikian partisipasi politik diterima sebagai suatu hal yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai suatu hal yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai suatu yang dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan material individu itu.

5.3. Motivasi untuk Melakukan Aktivitas Politik

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

8 122 118

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Umum Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008 Di Desa Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu Ketua Departemen Ilmu Politik

3 68 129

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun)

2 62 126

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Di Desa Jorlang Huluan Kecamatan Sidamanik Kab. Simalungun Tahun 2003

0 33 84

Peramalan Tingkat Produksi Jagung Di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 Dengan Metode Smoothing Eksponensial Ganda

2 63 65

Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

4 96 75

Faktor-faktor Partisipasi Politik Pemilih Pemula di Kecamatan Andir pada Pemilihan Gubernur & Wakil Gubernur (PILGUB) Jabar 2013

4 34 76

PEMILIHAN KEPALA DAERAH (GUBERNUR) SECARA LANGSUNG DAN KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA.

0 1 24

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT KOTA BANDUNG DALAM MEMILIH CALON GUBERNUR DAN CALON WAKIL GUBERNUR PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH JAWA BARAT 2013.

0 0 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT TIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA PADA PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2008 DI DESA TANJUNG ANOM KECAMATAN PANCUR BATU ZULFAN HARAPANTA SEMBIRING 080906036

0 0 14