Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dalam menentuan wakil-wakilnya baik di lembaga legislatif maupun eksekutif juga sebagai sarana ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan politik. Demokrasi di indonesia mengalami perubahan yang signifikan pasca runtuhnya rezim orde baru. Kehidupan berdemokrasi menjadi jauh lebih baik, rakyat dapat dengan bebas mengeluarkan pendapat dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sangat dibatasi pada orde baru . Dengan lahirnya pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan suatu langkah maju dalam proses demokrasi di indonesia. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekruitmen politik lokal secara demokratis 1 Dalam upaya mewujudkan terlaksananya pemilihan kepala daerah langsung dibentuklah UU No. 24 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai pengganti UU no. 22 tahun 1999 merupakan landasan hukum bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung . 2 Disamping itu pemerintah juga telah menyiapkan peraturan pemerintah PP No. 62005 sebagai petunjuk teknis tentang pelaksanaan pilkada langsung. . 1 Joko, j, prihatmoko, pilkada secara langsung, Yogyakarta : pustaka pelajar, 2005, hal. 21 2 Daniel S Salosa, Mekanisme, persyaratan, dan Tata Cara Pilkada Secara Langsung, Yogyakarta: Media presindo, 2005, hal.9 2 Pilkada langsung dapat pula dikatakan atas sebagai koreksi atas sistem pilkada yang terdahulu yang menggunakan mekanisme perwakilan oleh DPRD. Peralihan sistem perwakilan ke sistem pilkada langsung menyiratkan bahwa fungsi perwakilan yang selama ini di jalankan oleh DPRD yang seharusnya merupakan lembaga perwakilan yang memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi justru berseberangan dengan rakyat. Dengan pelaksanaan pilkada langsung, maka praktek-praktek kolotif yang sering terjadi diantara eksekutif maupun legislatif yang sering terjadi pada pemilihan kepala daerah terdahulu diharapkan dapat dihilangkan. Melalui azas-azas yang terdapat dalam pilkada langsung yaitu azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka pemilihan kepala daerah langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi 3 . Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti, akan tetapi juga berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan, mengganti sebagai suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggungjawaban publik 4 Dengan lahirnya UU No. 6 tahun 2005 maka pemilihan kepala daerah langsung merupakan keputusan hukum yang harus dilaksanakan di seluruh daerah di Indonesia. Hak hak dasar masyarakat di daerah dikembalikan dengan memberikan suatu kewenangan penuh kepada masyarakat untuk memilih secara langsung orang – orang yang akan menjadi pemimpin di dareahnya. Tentu saja dalam pemilihan ini rakyat dapat diharapkan dapat memilih calon pemimpin yang 3 Ibid, hal.20 4 Syamsul Hadi Thubang,pilkada, Bima 2005, Bima Swagiri: Citra Tuba, hal.7 3 dinilai mampu untuk mewujudkan cita cita dan kehendak rakyat yaitu terciptanya kesejahteraan. Akan merupakan sumber kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung, rakyat memegang suatu peranan penting dalam proses rekruitmen politik maupun dalam menentukan proses pembuatan kebijakan publik rakyat bukan hanya dapat memilih calon pemimpinnya tetapi dapat pula mencalonkan dirinya menjadi seorang pemimpin. Pengesahan UU No 32 Thn 2004 yang merupakan revisi dari UU No 22 tahun 1999 yang mengamanatkan kepala daerah tingkat I dan tingkat II dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini berarti bahwa sistem pemilihan kepala daerah telah mengalami perubahan kearah yang lebih demokratis. Rakyat memiliki kedaulatan penuh atas hak politiknya dalam memilih pemimpin mereka semangat pemilihan kepala daerah secara langsung adalah memberikan ruang yang lebih luas bagi partisipasi politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan di daerah masing – masing. Sehingga diharapkan kebijakan – kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan keinginan rakyat pada umumnya, atau dengan kata lain, lebih mendekatkan pemerintah kepada rakyatnya. Lahirnya mekanisme pemilihan kepala dareah langsung adalah satu wujud dari upaya untuk membangun kembali prinsip – prinsip demokrasi, kemudian kepala daerah langsung merupakan efek dari lahirnya otonomi daerah menjadikan rakyat didaerah dapat secara langsung memilh pemimpin didaerahnya dan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Rakyat adalah pemegang kedaulatan 4 tertinggi dari kedaulatan, keinginan harus lebih banyak didengarkan, namun yang selama ini terjadi rakyat tidak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung ini diharapkan perubahan arus politik menuju demokrasi yang sesungguhnya. Proses pemilihan kepala daerah di laksanakan melalui beberapa tahapan. Dimulai dari tahap pendaftaran, penyaringan, penetapan pasangan calon, rapat paripurna khusus, pengiriman berkas pemilihan, pengesahan dan pelantikan. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, kepala daerah dan wakil kepala daerah memiliki peranan yang sangat penting dibidang penyelenggaraan pemerintahan, pengembangan dan pelayanan masyarakat dan bertanggung jawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan daerah 5 Pemilihan kepala daerah langsung ini merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat, karena malalui pemilihan kepala daerah langsung ini menandakan terbukanya ruang yang cukup agar rakyat bebas memilih pemimpinnya. Pemilihan kepala daerah secara langsung, yang diawali setelah diberlakukannya Undang-undang No. 32 tahun 2004 telah menjadi momentum baru bagi proses demokrasi di tingkat lokal. Melalui pelaksanaan otonomi daerah sebagai media untuk menyebarkan sistem demokrsi yang semakin disempurnakan, termasuk pemilihan kepala daerah memacu tumbuhnya kekuatan pro demokrasi di daerah. Artinya melalui pemilihan kepala daerah yang secara . 5 Deddy Supriady Bratakusuma, Ph.D dan Dadang Solihin, MA, otonomi penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Jakarta: Gramedia pustaka utama, 2002, hal.61 5 langsung ini akan melahirkan aktor-aktor demokrasi di daerah, yang kemudian diharapkan mampu melakukan gerakan-gerakan baru bagi perubahan. Jika beberapa tahun lalu kepala daerah dipilih oleh sekelompok elit politik di DPRD dewan perwakilan daeraah rakyat maka melalui pemilihan kepala daerah langsung, merupakan sebuah model baru dalam sejarah bangsa Indonesia. Yang diharapkan mampu memunculkan pemimpin-pemimpin yang baru ditingkat lokal yang berjiwa reformis. Inilah yang disebut sebagai langkah awal dari proses pendemokrasian ditingkat lokal. Salah satu yang terjadi dari pilkada hingga saat ini adalah tingginya angka pemilih yang tidak ikut dalam pemilihan. Di sejumlah wilayah, angka ini bahkan mencapai hampir separuh seperti yang terjadi dalam Pilkada Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Banjarmasin, Kota Jayapura, Kota Depok dan Provinsi Kepulauan Riau. Tidak jarang, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan suara pemenang Pilkada. Jika dibuat rata-rata, tingkat pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya selama pelaksanaan Pilkada mencapai angka 27.9 6 6 Eriyanto, Golput Dalam Pilkada, Kajian Bulanan LSI Edisi 05-September 2007,dikutip dari www.lsi.co.id . Hal ini sangat berbeda pada pemilu sebelumnya. Pemilu selama Orde Baru mempunyai partisipasi pemilih rata-rata di atas 90. Atau tingkat pemilih yang tidak menggunakan hak pilih rata-rata di bawah 10. Pemilu 1999, diikuti oleh 93.3 dari total pemilih terdaftar. Atau hanya 6.7 saja pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. Partisipasi pemilih ini turun menjadi 84.1 pada Pemilu Legislatif 2004. Angka partisipasi pemilih ini makin turun saat Pemilu 6 presiden, baik putaran pertama maupun kedua, dan turun lagi selama pelaksanaan Pilkada. Tabel 1 Tingkat Partisipasi Pemilih PemiluPilkada Partisipasi Pemilih 1971 94.0 1977 90.6 1982 91.2 1987 91.3 1992 90.9 1997 88.9 1999 93.3 2004 84.1 Pemilu Presiden Putaran I 78.5 Pemilu Presdiden Putaran II 76.7 Pilkada Juni-Juli 2005 73.1 Sumber : Eriyanto, Golput Dalam Pilkada, Kajian Bulanan LSI Edisi 05- September 2007, hal. 2 Di Indonesia orang-orang yang tidak ikut memilih disebut dengan istilah golput golongan putih. Istilah ini muncul tahun 1970-an, mengacu pada sikap dan tindakan politik untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu orde baru karena dinilai tidak demokratis. Menurut Arbi Sanit, fenomena golput ini memiliki keterkaitan terhadap legitimasi penguasa dan legitimasi sistem politik 7 7 Tim Libang Kompas, Geliat Golongan Putih Makin Tampak Dari Masa ke Masa, Kompas Edisi 24 Februari 2004, hal. 7 . 7 Pada Pemilu 1971, misalnya, Golput diproklamasikan sebagai cara protes terhadap penguasa Orde Baru yang cenderung memusatkan kekuasaan sehingga menghambat pengembangan demokrasi. Di mata para pemprotes, Pemilu 1971 tidak lebih sebagai ajang pemberian legitimasi kepada penguasa. Demikian juga pada Pemilu 1977 sampai 1987 yang difungsikan untuk menghimpun legitimasi bagi keutuhan format politik Orde Baru, yang terkonsentrasi pada satu pusat kekuasaan. Di samping itu, mereka memprotes pemilu yang tidak lebih cuma bertujuan mencari legitimasi bagi pembangunan yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi dan melebarnya ketimpangan sosial. Pada masa reformasi sekarang ini pemaknaan istilah golput telah mengalami pergeseran. Hal itu tidak terlepas adanya perubahan paradigma bahwa memilih bukanlah kewajiban seperti yang terjadi pada masa orde baru melainkan hak pemilih untuk ikut atau tidak dalam pemilupilkada. Seiring dengan perubahan paradigma tersebut istilah golput pada saat ini merupakan penyebutan untuk orang-orang yang tidak ikut dalam pemilu atau pilkada. Dengan hanya melihat hasil pemilu atau pilkada maka golput tidak mungkin terdeteksi dengan baik. Sebab, hasil pemilu tidak pernah disertai informasi alasan mengapa pemilih ikut memilih, tidak ikut memilih, atau memilih secara salah. Meskipun tingginya angka golput menjadi gejala umum dalam Pilkada di banyak wilayah dan kemungkinan fenomena Golput ini juga akan menjadi gejala umum Pemilu Indonesia di masa mendatang hingga saat ini belum ada penjelasan yang memadai apa yang menyebabkan seorang pemilih memilih tidak 8 menggunakan hak pilihnya. Berbagai penjelasan mengenai golput di Indonesia hingga saat ini masih didasarkan pada asumsi dan belum didasarkan pada riset yang kokoh. Pengamat dan penyelenggara Pemilu memang kerap melontarkan pendapat tentang penyebab rendahnya tingkat partisipasi pemilih. Tetapi berbagai penjelasan itu didasarkan pada pengamatan dan bukan berdasarkan hasil riset. Hingga saat ini, ada sejumlah penjelasan yang dikemukakan oleh para pengamat atau penyelenggara Pemilu tentang penyebab adanya Golput. Pertama, administratif. Seorang pemilih tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi seperti tidak mempunyai kartu pemilih, tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan sebagainya. Kedua, teknis. Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan dan sebagainya. Ketiga, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik political engagement. Seseorang tidak memilih karena tidak merasa tertarik dengan politik, acuh dan tidak memandang Pemilu atau Pilkada sebagai hal yang penting. Keempat, kalkulasi rasional. Pemilih memutuskan tidak menggunakan hak pilihnya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pemilu Pilkada dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan berarti. Atau tidak ada calon kepala daerah yang disukai dan sebagainya 8 Maka dari penjelasan di atas, masyarakat golongan putih golput terbagi atas dua bagian, yaitu masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih pada . 8 Eriyanto, op.cit.,hal. 6 9 pemilihan dan masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan. Dalam hal ini penulis akan meneliti masyarakat golongan putih yang telah terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada pilkada pemilihan. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi masyarakat tersebut sehingga tidak menggunakan hak pilihnya pada pilkada pemilihan. Mana penjelasan yang lebih cocok untuk fenomena ini, hal ini menjadi latar belakang peneliti untuk meneliti fenomena golput sehingga dapat mengetahui apa yang menyebabkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Faktor-faktor apa yang menimbulkan perilaku ini yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Kecamatan Pamatang Sidamanik merupakan salah satu Kecamatan yang berada dan terletak di Kabupaten Simalungun, letaknya sangat strategis dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat. Secara geografis letaknya cukup dekat dengan Kota Pematang Siantar yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial budaya dan lain-lain. Dalam kegiatan perekonomian Kecamatan Pematang Sidamanik merupakan Kecamatan yang mayoritas penduduknya mayoritas bermata pencaharian sebagai Petani. Dalam bidang sosial budaya penduduk di Kecamatan Pamatang Sidamanik cukup heterogen yang terdiri dari berbagai etnis seperti suku Batak Toba, Batak Simalungun, Jawa, dan lain-lain. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung pada tanggal 16 April 2008 berlangsung serentak di seluruh daerah di Sumatera Utara termasuk di Kecamatan Sidamanik. Kecamatan Pamatang Sidamanik yang merupakan salah 10 satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Simalungun juga melaksanakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara bersamaan. Dalam hasil pemilihan, ternyata masih didapati jumlah Masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yaitu sekitar 34,25 . Padahal jumlah suara yang tidak ikut memilih cukup besar dan sangat berpengaruh pada hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut. Sedangkan rakyat telah diberikan hak untuk memilih secara langsung pasangan mana yang dianggap mampu menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara periode 2008 – 2013. Dengan harapan, Gubernur dan Wakil Gubernur yang terpilih nantinya mampu mendengarkan aspirasi rakyat untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Sumatera Utara. Dengan alasan inilah yang menjadi salah satu alasan penulis memilih Kecamatan Pamatang Sidamanik sebagai lokasi penelitian. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah yang ingin peneliti rumuskan adalah : Mengapa Masyarakat di Kecamatan Pematang Sidamanik yang telah terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap DPT, tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2008? 11

3. Tujuan Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

8 122 118

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Umum Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008 Di Desa Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu Ketua Departemen Ilmu Politik

3 68 129

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun)

2 62 126

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Di Desa Jorlang Huluan Kecamatan Sidamanik Kab. Simalungun Tahun 2003

0 33 84

Peramalan Tingkat Produksi Jagung Di Kabupaten Simalungun Tahun 2013 Dengan Metode Smoothing Eksponensial Ganda

2 63 65

Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

4 96 75

Faktor-faktor Partisipasi Politik Pemilih Pemula di Kecamatan Andir pada Pemilihan Gubernur & Wakil Gubernur (PILGUB) Jabar 2013

4 34 76

PEMILIHAN KEPALA DAERAH (GUBERNUR) SECARA LANGSUNG DAN KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA.

0 1 24

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT KOTA BANDUNG DALAM MEMILIH CALON GUBERNUR DAN CALON WAKIL GUBERNUR PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH JAWA BARAT 2013.

0 0 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT TIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA PADA PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2008 DI DESA TANJUNG ANOM KECAMATAN PANCUR BATU ZULFAN HARAPANTA SEMBIRING 080906036

0 0 14