II - 24 Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau 2015
Gambar 2.7 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Provinsi Kepri dengan
Provinsi Lain di Wilayah Sumatera dan Nasional Tahun 2015
Persebaran kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2014, diketahui tertinggi di Kabupaten Lingga sebesar 14,41, lebih tinggi dari rata-rata Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 6,40 dan Nasional sebesar 11,47. Sementara itu tingkat kemiskinan tertinggi kedua berada di Kota Tanjungpinang sebesar 10,40, berada di atas
rata-rata Provinsi Kepulauan Riau dan dibawah rata-rata nasional sebesar 11,47. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2015
Gambar 2.8 Posisi Relatif Tingkat Kemiskinan KabKota Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2014
8, 82
5, 78
10, 79
6, 71
17 ,16
13, 77
9, 12
4, 83
17, 11
17, 16
11,13
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
nasional
II - 25 Perkembangan persentase penduduk miskin di perkotaan Provinsi Kepulauan Riau
dari tahun 2010 sebesar 7,87 menunjukkan tren menurun menjadi sebesar 5, pada tahun 2015, sedangkan persentase penduduk miskin di perdesaan semakin meningkat
dari sebesar 8,24 pada tahun 2010 menjadi sebesar 9,75 pada tahun 2015.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan.
Kondisi kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau dilihat dari ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan
atau Indeks Kedalaman Kemiskinan Poverty Gap Index-P1. Indeks Kedalaman
Kemiskinan Provinsi Kepri menunjukkan angka yang sangat rendah, mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin dekat dengan garis kemiskinan. P1 Provinsi
Kepri menurun dari 1,17 pada tahun 2011 menjadi 0,86 pada tahun 2015. Dengan menurunnya P1 di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan ketimpangan pendapatan
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan setiap tahunnya semakin menurun. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2011 – 2015
Dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera, indeks kedalaman kemiskinan Provinsi Kepri terendah kedua setelah Bangka Belitung. Perbandingan indeks kedalaman
kemiskinan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.10.
1,17
0,85 1,02
0,74 0,86
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1,4
2011 2012
2013 2014
2015
II - 26
Gambar 2.10 Perbandingan Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 Provinsi
Kepulauan Riau dengan Provinsi Lain di Wilayah Sumatera Tahun 2014
Untuk melihat sebaran pengeluaran penduduk di antara penduduk miskin itu sendiri diukur dengan menggunakan Indeks Keparahan Kemiskinan
Poverty Severity Index – P2, yaitu ukuran indeks yang memberikan gambaran mengenai penyebaran
pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Selama kurun waktu 2011-2015
indeks keparahan kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau cenderung menurun dari sebesar 0,25 pada tahun 2010 menjadi 0,23 pada tahun 2015, yang menunjukkan ada pergeseran
penurunan ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin itu sendiri. Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan angka yang rendah, mengindikasikan bahwa
ketimpangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin relatif rendah.
Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada Gambar 2.11.
0,6 0,74 0,75
1,12 1,2
2,3 2,41 2,41
2,85 3,14
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5
Indeks Kedalaman kemiskinan Nasional
1,75
II - 27
Gambar 2.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan P2 Indeks
Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2011 – 2015
Perkembangan Indeks keparahan kemiskinan P2 Provinsi Kepulauan Riau dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah Sumatera berada pada posisi ke-3 terendah
setelah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Sumstera Barat. Perbandingan indeks keparahan kemiskinan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.12 Perbandingan Indeks Keparahan Kemiskinan P2 Provinsi
Kepulauan Riau dengan Provinsi Lain di Wilayah Sumatera Tahun 2014
0,3
0,19 0,26
0,18 0,23
0,05 0,1
0,15 0,2
0,25 0,3
0,35
2011 2012
2013 2014
2015
0,12 0,18
0,15 0,23
0,29 0,56
0,45 0,62
0,75 0,86
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
0,9 1
Indeks Keparahan Kemiskinan Nasional
0,44
II - 28 Dengan melihat trend penurunan pada Grafik P1 dan P2 di atas, masih perlu
perhatian serius karena tren P1 dan P2 walaupun menunjukkan penurunan dalam lima tahun terakhir 2011-2015 akan tetapi kinerja tahunannya tidak konsisten. Kondisi P1
dan P2 menunjukkan kinerja yang fluktuatif sehingga akan berpengaruh besar terhadap kenaikan angka kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau.
Pada tahun 2014, kedua indeks P1 dan P2 angka di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin daerah perkotaan relatif mendekati garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan daerah perdesaan lebih tinggi dari
perkotaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan lebih jauh dari garis kemiskinan dibanding daerah perkotaan,
dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin perdesaan lebih besar dibanding daerah perkotaan.
Badan Pusat Statistik BPS mendefinisikan garis kemiskinan yaitu nilai rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan
kebutuhan minimum pangan dan non-pangan essensial. Garis Kemiskinan adalah harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100
kkalkapitahari dan kebutuhan non-pangan esensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya.
Trend garis kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan peningkatan. Tahun 2011 garis kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp 340.581,00 meningkat
menjadi Rp 425.967,00 pada tahun 2015. Artinya ada peningkatan sebesar Rp 85.386 dalam lima tahun terakhir. Jika dibandingkan dengan nasional, garis kemiskinan Provinsi
Kepualaun Riau jauh lebih tinggi dari nasional sebesar Rp 330.776,00 pada tahun 2015. Perkembangan garis kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau 2016
Gambar 2.13 Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau dan
Nasional Tahun 2011 –2015 Rupiah
340.581 372.941
398.903 425.967
425.967
233.740 271.626
292.951 312.325
330.776
- 50.000
100.000 150.000
200.000 250.000
300.000 350.000
400.000 450.000
2011 2012
2013 2014
2015 Provinsi Kepri
Nasional
II - 29 Garis kemiskinan tertinggi kabupatenkota di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2013 sebesar Rp. 506.647 di Kota Tanjungpinang, diikuti oleh Kota Batam sebesar Rp.482.567. Sementara itu garis kemiskinan terendah oleh Kabupaten Natuna sebesar
Rp.264.855, dan Kabupaten Kepulauan Anambas sebesar Rp. 268.570. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang disokong oleh perkembangan industri
menjadi salah satu faktor pembeda meningkatnya kebutuhan masyarakat di kabupatenkota Provinsi Kepulauan Riau.
Perkembangan garis kemiskinan pada masing-masing kabupatenkota di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Posisi Relatif Garis Kemiskinan KabKota di Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2013 Rupiah
Perlunya di tahun-tahun berikutnya Pemerintah Provinsi Kepri menfasilitasi program-program penanggulangan kemiskinan di kabupatenkota yang lebih diarahkan
pada pembangunan perdesaan di wilayah tertinggal, mengembangkan sarana dan prasarana dasar jalan, jembatan, pelabuhan desa untuk mempermudah angkutan dan
distribusi barang dan jasa dari kabupatenkota ke pusat-pusat aktivitas perekonomian daerah. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat perdesaan, maka perlu tindak lanjut
pemberdayaan perempuan di perdesaan, pengembangan usaha mikro dan kecil termasuk usaha non formal dan mengembangkan akses permodalan masyarakat berbasis pada
potensi lokal.
E. Indeks Gini
Indeks Gini
merupakan satu
ukuran untuk
melihat ketimpangan
pendapatanmasyarakat. Indeks gini bernilai 0 hingga 1. Ketimpangan antar kelompok pendapatan dikatakan ketimpangan “rendah” bila indeks Gini kurang dari 0,3, dikatakan
Ketimpangan “sedang” bila indeks Gini antara 0,3 – 0,4; dan Ketimpangan “tinggi” bila indeks Gini di atas 0,4. Nilai indeks gini Provinsi Kepulauan Riau antara tahun 2010
–2014 meningkat dari sebesar 0,29 menjadi 0,40. Angka ini menunjukan bahwa ketimpangan
II - 30 pendapatan di Provinsi Kepritermasuk kategorisedang, dan ketimpangan pendapatan
masyarakat cenderung semakin besar. Hal ini perlu diwaspadai agar peningkatan pendapatan tidak hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi
orang kaya.
Perkembangan indeks gini Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut ini.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015
Gambar 2.15 Indeks Gini Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010-2014
Dibandingkan provinsi lain di Wilayah Sumatera, indeks gini di Provinsi Kepulauan Riau merupakan yang tertinggi, sama dengan provinsi Sumatera Selatan. Secara rinci
perbandingan indeks gini provinsi di wilayah Sumatera dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Sumber : Badan Pusat Statistik 2015
Gambar 2.16 Perbandingan Indeks Gini Provinsi Kepulauan Riau dengan
Provinsi Lain di Wilayah Sumatera Tahun 2014
II - 31 2.2.2
Fokus Kesejahteraan Sosial 1.
Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia IPM menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia penduduk. IPM
menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3
tiga dimensi dasar: 1 Umur panjang dan hidup sehat
a long and healthy life; 2 Pengetahuan
knowledge; 3 Standar hidup layak decent standard of living.Indikator pada metode baru meliputi: angka harapan hidup, angka harapan sekolah, rata-rata lama
sekolah, dan pengeluaran perkapita. Perubahan metode penghitungan yaitu metode agregasi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik.
IPM Provinsi Kepulauan Riau dengan metode baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. IPM Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2010 sebesar 71,13 meningkat
menjadi 73,40 pada tahun 2014. Jika diakumulasikan, kenaikan IPM Provinsi Kepulauan Riau dalam kurun waktu 5 tahun terakhir 2010
–2014 sebesar 2,27 point. Peringkat IPM Provinsi Kepulauan Riau berada pada peringkat ke-4 seluruh Indonesia. Perbandingan IPM
Provinsi Kepulauan Riau dengan Provinsi Lain di Wilayah Sumatera dapat dilihat pada Tabel 2.15 berikut ini.
Tabel 2.15. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia IPM Provinsi Kepulauan Riau
dengan Provinsi lain di Wilayah Sumatera Tahun 2010-2014 No
Provinsi 2010
2011 2012
2013 2014
1. Aceh
67,09 67,45
67,81 68,30
68,81 2.
Sumatera Utara 67,09
67,34 67,74
68,36 68,87
3. Sumatera Barat
67,25 67,81
68,36 68,91
69,36 4.
Riau 68,65
68,90 69,15
69,91 70,33
5. Jambi
65,39 66,14
66,94 67,76
68,24 6.
Sumatera Selatan 64,44
65,12 65,79
66,16 66,75
7. Bengkulu
65,35 65,96
66,61 67,50
68,06 8.
Lampung 63,71
64,20 64,87
65,73 66,42
9. Kep. Bangka
Belitung 66,02
66,59 67,21
67,92 68,27
10. Kepulauan Riau
71,13 71,61
72,36 73,02
73,40
Indonesia 66,53
67,09 67,70
68,31 68,90
Sumber: BPS Pusat Selama kurun waktu tahun 2010-2014, ketiga aspek pembentuk IPM Provinsi
Kepulauan Riau terus meningkat menuju kondisi ideal. Pembangunan manusia di bidang pendidikan yang direpresentasikan oleh indikator angka harapan sekolah mencapai angka
12,51 tahun, sedangkan rata-rata lama sekolah sebesar 9,64 tahun.
II - 32 Kemajuan pembangunan manusia kabupatenkota di Provinsi Kepulauan Riau
bervariasi. Variasi tersebut tentunya disebabkan oleh faktor sumber daya alam dan manusia dan kebijakan pemerintah daerah yang berbeda. Capaian pembangunan
manusia yang tercermin dari angka IPM perlu terus ditingkatkan dan diawasi agar pembangunan manusia dapat terlaksana dengan baik dan merata. Kota Batam menempati
peringkat pertama se-Provinsi Kepulauan Riau, sedangkan Kabupaten Lingga menempati peringkat terbawah. Peringkat kedua sampai peringkat keenam berturut-turut diduduki
oleh Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna, Kabupaten Karimun, Kabupaten Kepulauan Anambas. Perbandingan capaian IPM ketujuh kabupatenkota dapat
dilihat pada Tabel 2.16
Tabel 2.16. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia IPM
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 No.
KabupatenKota AHH
EYS MYS Pengeluaran
IPM
1 Karimun
69,01 11,86
7,73 11.090
68,72 2
Bintan 69,91
11,80 8,30
13.477 71,65
3 Natuna
63,24 13,84
8,07 13.414
70,06 4
Lingga 59,47
11,59 5,53
10.949 60,75
5 Kepulauan Anambas
66,23 11,62
6,16 11.182
65,12 6
Kota Batam 72,80
12,62 10,80 16.735
79,13 7
Kota Tanjungpinang 71,55
14,03 9,94
14.141 77,29
Kepulauan Riau 69,15
12,51 9,64
13.019 73,40
Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Riau,2014
2. Rata-Rata Lama Sekolah
Rata-rata Lama Sekolah didefnisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal
rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas.
Berdasarkan Tabel 2.16, Rata-rata lama sekolah di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2014 sebesar 9,64 tahun. Dengan kondisi tersebut, rata-rata lama sekolah telah mampu
memenuhi wajib belajar 9 tahun yang menjadi kebijakan pemerintah pusat. Angka tertinggi di Kota Batam sebesar 10,80 tahun, dan terendah di Kabupaten Lingga sebesar
5,53 tahun.
3. Angka Harapan Lama Sekolah
Angka Harapan Lama Sekolah didefinisikan lamanya sekolah dalam tahun yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang.
Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetapbersekolah pada umur-umur
II - 33 berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk
umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem
pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan dalam tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Angka Harapan Lama
Sekolah pada tahun 2014 sebesar 12,51 tahun, dengan angka tertinggi dicapai Kota Tanjungpinang sebesar 14,03 tahun, dan terendah di Kabupaten Lingga 11,59 tahun.
2.3 Aspek Pelayanan Umum
2.3.1 Urusan Pemerintahan Wajib Pelayanan Dasar
1 Pendidikan
Keberhasilan pelayanan PAUDterlihat dari capaian indikator APK PAUD baik formal maupun non formal. Kategori PAUD Formal yaitu Taman Kanak-Kanak TK atau
Raudatul Alfal RA, sedangkan PAUD non formal adalah Kelompok Bermain KB,Tempat Penitipan Anak TPA, POS PAUD, dan Kelompok PAUD sejenis. Capaian
APK Pendidikan Anak Usia Dini PAUD baik PUAD formal maupun non formal mengalami fluktuatif dengan kecenderungan meningkat dari sebesar 42 pada tahun
2011 menjadi sebesar 76,15 pada tahun 2015.
Pada jenjang pendidikan dasar, APK dan APM menjadi salah satu indikator aspek pemerataan dan keterjangkauan pendidikan. Perkembangan APK SDMI dalam
kurun waktu tahun 2011-2015 cenderung meningkat dari sebesar 102,78 menjadi 112,74, sedangkan APK SMPMTs mengalami fluktuasi dengan kecenderungan
meningkat dari sebesar 96,75 pada tahun 2011 menjadi sebesar 97,07 pada tahun 2015. Indikator APM lebih mendekati pada partisipasi yang sebenarnya karena formula
yang digunakan adalah jumlah murid pada jenjang tertentu dengan usia sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut dibagi jumlah penduduk dengan kelompok usia sesuai
dengan jenjang pendidikan tersebut dikalikan seratus persen. APM SDMI di Provinsi Kepulauan Riau cukup tinggi, yaitu sebesar 99,80 pada tahun 2015, sedangkan APM
SMPMTs sebesar 94,35. Sesuai dengan target MDGs dan Pendidikan Untuk Semua, pada tahun 2015 APM SDMI ditargetkan 100, demikian juga APM SMPMTs juga
ditargetkan 100, capaian APM SDMI dan SMPMTs tersebut masih di bawah target MDG’s dan PUS. Masih perlu usaha dan komitmen dari semua pihak untuk dapat
mencapai target MDG’s dan PUS tersebut, khususnya untuk APM SMPMTs.
Angka putus sekolah pada jenjang pendidikan SDMI tahun 2015 sebesar 0,35dan SMPMTssebesar 0,82, relatif tinggi karena masih diatas ambang batas
target nasional 0,22 pada tahun 2015. Sementara itu angka kelulusan pada semua jenjang pendidikan telah menunjukan capaian yang optimal, dengan capaian angka
lulus hampir selalu 100 untuk SDMI dan untuk SMPMTs. Berkaitan dengan sarana dan prasarana, ruang kelas SDMI dalam konsisi baikpada tahun 2015 sebesar 48
dan untuk SMPMTs sebesar 52. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi pelayanan pendidikan dasar yang berkaitan dengan sarana dan prasarana kurang optimal.