Peranan Work Family Conflict Terhadap Burnout Dikalangan Dosen Wanita

(1)

PERANAN

WORK FAMILY CONFLICT

TERHADAP

BURNOUT

DIKALANGAN DOSEN WANITA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ANNISA VANYA PULUNGAN

101301031

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Peranan Work Family Conflict Terhadap Burnout Dikalangan Dosen Wanita

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan didalam skripsi ini saya bersedia menjadi sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Februari 2014

ANNISA VANYA PULUNGAN NIM 101301031


(3)

Peranan Work Family Conflict Terhadap Burnout Dikalangan Dosen Wanita Annisa Vanya Pulungan dan Zulkarnain

ABSTRAK

Tridarma perguruan tinggi menuntut dosen wanita untuk lebih optimal menjalankan tugas di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Disisi lain, wanita di Indonesia dituntut untuk menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak di rumah. Hal ini dapat menimbulkan konflik jika dosen wanita tidak mampu memenuhi kewajibannya di pekerjaan maupun di keluarga. Konflik yang terjadi akan menyebabkan tekanan yang menyebabkan burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan work family conflict terhadap burnout pada dosen wanita. Subjek penelitian ini adalah 160 dosen wanita, menikah dan memiliki anak. Data penelitian diungkap dengan skala work family conflict dan skala burnout. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa work family conflict berdampak terhadap burnout. Hasil analisis juga menunjukkan ada dua dimensi work family conflict yang mempengaruhi burnout yaitu behavior based conflict dan time based conflict. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan umumnya dosen wanita memiliki tingkat Work family conflict yang sedang dan burnout yang rendah. Hal ini dipengaruhi kondisi budaya Indonesia yang memiliki dukungan sosial yang baik.


(4)

The Role of Work Family Conflict towards Burnout among Women Lecturers Annisa Vanya Pulungan dan Zulkarnain

ABSTRACT

The demand of Tridarma of higher education requires lecturers to do their obligations (education, research and community service). On the other hand, women in Indonesia are required to be housewives and take care of their children. It can lead to conflict if they are unable to meet their obligations at work and in the family. The conflict will gradually cause pressure. The continuous and unsolved pressure will lead to burnout. This study was conducted to determine the role of work family conflict towards burnout among women lecturers. The subjects were 160 women lecturers, married and had children. The research data were collected by scales of work family conflict and burnout. The data was analyzed using regression analysis. The results found that work family conflict impacted to burnout among women lecturers. The result also showed that there were two dimensions of work family conflict which contributed to burnout, namely behavior-based and time-based conflict. It was also found that generally the level of work family conflict was moderate and burnout level was low.

It’s because of Indonesian culture and good social support in the family.


(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah segala puji penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta salawat beriring salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen dosen Pembimbing Akademik (PA) yang telah membimbing penulis dengan memberikan semangat, saran, petunjuk dan informasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., Psikolog dan Kak Vivi Gusrini Pohan, MA.M.Sc., Psikolog selaku dosen penguji sidang skripsi, yang telah memberikan banyak masukan, kritik dan saran untuk penelitian ini.

4. Keluarga tersayang, Ayahanda Amal Bakti Pulungan, Ibunda Elvi Andriani, Nek Papa Jusuf Hanafiah, Nek Mama Nurleily Djoeneid Jusuf, Uci Siti Rosmah, Kakak Alviera Yuliandra Pulungan dan adik Arief Ramadhan


(6)

Pulungan yang selalu mendukung dalam keadaan susah maupun senang. Terima kasih atas doa, kebaikan, dukungan, ketulusan, kasih sayang, dan kesabaran yang telah diberikan selama ini.

5. Teman-teman penulis khususnya Feisal, Yesi, Devi, Desi, Gita, Shanadz, Rizka, Mila, Caroline, Nanda, Fitri, Annisa, Fithra, Febri yang selalu menemani dan memberikan dukungan.

6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi USU yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.

7. Seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USU Angkatan 2010 yang bersama-sama berjuang selama perkuliahan.

8. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian ini. Penulis berharap hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu Psikologi.

Medan, Februari 2014

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

D. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A.Burnout ... 10

1. Defenisi Burnout ... 10

2. Dimensi Burnout ... 11

3. Dampak Burnout pada Pekerja ... 12


(8)

4. Faktor-Faktor Penyebab Burnout ... 13

B. Work Family Conflict ... 17

1. Defenisi Work Family Conflict ... 17

2. Dimensi Work Family Conflict ... 19

3. Konsep Work Family Conflict ... 21

C. Dosen Wanita ... 22

1. Pengertian Dosen ... 22

2. Tugas-tugas Dosen... 22

3. Dosen Wanita... 24

4. Peran Wanita dalam Keluarga dan Pekerjaan ... 24

D. Dinamika Work Family Conflict dan Burnout pada Dosen Wanita ... 25

E. Hipotesa Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian ... 28

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 28

1. Work Family Conflict ... 28

2. Burnout ... 29

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

1. Populasi ... 30

2. Sampel ... 30

3. Karakteristik Subjek Penelitian ... 30


(9)

4. Teknik Pengambilan Sampel ... 31

D. Metode Pengumpulan Data ... 31

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 34

1. Validitas ... 34

2. Reliabilitas ... 36

F. Skala Peneltian ... 37

1. Skala Work Family Conflict ... 37

2. Skala Burnout ... 38

G. Prosedur Penelitian ... 40

H. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 45

1. Usia Subjek Penelitian ... 45

2. Masa Kerja Subjek Penelitian ... 46

3. Jumlah Anak Subjek Penelitian ... 47

B. Uji Asumsi ... 48

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji Linieritas ... 50

3. Uji Autokorelasi... 50

4. Uji Multikolinieritas ... 51

5. Uji Heterokedasitas ... 52


(10)

C. Hasil Analisis Data ... 53

D. Hasil Analisis Tambahan Penelitian ... 54

1. Hubungan Dimensi Work Family Conflict dan Burnout ... 54

2. Deskripsi Data Penelitian ... 55

E. Pembahasan ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

1. Saran Praktis ... 67

2. Saran Metodologis ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 74


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blue print skala burnout ... 33

Tabel 2 Blue print skala work family conflict ... 34

Tabel 3 Skala work family conflict setelah uji coba ... 38

Tabel 4 Skala burnout setelah uji coba ... 40

Tabel 5 Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia ... 46

Tabel 6 Penyebaran subjek penelitian berdasarkan masa kerja ... 47

Tabel 7 Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jumlah anak ... 48

Tabel 8 Hasil uji normalitas ... 49

Tabel 9 Hasil uji liniearitas ... 50

Tabel 10 Hasil uji autokorelasi... 51

Tabel 11 Hasil uji multikolinearitas ... 52

Tabel 12 Hasil uji heterokedasitas ... 53

Tabel 13 Hasil uji korelasi antar dimensi ... 54


(12)

Tabel 14 Hasil analisis regresi terhadap burnout ... 55

Tabel 15 Gambaran umum skor work family conflict berdasarkan mean empirik ... 56

Tabel 16 Gambaran umum skor work family conflict berdasarkan mean hipotetik ... 56

Tabel 17 Norma kategorisasi work family conflict ... 57

Tabel 18 Kategorisasi skor work family conflict berdasarkan mean hipotetik ... 58

Tabel 19 Gambaran umum skor burnout berdasarkan mean empirik ... 59

Tabel 20 Gambaran umum skor burnout berdasarkan mean hipotetik... 59

Tabel 21 Norma kategorisasi burnout ... 60

Tabel 22 Kategorisasi skor burnout berasarkan mean hipotetik ... 61


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Analisa Reliabilitas dan Validitas ... 74 Lampiran 2 Hasil Analisis ... 76 Lampiran 3 Skala Aitem ... 79


(14)

Peranan Work Family Conflict Terhadap Burnout Dikalangan Dosen Wanita Annisa Vanya Pulungan dan Zulkarnain

ABSTRAK

Tridarma perguruan tinggi menuntut dosen wanita untuk lebih optimal menjalankan tugas di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Disisi lain, wanita di Indonesia dituntut untuk menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak di rumah. Hal ini dapat menimbulkan konflik jika dosen wanita tidak mampu memenuhi kewajibannya di pekerjaan maupun di keluarga. Konflik yang terjadi akan menyebabkan tekanan yang menyebabkan burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan work family conflict terhadap burnout pada dosen wanita. Subjek penelitian ini adalah 160 dosen wanita, menikah dan memiliki anak. Data penelitian diungkap dengan skala work family conflict dan skala burnout. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa work family conflict berdampak terhadap burnout. Hasil analisis juga menunjukkan ada dua dimensi work family conflict yang mempengaruhi burnout yaitu behavior based conflict dan time based conflict. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan umumnya dosen wanita memiliki tingkat Work family conflict yang sedang dan burnout yang rendah. Hal ini dipengaruhi kondisi budaya Indonesia yang memiliki dukungan sosial yang baik.


(15)

The Role of Work Family Conflict towards Burnout among Women Lecturers Annisa Vanya Pulungan dan Zulkarnain

ABSTRACT

The demand of Tridarma of higher education requires lecturers to do their obligations (education, research and community service). On the other hand, women in Indonesia are required to be housewives and take care of their children. It can lead to conflict if they are unable to meet their obligations at work and in the family. The conflict will gradually cause pressure. The continuous and unsolved pressure will lead to burnout. This study was conducted to determine the role of work family conflict towards burnout among women lecturers. The subjects were 160 women lecturers, married and had children. The research data were collected by scales of work family conflict and burnout. The data was analyzed using regression analysis. The results found that work family conflict impacted to burnout among women lecturers. The result also showed that there were two dimensions of work family conflict which contributed to burnout, namely behavior-based and time-based conflict. It was also found that generally the level of work family conflict was moderate and burnout level was low.

It’s because of Indonesian culture and good social support in the family.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini semakin banyak wanita yang memilih berprofesi sebagai dosen, awalnya disebabkan profesi dosen dianggap sebagai profesi yang memiliki fleksibiltas waktu, tuntutan yang tidak terlalu tinggi dan kesejahteraan yang memadai sehingga akan lebih mudah bagi dosen untuk menjalankan peran ganda (Saptari & Holzner, 1997). Namun seiring berjalannya waktu, tuntutan akan kualitas dosen semakin tinggi sejalan dengan tugas Tridharma Perguruan Tinggi (Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat), serta sertifikasi dosen yang harus dipenuhi. Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik professional dan ilmuan yang memiliki tugas untuk mentranformasi; mengembangkan; dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan; teknologi dan seni melalui pendidikan; penelitian dan pengabdian masyarakat.

Ada beberapa alasan mengapa wanita bekerja, seperti ingin memiliki penghasilan sendiri, ingin mandiri khususnya dalam hal finansial dari suami, ingin mendapatkan pengakuan dari masyarakat (Primastuti, 2000). Kondisi ini sering kali menimbulkan tekanan tersendiri yang bersumber dari konflik dalam memenuhi tuntutan perannya baik di pekerjaan, keluarga maupun masyarakat. Wanita dituntut


(17)

untuk memiliki peran sebagai ibu rumah tangga yang baik, sehingga hal ini dapat menjadikan wanita yang bekerja memiliki perasaan bersalah hingga menimbulkan tekanan yang pada akhirnya menimbulkan burnout. Burnout berdampak pada performa kerja, baik di pekerjaan maupun dalam keluarga (Zamralita, 2007).

Nagel, Liza, Sheri (2003) melakukan penelitian mengenai kerentanan terhadap burnout pada pengajar. 33 % subjek penelitian menyatakan bahwa menjadi pengajar memberikan tekanan yang berat dan 30 % menyatakan akan bertahan sebagai pengajar 5 tahun saja. Sedangkan Joseph & Rusell (2000) membandingkan tekanan pada pengajar, pekerja sosial, dan pelayan. Hasilnya menunjukkan pengajar menempati posisi teratas ingin keluar dari pekerjaannya dan mengalami tekanan yang mengarah pada burnout. Selanjutnya, Kahn & Quinn, (1970) melakukan penelitian mengenai tekanan kerja yang dikaitkan dengan aspek psikososial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan diantara tekanan dengan keadaan fisikal, emosional dalam diri individu.

Pines dan Maslach (1993) menjelaskan bahwa burnout merupakan sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun mental yang termasuk di dalamnya berkembang konsep diri yang negatif, kurangnya konsentrasi serta perilaku kerja yang negatif.

Burnout berbentuk kelelahan fisik, mental, emosional yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Schaufelli (1993) membagi burnout menjadi 3 dimensi, yaitu: kelelahan emosional yang berakibat pada perasaan tidak karuan pada mental dan emosi,


(18)

depersonalisasi merupakan hal yang dapat membuat seseorang berperilaku tidak menyenangkan, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi.

Adanya harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan serta tidak adanya penghargaan membuat banyak dosen merasakan kelelahan hingga menyebabkan

burnout. Studi yang dilakukan oleh Wood (1981) menjelaskan bahwa pengajar cenderung ditekan untuk melakukan pekerjaan yang lebih dan pada saat yang bersamaan mereka menerima reward yang tidak sesuai dengan usaha mereka. Selanjutnya, Huburmen & Vandenberghe (2006) menambahkan bahwa burnout

merupakan stress-related pada pekerja dengan profesi yang berhubungan dengan orang lain (interpersonal).

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Leiter & Maslach (1997) ditemukan bahwa terdapat faktor yang menyebabkan work overload dan role conflict pada pengajar. Adanya ukuran kelas, keberagaman siswa (gender, etnis, bahasa, kemampuan akademis, sosioekonomi) yang dapat menyebabkan burnout. Menurut Leiter & Maslach (1997) burnout juga disebabkan lingkungan sosial pekerjaan. Struktur dan fungsi dari tempat kerja mempengaruhi bagaimana interaksi dengan orang lain dan berdampak pada hasil kerja mereka. Dedikasi pada pekerjaan, jam kerja yang panjang dan berlebihan menimbulkan adanya potensi konflik dengan orang lain. Untuk mengurangi konflik tersebut, mereka justru menarik diri dari lingkungannya dan fokus pada pekerjaan.


(19)

Selanjutnya, Togia (2005) menjelaskan bahwa beban kerja yang tinggi dan tugas rutin yang berulang juga dapat menyebabkan burnout. Adanya konflik yang terjadi antara tuntutan di pekerjaan yang berlebihan serta tuntutan dari keluarga yang tidak teratasi dengan baik dapat menyebabkan terjadinya burnout pada pekerja wanita. Leiter & Maslach (1997) menyatakan konflik biasanya berhubungan dengan tuntutan keluarga dan pekerjaan yang datang pada waktu bersamaan, banyaknya tanggung jawab yang harus dipenuhi dalam menjalankan peran sebagai istri, ibu dan juga pekerja serta waktu yang tidak dapat dibagi dengan baik. Sianturi dan Zulkarnain (2013) menjelaskan konflik ini terjadi karena tuntutan peran yang berasal dari satu domain (pekerjaan atau keluarga) tidak sesuai dengan tuntutan peran yang berasal dari domain yang lain (keluarga atau pekerjaan) yang. Konflik ini disebut dengan

Work family conflict (Greenhaus & Beutell, 1985).

Work family conflict dapat memberikan efek pada performansi kerja dan keluarga. Adanya harapan dari peran yang berbeda dapat menyebabkan inter-role conflict ketika tekanan untuk dapat memuaskan keluarga maupun pekerjaan menuntut waktu, tenaga, dan komitmen. Ketidakseimbangan terjadi ketika partisipasi yang dilakukan pada pekerjaan lebih dibandingkan pada keluarga, dan sebaliknya (Yang, 2000). Menurut American National Institute for Occupational Safety and Health

(NIOSH), work family conflict termasuk dalam 10 stressor yang paling signifikan dalam bekerja.


(20)

Greenhaus dan Beutell (1985) membagi work-family conflict dalam tiga dimensi, yaitu 1) Time-based conflict, terjadi ketika waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (keluarga atau pekerjaan). 2) Strain-based conflict, terjadi ketika tuntutan dari satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya. 3) Behavior-based conflict, terjadi ketika adanya ketidaksesuaian antara perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (keluarga atau pekerjaan).

Netmeyer, Mc Murrian dan Boles (1996) mengemukakan bahwa terdapat beberapa penelitian yang menyatakan wanita cenderung menghabiskan banyak waktunya dalam mengurus rumah tangga, sehingga hal ini menimbulkan konflik terhadap pekerjaan (family interference with work), sedangkan pria cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja sehingga hal ini menimbulkan konflik dengan keluarga (work interference with family). Pada wanita, keterlibatan dan komitmen waktu pada keluarga yang didasari tanggung jawab terhadap tugas rumah tangga, mengurus suami dan anak membuat para wanita lebih sering mengalami konflik keluarga-pekerjaan (Simon, 1995). Tingkat konflik ini lebih parah pada wanita yang bekerja secara formal karena mereka umumnya terikat dengan aturan organisasi tentang jam kerja, penugasan atau target penyelesaian pekerjaan. Keadaan di tempat kerja seperti kurangnya dukungan membuat pekerja menimbulkan afeksi negatif terhadap pekerjaan (Cox, Kuk, & Leiter 1993). Hal ini menimbulkan dampak pada keluarga yang lama kelamaan menimbulkan burnout.


(21)

Tekanan akibat konflik yang terjadi membuat seseorang merasa lelah baik secara fisik, mental yang menimbulkan burnout pada diri seseorang sehingga tidak mau terlibat penuh dan tidak memiliki rasa antusias pada perannya (Pines & Maslach, 1993). Adanya fenomena di atas membuat peneliti ingin mengetahui peranan work family conflict terhadap burnout dikalangan dosen wanita.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Prediksi peranan work family conflict terhadap burnout dikalangan dosen

wanita.

2. Prediksi peranan time-based conflict, strain-based conflict dan behavior-based conflict terhadap burnout dikalangan dosen wanita.

3. Prediksi tingkat burnout dikalangan dosen wanita.

4. Prediksi tingkat work family conflict dikalangan dosen wanita.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan work family conflict


(22)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu : a. Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dalam bidang psikologi, khususnya psikologi industri organisasi, mengenai peranan work family conflict terhadap burnout dikalangan dosen wanita

2) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan khususnya mengenai peranan work family conflict terhadap burnout dikalangan dosen wanita. 3) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam keilmuan industri mengenai work family conflict dan burnout

dikalangan dosen wanita.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dosen wanita mengenai tingkat burnout dan tingkat work family conflict.


(23)

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan teori yang digunakan berkaitan dengan pertanyaan penelitian, yaitu work family conflict dan burnout.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data dan metode analisa data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini peneliti menjabarkan hasil dari analisis datanya ke dalam bentuk penjelasan yang lebih terperinci dan runtut disertai dengan data yang mendukungnya.


(24)

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan berisi jawaban dari pertanyaan penelitian sebagaimana yang dituangkan dalam perumusan masalah.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Burnout

1. Defenisi Burnout

Burnout merupakan sindrom kelelahan, baik secara fisik maupun mental yang termasuk di dalamnya berkembang konsep diri yang negatif, kurangnya konsentrasi serta perilaku kerja yang negatif (Pines & Maslach, 1993). Keadaan ini membuat suasana di dalam pekerjaan menjadi dingin, tidak menyenangkan, dedikasi dan komitmen menjadi berkurang, performansi, prestasi pekerja menjadi tidak maksimal. Hal ini juga membuat pekerja menjaga jarak, tidak mau terlibat dengan lingkungannya. Burnout juga dipengaruhi oleh ketidak sesuaian antara usaha dengan apa yang di dapat dari pekerjaan.

Menurut Pines dan Aronson (1989), burnout merupakan kelelahan secara fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional. Schaufelli (1993) mendefenisikan

burnout sebagai sindrom psikologis yang terdiri atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi. Selanjutnya, Beberapa penelitian melihat burnout sebagai bagian dari stress (Luthans, 2005). Menurut Izzo (1987) burnout menyebabkan seseorang tidak memiliki tujuan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam bekerja. Sementara itu, Freudenberger


(26)

(1991) menyatakan burnout merupakan kelelahan yang terjadi karena seseorang bekerja terlalu intens tanpa memperhatikan kebutuhanpribadinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa burnout adalah sindrom psikologis yang disebabkan adanya rasa kelelahan yang luar biasa baik secara fisik, mental, maupun emosional, yang menyebabkan seseorang terganggu dan terjadi penurunan pencapaian prestasi pribadi.

2. Dimensi Burnout

Leiter & Maslach (1997) menyebutkan ada tiga dimensi dari burnout, yaitu; a. Exhaustion

Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan kelelahan yang berkepanjangan baik secara fisik, mental, maupun emosional. Ketika pekerja merasakan kelelahan (exhaustion), mereka cenderung berperilaku overextended baik secara emosional maupun fisikal. Mereka tidak mampu menyelesaikan masalah mereka. Tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang cukup, kurang energi dalam melakukan aktivitas.

b.Cynicism

Cynicism merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan sikap sinis, cenderung menarik diri dari dalam lingkungan kerja. Ketika pekerja merasakan

cynicism (sinis), mereka cenderung dingin, menjaga jarak, cenderung tidak ingin terlibat dengan lingkungan kerjanya. Cynism juga merupakan cara untuk terhindar


(27)

dari rasa kecewa. Perilaku negatif seperti ini dapat memberikan dampak yang serius pada efektivitas kerja.

c. Ineffectiveness

Ineffectiveness merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, merasa semua tugas yang diberikan berat. Ketika pekerja merasa tidak efektif, mereka cenderung mengembangkan rasa tidak mampu. Setiap pekerjaan terasa sulit dan tidak bisa dikerjakan, rasa percaya diri berkurang. Pekerja menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri dan orang lain tidak percaya dengannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dimensi burnout terdiri dari burnout yaitu

exhaustion (gabungan dari physical exhaustion, emotional exhaustion, mental exhaustion), cynicism, dan ineffectiveness.

3. Dampak Burnout pada Pekerja

Adapun dampak dari burnout menurut Leiter & Maslach (2005) adalah: a. Burnout is Lost Energy

Pekerja yang mengalami burnout akan merasa stress, overwhelmed, dan

exhausted. Pekerja juga akan sulit untuk tidur, menjaga jarak dengan lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi keinerja performa dari pekerja. Produktivitas dalam bekerja juga semakin menurun.


(28)

b.Burnout is Lost Enthusiasm

Keinginan dalam bekerja semakin menurun, semua hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi tidak menyenangkan. Kreatifitas, ketertarikan terhadap pekerjaan semakin berkurang sehingga hasil yang diberikan sangat minim.

c. Burnout is Lost Confidence

Tanpa adanya energi dan keterlibatan aktif pada pekerjaan akan membuat pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Pekerja semakin tidak efektif dalam bekerja yang semakin lama membuat pekerja itu sendiri merasa ragu dengan kemampuannya. Hal ini akan memberikan dampak bagi pekerjaan itu sendiri.

4. Faktor-Faktor Penyebab Burnout

Menurut Leiter & Maslach (1997) burnout biasanya terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan pekerja. Ketika adanya perbedaan yang sangat besar antara individu yang bekerja dengan pekerjaannya akan mempengaruhi performasi kerja. Leiter & Maslach (1997) membagi beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya burnout, yaitu:

a. Work Overloaded

Work overload kemungkinan terjadi akibat ketidaksesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Pekerja terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu yang sedikit. Overload terjadi karena pekerjaan yang dikerjaan melebihi kapasitas kemampuan manusia yang memiliki keterbatasan. Hal ini dapat menyebabkan


(29)

menurunnya kualitas pekerja, hubungan yang tidak sehat di lingkungan pekerjaan, menurunkan kreativitas pekerja, dan menyebabkan burnout.

b.Lack of Work Control

Semua orang memiliki keinginan untuk memiliki kesempatan dalam membuat pilihan, keputusan, menggunakan kemampuannya untuk berfikir dan menyelesaikan masalah, dan meraih prestasi. Adanya aturan terkadang membuat pekerja memiliki batasan dalam berinovasi, merasa kurang memiliki tanggung jawab dengan hasil yang mereka dapat karena adanya kontrol yang terlalu ketat dari atasan.

c. Rewarded for Work

Kurangnya apresiasi dari lingkungan kerja membuat pekerja merasa tidak bernilai. Apresiasi bukan hanya dilihat dari pemberian bonus (uang), tetapi hubungan yang terjalin baik antar pekerja, pekerja dengan atasan turut memberikan dampak pada pekerja. Adanya apresiasi yang diberikan akan meningkatkan afeksi positif dari pekerja yang juga merupakan nilai penting dalam menunjukkan bahwa seseorang sudah bekerja dengan baik.

d.Breakdown in Community

Pekerja yang kurang memiliki rasa belongingness terhadap lingkungan kerjanya (komunitas) akan menyebabkan kurangnya rasa keterikatan positif di tempat kerja. Seseorang akan bekerja dengan maksimal ketika memiliki kenyamanan,


(30)

kebahagiaan yang terjalin dengan rasa saling menghargai, tetapi terkadang lingkungan kerja melakukan sebaliknya. Ada kesenjangan baik antar pekerja maupun dengan atasan, sibuk dengan diri sendiri, tidak memiliki quality time dengan rekan kerja. Terkadang teknologi seperti handphone, computer membuat seseorang cenderung menghilangkan social contact dengan orang disekitar. Hubungan yang baik seperti sharing, bercanda bersama perlu untuk dilakukan dalam menjalin ikatan yang kuat dengan rekan kerja. Hubungan yang tidak baik membuat suasana di lingkungan kerja tidak nyaman, full of anger, frustasi, cemas, merasa tidak dihargai. Hal ini membuat dukungan sosial menjadi tidak baik, kurang rasa saling membantu antar rekan kerja.

e. Treated Fairly

Perasaan tidak diperlakukan tidak adil juga merupakan faktor terjadinya

burnout. Adil berarti saling menghargai dan menerima perbedaan. Adanya rasa saling menghargai akan menimbulkan rasa keterikatan dengan komunitas (lingkungan kerja). Pekerja merasa tidak percaya dengan lingkungan kerjanya ketika tidak ada keadilan. Rasa ketidakadilan biasa dirasakan pada saat masa promosi kerja, atau ketika pekerja disalahkan ketika mereka tidak melakukan kesalahan.

f. Dealing with Conflict Values

Pekerjaan dapat membuat pekerja melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai mereka. Misalnya seorang sales terkadang harus berbohong agar produk


(31)

yang ditawarkan bisa terjual. Namun hal ini dapat menyebabkan seseorang menurunkan performa, kualitas kerjanya karena tidak sesuai dengan nilai yang dimiliki. Seseorang akan melakukan yang terbaik ketika melakukan apa yang sesuai dengan nilai, belief, menjaga integritas dan self respect.

Selanjutnya, Sullivan (1989) menjelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan burnout sebagai berikut :

a.Environmental Factor

Faktor lingkungan merupakan faktor yang berkaitan dengan konflik peran, beban kerja yang berlebihan, kurangnya dukungan sosial, keterlibatan terhadap pekerjaan, tingkat fleksibilitas waktu kerja. Dalam keluarga, faktor lingkungan termasuk dalam jumlah anak, keterlibatan dalam keluarga serta, kualitas hubungan dengan anggota keluarga.

b. Individual Factor

Faktor individu meliputi faktor demografik seperti jenis kelamin, etnis, usia, status perkawinan, latar belakang pendidikan; faktor kepribadian seperti tipe keperibadian introvert atau extrovert, konsep diri, kebutuhan, motivasi, kemampuan dalam mengendalikan emosi, locus of control.

c. Social Cultural Factor

Faktor social cultural berkaitan dengan nilai, norma, kepercayaan yang dianut dalam masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan sosial.


(32)

Berdasarkan uraian di atas maka faktor-faktor yang menjadi penyebab

burnout adalah work overload, lack of work, rewarded for work, breakdown in community, treated fairly, dealing with conflict values, environmental factor,

individual factor, dan social factor.

Work family conflict merupakan bagian dari environmental factor. Seperti yang dikemukakan Kinnunen, Vermulst, Gerris & Makikangas (2003) bahwa work family conflict terjadi akibat tekanan lingkungan kerja (tipe dari pekerjaan, keterlibatan kerja, fleksibilitas waktu kerja) dan lingkungan keluarga (jumlah anak, keterlibatan dalam keluarga, kualitas hubungan dengan anggota keluarga).

B. Work Family Conflict

1. Defenisi Work Family Conflict

Howard (2008) mengemukakan work family conflict terjadi ketika ada ketidak sesuaian antara peran yang satu dengan peran lainnya (inter-role conflict) dimana terdapat tekanan yang berbeda antara peran di keluarga dan di pekerjaan. Sejalan dengan hal tersebut, Greenhaus & Beautell (1985) mendefensikan work family conflict sebagai suatu inter-role conflict yang terjadi dimana tekanan peran dari keluarga dan pekerjaan berbeda. Work family conflict terjadi ketika adanya harapan yang bertentangan yang dirasakan oleh individu terhadap peran-peran yang dimilikinya sehingga pemenuhan kebutuhan sulit untuk dipenuhi (Newcomb, 1981).

Netmeyer, Mc Murrian & Boles (1996) mengemukakan terdapat pertentangan tanggung jawab peran dari pekerjaan dan keluarga yang menyebabkan konflik. Work


(33)

family conflict memiliki hubungan dengan dampak yang negatif terhadap pekerjaan dalam hal kepuasan kerja, burnout kerja, dan turnover (Greenhaus, Parasuraman & Collins, 2001; Howard, Donfrio, & Boles, 2004) yang juga berhubungan dengan

distress kerja, kehidupan, dan kepuasan pernikahan (Kinnunen & Mauno 1998).

Work family conflict dapat terlihat dari gejala psikologis seperti gelisah, cemas, merasa bersalah, dan frustasi (Burke & Greenglass, 1986). Kahn (1964) mendefensikan inter-role conflict sebagai tekanan yang terjadi akibat dua peran atau lebih menyebabkan seseorang sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Biddle & Thomas (1996), semakin banyak peran yang dimiliki seseorang maka semakin siap pula ia dalam menghadapi masalah kehidupan sosialnya.

Meyer & Rowan (1977) menyatakan work family conflict terjadi ketika seseorang harus memenuhi dua tuntutan peran yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Menurut Sudibyo (1993), work family conflict terjadi ketika dua atau lebih peran memiliki harapan yang berbeda dan tidak harmonis satu dan yang lainnya. Konflik ini juga dapat timbul karena adanya harapan yang tidak pasti. Defenisi work family conflict yang dijelaskan diatas sudah digunakan oleh banyak peneliti mengenai

work family conflict (Gutek, Searle & Klepa, 1991; Frone 1992; Huang, Neal & Perrin, 2004).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa work family conflict adalah konflik yang terjadi pada individu yang memiliki dua peran atau lebih yang menyebabkan ketidakseimbangan pada kedua peran sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan, tuntutan dari masing-masing peran.


(34)

2. Dimensi Work Family Conflict

Menurut Greenhaus & Beutell (1985), peran ganda bersifat bi-directional, artinya keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pekerjaan (family work conflct), dan pekerjaan dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan keluarga (work family conflict). Selanjutnya, Greenhaus & Beutell (1985) juga menjelaskan mengenai multidimensi dari peran ganda, dimana baik family work conflict maupun

work family conflict masing-masing memiliki 3 dimensi yang sifatnya 1 arah pada

time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict. Berikut penjelasan mengenai 3 dimensi tersebut :

a. Time-based conflict

Time-based conflict terjadi ketika waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (keluarga atau pekerjaan). Misalnya ketika ada pertemuan orangtua murid di sekolah yang waktunya bersamaan dengan meeting di kantor sehingga menimbulkan konflik, pekerja yang karena kesibukannya dalam bekerja telat menjemput anaknya. Menurut Buck, Lee, MacDermid dan Smith (2000),

time-based conflict terjadi karena energi manusia yang terbatas. Nordenmark (2002) menyatakan konflik ini dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya tekanan pada pekerja. Menurut Greenhaus dan Beutell (1985), time-based conflict terjadi akibat 1) pekerja baik secara fisik maupun waktu tidak dapat memenuhi tuntutan peran lainnya,


(35)

2) pekerja hanya fokus disalah satu peran, namun tetap hadir secara fisik diperan lainnya untuk memenuhi tuntutan.

b.Strain-based conflict

Strain-based conflict terjadi ketika tuntutan dari satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya. Hal ini dapat menyebabkan pekerja mengalami ketidakpuasan, ketegangan, kecemasan, fatigue (Greenhaus & Beutell, 1985; Edwards & Rothbard, 2000). Selanjutnya, Edwars dan Rothbard (2000) berpendapat, pekerja menghabiskan banyak energi karena adanya tekanan fisik dan psikologis sehingga mempengaruhi kinerja. Adanya tekanan psikologis yang negatif mengakibatkan seseorang cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dan kemampuan pada satu peran sehingga tidak dapat memuaskan peran lainnya.

c. Behavior-based conflict

Behavior-based conflict terjadi ketika adanya ketidaksesuaian antara perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (keluarga atau pekerjaan). Misalnya perilaku agresif, konfrontasi, asertif yang dibutuhkan dalam pekerjaan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dalam keluarga dimana lebih menekankan pada kehangatan, pengertian, rasa saling menyayangi dan mengasihi (Greenhaus & Beutell, 1985; Edwards & Rothbard, 2000). Edwards & Rothbard (2000) juga menyatakan bahwa


(36)

adanya perilaku yang ditampilkan disalah satu peran akan mempengaruhi perilaku di peran lainnya.

3. Konsep Work Family Conflict

Konsep konflik peran ganda dapat dibagi ke dalam dua bentuk (Frone, 1992; Adekola, 2010), yaitu:

a. Konflik Pekerjaan (Work Interference with Family)

Konflik yang terjadi ketika aktivitas pekerjaan mengganggu tanggung jawab individu dalam lingkungan keluarga. Misalnya, individu membawa pulang pekerjaan dan berusaha untuk menyelesaikannya dengan mengorbankan waktu keluarga (Noor, 2003). Efek mood dan stress yang dialami di lingkungan pekerjaan juga membuat individu tidak fokus dalam menyelesaikan tuntutan perannya di lingkungan keluarga (Williams & Alliger, 1994; Adekola, 2010). Selain itu, pertumbuhan karir individu dalam pekerjaannya akan menyebabkan individu meningkatkan komitmennya dalam memenuhi tuntutan pekerjaan sehingga tuntutan keluarga tidak terpenuhi secara maksimal (Hall, 1972; Adekola, 2010).


(37)

b. Konflik Keluarga (Family Interference with Work)

Konflik yang terjadi ketika peran dan tanggung jawab dalam keluarga mengganggu aktivitas pekerjaan. Misalnya, individu yang membatalkan rapat penting karena anaknya sedang sakit (Noor, 2004). Selain itu, disebutkan bahwa perbedaan gender juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap kemunculan konflik keluarga. Mengingat bahwa mengasuh anak biasanya dilakukan oleh wanita, maka keberadaan istri yang bekerja dapat lebih memicu terjadinya konflik keluarga (Voydanoff, 1988; Adekola, 2010).

C. Dosen Wanita 1. Pengertian Dosen

Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik professional dan ilmuan yang memiliki tugas untuk mentranformasi, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

2. Tugas-tugas Dosen

Dosen dalam menjalankan tugas profesionalnya diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan yang dikuasai dengan baik (Pedoman Beban Kerja Dosen (BKD) dan Evaluasi Pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi bagi Dosen di


(38)

Lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), 2010). Tugas utama dosen adalah melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan/ pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat.

a. Pendidikan/ Pengajaran

Tugas pendidikan dan pengajaran adalah kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap dosen pada jenjang strata 1. Dosen yang sudah meraih jabatan akademik tertinggi sebagai guru besar atau profesor tetap harus melakukan tugas pendidikan dan pengajaran pada jenjang Strata1.

b.Penelitian

Merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh dosen, baik secara perorangan maupun berkelompok, dibiayai secara mandiri maupun oleh lembaga. Tugas penelitian dan pengembangan ilmu yang wajib dilakukan dosen dengan bentuk kegiatan seperti menghasilkan karya penelitian, menerjemahkan buku ilmiah, menyunting karya ilmiah, membuat rancangan, karya teknologi dan karya seni, menyampaikan orasi ilmiah, dan sebagai pembicara seminar.

c. Pengabdian Masyarakat

Kegiatan yang dilakukan dosen dalam bentuk pengabdian masyarakat seperti melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, memberi penyuluhan atau ceramah kepada


(39)

masyarakat, memberi pelayanan secara langsung kepada masyarakat, menulis karya pengabdian kepada masyarakat.

3. Dosen Wanita

Dosen wanita merupakan wanita yang merupakan pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Sholichin, 2011).

4. Peran Wanita dalam Keluarga dan Pekerjaan

Saat ini, dengan semakin tingginya tingkat pendidikan wanita dan kebutuhan ekonomi keluarga maka semakin banyak pula wanita yang memilih untuk berperan ganda sebagai pekerja dan istri/ ibu dalam keluarga. Terjadi pergeseran nilai dari

single career family dimana dalam sebuah rumah tangga hanya pria (suami) yang bekerja menjadi dual career family, dimana pria (suami) maupun wanita (istri) sama-sama bekerja (Alteza & Hidayati, 2011).

Salah satu pilihan pekerjaan yang menarik bagi wanita adalah bekerja sebagai dosen. Profesi dosen dianggap sebagai profesi yang ideal, memiliki fleksibiltas waktu, tuntutan yang tidak terlalu tinggi dan kesejahteraan yang memadai sehingga akan lebih mudah bagi wanita untuk menjalankan peran ganda (Saptari & Holzner, 1997). Peran ganda wanita dapat menimbulkan implikasi positif dan negatif dimana


(40)

wanita dapat mengaktualisasikan dirinya secara penuh di lingkungan pekerjaan, namun disisi lain tetap harus menjalankan peran sebagai istri dan ibu rumah tangga.

D. Dinamika Work Family Conflict dan Burnout dikalangan Dosen Wanita Banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi wanita dengan peran ganda menimbulkan konflik yang menyebabkan tekanan (Greenhaus & Beutell). Tekanan yang muncul akibat dari konflik berkelanjutan dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Wood (1981) menyatakan bahwa, pengajar (dosen) mengalami konflik keluarga-pekerjaan dengan permasalahan yang berbeda saat di rumah dengan peran sebagai suami/ istri atau ayah/ ibu, dan dilingkungan pekerjaan/sekolah.

Leiter & Maslach (1997) menyatakan konflik terjadi akibat tuntutan dari keluarga dan pekerjaan harus dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Tidaklah mudah bagi wanita untuk berperan ganda disebabkan tanggung jawab sebagai istri, ibu dan pekerja cukup besar dan kadangkala menimbulkan konflik. Tuntutan yang harus dipenuhi baik di dalam keluarga maupun pekerjaan membuat seseorang dapat mengalami kelelahan baik secara fisik, emosional, maupun mental yang jika dialami dalam waktu yang lama dapat menyebabkan burnout (Pines & Maslach, 1993).

Menurut Jackson, Schuler dan Schwab (1986) mengemukakan burnout terjadi akibat adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Berdasarkan perspektif teori belajar, burnout muncul akibat pengharapan yang salah terhadap reinforcement, outcome, dan efficacy (Schaufelli & Buunk, 1996). Dengan kata lain, burnout dapat


(41)

dikatakan sebagai respon dari tekanan (Leatz & Stolar, 1996; Stanley, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2008) menyatakan bahwa wanita yang memiliki peran ganda lebih sering mengalami tekanan dibandingkan dengan wanita yang hanya memiliki satu peran.

Menurut Greenhause dan Butell (1985) konflik yang terjadi pada wanita yang bekerja adalah konflik antar peran (inter-role conflict). Konflik ini terjadi ketika pekerjaan dan keluarga sama-sama membutuhkan perhatian, tuntutan pada keluarga dan pekerjaan sama-sama harus dipenuhi. Work family conflict yang terjadi juga dikarenakan tanggung jawab peran dari keluarga dan pekerjaan bertentangan, sehingga akan sulit bagi untuk memenuhi tuntutan (Netmeyer, Mc Murrian & Boles, 1996). Selain itu work family conflict terjadi karena waktu yang dihabiskan pada satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi kebutuhan peran lainnya (Greenhaus & Beutell, 1985). Waktu yang dihabiskan untuk peran tertentu dapat memberikan efek negatif bagi keluarga atau pekerjaan.

Carlson dan Kacmar (2000) pekerja yang lebih terlibat di dalam keluarga akan mengalami tekanan yang lebih tinggi. Greenhaus, Parasuraman, dan Collins (2001) menunjukkan adanya hubungan positif antara keterlibatan dalam keluarga dan work family conflict. Bagi wanita yang sudah menikah, fokus pada pertumbuhan anak cenderung mengalami masa sulit dalam bekerja (Greenberger & O’Neal, 1990).


(42)

Menurut Widyarini (1998) burnout yang terjadi pada ibu yang bekerja dapat menurunkan kesehatan fisik dan mental. Hal ini dapat mempengaruhi kinerjanya baik di keluarga maupun di pekerjaan. Pekerja professional memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja non professional (Duxbury & Higgins, 2003). Valdez dan Gutek (1987) menyatakan ibu yang bekerja dengan status professional

dan manajerial mempunyai tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan status pekerjaan yang lebih rendah. Tenaga kerja professional termasuk tenaga pengajar perguruan tinggi atau dosen.

E. Hipotesa Penelitian

1. Ada pengaruh positif work family conflict terhadap burnout, dimana work family conflict berpengaruh terhadap peningkatan burnout dikalangan dosen wanita.

2. Ada peranan time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2011). Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui peranan work family conflict terhadap burnout dikalangan dosen wanita.

A. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini antara lain : Variabel bebas (independent variabel) : Work family conflict

Variabel tergantung (dependent variabel) : Burnout

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Work family conflict

Adanya ketidaksesuaian antara tuntutan dari pekerjaan dengan tuntutan dalam keluarga yang dirasakan oleh pekerja sehingga menghambat pemenuhan kebutuhan yang menyebabkan konflik. Work family conflict diukur menggunakan skala yang


(44)

disusun berdasarkan kategori work family conflict seperti yang dikemukakan Greenhaus dan Beutell (1985) yaitu time-based conflict, strain-based conflict dan

behavior-based conflict. Semakin tinggi skor pada kategori maka semakin tinggi pula

work family conflict yang dialami individu. Sebaliknya, semakin rendah skor pada kategori tersebut maka semakin rendah pula work family conflict yang dialami individu.

2. Burnout

Kelelahan baik secara fisik, mental, maupun emosional yang dirasakan oleh pekerja yang menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan. Burnout diukur berdasarkan dimensi exhaustion, cynicism, dan ineffectiveness (Leiter & Maslach, 1997). Semakin tinggi total skor, maka semakin tinggi burnout yang dialami individu. Sebaliknya, semakin rendah tingkat skor pada skala, maka semakin rendah burnout yang dialami.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam hal ini peneliti hanya menggunakan sejumlah orang dari populasi untuk dijadikan subjek penelitian yang disebut sebagai sampel. Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri–ciri yang sama. Sampel merupakan sebahagian dari populasi atau


(45)

sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000).

1. Populasi

Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dosen wanita.

2. Sampel

Adanya keterbatasan peneliti dalam menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah dosen wanita yang berperan ganda.

3. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah a. Wanita yang sudah menikah dan memiliki anak.


(46)

4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

purposive sampling. Teknik ini digunakan untuk penelitian yang mengutamakan tujuan penelitian. Subjek dipilih sesuai dengan ciri-ciri yang mewakili satu populasi tertentu (Silalahi, 2009). Sampel diambil sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala merupakan suatu mekanisme pengumpulan data melalui tulisan tentang pertanyaan atau pernyataan untuk mengukur variabel tertentu.

Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu stimulus berupa pernyataan ataupun pertanyaan yang dapat mengungkapkan indikator perilaku responden, indikator perilaku diungkapkan melalui item-item, respon jawaban subjek dapat diterima selama diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hadi (2000) mengungkapkan skala psikologis dapat mengungkapkan laporan diri (self report). Azwar (2010) juga mengemukakan bahwa metode skala dapat menggambarkan aspek kepribadian individu, dapat merefleksikan diri yang biasanya tidak disadari


(47)

responden yang bersangkutan, responden tidak menyadari arah jawaban ataupun kesimpulan yang diungkapkan pernyataan atau pertanyaan.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala Likert. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).

Penelitian ini menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala burnout dan skala

work family conflict.

1. Skala Burnout

Item-item skala burnout dalam penelitian ini disusun berdasarkan dimensi yang dikemukakan Leiter & Maslach (1997). Dimensi tersebut adalah: Exhaustion

(terdiri dari tiga elemen, physical exhaustion, emotional exhaustion, mental exhaustion), Cynicism dan Ineffectiveness.

Skala burnout ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut Blue Print dari skala burnout:


(48)

Tabel 1

Blue Print Skala Burnout

NO Dimensi Favourable unfavourable F %

1 Exhaustion 1, 3, 5, 7, 9 22, 24, 26, 28,

30

33,3 %

2 Cynicism 2, 4, 6, 8, 10 11, 13, 15, 17,

19

33,3 %

3 Ineffectiveness 12, 14, 16, 18, 20

21, 23, 25, 27, 29

33,3 %

Jumlah total item 15 15 30

2. Skala Work Family Conflict

Skala work family conflict disusun berdasarkan dimensi work family conflict

yang dikemukakan oleh Greenhaus & Beutell (1985) yaitu: Time-based conflict, Strain-based conflict. Dan Behavior-based conflict. Skala work family conflict ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), N (netral), TS (tidak sesuai), STS (sangat tidak sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan

favorable dan unfavorable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut Blue Print


(49)

Tabel 2

Blue Print Skala Work Family Conflict

NO Kategori Favourable Unfavourable F (%)

1. Time-based conflict 1, 3, 5, 7, 9 22, 24, 26,

28, 30

33,3 %

2. Strain-based conflict 2, 4, 6, 8, 10 11, 13, 15,

17, 19

33,3 %

3. Behavior-based conflict 12, 14, 16,

18, 20

21, 23, 25, 27, 29

33,3 %

Jumlah total item 15 15 30

E. Validitas dan Reabilitas Alat Ukur

Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yaitu kriteria valid dan reliabel.

1. Validitas

Menurut Hadi (2000) validitas adalah seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap dengan benar gejala atau sebagian gejala yang hendak diukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud


(50)

dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang digunakan adalah content validity

dan construct validity. Content validity merupakan validitas yang menggunakan langkah telaah dan revisi aitem pertanyaan berdasarkan dari pendapat professional (menggunakan professional judgement) (Suryabrata, 2011).

Dalam penelitian ini, validitas alat ukur yang digunakan yaitu validitas konstrak melalui analisis faktor. Penilaian dengan mengunakan validitas konstrak ditinjau dari apakah aitem yang dimaksudkan untuk mengukur faktor-faktor tertentu telah benar-benar dapat memenuhi fungsinya mengukur faktor-faktor yang dimaksudkan (Hadi, 2000).

Uji analisis faktor diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyers-Olkin (KMO), yaitu mengukur apakah sampel sudah cukup memadai. Menurut Wibisono (2003) kriteria kesesuaian dalam pemakaian analisis faktor adalah nilai KMO > 0,5 :

a. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat memuaskan b. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan

c. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah d. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup

e. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan f. Jika harga KMO kurang dari 0,5 tidak dapat diterima.

Kemudian dilihat nilai Measure of Sampling Adequency (MSA) dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisein korelasi


(51)

parsialnya. Menurut Santoso (2002) angka MSA berkisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk intepretasi adalah sebagai berikut:

a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya.

b. Jika MSA lebih besar dari 0,5 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.

c. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka variabel tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

Selanjutnya validitas konstrak dilihat berdasarkan nilai bobot faktor (loading factor) yang menunjukan besarnya korelasi antara variabel awal dengan faktor yang terbentuk. Dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai faktor loadingnya lebih besar dari 0,5 (Santoso, 2002).

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik Formula Alpha Cronbach.


(52)

F. Skala Penelitian

1. Skala Work Family Conflict

Hasil analisis skala work family conflict menunjukkan bahwa dari 30 aitem terdapat 23 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Ada 7 aitem yang gugur (daya beda aitem lebih kecil dari 0,3) yaitu aitem work family conflict nomor 3, 9, 12, 14, 16, 19, 25. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30, Koefisien

korelasi aitem total bergerak dari 0, 325 sampai 0,586, Hasil reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha diperoleh hasil rxx = 0,84 yang berarti tingkat

reliabilitas baik.

Hasil analisis faktor skala work family conflict menunjukkan bahwa pada dimensi time based conflict, ada 2 aitem yang gugur karena nilai faktor loadingnya dibawah 0,5 yaitu aitem nomor 3 dan 9 sehingga diperoleh 8 aitem dengan nilai KMO sebesar 0,722, nilai MSA bergerak dari 0,612 sampai 0,797 dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0,633 sampai 0,900 yaitu aitem nomor 1, 5, 7, 22, 24, 26, 28, 30, Selanjutnya, pada dimensi strain based conflict, ada 1 aitem yang gugur karena nilai faktor loadingnya dibawah 0,5 yaitu aitem nomor 19 sehingga diperoleh 9 aitem dengan nilai KMO sebesar 0,780, nilai MSA bergerak dari 0,707 sampai 0,842 dan nilai faktor loading bergerak dari 0,650 sampai 0,862. Aitem-aitem tersebut adalah aitem nomor 2, 4, 6, 8, 10, 11, 13, 15, 17.


(53)

Pada dimensi behavior based conflict, ada 4 aitem yang gugur karena nilai MSA dan nilai faktor loadingnya dibawah 0,5 yaitu aitem nomor 12, 14, 16, 25. Dengan demikian ada 6 aitem yang memiliki nilai KMO sebesar 0,666, nilai MSA bergerak dari dari 0,586 sampai 0,743 dan nilai faktor loading bergerak dari 0,607 sampai 0,827, yaitu aitem nomor 18, 20, 21, 23, 27, 29.

Distribusi aitem skala setelah uji coba ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 3

Skala Work Family Conflict Setelah Uji Coba

NO Dimensi Favourable Unfavourable Jumlah total

1 Time Based Conflict 1, 5, 7 22, 24, 26, 28, 30 8

2 Strain Based Conflict 2, 4, 6, 8, 10 11, 13, 15, 17 9

3 Behavior Based Conflict 18, 20 21, 23, 27, 29 6

Jumlah total item 10 13 23

2. Skala Burnout

Hasil analisis skala burnout menunjukkan bahwa dari 30 aitem terdapat 20 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Ada 10 aitem yang gugur (daya beda aitem lebih kecil dari 0,3) yaitu aitem nomor 2, 4, 5, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 28. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30, Koefisien korelasi aitem total


(54)

bergerak dari 0, 346 sampai 0, 691, Hasil reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha diperoleh hasil rxx = 0,740 yang berarti tingkat reliabilitas cukup.

Hasil analisis faktor skala burnout menunjukkan bahwa pada dimensi

exhaustion, ada 4 aitem yang gugur karena nilai faktor loadingnya dibawah 0,5 yaitu aitem nomor 5, 22, 24 dan 28 sehingga diperoleh 6 aitem dengan nilai KMO sebesar 0,621, nilai MSA bergerak dari 0,516 sampai 0,731, dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0,691 sampai 0,848 yaitu aitem nomor 1, 3, 7, 9, 26, 30, Selanjutnya, pada dimensi cynicism, ada 3 aitem yang gugur karena nilai faktor loadingnya dibawah 0,5 yaitu aitem nomor 2, 4, 19 sehingga diperoleh 7 aitem dengan nilai KMO sebesar 0,730, nilai MSA bergerak dari 0,651 sampai 0,801 dan nilai faktor loading bergerak dari 0,500 sampai 0,803. Aitem-aitem tersebut adalah aitem nomor 6, 8, 10, 11, 13, 15, 17.

Pada dimensi ineffectiveness, ada 3 aitem yang gugur karena nilai MSA dan nilai faktor loadingnya dibawah 0,5 yaitu aitem nomor 21, 23, 25. Dengan demikian ada 7 aitem yang memiliki nilai KMO sebesar 0,800, nilai MSA bergerak dari dari 0,769 sampai 0,833 dan nilai faktor loading bergerak dari 0,517 sampai 0,833, yaitu aitem nomor 12, 14, 16, 18, 20, 27, 29.


(55)

Tabel 4

Skala Burnout Setelah Uji Coba

NO Dimensi Favourable Unfavourable Jumlah total

1 Exhaustion 1, 3, 7, 9 26, 30 6

2 Cynicism 6, 8, 10 11, 13, 15, 17 7

3 Ineffectiveness 12, 14, 16, 18, 20

27, 29 7

Jumlah total item 12 8 20

G. Prosedur Penelitian

Adapun persiapan yang dilakukan peneliti antara lain sebagai berikut : 1. Pembuatan Alat Ukur

Pada tahap ini, peneliti membuat alat ukur berupa skala work family conflict

dan skala burnout berdasarkan teori. Peneliti membuat 30 item untuk skala burnout

dan 30 item untuk skala work family conflict. Skala dibuat dalam bentuk booklet


(56)

2. Permohonan Izin

Sebelum pengambilan data, peneliti mengurus surat permohonan izin. Selanjutnya, surat tersebut diberikan kepada beberapa universitas guna untuk pengambilan data.

3. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas skala

work family conflict dan skala burnout.

4. Revisi Alat Ukur

Setelah melakukan uji coba validitas dan reliabilitas skala work family conflict

dan skala burnout, peneliti akan menemukan item-item yang valid dan reliabel. Selanjutnya, item-item tersebut akan digunakan sebagai skala untuk pengambilan data penelitian.

H. Metode Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk melihat peranan work family conflict terhadap

burnout dikalangan dosen wanita, maka analisa data yang digunakan adalah analisis regresi. Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui dampak atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Analisis regresi dapat mengukur


(57)

kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Hadi, 2000).

Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 17.0 for windows. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian bahwa sampel yang dihadapi adalah berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi penelitian yaitu variabel bebas (work family conflict) dan variabel tergantung (burnout) memiliki hubungan linier. Uji linearitas menggunakan Uji F atau disebut juga dengan Uji ANOVA guna untuk melihat pengaruh antar variabel. Dengan menggunakan Uji ANOVA kita juga dapat melihat apakah model regresi sudah baik atau tidak baik. Uji F dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, jika F hitung > F tabel. Tingkat signifikansi menggunakan 0,05. Jika probabilitas < 0,05 maka terdapat pengaruh signifikan sehingga model regresi dapat digunakan. Sebaliknya, jika probabilitas > 0,05 maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung.


(58)

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi perlu dikemukakan hipotesis dalam bentuk hipotesis nol yaitu tidak terjadi adanya autokorelasi diantara data pengamatan dan hipotesis alternatif yaitu terjadi adanya autokorelasi diantara data pengamatan. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hopotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

b. Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.

c. Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

4. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi mempunyai korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinearitas terjadi apabila ada korelasi


(59)

variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini disebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standar error setiap koefisien regresi tidak terhingga. Metode pengujian yang digunakan adalah uji VIF (Variance Inflation Factor). Apabila nilai VIF di bawah 10, maka tidak terdapat masalah multikolinearitas.

5. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi terdapat ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain (Ghozali, 2005). Cara yang digunakan untuk melihat ada tidaknya gejala heterokedasitas adalah dengan menggunakan Uji Sperman’s Rho yaitu mengkorelasikan nilai residual dengan masing-masing variabel independen. Pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara variabel independen dengan residual di dapat signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.


(60)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil tambahan penelitian.

A.Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 160 dosen wanita. Berdasarkan hal tersebut akan dilihat penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia, masa kerja, jumlah anak. Data-data ini diperoleh melalui identitas diri dari subjek penelitian yang terdapat dalam skala penelitian. Berikut uraian dari penyebaran subjek penelitian:

1. Usia Subjek Penelitian

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5 berikut :


(61)

Tabel 5

Penyebaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia Usia Jumlah ( N ) Persentase ( % )

25 - 30 tahun 37 23.1

31 - 35 tahun 42 26.3

36 - 40 tahun 31 19.3

41 - 45 tahun 50 31.3

Total 160 100.0

Berdasarkan tabel 5 ditunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak adalah subjek berusia 41 - 45 tahun sebanyak 50 orang (31.3 %). Sementara itu, subjek penelitian yang paling sedikit jumlahnya adalah subjek berusia 36 – 40 tahun yaitu 31 orang (19.3 %).

2. Masa Kerja Subjek Penelitian

Berdasarkan masa bekerja, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut :


(62)

Tabel 6

Penyebaran Subjek Penelitian berdasarkan Masa Kerja Lama Kerja Jumlah (N) Persentase ( % )

≤ 5 tahun 54 33.8

6 - 10 tahun 36 22.5

11 - 15 tahun 22 13.7

16 - 20 tahun 48 30.0

Total 160 100.0

Berdasarkan tabel 6 ditunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak adalah subjek dengan lama bekerja dibawah 5 tahun yaitu sebanyak 54 orang (33.8 %). Sementara itu, subjek penelitian yang paling sedikit jumlahnya adalah subjek dengan lama bekerja 11 sampai 15 tahun yaitu 22 orang (13.7 %).

3. Jumlah Anak Subjek Penelitian

Berdasarkan bidang jumlah anak, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut :


(63)

Tabel 7

Penyebaran Subjek Penelitian berdasarkan Jumlah Anak Jumlah Anak Jumlah ( N ) Persentase ( % )

1-2 99 61.9

3-4 56 35.0

5-6 5 3.1

Total 160 100.0

Berdasarkan tabel 7 ditunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak adalah subjek dengan dengan jumlah anak 1 – 2 orang yaitu sebanyak 99 orang (61.9 %). Sementara itu, subjek penelitian yang paling sedikit jumlahnya adalah subjek dengan dengan jumlah anak 5 - 6 orang yaitu 5 orang (3.1 %).

B.Uji Asumsi

Uji asumsi bertujuan untuk melihat apakah data yang akan dianalisis regresi telah memenuhi asumsi persyaratan dasar regresi yaitu uji normalitas, uji linearitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas dan uji heterokedastisitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi secara normal dalam kurva sebaran normalitas. Hasil uji normalitas menggunakan


(64)

titik-titik nilai data terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus. Hasil uji normalitas dengan One Sampel Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 8

Uji Normalitas One Sample Kolmogorof-Smirnov data burnout data wfc

N 160 160

Normal Parametersa,,b Mean 43.6750 53.9063

Std. Deviation 9.09803 11.40936 Most Extreme

Differences

Absolute .101 .106

Positive .101 .106

Negative -.060 -.066

Kolmogorov-Smirnov Z 1.279 1.335

Asymp. Sig. (2-tailed) .076 .057

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa nilai data di atas 0.05, maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas.


(65)

2. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Dalam penelitian ini uji linearitas akan melihat apakah dua variabel penelitian yaitu work family conflict dan burnout

berkorelasi untuk memenuhi asumsi garis linear. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 9 berikut:

Tabel 9 Hasil Uji Linearitas

Variabel Linearity Kesimpulan

Work family conflict* Burnout 0.000 Hubungan Linear

Berdasarkan tabel 9, diperoleh nilai linearity 0.000 untuk hubungan variabel

work family conflict dan burnout. Hal ini menujukkan bahwa nilai p linearity dibawah 0.05 sehingga telah memenuhi asumsi linearitas.

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi pada model regresi. Metode pengujian menggunakan uji Durbin Witson (uji DW). Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel 10 berikut:


(66)

Tabel 10

Hasil Uji Autokorelasi

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of The Estimate

Durbin Watson

1 .588a .346 .342 7.380 1.818

Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa nilai Durbin Watson (DW) adalah 1.818 yang akan dibandingkan dengan nilai tabel Durbin Watson. Tabel yang akan digunakan adalah tabel dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah data (n) = 160 dan jumlah variabel independen ( k ) = 1. Tabel ini menunjukkan bahwa nilai dL = 1.728 dan dU = 1.754 yang berarti bahwa nilai DW (1.818) lebih besar daripada nilai dU (1.754) dan lebih kecil daripada nilai dU (2.246) atau dengan kata lain dU < d < 4-dU. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat autokorelasi.

4. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Multikolinearitas dalam model regresi dapat dideteksi apanila nilai toleransi < 0.1

atau nilai Variance Inflation Factor (VIF ) ≥ 10. Hasil uji multikolinearitas dapat


(67)

Tabel 11

Hasil Uji Multikolinearitas

Model

Colinearity Statistics Tolerance VIF (Constant)

WFC 1.000 1.000

Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa nilai toleransi untuk work family conflict 1 yang berarti lebih besar dari 0.1. Selain itu nilai VIF 1 yang lebih kecil daripada 10. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

5. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahu ada atau tidaknya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya masalah heterokedastisitas. Salah

satu uji heterokedastisitas adalah Uji Sperman’s Rho yaitu mengkorelasikan nilai residual dengan masing-masing variabel independen. Hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel 12 berikut :


(68)

Tabel 12

Hasil Uji Heterokedastisitas

Spearman’s

Rho

Variabel Keterangan Unstandardized Residual

Work family conflict Tidak

Signifikan .402

Berdasarkan tabel 12 diketahui bahwa korelasi antara work family conflict

dengan unstandardized residual menghasilkan nilai signifikansi 0.402. Hal ini menunjukkan bahwa nilai siginifikansi lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak ditemukan adanya masalah heterokedastisitas.

C. Hasil Analisis Data

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian korelasi dengan menggunakan analisis regresi dan bantuan SPSS version 17.0 for windows, diperoleh hasil (R = 0.588, R2 = 0.346, F = 83.585, p < 0.01), yang menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara work family conflict dengan burnout. Selanjutnya nilai koefisien determinan menunjukkan bahwa work family conflict berperan dalam memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan burnout subjek penelitian.


(69)

D. Hasil Analisis Tambahan Penelitian

1. Hubungan Dimensi Work Family Conflict dengan Burnout

Hubungan dimensi-dimensi work family conflict dengan burnout dapat dilihat dari hasil korelasi Pearson pada tabel 13. Berdasarkan tabel 13 menunjukkan adanya korelasi antara burnout dengan dimensi work family conflict yaitu time based conflict (TB), strain based conflict (SB), dan behavior based conflict (BB).

Tabel 13

Hasil Uji Korelasi Antar Dimensi

Variabel Burnout TB SB BB

Burnout 1.000

TB .535** 1.000

SB .458** .721** 1.000

BB .616** .685** .545** 1.000

** p<0.01

Untuk mendapatkan dimensi work family conflict yang menjadi penentu

burnout, digunakan analisis regresi stepwise. Berdasarkan hasil analisis regresi

stepwise, ada dua dimensi dari work family conflict yang berperan sebagai prediktor

burnout. Dimensi tersebut adalah time based dan behavior based. Dari nilai koefisien determinasi (R² = 0.346), menunjukkan bahwa kedua dimensi tersebut dapat


(1)

Development (pp157-169). Newbury Park, CA: Sage

Voydanoff, B. (1988). Work role characteristic, family structure demands and work

family conflict. Journal of Marriage and the Family. 5, 749-761.

Wibisono. (2003). Riset bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Widyarini, N. (1998).

Work family conflict pada wanita bekerja dalam manajemen.

Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Williams, K. J. & Alliger, G. M. (1994). Role stressors, mood spillover, and

perceptions of work-family conflict in employed parents.

Academy of

Management Journal, 37(4), 837-868.

Woods, P. (1998). Strategies, commitment and identity: Making and breaking the

teacher role. In L. Barton & S. Walker (Eds.), Schoolteachers and teaching

(pp. 197). London: Falmer.

Yang, N., Chen, C. C., Choi, J., & Zou, Y. (2000). Sources of work-family conflict: a

Sino-U.S. comparison of the effects of work and family demands. Academy

of Management Journal, 43, 113-123.

Zamralita. (2007). Komitmen organisasi: Karyawan dengan kepribadian tipe A dan

tipe B. Phronesis,

Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi,

9 (2),

168-185.

Peraturan Perundangan /Pedoman :

Dirjen Dikti. (2010). Pedoman Beban Kerja Dosen (BKD) dan Evaluasi Pelaksanaan

Tridharma Perguruan Tinggi Bagi Dosen di Lingkungan Perguruan Tinggi

Agama Islam (PTAI). Jakarta: Kemenag RI.

Undang-Undang No 14 Tahun 2005. Tentang: guru dan dosen. Jakarta: Visi Media.

Badan Pusat Statistik Kota Medan. (2007).

Medan Dalam Angka Tahun 2007.


(2)

LAMPIRAN 1

Analisa Reliabilitas dan Validitas

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.844 23

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.740 20

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .722

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 206.256

df 28

Sig. .000

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .780

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 337.116

df 36


(3)

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .666

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 120.620

df 21

Sig. .000

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .621

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 116.754

df 15

Sig. .000

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .730

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 176.449

df 21

Sig. .000

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .800

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 242.075

df 21


(4)

LAMPIRAN 2

Hasil Analisis

1. Analisis Regresi

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4553.558 1 4553.558 83.585 .000a

Residual 8607.542 158 54.478

Total 13161.100 159

a. Predictors: (Constant), data wfc

b. Dependent Variable: data burnout

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .588a .346 .342 7.38093


(5)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

data burnout data wfc

N 160 160

Normal Parametersa,,b Mean 43.6750 53.9063

Std. Deviation 9.09803 11.40936

Most Extreme Differences Absolute .101 .106

Positive .101 .106

Negative -.060 -.066

Kolmogorov-Smirnov Z 1.279 1.335

Asymp. Sig. (2-tailed) .076 .057

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

3. Uji Liniearitas

Variabel Linearity Kesimpulan

Konflik Peran Ganda 0.000 Hubungan Linear

Burnout 0.000 Hubungan Linear

4. Uji Autokorelasi

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error Of The Estimate

Durbin Watson


(6)

5. Uji Multikoliniearitas

Model

Colinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant)

Data WFC 1.000 1.000

6. Heterokedasitas

Correlations

data wfc

Unstandardized Residual

Spearman's rho data wfc Correlation Coefficient 1.000 .067

Sig. (2-tailed) . .402

N 160 160

Unstandardized Residual Correlation Coefficient .067 1.000

Sig. (2-tailed) .402 .

N 160 160

7. Mean Empirik Work Family Conflict dan Burnout

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

data burnout 160 24.00 72.00 43.6750 9.09803

data wfc 160 27.00 91.00 53.9062 11.40936