PERBEDAAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN SKIZOFRENIA GEJALA POSITIF DAN GEJALA NEGATIF MENONJOL
commit to user
1
PERBEDAAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN SKIZOFRENIA GEJALA POSITIF DAN GEJALA NEGATIF MENONJOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
META SAFITRI G 0007105
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
(2)
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbedaan Kualitas Hidup antara Pasien Skizofrenia Gejala Positif dan Gejala Negatif Menonjol
Meta Safitri, NIM : G.0007105, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada hari Kamis, tanggal 12 Agustus 2010
Pembimbing Utama
Nama : Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., SpKJ (K)
NIP : 19500131 197603 1 001 ...
Pembimbing Pendamping
Nama : Lilik Wijayanti, dr., M.Kes
NIP : 19690305 199802 2 001 ...
Penguji Utama
Nama : Hj. Makmuroch, Dra., MS
NIP : 19530618 198003 2 002 ...
Anggota Penguji
Nama :E. Listyaningsih S., dr., M.Kes
NIP : 19640810 199802 2001 ...
Surakarta, Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., MKes
NIP : 19660702 199802 2 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS
(3)
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 2010
Meta Safitri NIM. G0007105
(4)
commit to user
iv
ABSTRAK
Meta Safitri, G0007105, 2010. Perbedaan Kualitas Hidup antara Pasien
Skizofrenia Gejala Positif dan Gejala Negatif Menonjol. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian: Pada saat ini, kualitas hidup mulai digunakan sebagai variabel untuk menunjukkan luaran pada beberapa penyakit kronis, termasuk skizofrenia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol dan untuk mengetahui perbedaan proporsi pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup yang baik dan tidak baik.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik
dengan pendekatan studi kontrol kasus yang dilaksanakan pada bulan Mei- Juli
2010 di RSJD Surakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive
sampling pada pasien skizofrenia yang pernah mengalami kekambuhan kurang dari empat kali dengan status ekonomi yang tidak terlalu tinggi dan terlalu rendah. Sampel dibedakan menjadi gejala positif menonjol dan negatif menonjol dengan
PANSS dan dinilai kualitas hidupnya dengan kuesioner WHO-QoL bref.
Diperoleh 128 data dan dianalisis menggunakan uji normalitas data
Kolmogorov-Smirnov, uji Mann-Whitney, dan uji Chi Kuadrat melalui SPSS 17.0 for Windows.
Hasil penelitian: Didapatkan (1) rerata kualitas hidup pasien skizofrenia dengan gejala positif menonjol sebesar 108,94 ± 17,33 dan untuk gejala negatif menonjol
sebesar 63,70 ± 13,78 (2) hasil uji Mann-Whitney didapatkan nilai p = 0,000 (3)
hasil uji Chi Kuadrat didapatkan nilai X2= 36,14 dengan p = 0,000 (OR = 52, 99%
CI = 11,37 – 239,70).
Simpulan penelitian: Terdapat perbedaan kualitas hidup yang sangat bermakna antara pasien skizofrenia gejala positif menonjol dan gejala negatif menonjol serta proporsi pasien skizofrenia yang mempunyai kualitas hidup baik secara sangat bermakna lebih banyak didapatkan pada kelompok pasien skizofrenia yang mempunyai gejala positif menonjol daripada yang negatif menonjol.
(5)
commit to user
v
ABSTRACT
Meta Safitri, G0007105, 2010. The Difference of Quality of Life between
Schizophrenia Patients with Major Positive and Negative Symptoms. Medical Faculty of Sebelas Maret University.
Objectives: Quality of life (QoL) is now seen as a key outcome variable in many chronic illness, include schizophrenia. This research not only aims to find the difference of quality of life between schizophrenia patients with major positive and negative symptoms but also to find the difference of proportion between schizophrenia patients with major positive and negative symptoms who have good and bad in quality of life.
Methods: This research was an analytical observational study using case control approach and had done in Regional Psychiatric Hospital of Surakarta from May until July 2010. Subjects were sampled using purposive sampling method at the schizophrenia patients who have got relapse less than four times with average economical state. The patient was divided in to major positive and negative symptoms by PANSS and measured the quality of life using the WHO-QoL bref questionnairre. A hundred and twenty eight schizophrenia patients sampled and data were analyzed using the Kolmogorov-Smirnov test of normality, Mann-Whitney, and Chi square test.
Results : Mean score of quality of life was 108.94 ± 17.33 for schizophrenia patients with major positive symptoms and 63.70 ± 13.78 for patients with major
negative symptoms. The Mann-Whitney test result p = 0.000, and X2 value was
36.14 with p= 0.000 (OR = 52, 99% CI= 11.37 – 239.70).
Conclusion: This study found the difference of quality of life between schizophrenia patients with major positive and negative symptom. The proportion of schizophrenia patients with major positive was more dominant than schizophrenia patients with negative symptoms in good quality of life.
(6)
commit to user
vi
PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Perbedaan Kualitas Hidup antara Pasien Skizofrenia Gejala Positif dan Gejala Negatif Menonjol”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., SpKJ (K), selaku Pembimbing Utama yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.
3. Lilik Wijayanti, dr., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.
4. Hj. Makmuroch, Dra., MS, selaku Penguji Utama yang telah memberikan
bimbingan dan nasehat.
5. E. Listyaningsih S., dr., M.Kes, selaku Anggota Penguji yang telah
memberikan bimbingan dan nasehat.
6. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua beserta Tim Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Semua staff, perawat, dan pasien skizofrenia di RSJD Surakarta yang telah
banyak membantu pelaksanaan penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, 2010
(7)
commit to user
vii
DAFTAR ISI
halaman
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
A. Tinjauan Pustaka ... 6
1. Skizofrenia... 6
2. Kualitas Hidup ... 20
B. Kerangka Pemikiran ... 23
C. Hipotesis ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
A. Jenis Penelitian ... 24
B. Lokasi Penelitian ... 24
(8)
commit to user
viii
D. Teknik Sampling ... 25
E. Rancangan Penelitian ... 26
F. Identifikasi Variabel Penelitian... 26
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 26
H. Instrumen Penelitian ... 27
I. Cara Kerja ... 28
J. Teknik Analisis Data... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 31
A. Deskripsi Sampel ... 31
B. Uji Mann-Whitney ... 33
C. Uji Chi-Square ... 35
BAB V PEMBAHASAN ... 37
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. Simpulan ... 42
B. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN
(9)
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Distribusi Sampel berdasarkan PANSS ... 31
Tabel 2. Rerata Usia ... 32
Tabel 3. Rerata Kekambuhan ... 32
Tabel 4. Rerata Nilai Kualitas Hidup ... 32
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov-Smirnov test ... 34
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov-Smirnov test setelah ditransformasi ... 35
Tabel 7. Hasil Uji Mann-Whitney ... 35
(10)
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
halaman
(11)
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian di RSJD Surakarta
Lampiran 3. Ethical Clearance Lampiran 4. Informed Consent Lampiran 5. Identitas Sampel
Lampiran 6. Kuisioner Penilaian PANSS
Lampiran 7. Kuisioner Kualitas Hidup
Lampiran 8. Data Mentah Hasil Penelitian
Lampiran 9. Distribusi Data
(12)
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skizofrenia merupakan masalah kesehatan dunia yang menuntut perawatan dan biaya sangat besar walaupun hanya mempengaruhi kurang dari satu persen dari populasi dunia. Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan psikopatologi yang melibatkan banyak aspek, seperti kognitif, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya (Sadock dan Sadock, 2005; Sinaga, 2007). Secara klinis, skizofrenia dikarakteristikkan dengan adanya gejala positif, negatif, dan gejala terdisorganisasi. Gejala positif umumnya meliputi manifestasi yang lebih aktif dari perilaku abnormal, seperti delusi, halusinasi, kekacauan proses berpikir, waham curiga, agitasi, dan permusuhan. Sedangkan gejala negatif cenderung mengarah kepada adanya defisit dalam perilaku abnormal, misalnya dalam hal pembicaraan dan motivasi (Durand dan Barlow, 2007; Sinaga, 2007).
Onset terjadinya gejala-gejala tersebut bervariasi pada masing- masing pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi efek dari penyakit selalu parah dan biasanya berlangsung lama atau kronis (Sadock dan Sadock, 2005). Pada 29 – 70 % kasus, dapat mengalami kekambuhan atau eksaserbasi akut lagi. Peningkatan terjadinya kekambuhan kemungkinan dipengaruhi oleh faktor psikopatologi, psikososial, dan pengobatan yang
(13)
commit to user
Pada umumnya pasien dengan skizofrenia akan mengalami penurunan fungsi kognitif. Sebagai konsekuensinya, mereka akan mengalami ganggguan fungsi sosial dalam kehidupan sehari-hari mereka. Gangguan ini akan mempengaruhi kehidupan penderita maupun anggota keluarganya karena menjadi beban bagi keluarga (Durand dan Barlow, 2007).
Tujuan utama pengobatan skizofrenia pada masa lalu lebih dititikberatkan pada penurunan gejala psikologi dan gejala positif dibandingkan dengan penyembuhan gangguan fungsi sosial pasien
(Deveci et al.,2008 ; Tomida et al., 2010). Sebagian besar penggobatan ini
seringkali menimbukan beberapa kesulitan maupun gejala sisa pada pasien seperti adanya gejala negatif, gangguan kognitif, gangguan kemampuan
hidup harian, dan fungsi sosial okupasional (Narvaez et al., 2008).
Pada saat ini, sebagai hasil dari dorongan adanya kebutuhan
pasien, konsep kualitas hidup (quality of life) telah dimasukkan ke dalam
penatalaksanaan berbagai penyakit somatis terutama penyakit kronis
(Dobre et al., 2007). Tujuan utama pengobatan skizofrenia pada saat ini
telah diubah dari upaya penurunan gejala menjadi perbaikan kepuasan pasien dalam melakukan aktivitas sosial. Oleh karena itu, evaluasi pengobatan penyakit dengan menggunakan kualitas hidup sebagai indikatornya mulai dicoba untuk dilakukan diberbagai klinik, termasuk klinik psikiatri yang menangani pengobatan dan rehabilitasi untuk
(14)
commit to user
Kualitas hidup dianggap sebagai tujuan akhir yang penting dari sebuah pengobatan skizofrenia. Namun demikian, yang menentukan tinggi rendahnya kualitas hidup hingga saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti. Peningkatan kualitas hidup pada pasien skizofrenia diduga berhubungan dengan penurunan gejala seperti depresi, kognitif dan
kapasitas fungsional yang lebih baik (Eack dan Newhill, 2007; Narvaez et
al., 2008).
Pengukuran kualitas hidup dapat digunakan sebagai dasar perencanaan suatu program penatalaksanaan, monitoring kemajuan klinis dan hasil pengobatan yang nantinya diharapkan dapat mengurangi tingkat ketergantungan atau beban bagi pasien, keluarga, dan lingkungan sekitar.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mengadakan suatu penelitian untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol dan untuk mengetahui perbedaan proporsi pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup yang baik dan tidak baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan derajat kualitas hidup antara pasien
(15)
commit to user
2. Bagaimanakah perbedaan proporsi pasien skizofrenia gejala positif
dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak baik?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan derajat kualitas hidup antara pasien
skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol.
2. Untuk mengetahui perbedaan proporsi pasien skizofrenia gejala
positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak baik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan derajat kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol serta proporsi pasien skizofrenia gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak baik.
2. Manfaat Aplikatif
Manfaat aplikatif yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menggunakan kualitas hidup pasien sebagai dasar perencanaan suatu program penatalaksanaan, monitoring kemajuan klinis dan hasil pengobatan skizofrenia, yang nantinya diharapkan dapat
(16)
commit to user
mengurangi tingkat ketergantungan atau beban bagi pasien, keluarga, dan lingkungan sekitar.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bahwa evaluasi kualitas hidup
dapat dimanfaatkan sebagai salah satu indikator keberhasilan pengobatan suatu penyakit kronis dalam aspek fungsi sosial okupasional.
(17)
commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Skizofrenia
a. Pengertian
Istilah skizofrenia berasal dari bahasa Jerman, yaitu schizo (=
perpecahan/split) dan phrenos (= mind). Pada skizofrenia terjadi suatu
perpecahan pikiran, perilaku dan perasaan (Sinaga, 2007). Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang kronis dengan tampilan yang heterogen dan ditandai oleh adanya gejala- gejala yang khas. Gangguan ini dapat mengganggu persepsi, pikiran, pembicaraan, dan gerakan seseorang. Hampir seluruh aspek fungsi sehari- harinya
terganggu (Durand dan Barlow, 2007; Gee et al., 2003).
b. Epidemiologi
Skizofrenia adalah masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi kurang dari satu persen dari populasi dunia (Herz dan
Marder, 2002; Sadock dan Sadock, 2005). Prevalensi skizofrenia di
seluruh dunia diperkirakan 0,2- 0,8 % dalam setahun (Maramis, 2009). Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25 sampai 35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan
(18)
commit to user
wanita. Prevalensi penyakit ini meningkat pada pasien dengan riwayat
keluarga skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2005, Sinaga, 2007).
Skizofrenia ditemukan dalam semua masyarakat dan wilayah geografis. Angka kejadian dan tingkat prevalensinya lebih besar di perkotaan daripada di pedesaan dan cenderung lebih berat pada negara maju dibandingkan negara berkembang. Perbedaan ini sebelumnya telah dikaitkan dengan fenomena penyimpangan sosial, di mana individu rentan terkena stres atau depresi dalam melakukan aktivitas sosial maupun pekerjaan mereka (Sadock dan Sadock, 2005).
c. Etiologi
Etiologi terjadinya skizofrenia belum diketahui secara pasti. Diduga penyebabnya adalah faktor genetik, faktor biologi seperti
hiperaktivitas sistem dopaminergik, faktor serotonin, faktor
neuroimunovirologi, hipoksia atau kerusakan neurotoksik selama kehamilan dan kelahiran, dan faktor lingkungan (Kaplan dan Sadock, 2000; Sadock dan Sadock, 2005).
Ditemukan banyak bukti dari keluarga, kelahiran kembar, dan penelitian lain yang menyatakan bahwa faktor genetik memberikan kontribusi yang kuat terhadap munculnya skizofrenia. Beberapa kromosom yang diduga berhubungan dengan skizofrenia, yaitu: 1q21-22, 6p22-24, 6p21-1q21-22, 8p21-1q21-22, 10p11-15, 13q14-32, 15q13-15, dan 22q11-13. Analisis lebih lanjut telah mengarahkan pada identifikasi
(19)
commit to user
3, dysbindin, COMT, NRG 1, RGS 4, dan G 72. Masing-masing gen ini memiliki kontribusi kecil kerentanan terhadap skizofrenia (Sadock
dan Sadock, 2005). Gen Catechol- O- Methyl Transferase (COMT)
diduga berperan dalam encoding dopamin sehingga mempengaruhi
fungsi kerja dopamin (Sinaga, 2007).
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang
berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Terdapat empat jalur penting dalam teori dopamin, yaitu jalur mesolimbik, mesokorteks, nigrostriatal, dan tuberoinfundibuler. Hampir semua obat antipsikotik
baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2. Dengan
terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik, gejala psikotik dapat diredakan (Kaplan dan Sadock, 2000, Sinaga, 2007).
Gaddum, Wooley dan Show pada tahun 1954 mengobservasi
efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat
campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT dan dapat menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Selain itu, adanya peranan serotonin pada skizofrenia juga memungkinkan karena penelitian obat antipsikotik atipikal clozapine menunjukkan memiliki afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT lebih tinggi dibandingkan reseptor dopamin
D2 (Kaplan dan Sadock, 2000).
Faktor lingkungan juga dapat berkontribusi bagi perkembangan skizofrenia, seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran, paparan terhadap influenza atau kelaparan selama kehamilan ibu, faktor
(20)
commit to user
ketidakcocokan Rhesus (Rh), dan suhu dingin yang berlebihan saat kelahiran. Sejumlah spekulasi tentang virus dan mekanisme kekebalan tubuh, kadang-kadang diasumsikan sebagai penjelasan dari faktor risiko musim atau suhu dingin tersebut. Namun, hingga saat ini virus atau mekanisme kekebalan belum dapat ditetapkan sebagai faktor etiologi skizofrenia. Yang terakhir, adanya penyalahgunaan obat, terutama alkohol dan ganja, telah diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2005).
d. Gambaran klinis
Pada tahun 1931, Hughlings Jackson mengklasifikasikan gejala- gejala pada skizofrenia menjadi dua, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Sedangkan pada tahun 1985, Bilder dan kawan- kawan menambahkan satu klasifikasi lagi, yaitu gejala terdisorganisasi (Herz dan Marder, 2002).
1) Gejala-gejala positif
Gejala-gejala positif secara umum meliputi manifestasi-
manifestasi yang lebih aktif dari perilaku abnormal atau adanya distorsi dari perilaku normal. Termasuk di dalamnya adalah delusi, halusinasi, kekacauan proses berpikir, waham curiga, agitasi, dan
permusuhan (Durand dan Barlow, 2007; Gee et al., 2003).
2) Gejala-gejala negatif
Gejala-gejala negatif melibatkan adanya defisit dalam perilaku abnormal, misalnya dalam hal pembicaraan dan motivasi. Gejala
(21)
commit to user
negatif ini termasuk afek tumpul, penarikan diri secara emosional dan sosial, kurangnya spontanitas, apatis, miskin pembicaraan
maupun pemikiran (Durand dan Barlow, 2007; Gee et al., 2003;
Malla dan Payne, 2005).
3) Gejala terdisorganisasi
Gejala-gejala terdisorganisasi meliputi sejumlah gangguan kognitif seperti gangguan pada perhatian selektif, kerja memori, kontrol eksekutif, memori episodik, pemahaman bahasa, dan proses sosial-emosional sehingga tampak adanya pembicaraan yang ngelantur, perilaku eratik, dan afek yang tidak pas (Durand dan Barlow, 2007; Lewis dan Sweet, 2009).
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase
prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal
semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif/psikotik
menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang
(22)
commit to user
berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan, suatu saat mengalami eksaserbasi atau
terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana
gejala-gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/ psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial) (Sadock dan Sadock, 2005). Pada 29 hingga 70% kasus, dapat
mengalami remisi atau eksaserbasi akut kembali. Peningkatan
terjadinya remisi kemungkinan dipengaruhi oleh faktor psikopatologi,
psikososial, dan pengobatan yang diberikan (Bankole et al., 2008).
e. Diagnosis dan skala penilaian
Salah satu instrumen sebagai alat bantu diagnostik skizofrenia di Indonesia adalah dengan menggunakan PPDGJ-III, yaitu:
1) Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) Thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ;
atau thought insertion or withdrawal, yaitu isi yang asing dan
(23)
commit to user
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
thought broadcasting, yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b) Delusion of control, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
delusion of passivitiy, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” dimana secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus); delusional perception, yaitu pengalaman inderawi
yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi auditorik
(1) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
(2) Mendiskusikan perihal pasien-pasien di antara mereka
sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau
(3) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu
bagian tubuh;
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
(24)
commit to user
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain);
2) Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a) Halusinasi yang menetap dan panca- indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
d) Gejala- gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
(25)
commit to user
3) Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
4) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam
diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial (Maslim, 2001).
Adapun untuk membedakan skizofrenia gejala positif menonjol atau skizofrenia gejala negatif menonjol, dapat menggunakan instrumen
Positive and Negative Symptom Scale (PANSS). PANSS dibuat oleh Stanley Kay, Lewis Opler, dan Abraham Fizsbein pada tahun 1987
yang diambil dari dua instrumen terdahulu, yaitu Brief Psychiatry
Rating Scale (BPRS) dan Psychopathology Rating Scale. Uji
reliabilitas inter-rater dan test-retest telah dilakukan oleh Kay dan
Opler pada tahun 1987 dengan hasil yang tinggi. PANSS mempunyai berbagai kelebihan bila dibandingkan dengan instrumen lain yang
pernah dikembangkan sebelumnya seperti the Scale for the Assessment
of Negative Symptom (SANS) dan the Negative Symptom Rating Scale
(NRSS). Metode operasional PANSS lebih jelas, penilaian gejalanya lebih menyeluruh serta penentuan skornya lebih terstandardisasi (Salan, et al., 2009)
(26)
commit to user
Di dalam PANSS terdapat tiga skala utama, yaitu:
1) Skala positif (P)
a) Waham. Keyakinan yang tidak mempunyai dasar, tidak
realistik, dan aneh (idiosinkratik)
b) Kekacauan proses pikir atau conceptual disorganization.
Ditandai oleh putusnya tahapan penyampaian maksud, misalnya sirkumstansial, tangensial, asosiasi longgar, tidak berurutan, ketidak logisan yang parah, atau putusnya arus pikir
c) Halusinasi. Laporan secara verbal atau perilaku yang
menunjukkan persepsi yang tidak dirangsang oleh stimuli luar. Dapat terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, atau somatik
d) Gaduh gelisah atau excitement. Hiperaktivitas yang
ditampilkan dalam bentuk percepatan perilaku motorik, peningkatan respon terhadap stimuli, waspada berlebihan (hypervigilance) atau labilitas perasaan (mood) yang berlebihan
e) Waham kebesaran. Pendapat tentang diri sendiri yang
berlebihan dan keyakinan tentang superioritas yang tidak realistik, termasuk waham tentang kemampuan diri yang luar biasa, kekayaan, pengetahuan, ketenaran, kekuasaan, dan kebaikan moral
f) Waham curiga atau waham kejar. Ide- ide yang tidak realistik
(27)
commit to user
tidak percaya, kewaspadaan yang berlebihan berdasarkan kecurigaan atau waham jelas bahwa orang lain berniat mencelakai dirinya
g) Permusuhan. Ekspresi verbal dan nonverbal tentang kemarahan
dan kebencian, termasuk sarkasme, perilaku pasif agresif, caci maki, dan penyerangan
2) Skala negatif (N)
a) Afek tumpul. Berkurangnya respon emosional yang ditandai
oleh berkurangnya ekspresi wajah, gelombang (modulation)
perasaan dan gerak- gerik komunikatif
b) Penarikan emosional atau emotional withdrawal. Berkurangnya
minat dan keterlibatan, serta curahan perasaan terhadap peristiwa kehidupan
c) Kemiskinan raport. Berkurangnya empati interpersonal,
kurangnya keterbukaan dalam percakapan dan rasa keakraban, minat, atau keterlibatan dengan pewawancara. Ini ditandai oleh adanya jarak interpersonal dan berkurangnya komunikasi verbal dan nonverbal
d) Penarikan diri dari hubungan sosial secara pasif atau apatis.
Berkurangnya minat dan inisiatif dalam interaksi sosial yang disebabkan oleh pasivitas, anergi, atau tidak adanya dorongan kehendak. Hal ini mengarah pada berkurangnya keterlibatan interpersonal dan mengabaikan aktivitas kehidupan sehari- hari
(28)
commit to user
e) Kesulitan dalam pemikiran abstrak. Hendaya dalam
penggunaan cara berpikir abstrak atau simbolik, yang dibuktikan dalam kesulitan mengklarifikasikan, membentuk generalisasi dan berpikir secara konkrit atau egosentrik dalam memecahkan masalah
f) Kurangnya spontanitas dan arus percakapan. Berkurangnya
arus normal percakapan yang disertai dengan apatis, avolisi (tidak ada dorongan kehendak), defensif atau defisit kognitif, ini dimanifestasikan oleh berkurangnya kelancaran dan produktivitas dalam proses interaksi verbal
g) Pemikiran stereotipik. Berkurangnya kelancaran spontanitas
dan fleksibilitas proses pikir yang terbukti dari kekakuan, pengulangan atau isi pikir yang miskin
3) Skala psikopatologi umum (G)
a) Kekhawatiran somatik. Keluhan- keluhan fisik atau keyakinan
tentang penyakit atau malfungsi tubuh. Ini mungkin berkisar dari rasa samar tentang perasaaan tidak sehat sampai pada waham yang jelas tentang penyakit fisik yang parah
b) Ansietas. Pengalaman subyektif tentang kegelisahan,
kekhawatiran, dan ketakutan, atau ketidaktenangan, yang berkisar dari kekhawatiran yang berlebih tentang masa kini atau masa depan sampai perasaan panik
(29)
commit to user
c) Rasa bersalah. Rasa penyesalan yang mendalam atau
menyalahkan diri sendiri terhadap perbuatan salah atau bayangan kelakuan buruk pada masa lampau
d) Ketegangan. Manifestasi fisik yang jelas tentang ketakutan,
ansietas, dan agitasi seperti kekakuan, tremor, keringat berlebihan, dan ketidaktenangan
e) Gerakan dan sikap tubuh. Gerakan atau sikap tubuh yang tidak
wajar seperti yang ditandai oleh kejanggalan, kaku, disorganisasi, atau penampilan yang aneh
f) Depresi. Perasaan sedih, putus asa, rasa tidak berdaya, dan
pasivisme
g) Retardasi motorik Penurunan aktivitas motorik seperti tampak
pada perlambatan atau kurangnya gerakan dan pembicaraan, penurunan respon terhadap stimuli dan tonus tubuh
h) Ketidakkooperatifan. Aktif menolak untuk patuh terhadap
keinginan tokoh bermakna termasuk pewawancara, staf rumah sakit, atau keluarga, yang mungkin disertai dengan rasa tidak percaya, defensif, keras kepala, negativistik, dan penolakan terhadap otoritas, selama wawancara, dan juga dilaporkan oleh perawat dan keluarga
i) Isi pikiran yang tidak biasa. Proses pikir ditandai oleh ide- ide
asing, fantastik, atau aneh, berkisar dari yang ringan atau tipikal sampai distorsi, tidak logis, dan sangat tidak masuk akal
(30)
commit to user
j) Disorientasi. Kurang menyadari (awareness) hubungan
seseorang dengan lingkungan, termasuk orang, tempat, dan waktu, yang mungkin disebabkan oleh kekacauan atau penarikan diri
k) Perhatian buruk. Kegagalan dalam memusatkan perhatian yang
ditandai oleh konsentrasi yang buruk, perhatian mudah teralih oleh adanya stimuli eksternal dan internal dan kesulitan dalam mengendalikan, mempertahankan, atau mengalihkan fokus (shifting) pada stimuli yang baru
l) Kurangnya daya nilai dan tilikan. Hendaya kesadaran
(awareness) atau pemahaman atas kondisi psikiatri dan situasi kehidupan dirinya. Dibuktikan oleh kegagalan mengenali penyakit atau gejala psikiatri yang lalu atau sekarang, menolak perlunya perawatan atau pengobatan, keputusan ditandai oleh buruknya antisipasi terhadap konsekuensi, serta rencana jangka panjang yang tidak realistik
m) Gangguan dorongan kehendak, makan dan minum, dan
pengendalian pikiran, perilaku, gerakan, serta pembicaraan
n) Pengendalian impuls yang buruk. Gangguan pengaturan dan
pengendalian impuls yang mengakibatkan pelepasan
ketegangan dan emosi yang tiba- tiba, tidak teratur, sewenang- wenang, atau tidak terarah tanpa peduli konsekuensinya
(31)
commit to user
o) Preokupasi. Terpaku pada pikiran yang timbul dari dalam diri
dan disertai pengalaman autistik sedemikian rupa sehingga terjadi gangguan orientasi realita dan perilaku adaptif
p) Penghindaran sosial secara aktif. Penurunan keterlibatan sosial
yang disertai adanya ketakutan yang tidak beralasan,
permusuhan atau ketidakpercayaan (Salan et al., 2009).
2. Kualitas hidup
a. Pengertian
Konsep dasar kualitas hidup atau quality of life (QoL) merupakan
subyektivitas pasien dalam hal penghargaan diri terhadap kepuasan pribadinya (Tempier dan Pawliuk, 2001). Ini menunjukkan bahwa nilai yang subjektif tersebut berfungsi untuk membandingkan harapan pribadi yang didefinisikan dari pengalaman subjektif, keadaan dan persepsi pasien (Burckhardt dan Anderson, 2003).
Kualitas hidup pada dasarnya bersifat istimewa pada masing- masing individu. Kualitas hidup ini dapat mencerminkan perspektif biopsikososial pasien terhadap penyakit mereka dan juga berhubungan secara paralel terhadap intervensi multidisiplin yang dilakukan dalam
sebuah pengobatan (Burckhardt dan Anderson, 2003; Gee et al., 2003).
b. Manfaat dan faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
Pengukuran kualitas hidup telah digunakan dalam penelitian kesehatan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien, memfasilitasi perencanaan suatu program, serta memonitoring kemajuan klinis dan hasil
(32)
commit to user
pengobatan. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu: umur, jenis kelamin, beratnya psikopatologi, efek samping obat, respon subyektif pasien terhadap obat dan penyesuaian psikososial pasien. Menurut Awad, aspek yang paling penting dari kualitas hidup adalah perasaan dan fungsi hidup sehari- hari pasien. Oleh karena itu, kebutuhan pasien dapat dilihat secara subyektif dari kualitas hidup mereka (Tempier dan Pawliuk, 2001).
c. Skala penilaian
Penilaian kualitas hidup dengan suatu instrumen pertama kali dilakukan oleh seorang psikolog Amerika yang bernama John Flanagan pada tahun 1970an. Penilaian ini diadaptasikan pada pasien-pasien penyakit kronis. Skala kualitas hidup memiliki korelasi terhadap status kesehatan fisik dan tingkat keparahan penyakit (Burckhardt dan Anderson, 2003).
Penilaian kualitas hidup menjadi penting dan seringkali membutuhkan bagian dari penilaian kesehatan. Pada pasien dengan penyakit kronis, penilaian kualitas hidup memberikan harapan yang berarti untuk menentukan dampak penyakit tersebut terhadap kesehatan ketika tidak lagi memungkinkan untuk sembuh. Selama 20 tahun terakhir, ratusan instrumen telah dikembangkan untuk mengukur tingkat kualitas hidup (Burckhardt dan Anderson, 2003).
Ada lebih dari enam kuisioner yang sering digunakan dalam menilai kualitas hidup pada penderita skizofrenia. Ada yang digunakan
(33)
commit to user
untuk menilai kualitas hidup pada umumnya, kualitas hidup pada pasien psikiatri, ataupun khusus untuk penderita skizofrenia seperti SQLS (Schizophrenia Quality of Life Scale). Pertanyaan yang diajukan pun bervariasi dari 21 sampai 143 pertanyaan. Pertanyaan- pertanyaan tersebut mencakup fungsi fisik dan sosial, hubungan interpersonal, keadaan kehidupan, hubungan dengan keluarga, kesenangan, pekerjaan, keuangan dan keamanan, kesehatan, kepercayaan, psikososial, motivasi atau tenaga, gejala atau efek samping, tidur dan istirahat, makan, pengaturan rumah,
ambulasi, mobilitas, dan lain- lain (Gee et al., 2003).
Beberapa instrumen penilaian kualitas hidup yang ada misalnya the
General Well Being Scale, the World Health Organization Quality of Life scale, atau yang lebih spesifik lagi seperti the Wisconsin Quality of Life Scale. Instrumen lain yang lebih bersifat obyektif seperti the Quality of Life Scale dan Lehman Scale (Malla dan Payne, 2005; WHO, 2004).
d. Penilaian kualitas hidup pada pasien skizofrenia
Evaluasi sendiri oleh pasien skizofrenia mungkin kurang dapat dipercaya karena adanya gejala psikopatologi dan rendahnya kesadaran akan penyakit yang mereka miliki. Oleh karena itu, banyak penelitian yang menggunakan evaluasi kualitas hidup secara obyektif, bergantung kepada hasil wawancara terhadap psikiater atau perawat pasien tersebut (Tomida
et al., 2010).
Jika pasien skizofrenia dalam keadaan sadar dan dapat mengekspresikan disfungsi sosial yang dialaminya, penilaian kualitas
(34)
commit to user
hidup hendaknya ditentukan secara subyektif. Lehman menunjukkan bahwa data kualitas hidup yang didapat dari pasien dengan penyakit mental yang kronis juga dapat dipercaya dan menyimpulkan bahwa evaluasi kualitas hidup secara subyektif dapat dilakukan pada pasien
tersebut (Tomida et a.l, 2010).
B. Kerangka pemikiran
: diteliti : tidak diteliti
C. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan derajat kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala
positif dan gejala negatif menonjol.
2. Terdapat perbedaan proporsi pasien skizofrenia gejala positif dan negatif
menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak baik. Skizofrenia
Gejala positif menonjol Gejala negatif menonjol
1. Psikopatologi
2. Pengobatan
3. Respon subyektif pasien
4. Penyesuaian psikososial pasien
5. Kekambuhan
Kualitas hidup lebih tinggi
Kualitas hidup lebih rendah
(35)
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan observasional analitik
dengan pendekatan case control studies, yaitu suatu penelitian yang mengkaji
hubungan antara efek (dapat berupa penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor risiko tertentu (Sastroasmoro, 2008).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. .C. Subjek Penelitian
1. Populasi Sumber
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta selama bulan Mei- Juli 2010.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
3. Besar Sampel
Dalam penelitian ini jumlah minimal sampel yang digunakan adalah 30
orang karena berdasarkan rule of thumb jumlah tersebut sudah dapat
dipertanggungjawabkan secara statistik, disepakati merupakan kelaziman bagi ahli statistik, dan sudah mendekati distribusi normal (Murti, 2010).
(36)
commit to user 4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien skizofrenia
2) Pernah mengalami remisi
3) Masih memiliki keluarga atau kerabat yang membiayai hidupnya
b. Krieria Eksklusi
1) Pasien yang menolak untuk diwawancarai
2) Pasien yang sedang mengalami fase akut
3) Pasien yang pernah mengalami kekambuhan lebih dari tiga kali
4) Pasien dengan status ekonomi yang sangat tinggi atau sangat
rendah
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara non-probability sampling
dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel ditetapkan
(37)
commit to user E. Rancangan Penelitian
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : gejala positif dan gejala negatif skizofrenia
2. Variabel terikat : nilai kualitas hidup
3. Variabel luar : umur, jenis kelamin, sosial ekonomi, beratnya
psikopatologi, efek samping obat, respon subjektif pasien terhadap obat dan penyesuaian psikososial pasien.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Gejala positif dan negatif skizofrenia
a. Definisi
Gejala- gejala positif secara umum merupakan manifestasi- manifestasi yang lebih aktif dari perilaku abnormal, atau eksis, atau distorsi dari perilaku normal; Gejala- gejala negatif merupakan defisit Sampel
Uji t-independent
dan uji Chi square
25% nilai paling atas
PANSS (+) PANSS (-)
PANSS (-) PANSS (+)
25% nilai paling bawah
Nilai kualitas hidup
(38)
commit to user
dalam perilaku abnormal, misalnya dalam hal pembicaraan dan motivasi
b. Alat ukur : kuisioner PANSS dan analisis rekam medis
c. Skala : nominal
d. Kategori : PANSS positif dan negatif
2. Kualitas hidup
a. Definisi
Kualitas hidup (quality of life) merupakan subjektivitas pasien dalam
hal penghargaan diri terhadap kepuasan pribadinya yang didefinisikan dari pengalaman subjektif, keadaan dan persepsi pasien
b. Alat ukur : kuisioner WHO-QoL bref
d. Skala : interval
H. Instrumen Penelitian
1. Instrumen identitas pribadi dan informed consent
2. PANSS
Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) adalah instrumen yang telah diakui memiliki tingkat kepercayaan tinggi untuk menilai gejala positif dan gejala negatif pada skizofrenia. Instrumen PANSS versi Indonesia merupakan alat psikometrik yang baik, dengan tingkat kepercayaan pengukuran yang tinggi. Pengukuran PANSS berdasarkan wawancara klinis empat tahap, ditambah observasi perilaku pasien yang didapatkan dari laporan keluarga dan perawat. Skala terdiri dari tujuh angka untuk menilai 30 butir gejala, dengan derajat beratnya
(39)
commit to user
masing-masing skala penilaian diberikan definisi yang jelas dan terperinci. Tiga puluh butir gejala terdiri dari 7 gejala positif, 7 gejala negatif, dan 14 gejala umum.
3. WHO-QoL bref
WHO-QOL bref merupakan kuesioner WHO untuk menentukan kualitas hidup yang terdiri dari 26 pertanyaan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang telah dipercaya validitasnya dan dapat diandalkan untuk penilaian kualitas hidup secara cepat. Kualitas hidup dinilai dengan mengajukan 26 pertanyaan kepada pasien dan dijawab dengan memilih salah satu diantara 5 jawaban yang dianggap paling sesuai dengan keadaan pasien pada saat itu, yaitu sangat puas, puas, sedang, tidak puas, dan tidak puas.
I. Cara Kerja
1. Penulis membuat surat izin penelitian dan mengirimnya ke rumah sakit.
2. Setelah mendapat izin, peneliti kemudian memeriksa rekam medis pasien
untuk mengetahui pasien yang pernah mengalami kekambuhan kurang dari empat kali dan masih memiliki keluarga atau kerabat yang membiayai hidupnya.
3. Bila pasien memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi, pasien dapat dimasukkan dalam sampel.
4. Selanjutnya peneliti menjelaskan secara garis besar tujuan penelitian ini
(40)
commit to user
Respect) dan menjelaskan bahwa identitas serta hasil setiap sampel akan
dijaga kerahasiannya (Principle of Confidentiality).
5. Bila pasien tersebut bersedia mengikuti penelitian ini, pasien
menandatangani informed concent, kemudian peneliti akan menanyakan
kuisioner WHO-QoL bref sekaligus menentukan PANSS dari pasien.
6. Peneliti mengkonfirmasi kebenaran jawaban dari pasien kepada perawat.
7. Selanjutnya peneliti menganalisis rekam medis untuk mengetahui biodata
pasien dan menentukan PANSS pasien berdasarkan rekam medis.
8. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis
data yang telah dipilih.
J. Teknik Analisis Data
Keseluruhan data nilai kualitas hidup yang diperoleh diambil 25% paling atas dan 25% paling bawah. Kedua kelompok data tersebut dinilai gejala skizofrenia yang dominan pada masing-masing sampel baik melalui data yang terdapat dalam rekam medis maupun melalui wawancara. Data yang diperoleh kemudian diuji dengan beberapa uji statistik, yaitu:
1. Uji normalitas sebaran sampel dengan menggunakan Uji
Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel > 50 orang (Sastroasmoro,2008).
2. Uji t-independent untuk mengetahui perbedaan mean kualitas hidup pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif menonjol (Murti, 2010). 3. Uji Chi Square untuk mengetahui perbedaan proporsi pasien skizofrenia
dengan gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak baik.
(41)
commit to user
4. Penghitungan Odd Ratio (OR) untuk mengetahui seberapa besar proporsi
pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak baik.
5. Penghitungan Interval Kepercayaan (IK) atau Confidence Interval (CI)
yang menunjukkan rentang odds ratio yang diperoleh pada populasi
sumber apabila sampling dilakukan berulang- ulang dengan cara yang
(42)
commit to user BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.Deskripsi Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang dirawat di RSJD Surakarta pada bulan Mei hingga Juli 2010. Sampel yang diperoleh berasal dari bangsal kelas dua dan tiga. Dari sepuluh bangsal yang ada, hanya tujuh bangsal yang memenuhi kriteria, yaitu bangsal Abimanyu, Amarta, Ayudya, Maespati, Pringgondani, Shinta, dan Srikandi. Dengan metode
purposive sampling, diperoleh sampel sebanyak 64 orang, yang terdiri dari 34 pasien skizofrenia dengan gejala positif menonjol dan 30 pasien dengan gejala negatif menonjol.
Tabel 1. Distribusi Sampel berdasarkan PANSS
No PANSS Frekuensi Persentase (%)
1 Positif 34 53,13
2 Negatif 30 46,87
Total 64 100
Sumber : data primer, Mei- Juli 2010
Dari Tabel 1 diketahui bahwa proporsi jumlah sampel dengan gejala positif dan negatif yang menonjol tidak sama, dimana persentase sampel dengan gejala positif menonjol sebesar 53,13% dan gejala negatif menonjol sebesar 46,87 %.
(43)
commit to user
Tabel 2. Rerata Usia
No PANSS Rerata Usia ± SD (tahun)
1 Positif 29,82 ± 9,00
2 Negatif 28,13 ± 10,12
Sumber : data primer, Mei- Juli 2010
Tabel 2 di atas menjelaskan bahwa rerata usia pasien skizofrenia dengan gejala positif menonjol adalah 29,82 tahun, dengan kisaran antara 17 hingga 55 tahun. Sedangkan rerata usia pasien skizofrenia dengan gejala negatif menonjol adalah 28,13 tahun, dengan kisaran 17 hingga 53 tahun.
Tabel 3. Rerata Kekambuhan
No PANSS Rerata Kekambuhan ± SD (kali)
1 Positif 1,68 ± 0,64
2 Negatif 2,23 ± 0,63
Sumber : data primer, Mei- Juli 2010
Tabel 3 di atas menjelaskan bahwa rerata kekambuhan pada pasien skizofrenia dengan gejala positif menonjol adalah 1,68 kali, dengan kisaran antara 1 hingga 3 kali. Sedangkan rerata kekambuhan pada pasien skizofrenia dengan gejala negatif menonjol adalah 2,23 kali, dengan kisaran 1 hingga 3 kali.
Tabel 4. Rerata Nilai Kualitas Hidup
No PANSS Rerata Nilai Kualitas Hidup ± SD
1 Positif 108,94 ± 17,33
2 Negatif 63,70 ± 13,78
(44)
commit to user
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa rerata nilai kualitas hidup pada pasien dengan gejala positif yang menonjol lebih tinggi dibanding dengan rerata nilai kualitas hidup pada pasien dengan gejala negatif yang menonjol. Dimana rerata nilai kualitas hidup pada pasien dengan gejala positif yang menonjol sebesar 108,94 dan berkisar antara 60,00 sampai 120,00. Sedangkan rerata nilai kualitas hidup pada pasien dengan gejala negatif yang menonjol sebesar 63,70 dan berkisar antara 53,00 hingga 114,00. Gambar di bawah ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan rerata nilai kualitas hidup yang jelas dari pasien dengan gejala positif dan negatif yang menonjol.
Gambar 1.Boxplots Nilai Kualitas Hidup B.Uji Mann-Whitney
Data penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji
(45)
commit to user
rerata satu kelompok dengan kelompok lain dan menentukan probabilitas apakah rerata kedua kelompok tersebut berbeda secara signifikan. Uji ini digunakan bila skor kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain.
Adapun syarat agar suatu data layak untuk dianalisis dengan uji t-independent
adalah skor yang diperoleh berbentuk kontinum, tersebar secara normal, dan variansi kedua kelompok sama (Myrnawati, 2004). Oleh karena itu data penelitian harus memenuhi uji normalitas dan homogenitas data.
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data tersebar secara normal. Uji normalitas yang dilakukan pada masing-masing sebaran data dapat dilakukan dengan cara deskriptif ataupun analitik. Cara analitik memiliki tingkat objektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
deskriptif sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan Uji
Kolmogorov-Smirnov karena sampel yang digunakan > 50.
Tabel 5. Hasil Uji NormalitasData dengan Kolmogorov-Smirnov test
Data Nilai p Keterangan
Kualitas hidup gejala positif 0,000 Distribusi tidak normal
Kualitas hidup gejala negatif 0,000 Distribusi tidak normal
Sumber : data primer, Mei- Juli 2010
Sebaran data dikatakan normal bila nilai p > 0,05. Tabel di atas menunjukkan bahwa sebaran data pada masing-masing kelompok data tidak normal. Oleh karena itu, sebaran data kualitas hidup pasien skizofrenia baik gejala positif maupun gejala negatif harus dinormalkan terlebih dahulu melalui proses transformasi dengan menggunakan Lg10.
(46)
commit to user
Tabel 6. Hasil Uji NormalitasData dengan Kolmogorov-Smirnov test setelah
ditransformasi
Data Nilai p Keterangan
Kualitas hidup gejala positif 0,000 Distribusi tidak normal
Kualitas hidup gejala negatif 0,000 Distribusi tidak normal
Sumber : data primer, Mei- Juli 2010
Pada Tabel 6 terlihat bahwa setelah ditransformasi sebaran data kualitas hidup pasien skizofrenia gejala positif dan negatif tetap tidak normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini tidak dapat menggunakan uji
parametrik t-independent tetapi menggunakan alternatifnya, yaitu uji
non-parametrik Mann-Whitney.
Tabel 7. Hasil Uji Mann-Whitney
PANSS Mean Nilai
Kualitas Hidup ± SD Analisis Uji Mann-Whitney
Positif 108,94 ± 17,33
p = 0,000
Negatif 63,70 ± 13,78
Sumber : data primer, Mei- Juli 2010
Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, diperoleh nilai p = 0,000 (p <
0,01). Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara rerata nilai kualitas hidup antara pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif yang menonjol.
C. Uji Chi-Square
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan
perancu dengan variabel terikat, digunakan analisis bivariat berupa uji
(47)
commit to user
yang menonjol pada skizofrenia sedangkan variabel terikatnya adalah kualitas hidup.
Tabel 8. Hasil Uji Chi-Square
PANSS
Kualitas Hidup OR 99% CI X2 p
tinggi rendah Jumlah
52 11,37 –239,70 36,14 0,000
Positif 27 5 32
Negatif 3 29 32
Jumlah 30 34 64
Sumber : data primer, Mei- Juli 2010
Dari Tabel 8 di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan proporsi yang sangat bermakna secara statistik antara pasien skizofrenia gejala positif dan negatif yang memiliki kualitas hidup baik maupun tidak baik (p = 0,000).
Melalui analisis bivariat ini juga dapat diketahui besarnya odds ratio
dan confidence interval. Dari Tabel 8 juga terlihat bahwa dari seluruh sampel pasien skizofrenia yang memiliki kualitas hidup yang baik, proporsi pasien dengan gejala positif menonjol 52 kali lebih banyak dibanding dengan pasien dengan gejala negatif menonjol. Dengan menggunakan interval kepercayaan
(IK) atau confidence interval (CI) 99%, hasil penelitian ini memiliki rentang
odds ratio antara 11,37 hingga 239,70 apabila sampling dilakukan berulang-
(48)
commit to user BAB V PEMBAHASAN
Dari penelitian, diperoleh hasil sama antara landasan teori dan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup yang sangat bermakna pada pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol (p < 0,01). Pasien skizofrenia dengan gejala positif menonjol memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien dengan gejala negatif menonjol.
Selain itu, proporsi pasien skizofrenia yang mempunyai kualitas hidup baik secara sangat bermakna lebih banyak didapatkan pada kelompok pasien skizofrenia yang mempunyai gejala positif menonjol daripada yang negatif menonjol (p < 0,01). Dari keseluruhan sampel pasien skizofrenia yang memiliki kualitas hidup yang baik, proporsi pasien dengan gejala positif menonjol 52 kali lebih banyak dibanding dengan pasien dengan gejala negatif menonjol. (OR = 52,
99% CI = 11,37 – 239,70).
Hasil ini sesuai dengan penelitian Cramer, et al. (2001) dimana pada
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara beratnya psikopatologi dengan kualitas hidup. Semakin berat psikopatologinya, semakin rendah kualitas hidup pasien. Hasil serupa juga ditemukan pada
penelitian Çitak, et al. (2006) dimana pasien skizofrenia dengan gejala negatif
yang menonjol cenderung memiliki skor Brief Psychiatry Rating Scale (BPRS),
(49)
commit to user
(2008) juga menunjukkan bahwa fungsi sosial pasien skizofrenia berhubungan dengan psikopatologi sindrom tersebut.
Berdasarkan tampilan penyakit yang dapat diamati, pasien skizofrenia dapat diklasifikasikan menjadi pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif yang menonjol. Gejala positif yang tampak menggambarkan fungsi normal yang berlebihan dan khas, meliputi waham, halusinasi, disorganisasi pembicaraan dan disorganisasi perilaku seperti katatonia atau agitasi. Berdasarkan hipotesis
mesolymbic dopamine pathways yang merupakan salah satu hipotesis terjadinya gejala positif pada penderita skizofrenia, dopamin akan diproyeksikan ke bagian
ventral tegmentum area (VTA) di bagian otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah limbik. Nukleus akumbens adalah bagian dari sistem limbik yang
mempunyai peranan untuk mempengaruhi perilaku seperti pleasurable sensations
(sensasi yang menyenangkan), reward (penghargaan), powerful euphoria (Sinaga,
2007).Hal ini memungkinkan tingginya perspektif atau penghargaan diri terhadap
kepuasan pribadinya.
Sedangkan gejala negatif pada skizofrenia cenderung mengarah kepada adanya defisit dalam perilaku abnormal, kesulitan dalam berpikir abstrak, pikiran yang stereotipik, dan kurangnya spontanitas. Perawatan diri dan fungsi sosial yang menurun juga dapat menjadi tanda dari gejala negatif pada penderita skizofrenia (Durand dan Barlow, 2007; Sinaga, 2007).
Rendahnya metabolisme glukosa di area Broadmann 22 (korteks bahasa asosiatif sensoris), area Broadmann 43 (transkortikal), area Broadmann 44 dan 45 (premotorik), dan area Broadmann 4 dan 6 (motorik) pada pasien skizofrenia
(50)
commit to user
dengan gejala negatif menonjol menyebabkan gangguan bicara dan gangguan mengekspresikan emosi.
Penurunan dopamin di mesocortical dopamine pathways merupakan salah
satu hipotesis penyebab timbulnya gejala negatif pada skizofrenia. Penurunan ini dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Penurunan primer merupakan penurunan yang disebabkan oleh perjalanan penyakit skizofrenia itu sendiri. Sedangkan penurunan sekunder dapat terjadi melalui inhibisi dopamin yang
berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2
maupun karena depresi akibat environmental deprivation (penyingkiran dari
lingkungan) yang dialami ketika pasien didiagnosis menderita skizofrenia
(Sinaga, 2007). Penurunan dopamin pada mesocortical dopamine pathways
memungkinkan terjadinya perspektif atau penghargaan diri terhadap kepuasan pribadi yang rendah pada pasien dengan gejala negatif menonjol.
Aspek yang paling penting dari kualitas hidup adalah perasaan dan fungsi hidup sehari-hari pasien. Oleh karena itu, kebutuhan pasien dapat dilihat secara subyektif dari kualitas hidup mereka Sejumlah penelitian membuktikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu: umur, jenis kelamin, kekambuhan, beratnya psikopatologi, efek samping obat, respon subyektif pasien terhadap obat dan penyesuaian psikososial pasien (Tempier dan Pawliuk, 2001).
Subyek pada penelitian ini seluruhnya adalah pasien skizofrenia yang dirawat di bangsal- bangsal RSJD Surakarta. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan bias yang terjadi. Pasien yang dirawat di RSJD tersebut
(51)
commit to user
mendapatkan fasilitas-fasilitas yang kurang lebih sama, baik dari segi terapi atau obat yang diberikan, makanan, hiburan, dan lingkungan hidup.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia sampel pada kelompok PANSS positif dan kelompok PANSS negatif. Semakin tua usia sampel, ada kemungkinan semakin lama juga pasien menderita skizofrenia mengingat onset munculnya skizofrenia untuk laki laki 15- 25 tahun sedangkan wanita 25- 35 tahun (Sadock dan Sadock, 2005; Sinaga, 2007). Semakin lama pasien menderita skizofrenia, akan semakin banyak terjadi perubahan fungsi neuronal yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hidup dari aspek psikopatologi.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah kekambuhan sampel pada kelompok PANSS positif dan kelompok PANSS negatif. Banyaknya kekambuhan dan remisi pada pasien skizofrenia sangat mempengaruhi kualitas hidupnya. Kekambuhan akan memperburuk fungsi
sosial, kognitif, dan baseline functioning pasien (Sinaga, 2007). Semakin banyak
jumlah kekambuhan maka semakin rendah kualitas hidup pasien.
Manfaat dari adanya perbedaan kualitas hidup yang sangat bermakna pada pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol adalah agar dapat diberikan perhatian lebih pada pasien dengan gejala negatif yang menonjol. Selain itu, juga memperkenalkan penilaian kualitas hidup sebagai alat sederhana untuk memonitoring kemajuan klinis dan hasil pengobatan pasien. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mengetahui perspektif biopsikososial pasien terhadap diri dan penyakitnya sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien
(52)
commit to user
dari segala aspek. Dengan demikian, dapat dilakukan perencanaan program- program selanjutnya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien seperti program rehabilitasi.
Penelitian ini masih memiliki kelemahan, seperti keterbatasan sampel yang digunakan dalam segi jumlah maupun lokasi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan studi case control, sehingga seharusnya dibutuhkan jumlah sampel
yang lebih banyak. Karena keterbatasan waktu dan pemenuhan kriteria inklusi serta eksklusi, sampel yang digunakan hanya sebatas mendekati jumlah minimal berdasar rumus penghitungan. Sedikitnya sampel inilah yang menyebabkan
rentang nilai interval kepercayaan (confidence interval) pada penelitian ini
menjadi lebar, sehingga untuk dapat melakukan generalisasi simpulan pada populasi lain atau yang lebih luas, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
Selain itu, beberapa hal seperti respon subyektif pasien, penyesuaian psikososial, efek samping obat, jenis kelamin dan faktor perancu lainnya belum dimasukkan sebagai faktor internal ataupun eksternal yang dapat mempengaruhi variabel yang ada. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan rancangan penelitian yang lebih baik seperti memasukkan faktor-faktor perancu tersebut.
(53)
commit to user BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
1. Terdapat perbedaan derajat kualitas hidup yang sangat bermakna
antara pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif yang menonjol.
2. Proporsi pasien skizofrenia yang mempunyai kualitas hidup baik
secara sangat bermakna lebih banyak didapatkan pada kelompok pasien skizofrenia yang mempunyai gejala positif menonjol daripada yang negatif menonjol.
B. Saran
Dengan mempertimbangkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya mempertimbangkan penggunaan penilaian kualitas hidup
sebagai indikator perkembangan kemajuan klinis dan hasil pengobatan pada pasien skizofrenia.
2. Sebaiknya diberikan perhatian lebih pada pasien skizofrenia dengan
gejala negatif yang menonjol.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian pada populasi lain atau yang lebih luas
(1)
commit to user
BAB V PEMBAHASAN
Dari penelitian, diperoleh hasil sama antara landasan teori dan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup yang sangat bermakna pada pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol (p < 0,01). Pasien skizofrenia dengan gejala positif menonjol memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien dengan gejala negatif menonjol.
Selain itu, proporsi pasien skizofrenia yang mempunyai kualitas hidup baik secara sangat bermakna lebih banyak didapatkan pada kelompok pasien skizofrenia yang mempunyai gejala positif menonjol daripada yang negatif menonjol (p < 0,01). Dari keseluruhan sampel pasien skizofrenia yang memiliki kualitas hidup yang baik, proporsi pasien dengan gejala positif menonjol 52 kali lebih banyak dibanding dengan pasien dengan gejala negatif menonjol. (OR = 52,
99% CI = 11,37 – 239,70).
Hasil ini sesuai dengan penelitian Cramer, et al. (2001) dimana pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara beratnya psikopatologi dengan kualitas hidup. Semakin berat psikopatologinya, semakin rendah kualitas hidup pasien. Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Çitak, et al. (2006) dimana pasien skizofrenia dengan gejala negatif yang menonjol cenderung memiliki skor Brief Psychiatry Rating Scale (BPRS), perawatan diri dan penghargaan terhadap sesuatu yang rendah. Penelitian Kumar
(2)
commit to user
(2008) juga menunjukkan bahwa fungsi sosial pasien skizofrenia berhubungan dengan psikopatologi sindrom tersebut.
Berdasarkan tampilan penyakit yang dapat diamati, pasien skizofrenia dapat diklasifikasikan menjadi pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif yang menonjol. Gejala positif yang tampak menggambarkan fungsi normal yang berlebihan dan khas, meliputi waham, halusinasi, disorganisasi pembicaraan dan disorganisasi perilaku seperti katatonia atau agitasi. Berdasarkan hipotesis
mesolymbic dopamine pathways yang merupakan salah satu hipotesis terjadinya
gejala positif pada penderita skizofrenia, dopamin akan diproyeksikan ke bagian
ventral tegmentum area (VTA) di bagian otak kemudian ke nukleus akumbens di
daerah limbik. Nukleus akumbens adalah bagian dari sistem limbik yang mempunyai peranan untuk mempengaruhi perilaku seperti pleasurable sensations
(sensasi yang menyenangkan), reward (penghargaan), powerful euphoria (Sinaga, 2007).Hal ini memungkinkan tingginya perspektif atau penghargaan diri terhadap kepuasan pribadinya.
Sedangkan gejala negatif pada skizofrenia cenderung mengarah kepada adanya defisit dalam perilaku abnormal, kesulitan dalam berpikir abstrak, pikiran yang stereotipik, dan kurangnya spontanitas. Perawatan diri dan fungsi sosial yang menurun juga dapat menjadi tanda dari gejala negatif pada penderita skizofrenia (Durand dan Barlow, 2007; Sinaga, 2007).
Rendahnya metabolisme glukosa di area Broadmann 22 (korteks bahasa asosiatif sensoris), area Broadmann 43 (transkortikal), area Broadmann 44 dan 45 (premotorik), dan area Broadmann 4 dan 6 (motorik) pada pasien skizofrenia
(3)
commit to user
dengan gejala negatif menonjol menyebabkan gangguan bicara dan gangguan mengekspresikan emosi.
Penurunan dopamin di mesocortical dopamine pathways merupakan salah
satu hipotesis penyebab timbulnya gejala negatif pada skizofrenia. Penurunan ini dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Penurunan primer merupakan penurunan yang disebabkan oleh perjalanan penyakit skizofrenia itu sendiri. Sedangkan penurunan sekunder dapat terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2 maupun karena depresi akibat environmental deprivation (penyingkiran dari lingkungan) yang dialami ketika pasien didiagnosis menderita skizofrenia
(Sinaga, 2007). Penurunan dopamin pada mesocortical dopamine pathways
memungkinkan terjadinya perspektif atau penghargaan diri terhadap kepuasan pribadi yang rendah pada pasien dengan gejala negatif menonjol.
Aspek yang paling penting dari kualitas hidup adalah perasaan dan fungsi hidup sehari-hari pasien. Oleh karena itu, kebutuhan pasien dapat dilihat secara subyektif dari kualitas hidup mereka Sejumlah penelitian membuktikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu: umur, jenis kelamin, kekambuhan, beratnya psikopatologi, efek samping obat, respon subyektif pasien terhadap obat dan penyesuaian psikososial pasien (Tempier dan Pawliuk, 2001).
Subyek pada penelitian ini seluruhnya adalah pasien skizofrenia yang dirawat di bangsal- bangsal RSJD Surakarta. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan bias yang terjadi. Pasien yang dirawat di RSJD tersebut
(4)
commit to user
mendapatkan fasilitas-fasilitas yang kurang lebih sama, baik dari segi terapi atau obat yang diberikan, makanan, hiburan, dan lingkungan hidup.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia sampel pada kelompok PANSS positif dan kelompok PANSS negatif. Semakin tua usia sampel, ada kemungkinan semakin lama juga pasien menderita skizofrenia mengingat onset munculnya skizofrenia untuk laki laki 15- 25 tahun sedangkan wanita 25- 35 tahun (Sadock dan Sadock, 2005; Sinaga, 2007). Semakin lama pasien menderita skizofrenia, akan semakin banyak terjadi perubahan fungsi neuronal yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hidup dari aspek psikopatologi.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah kekambuhan sampel pada kelompok PANSS positif dan kelompok PANSS negatif. Banyaknya kekambuhan dan remisi pada pasien skizofrenia sangat mempengaruhi kualitas hidupnya. Kekambuhan akan memperburuk fungsi sosial, kognitif, dan baseline functioning pasien (Sinaga, 2007). Semakin banyak jumlah kekambuhan maka semakin rendah kualitas hidup pasien.
Manfaat dari adanya perbedaan kualitas hidup yang sangat bermakna pada pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol adalah agar dapat diberikan perhatian lebih pada pasien dengan gejala negatif yang menonjol. Selain itu, juga memperkenalkan penilaian kualitas hidup sebagai alat sederhana untuk memonitoring kemajuan klinis dan hasil pengobatan pasien. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mengetahui perspektif biopsikososial pasien terhadap diri dan penyakitnya sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien
(5)
commit to user
dari segala aspek. Dengan demikian, dapat dilakukan perencanaan program- program selanjutnya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien seperti program rehabilitasi.
Penelitian ini masih memiliki kelemahan, seperti keterbatasan sampel yang digunakan dalam segi jumlah maupun lokasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi case control, sehingga seharusnya dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak. Karena keterbatasan waktu dan pemenuhan kriteria inklusi serta eksklusi, sampel yang digunakan hanya sebatas mendekati jumlah minimal berdasar rumus penghitungan. Sedikitnya sampel inilah yang menyebabkan rentang nilai interval kepercayaan (confidence interval) pada penelitian ini menjadi lebar, sehingga untuk dapat melakukan generalisasi simpulan pada populasi lain atau yang lebih luas, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
Selain itu, beberapa hal seperti respon subyektif pasien, penyesuaian psikososial, efek samping obat, jenis kelamin dan faktor perancu lainnya belum dimasukkan sebagai faktor internal ataupun eksternal yang dapat mempengaruhi variabel yang ada. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan rancangan penelitian yang lebih baik seperti memasukkan faktor-faktor perancu tersebut.
(6)
commit to user
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan: 1. Terdapat perbedaan derajat kualitas hidup yang sangat bermakna
antara pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif yang menonjol.
2. Proporsi pasien skizofrenia yang mempunyai kualitas hidup baik secara sangat bermakna lebih banyak didapatkan pada kelompok pasien skizofrenia yang mempunyai gejala positif menonjol daripada yang negatif menonjol.
B. Saran
Dengan mempertimbangkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya mempertimbangkan penggunaan penilaian kualitas hidup sebagai indikator perkembangan kemajuan klinis dan hasil pengobatan pada pasien skizofrenia.
2. Sebaiknya diberikan perhatian lebih pada pasien skizofrenia dengan gejala negatif yang menonjol.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian pada populasi lain atau yang lebih luas untuk memperluas generalisasi hasil penelitian.