commit to user 3
Kualitas hidup dianggap sebagai tujuan akhir yang penting dari sebuah pengobatan skizofrenia. Namun demikian, yang menentukan tinggi
rendahnya kualitas hidup hingga saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti. Peningkatan kualitas hidup pada pasien skizofrenia diduga
berhubungan dengan penurunan gejala seperti depresi, kognitif dan kapasitas fungsional yang lebih baik Eack dan Newhill, 2007; Narvaez et
al., 2008. Pengukuran kualitas hidup dapat digunakan sebagai dasar
perencanaan suatu program penatalaksanaan, monitoring kemajuan klinis dan hasil pengobatan yang nantinya diharapkan dapat mengurangi tingkat
ketergantungan atau beban bagi pasien, keluarga, dan lingkungan sekitar. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mengadakan
suatu penelitian untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol dan untuk
mengetahui perbedaan proporsi pasien skizofrenia dengan gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup yang baik dan tidak
baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan derajat kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol?
commit to user 4
2. Bagaimanakah perbedaan proporsi pasien skizofrenia gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak
baik?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan derajat kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol.
2. Untuk mengetahui perbedaan proporsi pasien skizofrenia gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan
tidak baik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
perbedaan derajat kualitas hidup antara pasien skizofrenia gejala positif dan gejala negatif menonjol serta proporsi pasien skizofrenia
gejala positif dan negatif menonjol yang memiliki kualitas hidup baik dan tidak baik.
2. Manfaat Aplikatif Manfaat aplikatif yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menggunakan kualitas hidup pasien sebagai dasar perencanaan
suatu program penatalaksanaan, monitoring kemajuan klinis dan hasil pengobatan skizofrenia, yang nantinya diharapkan dapat
commit to user 5
mengurangi tingkat ketergantungan atau beban bagi pasien, keluarga, dan lingkungan sekitar.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bahwa evaluasi kualitas hidup dapat dimanfaatkan sebagai salah satu indikator keberhasilan
pengobatan suatu penyakit kronis dalam aspek fungsi sosial okupasional.
commit to user 6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Skizofrenia
a. Pengertian Istilah skizofrenia berasal dari bahasa Jerman, yaitu schizo =
perpecahansplit dan phrenos = mind. Pada skizofrenia terjadi suatu perpecahan pikiran, perilaku dan perasaan Sinaga, 2007. Skizofrenia
merupakan sebuah sindrom kompleks yang kronis dengan tampilan yang heterogen dan ditandai oleh adanya gejala- gejala yang khas.
Gangguan ini dapat mengganggu persepsi, pikiran, pembicaraan, dan gerakan seseorang. Hampir seluruh aspek fungsi sehari- harinya
terganggu Durand dan Barlow, 2007; Gee et al., 2003. b. Epidemiologi
Skizofrenia adalah masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi kurang dari satu persen dari populasi dunia Herz dan
Marder, 2002; Sadock dan Sadock, 2005. Prevalensi skizofrenia di
seluruh dunia diperkirakan 0,2- 0,8 dalam setahun Maramis, 2009. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama,
perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25 sampai 35
tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan
commit to user 7
wanita. Prevalensi penyakit ini meningkat pada pasien dengan riwayat
keluarga skizofrenia Sadock dan Sadock, 2005, Sinaga, 2007. Skizofrenia ditemukan dalam semua masyarakat dan wilayah
geografis. Angka kejadian dan tingkat prevalensinya lebih besar di perkotaan daripada di pedesaan dan cenderung lebih berat pada negara
maju dibandingkan negara berkembang. Perbedaan ini sebelumnya telah dikaitkan dengan fenomena penyimpangan sosial, di mana
individu rentan terkena stres atau depresi dalam melakukan aktivitas sosial maupun pekerjaan mereka Sadock dan Sadock, 2005.
c. Etiologi Etiologi terjadinya skizofrenia belum diketahui secara pasti.
Diduga penyebabnya adalah faktor genetik, faktor biologi seperti hiperaktivitas
sistem dopaminergik,
faktor serotonin,
faktor neuroimunovirologi, hipoksia atau kerusakan neurotoksik selama
kehamilan dan kelahiran, dan faktor lingkungan Kaplan dan Sadock, 2000; Sadock dan Sadock, 2005.
Ditemukan banyak bukti dari keluarga, kelahiran kembar, dan penelitian lain yang menyatakan bahwa faktor genetik memberikan
kontribusi yang kuat terhadap munculnya skizofrenia. Beberapa kromosom yang diduga berhubungan dengan skizofrenia, yaitu: 1q21-
22, 6p22-24, 6p21-22, 8p21-22, 10p11-15, 13q14-32, 15q13-15, dan 22q11-13. Analisis lebih lanjut telah mengarahkan pada identifikasi
gen yang lebih spesif ik, seperti reseptor α-7 nikotinat, DISC 1, GRM
commit to user 8
3, dysbindin, COMT, NRG 1, RGS 4, dan G 72. Masing-masing gen ini memiliki kontribusi kecil kerentanan terhadap skizofrenia Sadock
dan Sadock, 2005. Gen Catechol- O- Methyl Transferase COMT diduga berperan dalam encoding dopamin sehingga mempengaruhi
fungsi kerja dopamin Sinaga, 2007. Dopamin
merupakan neurotransmiter
pertama yang
berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Terdapat empat jalur penting dalam teori dopamin, yaitu jalur mesolimbik, mesokorteks,
nigrostriatal, dan tuberoinfundibuler. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D
2
. Dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik, gejala psikotik
dapat diredakan Kaplan dan Sadock, 2000, Sinaga, 2007. Gaddum, Wooley dan Show pada tahun 1954 mengobservasi
efek lysergic acid diethylamide LSD yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonisantagonis reseptor 5-HT dan dapat menyebabkan
keadaan psikosis berat pada orang normal. Selain itu, adanya peranan serotonin pada skizofrenia juga memungkinkan karena penelitian obat
antipsikotik atipikal clozapine menunjukkan memiliki afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT lebih tinggi dibandingkan reseptor dopamin
D
2
Kaplan dan Sadock, 2000. Faktor lingkungan juga dapat berkontribusi bagi perkembangan
skizofrenia, seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran, paparan terhadap influenza atau kelaparan selama kehamilan ibu, faktor
commit to user 9
ketidakcocokan Rhesus Rh, dan suhu dingin yang berlebihan saat kelahiran. Sejumlah spekulasi tentang virus dan mekanisme kekebalan
tubuh, kadang-kadang diasumsikan sebagai penjelasan dari faktor risiko musim atau suhu dingin tersebut. Namun, hingga saat ini virus
atau mekanisme kekebalan belum dapat ditetapkan sebagai faktor etiologi skizofrenia. Yang terakhir, adanya penyalahgunaan obat,
terutama alkohol dan ganja, telah diidentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya skizofrenia Sadock dan Sadock, 2005.
d. Gambaran klinis Pada tahun 1931, Hughlings Jackson mengklasifikasikan
gejala- gejala pada skizofrenia menjadi dua, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Sedangkan pada tahun 1985, Bilder dan kawan- kawan
menambahkan satu klasifikasi lagi, yaitu gejala terdisorganisasi Herz dan Marder, 2002.
1 Gejala-gejala positif Gejala-gejala
positif secara
umum meliputi
manifestasi- manifestasi yang lebih aktif dari perilaku abnormal atau adanya
distorsi dari perilaku normal. Termasuk di dalamnya adalah delusi, halusinasi, kekacauan proses berpikir, waham curiga, agitasi, dan
permusuhan Durand dan Barlow, 2007; Gee et al., 2003. 2 Gejala-gejala negatif
Gejala-gejala negatif melibatkan adanya defisit dalam perilaku abnormal, misalnya dalam hal pembicaraan dan motivasi. Gejala
commit to user 10
negatif ini termasuk afek tumpul, penarikan diri secara emosional dan sosial, kurangnya spontanitas, apatis, miskin pembicaraan
maupun pemikiran Durand dan Barlow, 2007; Gee et al., 2003; Malla dan Payne, 2005.
3 Gejala terdisorganisasi Gejala-gejala terdisorganisasi meliputi sejumlah gangguan kognitif
seperti gangguan pada perhatian selektif, kerja memori, kontrol eksekutif, memori episodik, pemahaman bahasa, dan proses sosial-
emosional sehingga tampak adanya pembicaraan yang ngelantur, perilaku eratik, dan afek yang tidak pas Durand dan Barlow, 2007;
Lewis dan Sweet, 2009. Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal
biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset
psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi
perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan
“orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal
semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positifpsikotik
menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang
commit to user 11
berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan, suatu saat mengalami eksaserbasi atau
terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana
gejala-gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi
pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif atensi, konsentrasi, hubungan sosial Sadock dan Sadock, 2005. Pada 29 hingga 70 kasus, dapat
mengalami remisi atau eksaserbasi akut kembali. Peningkatan
terjadinya remisi kemungkinan dipengaruhi oleh faktor psikopatologi, psikososial, dan pengobatan yang diberikan Bankole et al., 2008.
e. Diagnosis dan skala penilaian Salah satu instrumen sebagai alat bantu diagnostik skizofrenia di
Indonesia adalah dengan menggunakan PPDGJ-III, yaitu: 1 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas:
a Thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya tidak keras, dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal, yaitu isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya insertion atau isi pikirannya
commit to user 12
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya withdrawal; dan thought broadcasting, yaitu isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; b Delusion of control, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu
kekuatan tertentu
dari luar;
atau delusion of passivitiy, yaitu waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; tentang ”dirinya” dimana secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus; delusional perception, yaitu pengalaman inderawi
yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c Halusinasi auditorik 1 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau 2 Mendiskusikan perihal pasien-pasien di antara mereka
sendiri di antara berbagai suara yang berbicara, atau 3 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu
bagian tubuh; d Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa misalnya
commit to user 13
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain;
2 Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a Halusinasi yang menetap dan panca- indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan over-valued ideas
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
b Arus pikiran yang terputus break atau yang mengalami sisipan interpolation, yang berkibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; c Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah excitement,
posisi tubuh tertentu posturing, atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d Gejala- gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
commit to user 14
3 Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik prodromal 4 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan overall quality dan beberapa aspek perilaku pribadi personal behavior, bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri self-absorbed attitude, dan penarikan diri secara
sosial Maslim, 2001. Adapun untuk membedakan skizofrenia gejala positif menonjol
atau skizofrenia gejala negatif menonjol, dapat menggunakan instrumen Positive and Negative Symptom Scale PANSS. PANSS dibuat oleh
Stanley Kay, Lewis Opler, dan Abraham Fizsbein pada tahun 1987 yang diambil dari dua instrumen terdahulu, yaitu Brief Psychiatry
Rating Scale BPRS dan Psychopathology Rating Scale. Uji reliabilitas inter-rater dan test-retest telah dilakukan oleh Kay dan
Opler pada tahun 1987 dengan hasil yang tinggi. PANSS mempunyai berbagai kelebihan bila dibandingkan dengan instrumen lain yang
pernah dikembangkan sebelumnya seperti the Scale for the Assessment of Negative Symptom SANS dan the Negative Symptom Rating Scale
NRSS. Metode operasional PANSS lebih jelas, penilaian gejalanya lebih menyeluruh serta penentuan skornya lebih terstandardisasi
Salan, et al., 2009
commit to user 15
Di dalam PANSS terdapat tiga skala utama, yaitu: 1 Skala positif P
a Waham. Keyakinan yang tidak mempunyai dasar, tidak realistik, dan aneh idiosinkratik
b Kekacauan proses pikir atau conceptual disorganization. Ditandai oleh putusnya tahapan penyampaian maksud,
misalnya sirkumstansial, tangensial, asosiasi longgar, tidak berurutan, ketidak logisan yang parah, atau putusnya arus pikir
c Halusinasi. Laporan secara verbal atau perilaku yang menunjukkan persepsi yang tidak dirangsang oleh stimuli luar.
Dapat terjadi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, atau somatik
d Gaduh gelisah
atau excitement.
Hiperaktivitas yang
ditampilkan dalam bentuk percepatan perilaku motorik, peningkatan respon terhadap stimuli, waspada berlebihan
hypervigilance atau labilitas perasaan mood yang berlebihan e Waham kebesaran. Pendapat tentang diri sendiri yang
berlebihan dan keyakinan tentang superioritas yang tidak realistik, termasuk waham tentang kemampuan diri yang luar
biasa, kekayaan, pengetahuan, ketenaran, kekuasaan, dan kebaikan moral
f Waham curiga atau waham kejar. Ide- ide yang tidak realistik atau berlebihan yang tercernin dalam sikap berjaga- jaga, sikap
commit to user 16
tidak percaya, kewaspadaan yang berlebihan berdasarkan kecurigaan atau waham jelas bahwa orang lain berniat
mencelakai dirinya g Permusuhan. Ekspresi verbal dan nonverbal tentang kemarahan
dan kebencian, termasuk sarkasme, perilaku pasif agresif, caci maki, dan penyerangan
2 Skala negatif N a Afek tumpul. Berkurangnya respon emosional yang ditandai
oleh berkurangnya ekspresi wajah, gelombang modulation perasaan dan gerak- gerik komunikatif
b Penarikan emosional atau emotional withdrawal. Berkurangnya minat dan keterlibatan, serta curahan perasaan terhadap
peristiwa kehidupan c Kemiskinan raport. Berkurangnya empati interpersonal,
kurangnya keterbukaan dalam percakapan dan rasa keakraban, minat, atau keterlibatan dengan pewawancara. Ini ditandai oleh
adanya jarak interpersonal dan berkurangnya komunikasi verbal dan nonverbal
d Penarikan diri dari hubungan sosial secara pasif atau apatis. Berkurangnya minat dan inisiatif dalam interaksi sosial yang
disebabkan oleh pasivitas, anergi, atau tidak adanya dorongan kehendak. Hal ini mengarah pada berkurangnya keterlibatan
interpersonal dan mengabaikan aktivitas kehidupan sehari- hari
commit to user 17
e Kesulitan dalam
pemikiran abstrak.
Hendaya dalam
penggunaan cara berpikir abstrak atau simbolik, yang dibuktikan dalam kesulitan mengklarifikasikan, membentuk
generalisasi dan berpikir secara konkrit atau egosentrik dalam memecahkan masalah
f Kurangnya spontanitas dan arus percakapan. Berkurangnya arus normal percakapan yang disertai dengan apatis, avolisi
tidak ada dorongan kehendak, defensif atau defisit kognitif, ini dimanifestasikan oleh berkurangnya kelancaran dan
produktivitas dalam proses interaksi verbal g Pemikiran stereotipik. Berkurangnya kelancaran spontanitas
dan fleksibilitas proses pikir yang terbukti dari kekakuan, pengulangan atau isi pikir yang miskin
3 Skala psikopatologi umum G a Kekhawatiran somatik. Keluhan- keluhan fisik atau keyakinan
tentang penyakit atau malfungsi tubuh. Ini mungkin berkisar dari rasa samar tentang perasaaan tidak sehat sampai pada
waham yang jelas tentang penyakit fisik yang parah b Ansietas.
Pengalaman subyektif
tentang kegelisahan,
kekhawatiran, dan ketakutan, atau ketidaktenangan, yang berkisar dari kekhawatiran yang berlebih tentang masa kini
atau masa depan sampai perasaan panik
commit to user 18
c Rasa bersalah. Rasa penyesalan yang mendalam atau menyalahkan diri sendiri terhadap perbuatan salah atau
bayangan kelakuan buruk pada masa lampau d Ketegangan. Manifestasi fisik yang jelas tentang ketakutan,
ansietas, dan agitasi seperti kekakuan, tremor, keringat berlebihan, dan ketidaktenangan
e Gerakan dan sikap tubuh. Gerakan atau sikap tubuh yang tidak wajar seperti yang ditandai oleh kejanggalan, kaku,
disorganisasi, atau penampilan yang aneh f Depresi. Perasaan sedih, putus asa, rasa tidak berdaya, dan
pasivisme g Retardasi motorik Penurunan aktivitas motorik seperti tampak
pada perlambatan atau kurangnya gerakan dan pembicaraan, penurunan respon terhadap stimuli dan tonus tubuh
h Ketidakkooperatifan. Aktif menolak untuk patuh terhadap keinginan tokoh bermakna termasuk pewawancara, staf rumah
sakit, atau keluarga, yang mungkin disertai dengan rasa tidak percaya, defensif, keras kepala, negativistik, dan penolakan
terhadap otoritas, selama wawancara, dan juga dilaporkan oleh perawat dan keluarga
i Isi pikiran yang tidak biasa. Proses pikir ditandai oleh ide- ide asing, fantastik, atau aneh, berkisar dari yang ringan atau
tipikal sampai distorsi, tidak logis, dan sangat tidak masuk akal
commit to user 19
j Disorientasi. Kurang menyadari awareness hubungan seseorang dengan lingkungan, termasuk orang, tempat, dan
waktu, yang mungkin disebabkan oleh kekacauan atau penarikan diri
k Perhatian buruk. Kegagalan dalam memusatkan perhatian yang ditandai oleh konsentrasi yang buruk, perhatian mudah teralih
oleh adanya stimuli eksternal dan internal dan kesulitan dalam mengendalikan, mempertahankan, atau mengalihkan fokus
shifting pada stimuli yang baru l Kurangnya daya nilai dan tilikan. Hendaya kesadaran
awareness atau pemahaman atas kondisi psikiatri dan situasi kehidupan dirinya. Dibuktikan oleh kegagalan mengenali
penyakit atau gejala psikiatri yang lalu atau sekarang, menolak perlunya perawatan atau pengobatan, keputusan ditandai oleh
buruknya antisipasi terhadap konsekuensi, serta rencana jangka panjang yang tidak realistik
m Gangguan dorongan kehendak, makan dan minum, dan pengendalian pikiran, perilaku, gerakan, serta pembicaraan
n Pengendalian impuls yang buruk. Gangguan pengaturan dan pengendalian
impuls yang
mengakibatkan pelepasan
ketegangan dan emosi yang tiba- tiba, tidak teratur, sewenang- wenang, atau tidak terarah tanpa peduli konsekuensinya
commit to user 20
o Preokupasi. Terpaku pada pikiran yang timbul dari dalam diri dan disertai pengalaman autistik sedemikian rupa sehingga
terjadi gangguan orientasi realita dan perilaku adaptif p Penghindaran sosial secara aktif. Penurunan keterlibatan sosial
yang disertai adanya ketakutan yang tidak beralasan, permusuhan atau ketidakpercayaan Salan et al., 2009.
2. Kualitas hidup a. Pengertian
Konsep dasar kualitas hidup atau quality of life QoL merupakan subyektivitas pasien dalam hal penghargaan diri terhadap kepuasan
pribadinya Tempier dan Pawliuk, 2001. Ini menunjukkan bahwa nilai yang subjektif tersebut berfungsi untuk membandingkan harapan pribadi
yang didefinisikan dari pengalaman subjektif, keadaan dan persepsi pasien Burckhardt dan Anderson, 2003.
Kualitas hidup pada dasarnya bersifat istimewa pada masing- masing individu. Kualitas hidup ini dapat mencerminkan perspektif
biopsikososial pasien terhadap penyakit mereka dan juga berhubungan secara paralel terhadap intervensi multidisiplin yang dilakukan dalam
sebuah pengobatan Burckhardt dan Anderson, 2003; Gee et al., 2003. b. Manfaat dan faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
Pengukuran kualitas hidup telah digunakan dalam penelitian kesehatan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien, memfasilitasi
perencanaan suatu program, serta memonitoring kemajuan klinis dan hasil
commit to user 21
pengobatan. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu: umur, jenis kelamin,
beratnya psikopatologi, efek samping obat, respon subyektif pasien terhadap obat dan penyesuaian psikososial pasien. Menurut Awad, aspek
yang paling penting dari kualitas hidup adalah perasaan dan fungsi hidup sehari- hari pasien. Oleh karena itu, kebutuhan pasien dapat dilihat secara
subyektif dari kualitas hidup mereka Tempier dan Pawliuk, 2001. c. Skala penilaian
Penilaian kualitas hidup dengan suatu instrumen pertama kali dilakukan oleh seorang psikolog Amerika yang bernama John Flanagan
pada tahun 1970an. Penilaian ini diadaptasikan pada pasien-pasien penyakit kronis. Skala kualitas hidup memiliki korelasi terhadap status
kesehatan fisik dan tingkat keparahan penyakit Burckhardt dan Anderson, 2003.
Penilaian kualitas hidup menjadi penting dan seringkali membutuhkan bagian dari penilaian kesehatan. Pada pasien dengan
penyakit kronis, penilaian kualitas hidup memberikan harapan yang berarti untuk menentukan dampak penyakit tersebut terhadap kesehatan
ketika tidak lagi memungkinkan untuk sembuh. Selama 20 tahun terakhir, ratusan instrumen telah dikembangkan untuk mengukur tingkat kualitas
hidup Burckhardt dan Anderson, 2003. Ada lebih dari enam kuisioner yang sering digunakan dalam
menilai kualitas hidup pada penderita skizofrenia. Ada yang digunakan
commit to user 22
untuk menilai kualitas hidup pada umumnya, kualitas hidup pada pasien psikiatri, ataupun khusus untuk penderita skizofrenia seperti SQLS
Schizophrenia Quality of Life Scale. Pertanyaan yang diajukan pun bervariasi dari 21 sampai 143 pertanyaan. Pertanyaan- pertanyaan tersebut
mencakup fungsi fisik dan sosial, hubungan interpersonal, keadaan kehidupan, hubungan dengan keluarga, kesenangan, pekerjaan, keuangan
dan keamanan, kesehatan, kepercayaan, psikososial, motivasi atau tenaga, gejala atau efek samping, tidur dan istirahat, makan, pengaturan rumah,
ambulasi, mobilitas, dan lain- lain Gee et al., 2003. Beberapa instrumen penilaian kualitas hidup yang ada misalnya the
General Well Being Scale, the World Health Organization Quality of Life scale, atau yang lebih spesifik lagi seperti the Wisconsin Quality of Life
Scale. Instrumen lain yang lebih bersifat obyektif seperti the Quality of Life Scale dan Lehman Scale Malla dan Payne, 2005; WHO, 2004.
d. Penilaian kualitas hidup pada pasien skizofrenia Evaluasi sendiri oleh pasien skizofrenia mungkin kurang dapat
dipercaya karena adanya gejala psikopatologi dan rendahnya kesadaran akan penyakit yang mereka miliki. Oleh karena itu, banyak penelitian yang
menggunakan evaluasi kualitas hidup secara obyektif, bergantung kepada hasil wawancara terhadap psikiater atau perawat pasien tersebut Tomida
et al., 2010. Jika pasien skizofrenia dalam keadaan sadar dan dapat
mengekspresikan disfungsi sosial yang dialaminya, penilaian kualitas
commit to user 23
hidup hendaknya ditentukan secara subyektif. Lehman menunjukkan bahwa data kualitas hidup yang didapat dari pasien dengan penyakit
mental yang kronis juga dapat dipercaya dan menyimpulkan bahwa evaluasi kualitas hidup secara subyektif dapat dilakukan pada pasien
tersebut Tomida et a.l, 2010.
B. Kerangka pemikiran