6 Uji mekanik 6.1 Kekuatan Impak

Nilai daya serap air papan partikel dapat dihitung berdasarkan rumus SNI 03- 2105, 1996 : Daya Serap Air = ……………… 2.2 Dengan : Mb = Massa basah gr Mk = Massa kering gr 2. 6 Uji mekanik 2.6.1 Kekuatan Impak Kekuatan material terhadap beban kejut dapat diketahui dengan cara melakukan uji impak. Dari hasil pengujian akan dapat diperoleh tingkat kegetasan material tersebut. Kekuatan impak komposit rata-rata masih dibawah kekuatan impak logam. Kekuatan impak komposit sangat tergantung pada ikatan antar molekulnya semakin kuat ikatan antar molekulnya maka akan semakin tinggi pula kekuatan impaknya. Pengujian impak komposit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu flat impact method impak depan dan edge impact method impact samping. Pengujian impak dari samping akan menghasilkan kekuatan impak yang lebih rendah dibandingkan dengan pengujian dari depan. Pada penelitian ini menggunakan metode flat impact method, hal ini dilakukan karena pertimbangan aplikasinya sebagai dinding panel interior. Untuk pengujian impak core kayu Sengon Laut mengacu pada standar ASTM uji impak material plastik. Hal ini dikarenakan belum ditemukannya standar uji impak izod untuk material kayu. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji saat diberi beban kejut oleh pendulum dapat diketahui dengan persamaan 2.3 Instruction Manual Toyo Seiki Izod impact tester . ú û ù ê ë é ÷ ø ö ç è æ + + - - - = E cos cos cos cos 098067 , a a b a a a a b WR serap ……….2.3 E serap = energi serap J Universitas Sumatera Utara W = berat pendulum, N R = jarak pendulum terhadap titik poros, cm á = sudut pendulum pada posisi pengujian, º â = sudut ayun pendulum pada sisi sebelah setelah menghantam spesimen, º Ü = sudut ayun pendulum dari posisi sudut á, tanpa spesimen, º Dengan mengetahui besarnya energi yang diserap oleh material maka kekuatan impak benda uji dapat dihitung sesuai persamaan 2.4 Instruction Manual Toyo Seiki Izod impact tester. Kekuatan Impak ó A E = ser ap ……………… 2.4 ó = Kekuatan Impak Jcm 2 A = luas, cm 2

2.6.2 Uji Tarik

Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang yang dialami benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada Gambar 2.3. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Skema model pengujian tarik dengan UTM Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu. s = F A o ............... 2.5 Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan gage length benda uji d atau D L, dengan panjang awal. e = d L o = D L L o = L - L o L o ............. 2.6 Karena tegangan dan regangan dipeoleh dengan cara membagi beban dan perpanjangan dengan faktor yang konstan, kurva beban – perpanjangan akan mempunyai bentuk yang sama seperti pada gambar 2.4. Kedua kurva sering dipergunakan. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Kurva Tegangan Regangan teknik s - e Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakukan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan- regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen perpanjangan, dan pengurangan luas. Parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan yang kedua menyatakan keuletan bahan.

2.6.3 Pengujian keteguhan patah Modulus Of RuptureMOR.

Pengujian Modulus Of Rupture MOR dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Mechine. Nilai MOR dapat dihitung dengan rumus JIS A 5908-2003 : MOR ……………… 2.7 Dengan : MOR = Modulus of Rupture Modulus patah kgcm 2 Universitas Sumatera Utara B = Beban maksimum kg S = Jarak sangga cm l = Lebar spesimen cm t = Tebal spesimen cm Contoh uji yang digunakan berukuran 12 x 2 x 0.6 cm pada kondisi kering udara dengan pola pembentukan seperti gambar berikut : Gambar 2.5 Cara Pembebanan Pengujian kuat lentur dan kuat patah

2.6.4 Pengujian kuat lentur Modulus of ElasticityMOE

Pengujian Modulus of Elasticity MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakaicontoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu. Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai dengan persamaan JIS A 5908-2003 : MOE …………… 2.8 Dengan : MOE = Modulus of ElasticityModulus Lentur kgcm 2 B = Beban sebelum batas proporsi kg S = Jarak sangga cm D = Lenturan pada beban cm l = Lebar spesimen cm t = Tebal spesimen cm . B S Universitas Sumatera Utara

2.7 Thermal Analyzer DTA

Menurut International Conferenderation for Thermal Analisys, bahwa analisis termal adalah metode untuk menganalisa suatu material apabila diberikan perlakuan temperatur. Differential Thermal Analyzer DTA mengukur perbedaan temperatur T antara sampel dan material pembanding inert sebagai fungsi temperatur, oleh karena itu DTA mendeteksi perubahan panas yang terjadi. Pada DTA panas yang diabsorbsi dan dipancarkan oleh sistem dapat diselidiki dengan mengukur perbedaan temperatur antara keduanya. Prinsip dasar dari thermal analyzer atau DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang berisi sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel kosong pembanding disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran panas yang sama besar seperti yang terlihat pada Gambar2.6, akan terjadi penyerapan panas yang berbeda oleh kedua krusibel tersebut. Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperature yang menyebabkan terjadinyasuatu reaksi endotermik. Apabila temperatur sampel Ts lebih besar dari temperatur pembanding Tr maka yang terjadi adalah reaksi eksotermik tetapi apabila temperatur sample Ts lebih kecil dari pada temperatur pembanding Tr maka reaksi perubahan yang terjadi adalah reaksiendotermik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya reaksi eksotermik disebabkan oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika atau kimia dengan mengeluarkan sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan Ts lebih besar dari Tr. Sedangkan terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan fisika atau kimia yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah panas yang mengakibatkan Ts lebih kecil dari Tr seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6 Sistem Pemanasan Dalam Tungku DTA Gambar . 2.7 Kurva Ideal Differential Thermal Analysis DTA Tetapi apabila terjadi hanya perubahan base line atau membentuk tinggi puncak endotermik maupun eksotermik yang kecil maka hal itu kemungkinan hanya terjadi transisi glass dan penyerapan panas. Dari beberapa hasil penelitian telah diperoleh bahwa adanya fenomena yang disebabkan oleh perubahan sifat fisika atau kimia yang menyebabkan Ts Tr Universitas Sumatera Utara reaksi eksotermik maupun reaksi endotermik ditunjukkan pada tabel 2 dibawah ini.Aslina, 2005 Tabel 2. Reaksi endotermik dan eksotermik bahan Fenomena Kondisi Eksotermis Endotermis Peristiwa Fisika Adsorbsi Desorpsi Transisi Kristal Kristalisas Pelelehan Penguapan Penyublim an x - x x - - - - x x - x x x Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN Pada tahap ini merupakan pengumpulan bahan baku limbah, memilih perekat, pencampuran, pembuatan spesimen dengan diagram alirnya sebagai berikut: a. Diagram alir proses pencampuran. Sabut kelapa sebagai bahan pengisi filler merupakan sabut kelapa sembarang kelapa kampong yang sudah kering, diambil dari Desa Klumpang Kecamatan Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang Pengumpulan bahan sabut kelapa Dijemur hingga kering Di hancurkan dengan blender Serbuk sabut kelapa sebanyak 7.7 Isosiana + Polyethienglicos 1000 Poliuretan sebanyak 23.07 Tepung Gipsum sebanyak 69,23 Dicampurkan Universitas Sumatera Utara b. Diagram alir proses pencetakan spesimen - Densitas - Uji Impak - Penyerapan - Daya serap air - Uji Tarik panas - Uji Kuat lentur MOE - Uji kuat patah MOR

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di: Lab Polimer Kimia USU, Lab Penelitian Fak MIPA USU dan PTKI Medan Waktu penelitian : Penelitian dilakukan pada Bulan Januari 2011 – Mei 2011 Pencetakan Sampel Karaktersisasi Fisis Mekanik Termal Universitas Sumatera Utara

3.2 Alat dan Bahan A. Alat yang dibutuhkan

1.Untuk menimbang bahan digunakan Neraca Analitik 2. Ayakan 100 mesh. 3. Cetakan Benda Uji Sampel. Benda uji berbentuk kubus dengan ukuran 6 cm x 12 cm x 0,7 cm . 4. Gelas ukur 1000 ml. 5. Gelas ukur 100 ml. 6. Sendok . 7. Oven 8. Alat Pres tekan. 9. Blender 10. Aluminium poil 11. Pinset. 12. Benang 13. Kawat. 14. Alat uji lentur UTM = Universal Testing Machine 15. Alat uji kekuatan patah UTM = Universal Testing Machine 16. Alat Uji Tarik UTM = Universal Testing Machine. 17. Alat Uji Impak 18. Alat uji DTA.

B. Bahan yang digunakan.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Serbuk sabut kelapa 2. Gipsum 3. Poliuretan 4. Akuades Universitas Sumatera Utara 3.3 Pengujian Sampel 3.3.1 Pengujian Densitas Density Cara kerja pengujian Densitas diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar SNI 03-2105 1996 , prosedur yang dilakukan adalah : 1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran 1 x 1 x 0.6 cm 3 terlebih dahulu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa kering Mk. 2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas tissue lalu ditimbang di udara dan angkanya dicatat disebut dengan massa basah Mb. 3. Sampel uji ditimbang dalam air dalam keadaa menggantung dalam aquades dan angkanya dicatat disebut dengan massa sampel gantung Msg. Adapun cara penimbangan massa sampel gantung dalam akuades seperti gambar 3.1 Gambar 3.1 Pengukuran massa sampel gantung Setelah diketahui nilainya, maka Densitas sampel dapat dihitung dengan persamaan 2.1. Gelas ukur Larutan akuades Sampel digantung dalam akuades Universitas Sumatera Utara

3.3.2 Pengujian Serapan Air

Cara pengujian Serapan Air mengacu pada standar SNI 03-2105 1996, prosedur yang dilakukan adalah : 1. Sampel uji kering berbentuk kubus ukuran 1 x 1 x 0,6 cm 3 terlebih dahulu ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa kering Mk. 2. Sampel uji lalu direndam selama 24 jam dan dikeringkan dengan kertas koran lalu ditimbang dan angkanya dicatat disebut dengan massa basah Mb. Setelah diketahui nilainya, maka Serapan Air sampel dapat dihitung dengan persamaan 2.2.

3.3.4 Pengujian impak

Cara pengujian impak menggunakan mesin uji Wollpert werkstoff Pruf Maschine Type CPSA Metode charpy dengan menggunakan pendulum 4 Joule. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 1,5 cm x 0,6 cm. Prosedur pengujian impak sbb: 1. Diatur terlebih dahulu jarum skala penunjuk harga impak pada posisi nol. 2. Diputar handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban pada batas maksimum. 3. Benda uji diletakkan pada dengan posisi mendatar dengan posisi menyamping arah datangnya pendulum. 4. Tombol pada tangkai pendulum dilepas sehingga pendulum berayun dan menumbuk benda uji. 5. Dicatat nilai yang dihasilkan skala setelah tumbukan sampel. 6. Hasil skala yang diperoleh dikurang dengan energi kosong sebesar 0,02 joule. Dari persamaan 2.4 dapat dihitung besar harga impak. Universitas Sumatera Utara

3.3.5 Uji tarik

Pengujian kuat tarik menggunakan mesin uji Tokyo Testing Machine Type- 20E MGF N0. 6079 dengan kapasitas 2000 Kgf. Pengukuran kuat tarik mengacu pada SNI 03-3399-1994. Adapun prosedur pengujian sbb: 1. Benda uji dipersipakan sesuai dengan gambar dibawah ini: 8 0 m m 1 2 0 m m 1 5 m m 2 m m 2 5 m m Gambar3.2 Model spesimen pengujian tarik 2. Benda uji ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian di cengkram dengan pemegang yang tersedia dimesin dengan jarak pencengkram 8 cm. 3. Diberikan beban sebesar 100 Kgf sambil melakukan penarikan dengan kecepatan pembebanan 10 mm .menit. 4. Dicatat gaya tarik maksimum. Berdasarkan gaya tarik tersebut dengan menggunakan persamaan 2.5 maka nilai kuat tariknya dapat dihitung.

3.3.6 Pengujian Kuat Lentur Modulus Of Elastis MOE.

Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM Universal Testing Machine adalah : 1. Sampel berbentuk balok ukuran 12 x 2 x 0.6 cm 3 , kemudian diatur jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel. 2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke arah on, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak. 3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off Universitas Sumatera Utara agar motor berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel display. 4. Dengan menggunakan persamaan 2.7 , ditentukan kuat lentur.

3.3.7 Pengujian Kuat Patah Modulus Of Rapture MOR.

Cara pengujian kuat patah mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM C 348 –2002, prosedur yang dilakukan menggunakan alat UTM Universal Testing Machine adalah : 1. Sampel berbentuk balok ukuran 12 x 2 x 0.6 cm 3 , kemudian diatur jarak titik tumpu sebagai dudukan sampel. 2. Diatur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor ke arah atas maupun bawah., kemudian diarahkan switch ke arah on, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak. 3. Apabila sampel uji telah patah, diarahkan swith ke arah off agar motor berhenti. Dicatat besar gaya yang ditampilkan panel display. 4. Dengan menggunakan persamaan 2.8 , dapat ditentukan nilai kuat patah.

3.3.8. Pengujian Termal dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal adalah Thermal analyzer DT-30 Shimadzu seperti gambar pada lampiran II halaman 56, dengan prosedur Pengujian sebagai berikut: 1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan. 2. Benda uji dipotong – potong kecil dengan massa 30 mg. Lalu ditimbang Al 2 O 3 sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding. 3. Benda uji dan pembanding diletakkan diatas Termocoupel. Di Set Thermocoupel Platinum Rhodium PR 15 mv, dan DTA Range ± 250 ìV. Universitas Sumatera Utara 4. Alat pengukur temperature kemudian di set sampai menunjukkan pada temperature 650 C. 5. Pena recorder ditekan dan chart speed di set 2,5 mmmenit dengan laju pemanasan 10 Cmenit untuk hasil out put DTA. 6. Dilanjutkan dengan menekan tombol start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan. Hasil Pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan Suhu endotermik, suhu eksotermik Titik gelas, Titik kritis dan titik melting . Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel yang akan dibahas dibuat dalam komposisi perbandingan massa dengan massa total 65 gr. Adapun massa total 65 gr digunakan untuk mendapat kan tebal spesimen sebesar 6.5 mm, dengan mengacu pada hasil cetakan untuk plafon yang paling rendah ketebalannya 6.4 mm. Kode penentuan jenis bahan adalah : Dua angka pertama merupakan komposisi gipsum Dua angka kedua merupakan komposisi serbuk pengisi Dua angka ketiga merupakan komposisi pengikat 4.1 SIFAT FISIS 4.1.1 Densitas Hasil pengujian yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar grafik 4.1 dibawah ini : Gambar 4.1. Grafik Densitas –vs- komposisi sampel 1.77 1.62 1.54 1.53 1.38 0.5 1 1.5 2 45:05:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 D e n s it a s g r c m 3 Komposisi Sampel Grafik Densitas Densitas - vs- komposisi sam pel Universitas Sumatera Utara Dari gambar grafik 4.1. densitas dapat terlihat bahwa penambahan serbuk sebagai matrik pengisis cenderung mengalami penurunan dimana densitas maksimum berada pada komposisi 45:5:15 yakni sebesar 1,77 gcm 3 dan minimum berada komposisi 25:25:15 yakni sebesar 1.38 grcm 3 . Hal ini menunjukkan bahwa serbuk sebagai pengisi sangat mempengaruhi ikatan butir antar atom gipsum dimana pori – pori antar atom makin membesar setelah disusupi serbuk sabut kelapa. Dengan demikian keadaan ini memperlihatkan bahwa sifat serbuk sabut kelapa sebagai penyusun spesimen dapat menambah atau memperbesar pori-pori spesimen. Dari hasil densitas ini penggunaan untuk lembaran papan masih diatas standar SNI 03-2105 1996 yakni maksimum sebesar 1 grcm 3 . Serta hasil pengujian juga masih memenuhi standar Bison 1 Gipsum Fibre Board Bison yaitu sebesar 1.15 grcm 3 . Serta hasil pengujian densitas yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan jaya board sebagai standar, maka hasil densitas yang diperoleh dari spesimen ini masih memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan densitas plafon gipsum jaya board, dimana nilai densitas plafon gipsum jaya board setelah diuji sebesar 0,55 grcm 3 . Dari hasil ini menunjukan adanya penurunan sifat densitas bahan setelah penambahan serbuk sabut kelapa pada gipsum.

4.1.2 Daya serap air

Nilai daya serap air mencerminkan kemampuan papan untuk menyerap air setelah direndam selama 24 jam. Air yang masuk terdiri dari air yang langsung masuk melalui rongga-rongga kosong di dalam papan dan air yang masuk ke dalam partikel-partikel penyusun Massijaya et al. 2000. Pengujian ini bertujuan untuk melihat bagaimana ketahanan papan terhadap pengaruh cuaca jika digunakan untuk penggunaan interior. Nilai daya serap air hasil penelitian dapat dilihat pada gambar grafik 4.2 dibawah ini untuk daya serap air dengan waktu perendaman 24 jam. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2, Grafik daya serap air –vs- Komposisi sampel Dari grafik dapat terlihat bahwa nilai penyerapan air bertambah sebanding dengan penambahan pengisi serbuk sabut kelapa. Nilai penyerapan air terkecil berada pada komposisi 45:5:15 yakni sebesar 25.8 dan penyerapan air terbesar berada komposisi 25:25:15 yakni sebesar 40.13 . Berdasarkan Standar SNI 03-2105 1996 hasil penelitian ini masih sesuai dengan standar yang belaku dimana batas maksimum daya serap air yang diperbolehkan sebesar 50 , dengan demikian seluruh hasil pengujian densitas ini masih memenuhi nilai SNI yang ditetapkan. Dari hasil pengujian hasil serapan air yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan jaya board sebagai standar, maka hasil serapan yang diperoleh dari spesimen ini masih memiliki nilai yang lebih baik komposisi 45:5:15,40:10:15, 35:15:15 dan 30:20:15 karena nilai serapan air masih dibawah nilai serapan air plafon gipsum jaya board, dimana nilai serapan air plafon gipsum jaya board setelah diuji sebesar 37.4. Sedangkan komposisi 25:25:15 tidak memenuhi nilai serapan air plafon gipsum jaya board karena nilai serapan air diatas plafon gipsum jaya board yaitu sebesar 40. Hasil ini memperlihatkan bahwa sifat sabut kelapa adalah sebagai penyerap air karena penambahan serbuk sabut kelapa meningkatkan jumlah pori – pori yang terbentuk pada benda spesimen pengujian. 25.8 27.23 32.69 33.78 40.13 5 10 15 20 25 30 35 40 45 45:05:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 N il a i S e ra p a n A ir Komposisi Sampel Grafik Penyerapan Air Nilai serapan air-vs-Komposisi sampel Universitas Sumatera Utara 4.2 SIFAT MEKANIK 4.2.1 Uji Impak Besarnya nilai pengujian impak yang telah dilakukan pada penelitian ini diperlihatkan pada gambar grafik 4.3 berikut ini: Gambar 4.3. Grafik Uji Impak –vs- Komposisi sampel Dari gambar 4.3 grafik uji impak terlihat bahwa penambahan serbuk mempengaruhi kemampuan benda dalam menerima tekanan dimana nilai impak maksimum diperoleh pada komposisi 30:20:15 yaitu sebesar 2.93 x 10 -2 Joulecm 2 dan impak minimum diperoleh pada komposisi 45:5:15 yaitu 0.60 x 10 -2 Joulecm 2. Pada komposisi 25:25:15 nilai impak mengalami penurunan. Hal ini membuktikan bahwa komposisi maksimum serbuk sabut kelapa sebagai pengisi menurunkan kekuatan gaya ikat antar atom. Pada komposisi maksimum filler kemampuan perekat ini tidak berperan lagi secara optimal. Ini dapat dilihat juga dari kemampuan daya serap air dimana pada komposisi 25:25:15 nilai serapan airnya maksimum karena sifat densitasnya minimum. Alasan ini juga diperkuat oleh Subianto, 2003 yang menyatakan bahwa adanya kecenderungan tidak adanya elemen – elemen penguat pada partikel. Dan Massijaya 2000 menyatakan ikatan antara partikel sabut dengan pengikat hanya ikatan mekanis saja sehingga ikatan antar partikel rendah.Menurunnya kemampuan pengikat 0.6 1.13 1.4 2.93 1.2 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 45:05:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 N il a i U ji I m p a k x 1 -2 J c m 2 Komposisi sampel Grafik Uji Impak nilai uji impak-vs-komposisi sampel Universitas Sumatera Utara menyebabkan partikel – partikel penyusun spesimen tidak memiliki gaya ikat satu dengan lain. Kondisi ini juga dipengaruhi karena banyaknya pori – pori yang terbentuk karena penambahan serbuk sehingga menggetaskan bahan apabila mengalami benturan. Dari hasil pengujian impak yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan jaya board sebagai standar, maka hasil impak yang diperoleh dari spesimen ini komposisi yang memenuhi nilai impaknya berada pada komposisi 30:20:15 dengan nilai impak 2.93 x 10 -2 Jcm 2 karena nilai pengujian impak plafon gipsum jaya board sebesar 2 x 10 -2 Jcm 2 .

4.2.2 Uji Tarik

Hasil pengujian tarik yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini. Gambar 4.4 Grafik Uji Tarik –vs- Komposisi sampel Dari gambar 4.4 grafik pengujian tarik terlihat bahwa kemampuan maksimum benda uji ditarik berada komposisi 30:20:15 yakni berada pada kisaran 208.06 kPa, sedangkan harga minimum berada komposisi 45:5:15 yaitu sebesar 54.82 kPa. Ini menunjukkan bahwa kemampuan serbuk sebagai pengisi memiliki kemampuan yang sangat baik dalam pengujian tarik. Ini terjadi karena adanya kemudahan pergeseran antar atom akibat banyaknya pori – pori yang dihasilkan 54.82 73.56 87.89 208.06 117.6 50 100 150 200 250 45:05:15 40:10:15 35:15 :15 30:20:15 25:25:15 H a rg a U ji T a ri k k P a Komposisi Sampel Grafik Uji Tarik Harga uji tarik -vs- komposisi sampel Universitas Sumatera Utara akibat penambahan filler serbuk sabut kelapa. Sedangkan pada komposisi 25:25:15 harga uji tarik mengalami penurunan, ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan susunan atom pada benda uji dimana ikatan atom serbuk sudah mendominasi benda uji serta mulai melemahnya kemampuan pengikatMassijaya 2000. Dengan demikian dapat dipahamin bahwa komposisi 30:20:15 merupakan batas komposisi maksimum untuk menghasilkan nilai uji tarik yang optimum, hasil ini juga menunjukan bahwa pada komposisi 30:20:100 terjadi homogenisasi antara gipsum + serbuk + pengikat, dimana tersusupinya secara sempurna bahan pengikat terhadap pori – pori yang terbentuk dari sabut kelapa. Dari hasil pengujian tarik yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum jaya board yang beredar dipasaran sebagai standar, maka hasil uji tarik yang diperoleh dari spesimen ini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan uji tarik plafon gipsum jaya board pada komposisi 30:20:15 dan 25:25:15 dengan nilai 206,06 kPa dan 117,60 kPa. Sedangkan nilai uji tarik plafon gipsum jaya board sebesar 90.65 kPa.

4.2.3 Uji Kuat Lentur Modulus Of ElastisMOE

Hasil pengujian kuat lentur komposit serbuk sabut kelapa dengan poliuretan dapat dilihat pada gambar 4.5. Nilai kuat lentur yang didapat berkisar antara 1128.5 kgcm 2 – 4498.37 kgcm 2 , Gambar 4.5 Grafik Uji Kuat Lentur –vs- Komposisi sampel 1128.5 1309.95 2042.48 4498.37 2693.33 1000 2000 3000 4000 5000 45:05:15 40:10:15 35:1 5:15 30:20:15 25:25:15 N il a i U ji k u a t le n tu r k g c m 2 Kom posisi Sampel Grafik Uji Kuat Lentur Nilai uji kuat lentur-vs- komposisi sampel Universitas Sumatera Utara Dari grafik 4.5 terlihat ada peningkatan kelenturan dengan kenaikan filler hingga pada batas maksimum komposisi 30:20:15. Ini menunjukkan bahwa pada komposisi ini adanya ikatan yang baik antara serbuk + gipsum + pengikat. Sedangkan pada komposisi 25:25:15 memperlihatkan adanya kecenderungan mulai berkurangnya penguatan ikatan elemen – elemen partikel Subianto, 2003 atau bisa juga terjadi karena tidakn adanya lagi kemampuan pengikat Massijaya, 2000. Dari hasil pengujian kuat lentur yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum jaya board sebagai standar, maka hasil kuat lentur yang diperoleh dari spesimen ini masih memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan kuat lentur plafon gipsum jaya board berada pada komposisi 35:15:15, 30:20:15 dan komposisi 25:25:15, dimana nilai kuat lentur plafon gipsum jaya board setelah diuji sebesar 1578.29 kgcm 2 . Dari hasil ini menunjukan bahwa penambahan serbuk sabut kelapa dengan bahan pengikat poliuretan masih memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding plafon gipsum jaya board pada komposisi tertentu.

4.2.4 Uji Kuat Patah Modulus Of RaptureMOR

Hasil pengujian MOR komposit serbuk sabut kelapa dengan poliuretan dapat dilihat pada Gambar 4.6. Hasil pengujian terendah terdapat pada komposisi 45:5:15 yaitu sebesar 1.65 MPa sedangkan tertinggi pada komposisi 30:20:15 yaitu sebesar 7.90 MPa. Universitas Sumatera Utara .Gambar 4.6. Grafik uji kuat patah –vs- komposisi sampel Dari grafik terlihat bahwa penambahan filler cenderung meningkatkan nilai kuat patah MOR walau nilai optimum yang dihasilkan bukan berada pada komposisi yang maksimum. Ini memberikan gambaran bahwa dari hasil penelitian ini, komposisi diatas 30:20:15 cenderung mengalami penurunan nilai kuat patah. Hal ini membuktikan bahwa penambahan serbuk yang terus menerus cenderung mengurangi penguatan ikatan antar atom benda uji, dimana kemampuan ikatan pengikat pada serbuk ikatan mekanis tidak lagi mampu menutupi pori – pori yang dihasilkan dari penambahan serbuk. Hasil pengujian diatas nilai data yang sesuai dengan standar Gipsum Fibre Board – Bison Bison 1 adalah pada komposisi 30:20:15 yaitu sebesar 7.9 Mpa karena standar Bison sebesar 5,28 MPa. Dari hasil pengujian kuat patah yang telah dilakukan terhadap plafon gipsum cetakan jaya board sebagai standar, maka hasil kuat patah yang diperoleh dari spesimen ini masih memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan kuat patah plafon gipsum jaya board, dimana nilai kuat patah plafon gipsum jaya board setelah diuji sebesar 1.53 MPa, sedangkan nilai minimum kuat patah spesimen pada penelitian ini sebesar 1.65 MPa. Dari hasil ini menunjukan adanya peningkatan sifat kuat patah bahan setelah penambahan 1.65 1.85 3.3 7.9 4.59 1 2 4 8 45:05:15 40:10:15 35:15:15 30:20:15 25:25:15 N il a i U ji k u a t p a ta h M P a Sampel Grafik Uji kuat patah nilai uji tarik -vs- komposisi sampel Universitas Sumatera Utara serbuk sabut kelapa dengan bahan pengikat pada area komposisi serbuk sabut kelapa 5 gr, 10 gr, 15 gr, 20 gr dan 25 gr.

4.3 Uji DTA

Dari uji DTA ini dapat diketahui kemampuan bahan uji untuk menerima kalor, apakah rekasi yang dihasilkan adalah reaksi endotermik atau eksotermik. Grafik pengujian DTA diperlihatkan pada gambar 4.7 untuk komposisi 65:0:0, gambar 4.7 untuk komposisi 45:5:15 dan gambar 4.8 untuk komposisi 25:25:15 Universitas Sumatera Utara T e m p e r a t u Gambar 4.7 Grafik DTA Gipsum Tegangan mV Universitas Sumatera Utara T e m p e r a Gambar 4.8 Grafik DTA komposisi 25:25:15 Tegangan mV Universitas Sumatera Utara T e m p e r a Tegangan mV Gambar 4.9 Grafik DTA komposisi 45:05:15 Universitas Sumatera Utara T e m p e r a Gambar 4.10. Grafik DTA komposisi terbaik 30:20:15 Tegangan mV Universitas Sumatera Utara Dari perhitungan pengukuran dapat dilihat bahwa terjadi perubahan reaksi endotermik, dimana adanya peningkatan kemampuan dalam penyerapa n kalor untuk komposisi serbuk yang bertambah. Dari puncak pertama setiap komposisi 65:0:0 memiliki kemampuan endotermik pada suhu ± 145 C ini menunjukan bahwa bahan gipsum sangat dingin bahannya, sedangkan pada komposisi 45:05:15 kemampuan endotermiknya berada pada kisaran 55 C, dan pada komposisi 25:25:15 kemampuan endotermiknya ± 80 C. Sedangkan untuk komposisi sifat mekanik terbaik yaitu 30:20:15 kemampuan endotermiknya berada pada kisaran 75 C. Pada puncak kedua endotermik khusus nya yang memiliki nilai serbuk merupakan endotermik dari gipsum yaitu antara 125 – 135. Karena aplikasi dari pembuatan spesimen adalah untuk plafon sehingga perlu kiranya diketahui reaksi kalor terhadap bahan akibat pemanasan. Perlu diketahui bahwa reaksi endotermik adalah reaksi dimana adanya kemampuan bahan untuk menyerap kalor ketika terjadi pemanasan. Pada komposisi 45:5:15 memiliki titik gelas 232 C, titik kritis 270 C dan titik lebur 392 C, sedangkan pada komposisi 25:25:15 memiliki titik gelas 250 C, titik kritis 300 C dan titik lebur 480 C. Sedangkan untuk komposisi sifat mekanik terbaik yakni 30:20:15 titik gelasnya 218 C, titik kritis 275 C. dan titik lebur 423 C. Data menunjukkan bahwa penambahan serbuk cenderung menaikkan suhu peleburan benda dan membuktikan bahwa bahan tersebut dapat menaikkan ketahanan terhadap api. Pada komposisi 65:0:0 sifat eksotermiknya tidak terbentuk, hal ini menunjukan bahwa titik lebur gipsum masih diatas suhu 600 C. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1.Dari hasil uji fisis nilai densitas dan serapan air masih memiliki keunggulan sesuai dengan standar SNI 03- 2105 1996 dimana untuk papan gipsum densitas 1 grcm 3 dan daya serap air maksimum 50 , sedangkan hasil yang diperoleh antara 1.38 grcm 3 – 1.77 grcm 3 . Dan dari hasil pengujian plafon gipsum jaya board diperoleh nilai densitas 0.55 grcm 3 dengan serapan air 37.4 2. Hasil pengujian mekanik yang memperlihatkan bahwa adanya kenaikan sifat mekanik pada penambahan filler, baik itu uji impak, uji tarik, uji kuat lentur, dan uji kuat patah walau ada bebarapa sampel sifatnya dibawah karakter gipsum jaya board. Dimana uji terbaik berada pada komposisi 30:20:15 yaitu uji impak: 2.93 x 10 -2 Joulecm 2 , Uji tarik: 208,06 kPa, Uji kuat lentur : 4498.37 kgcm 2 dan uji kuat patah 7.90 MPa, sedangkan sifat mekanik plafon gipsum jaya board, uji impak :. 2 x cm 2 , Uji tarik 90.65 kPa, Uji kuat lentur 1578.29 kgcm 2 , uji kuat patah 1.53 Mpa.Dengan demikian komposisi 30:20:15 memiliki sifat terbaik pada pengujian mekanik. 3. Pada Pengujian DTA , komposisi 25:25:15 suhu endotermiknya 80 C, memiliki titik gelas 232 C, titik kritis 270 C dan titik lebur 392 C, sedangkan pada komposisi 45:5:15 suhu endotermiknya sekitar 55 C, memiliki titik gelas 250 C, titik kritis 300 C dan titik lebur 480 C. Pada komposisi terbaik mekanik yaitu 30:20:15 memiliki suhu endotermikny sekitar 75 C, titik gelas 218 C, titik kritis 275 C dan titik lebur sekitar 423 C. Universitas Sumatera Utara 4. Dari seluruh pengujian yang telah dilakukan baik uji fisik, mekanik thermal komposisi yang memenuhi standar papan gipsum jaya board pada penelitian ini adalah 30:20:15.

5.2 Saran

1. Hendaknya dapat dilakukan pengujian keteguhan cabut sekrup agar diperoleh kemampuan bahan spesimen mengikat paku atau sekrup. 2. Untuk mengetahui kapasitas bahan spesimen dalam menyerap kalor, diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan pengukuran suhu diatas dan dibawah spesimen plafon dengan cara pengaplikasian langsung pada langit – rumah. 3. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya diharapkan juga dapat melakukan pengujian SEM dan XRD dari bahan ini agar dapat diketahui bentuk butiran dan ukurannya dan struktur Kristal yang terbentuk dari bahan spesimen ini. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Abraham JL. Asbestos inhalation, not asbestosis, causes lung cancer. Am J Industrial Med 1994;26:839-42. Ahmad Faisal “ Pengaruh Penambahan Al 2 TiO 5 Pada Pembuatan Keramik Al 2 O 3 Terhadap Sifat Fisis dan Mikrostruktur” Tesis, 2007, USU e – Repository © 2008. [Anonim]. 2007. About cocopeat. www.harvelcocopeat.com . [5 Februari 2009] Aslina Br. Ginting” Peranan Termal analyzer dalam Mendukung Penelitian di BATAN dan Industri. Jurnal Urania No. 41Tahun XIJanuari 2005. Asbes http: Struktur Rumah. Blog Spot.Com2009Mengurangi Efek Buruk Asbes.HTML Diakses tgl 31 Desember 2010 Badan Standarisasi Nasional, Mutu Papan Partikel, 03-2105-1996. Dewan Standarisasi Nasional. Chester J.H. 1990 Refractories For Iron And Stell Making. Metal Sociaty Publisher, London. Cresswell G. 2009. Coir Dust A Proven Alternative To Peat. Cresswell Horticultural Services. Grose vale. [DAPCA] Department of Agriculture Philipine Coconut Authority. 2003. Utilization of Cocopeat in Coconut Production. Techno Guide Sheet no. 10 Series of 2003. Department of Agriculture Philipine Coconut Danu Prasetyawan ,2009” Sifat fisis, mekanis papan komposit dari serbuk sabut Kelapa cocopeat dengan plastik polyethylene. Fakultas Kehutanan IPB. Diana, dr “Asbes sebagai faktor risiko mesotelioma pada pekerja yang terpajan asbes” Jurnal Kedokteran Trisakti, 2002. Eli R, N.M.Surdia, Cynthia L.Radiman, E.Ratnaningsih, Pengaruh Pati Tapioka terhadap Pembentukan Poliuretan, makalah Seminar MIPA 2000, 2000 Frisch, K. C., P. Kordomenos, AppliedPolymer Chemistry, edisi 2, halaman, 985– 1021, ACS Symposium Series 285,Washington DC, 1985 Galbarait C.J and Newman, W.H.1992,”Pasifik RIM Bio Based Composite” New Zeland:Symp. Rotorura, Hal:130 – 142 Guralnik.D.B, 1979, Webster’s New World Dictionary Second Edition College. William Collins Publisher,Inc, Cleveland, Ohio. Gypsum, http:www. Webmineral .Comdatagypsum.SHTML. Diakses tanggal 31 Desember 2010 Hatakeyama, H., S. Hirose, T. Hatakyama,K. Nakamura, K. Kobashigawa, N.Morohoshi, Biodegradable Polyurethanes from Plant Component, J. Pure Applied Chemistry, A324, 743 – 750, 1995 Hubner,J.E. 1985”Gypsum Board With Reinforcement By Wood Flake. Bison Report, Frankfurt. Japanese Industrial Standard. 2003. JIS Particle Board JIS A 5908 : 2003. Japan. Jacko, M.G., Tsang, P.H.S. and Rhee, S.K. 2003. Automative Friction Materials Evaluation during The Past Decade. Troy : Allied Automotive Technical Center. Universitas Sumatera Utara Massijaya MY, Hadi YS, Tambunan B, Bakar ES, Subari WA. 2000. Penggunaan Limbah Plastik Sebagai Komponen Bahan Baku Papan Partikel. Jurnal Teknologi Hasil Hutan XIII 2:18- Murphy LLP dalam Diana, dr” Asbes sebagai faktor risiko mesotelioma pada pekerja yang terpajan asbes” Jurnal Kedokteran Trisakti, 2002.. Owen, S., M. Masaoka, R. Kawamura, and N. Sakota, Biodegradation of Poly- D,LLactic Palungkun Rony. 1992. Aneka Produk Olahan KELAPA. Penebar Swadaya. Jakarta Purwadi,R.E. 1993” Sifat Fisis Mekanis Papan Gipsum dari Sabut Kelapa, Skripsi Fakultas Kehutanan IPB, Fahutan IPB Bogor. Rowel,R.M. Urethan Chemistry And Aplication,K.N. Edward. Ed.ACS, Symp. Roggli VL, Hammar SP, Pratt PC, Maddox JC, Legier J, Mark EJ, et al. Does asbestos or asbestosis cause carcinoma of the lung? Am J Industrial Med 1994; 26:835-8. Rudi Hariawan, 2000” Sifat Fisis dan Mekanik Papan Gipsum Dari Tandan Kosong Dan Sabut Kelapa Sawit” Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Saragih R. 2009. Uji Laboratories Daya Tahan Komposit Serbuk Kayu Plastik Polietilena Berkerapatan Tinggi Setelah Pelunturan Terhadap Serangan Rayap Tanah Coptotermes gestroi. [skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sanusi, M. 1086. Mutu dan Pemurnian Gipsum Di Sulawesi Selatan-Ujung Pandang, Majalah Kimia 36:2 - 10 Sentono Kunrat, Toton, 1992. Diktat Gypsum Jakarta. Siagian, R.M. 1983. Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Sifat Papan Serat Yang Dibuat Dari Limbah Industri Perkayuan. Laporan PPPHH, Bogor. Simatupang,M.H. 1985”Petunjuk Membuat Panel Kayu Dengan Perekat Gipsum. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Sinaga, Salon, 2008” Pembuatan Papan Gypsum Plafon Dengan Pengisi Limbah Padat Pabrik Kertas Rokok dan Perekat Polivinil Alkohol, USU Medan. Sperling. L.H. 1994. Interpenetrating Polymer Net Work advance In Chemistry Series, Washington DC, New York. Subiyanto B, Saragih E, Husin E. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel. J. Ilmu Teknologi Kayu Tropis 1 1:26-34 Ulrich, Henrie, Introduction to IndustrialPolymers, halaman 83 – 88, Hanser Publishers, New York, 1982 World Health Organization. Pneumokoniosis akibat debu mineral sklerogen. In: Deteksi dini penyakit akibat kerja. Vol. 2 ed. Jakarta: EGC; 1995. p.19-26. Universitas Sumatera Utara Lampiran I. Metode perhitungan hasil pengujian Fisis dan Mekanis Mk : Massa kering gr Mb : Massa basah gr Msp : Massa sampel gantung gr Mkp : Massa kawat penggantung gr Sampel Mkgr Mbgr Mspgr Mkpgr 45:05:15 2.48 3.12 11.56 10.48 40:10:15 2.40 3.13 11.40 10.48 35:15:15 2.65 3.43 11.41 10.48 30:20:15 2.22 2.97 11.25 10.48 25:25:15 1.57 2.20 10.92 10.48

1. Perhitungan Densitas: