Pemanfaatan Poliuretan Dari Lignin Isolat Serbuk Kayu Hasil Industri Pengolahan Kayu Di Medan Tembung Sebagai Perekat Dalam Pembuatan Plafon Gipsum Dengan Pengisi Jerami Padi

(1)

PEMANFAATAN POLIURETAN DARI LIGNIN ISOLAT SERBUK

KAYU HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI MEDAN

TEMBUNG SEBAGAI PEREKAT DALAM

PEMBUATAN PLAFON GIPSUM

DENGAN PENGISI

JERAMI PADI

TESIS

Oleh

SRI HANDAYANI

127006005/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PEMANFAATAN POLIURETAN DARI LIGNIN ISOLAT SERBUK

KAYU HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI MEDAN

TEMBUNG SEBAGAI PEREKAT DALAM

PEMBUATAN PLAFON GIPSUM

DENGAN PENGISI

JERAMI PADI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI HANDAYANI

127006005/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul Tesis : PEMANFAATAN POLIURETAN DARI LGNIN

ISOLAT SERBUK KAYU HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI MEDAN TEMBUNG SEBAGAI PEREKAT DALAM PEMBUATAN PLAFON GIPSUM DENGAN PENGISI JERAMI PADI

NamaMahasiswa : SRI HANDAYANI

Nomor Pokok : 127006005

Program Studi : MAGISTER (S2) ILMU KIMIA

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Thamrin, M.Sc

Ketua Anggota

Prof. BasukiWirjosentono, MS, Ph.D

Ketua Program Studi Dekan

Prof. BasukiWirjosentono, MS, Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 22 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof.Dr. Thamrin, M.Sc

Anggota : 1. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 2. Eddyanto, Ph.D

3. Dr. Marpongahtun, M.Sc 4. Saharman Gea, Ph.D


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN POLIURETAN DARI LIGNIN ISOLAT SERBUK KAYU HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI MEDAN

TEMBUNG SEBAGAI PEREKAT DALAM PEMBUATAN PLAFON GIPSUM

DENGAN PENGISI JERAMI PADI

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 22 Juli 2014


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala nikmat Iman, Islam dan Ihsan, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Allah sebagai patron insan terbaik ; Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini dengan sebaik mungkin.

Tesis ini berjudul “PEMANFAATAN POLIURETAN DARI LIGNIN ISOLAT SERBUK KAYU HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI MEDAN TEMBUNG SEBAGAI PEREKAT DALAM PEMBUATAN PLAFON GIPSUM DENGAN PENGISI JERAMI PADI”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universias Sumatera Utara Medan.

Keberhasilan dari penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

Orangtua penulis, buat Ayahanda Adenan, S.PdI dan Ibunda Salasiah S.PdI yang selalu sabar dan mendoakan, memberi perhatian, dan menjadikan inspirasi di setiap langkah hidup kami.

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) dan Dr. Sutarman, M.Sc selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Bapak Prof.Dr. Thamrin, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta memberikan masukan, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.


(7)

Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc selaku ketua program studi dan sekretaris Pascasarjana Ilmu Kimia. Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.

Kak Lely selaku tata usaha Pascasarjana Ilmu Kimia dan bang Edi selaku teknisi Laboratorium Kimia Polimer FMIPA-USU.

Sahabat terbaik yang selalu mengerti, membantu, dan berbagi dalam suka dan duka, kak Pevi Riani, adinda Diana Adnanda Nst, Bang Deni Reflianto Manik, dan Ismail Marjuki.

Rekan - rekan penulis di program Pascasarjana Ilmu Kimia stambuk 2012 yang telah berbagi banyak ilmu yang bermanfaat, Ibu Mayang Sari, Ibu Najla Lubis, Pak Jabangun Lumbanbatu, Pak Thomas, Pak Malemta Tarigan, dan Pak Barita.

Semua saudara dan teman-teman yang selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah dengan sabar mendengarkan segala keluh kesah dan memberikan masukannya kepada penulis.

Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap Allah memberikan Berkah-Nya berlipat ganda kepada kalian, amin ya Rabbalalamin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, masukan dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Medan, Juli 2014 Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Sri Handayani, S.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Kebun Kelapa, 14 November 1988

Alamat Rumah : Jl. Stabat-Secanggang, Dusun I Pasar 6 Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat,

Provinsi Sumatera Utara Telepon/HP : 0821-6072-4948

Email

Nama Ayah : Adenan, S.PdI

Nama Ibu : Salasiah, S.PdI

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 050669 Ulu Brayun, Kab. Langkat Tamat : 2000 SMP : SLTP Negeri 2 Stabat, Kab. Langkat Tamat : 2003 SMA : SMA Negeri 1 Stabat, Kab. Langkat Tamat : 2006 Strata-1 : Kimia FMIPA USU Tamat : 2010 Strata-2 : Program Magister Ilmu Kimia USU Tamat : 2014


(9)

PEMANFAATAN POLIURETAN DARI LIGNIN ISOLAT SERBUK KAYU HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI MEDAN TEMBUNG

SEBAGAI PEREKAT DALAM PEMBUATAN PLAFON GIPSUM DENGAN PENGISI

JERAMI PADI

Abstrak

Penelitian mengenai pemanfaatan poliuretan dari lignin isolat serbuk kayu hasil industri pengolahan kayu di Medan Tembung sebagai perekat dalam pembuatan plafon gipsum dengan pengisi jerami padi telah dilakukan. Isolasi lignin dari kayu gergajian yang diperoleh dari hasil industri pengolahan kayu di Medan Tembung dilakukan dengan metode klason menghasilkan lignin isolat sebesar 23,84% dengan kadar kemurnian 86%, dan bilangan hidroksi sebesar 560 mmol/g. Lignin isolat kemudian direaksikan dengan toluena diisosianat (TDI) dengan perbandingan (1:2) untuk menghasilkan poliuretan, yang kemudian hasil reaksi dikarakterisasi dengan FTIR. Poliuretan yang dihasilkan selanjutnya dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan plafon gipsum berpengisi jerami padi dengan variasi (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50). Dari hasil pengujian diperoleh nilai kerapatan optimum pada komposisi (90:10) yaitu sebesar 1,46 g/cm3. Hasil pengukuran terhadap kadar air dan daya serap air terbaik diperoleh pada komposisi (90:10) yaitu masing-masing sebesar 2,99% dan 4,89% dimana hal ini telah sesuai standar SNI 03-2105-2006 . Sedangkan pengujian terhadap sifat mekanik terhadap kuat impak yang terbaik diperoleh pada komposisi (90:10) yaitu sebesar 2299,8 J/m2. Hasil pengujian terhadap modulus patah dan modulus elastisitas yang terbaik diperoleh pada komposisi (90:10) yaitu sebesar 141,77 kg/cm2 dan 13.752 kg/cm2. Dari hasil pengujian terhadap koefisien serap bunyi maka dapat dilihat bahwa plafon gipsum dengan perbandingan gipsum dan jerami padi (50:50) memiliki nilai koefisien serap bunyi yang paling baik. Hasil uji SEM menunjukkan menunjukkan bahwa adanya jerami yang digunakan dalam pembuatan plafon gipsum akan mempengaruhi distribusi partikel yang akan menyebabkan gangguan terhadap perekatannya. Dan dari hasil termogram TGA, maka dapat dilihat bahwa adanya penambahan jerami pada plafon gipsum akan mempengaruhi kestabilan termalnya.

Kata kunci : plafon gipsum, jerami padi, perekat poliuretan, lignin, toluena diisosianat

THE USE OF POLYURETHANE FROM LIGNIN ISOLATE OF WOODEN POWDER FROM WOOD PROCESSING INDUSTRY IN

MEDAN TEMBUNG AS AN ADHESIVE IN THE MANUFACTURE OF GYPSUM CEILING


(10)

WITH RICE STRAW FILLER

Abstract

The research of polyurethane from lignin isolate of wooden powder from wood processing industry in Medan Tembung as an adhesive in the manufacture of gypsum ceiling with rice straw filler had been done. Lignin isolation of wooden powder obtained from wood processing industry in Medan Tembung conducted using Klason method produced lignin isolates which was 23,84% with a purity of 86%, and hydroxyl number of 560 mmol/g. Lignin isolate was then reacted with toluene diisocyanate (TDI) with a ratio of (1:2) to produce polyurethane, which was then the reaction result being characterized by FTIR. The produced polyurethanes then could be used as a adhesive in the manufacture of gypsum ceiling with rice straw filler with the variation of (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), and (50:50). From the test result obtained on the composition of optimum density value (90:10) that is equal to 1.46 g/cm3. The result of measurements of the water absorption and obtained the best water in composition (90:10), respectively 2.99% and 4.89% where it has been appropriate standard SNI 03-2105-2006. While the mechanical properties of the best impact strength was obtained on the composition (90:10) that is equal to 2299.8 J/m2. The result of modulus of rupture and modulus of elasticity are best obtained on the composition (90:10), respectively 141.77 kg/cm2 and 13.752 kg/cm2. From the result of sound absorption test can be seen that the composition (50:50) has the best sound absorption. SEM test result indicate that the presence of rice straw used in manufactureof gypsum ceiling will affect the distribution of particles that will cause disruption to its gluing. And from the TGA thermogram, it can be seen that the addition of rice straw on gypsum ceiling will affect its thermal stability.

Keyword : gypsum ceiling, rice straw, polyurethane adhesive, lignin, toluene diisocyanate.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 5

1.5. Manfaat Penelitian 5

1.6. Metodologi Penelitian 6


(12)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kayu 8

2.2. Lignin 8

2.3. Gipsum 9

2.4. Papan Gipsum Plafon 10

2.5. Pemanfaatan Papan Gipsum Plafon Sebagai Pengganti Asbes 11

2.6. Jerami 12

2.7. Perekat 14

2.7.1. Isosianat 16

2.7.2. Poliol 18

2.7.3. Poliuretan 19

2.7.4. Pembentukan Ikatan Silang Poliuretan 20

2.8. Karakterisasi Papan Gipsum Plafon 21

2.8.1. Uji Kerapatan (Density) 21

2.8.2. Uji Penyerapan Air 22

2.8.3. Uji Impak 22

2.8.4. Uji Modulus Patah 24

2.8.5. Uji Modulus Elastisitas 25

2.8.6. Analisa Sifat Termal dengan Thermogravimetry Analysis 26 2.8.7. Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning Electron

Microscopy 27 2.8.8. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform

Infrared Spectroscopy (FTIR) 28 2.8.9. Pengujian Koefisien Serap Bunyi (α) 29


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat 32

3.2. Bahan 33

3.3. Prosedur Penelitian ... 3535333

3.3.1. Preparasi Serbuk Kayu Gergajian 33

3.3.2. Preparasi Tepung Gipsum 34

3.3.3. Preparasi Jerami Padi 34

3.3.4. Ekstraksi dan Isolasi Lignin dari Serbuk Kayu Gergajian 34 3.3.5. Analisa Kadar Kemurnian Lignin (Metoda Klason) 35 3.3.6. Penentuan Bilangan Hidroksi Pada Lignin 36 3.3.7. Pembuatan Poliuretan Dengan Menggunakan Lignin

Isolat Dari Serbuk Kayu Gergajian 37

3.4. Pembuatan Plafon Gipsum 37

3.5. Pengkondisian 37

3.6. Karakterisasi Plafon Gipsum 38

3.6.1. Uji Kerapatan (Density) 38

3.6.2. Uji Daya Serap Air (Water Absorption Test) 38

3.6.3. Uji Impak 39

3.6.4. Uji Modulus Patah dan Modulus Elastisitas 39 3.6.5. Uji Koefisien Serap Bunyi dengan Metode Tabung

Impedansi 41

3.6.6. Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning Electron

Microscopy (SEM) 42 3.6.7. Analisa Sifat Termal dengan Uji Thermogravimetry


(14)

3.7. Bagan Penelitian 42 3.7.1. Proses Isolasi Lignin dari Serbuk Kayu Gergajian 42 3.7.2. Proses Penentuan Kadar Kemurnian Lignin 43 3.7.3. Proses Penentuan Bilangan Hidroksi Pada Lignin 44

3.7.4. Proses Pembuatan Poliuretan 45

3.7.5. Proses Pembuatan Plafon Gipsum 46

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi Lignin dari Kayu Gergajian 47

4.2. Rendemn Lignin Isolat dan Kadar Lignin Murni 47 4.3. Analisa Bilangan Hidroksi Pada Lignin 48

4.4. Sintesis Perekat Poliuretan 48

4.5. Karakterisasi Plafon Gipsum 52

4.5.1. Kerapatan (density) 52

4.5.2. Kadar Air dan Daya Serap Air 53

4.5.3. Kuat Impak 56

4.5.4. Modulus Patah dan Modulus Elastisitas 58

4.5.5. Koefisien Serap Bunyi 60

4.5.5.1. Plafon Gipsum (Tanpa Pengisi) 60 4.5.5.2. Plafon Gipsum dengan Campuran Gipsum dan

Jerami Padi (90:10) 62

4.5.5.3. Plafon Gipsum dengan Campuran Gipsum dan

Jerami Padi (80:20) 64

4.5.5.4. Plafon Gipsum dengan Campuran Gipsum dan


(15)

4.5.5.5. Plafon Gipsum dengan Campuran Gipsum dan

Jerami Padi (60:40) 69

4.5.5.6. Plafon Gipsum dengan Campuran Gipsum dan

Jerami Padi (50:50) 71

4.5.5.7. Hubungan Antara Komposisi Campuran Plafon

Gipsum dengan Koefisien Serap Bunyi 74 4.5.6. Analisa Permukaan dengan Uji SEM (Scanning

Electron Microscopy) 75 4.5.7. Analisa Termal dengan Thermogravimetry Analysis

(TGA) 77

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 81

5.2. Saran 82

DAFTAR PUSTAKA 83


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Beberapa Sumber Serat Sebagai Biomassa 12 Tabel 2.2 Sifat Morfologi dan Kandungan Kimia Jerami Padi 13

Tabel 3.1 Alat-alat Penelitian 32

Tabel 3.2 Bahan-Bahan Penelitian 33

Tabel 4.1 Pita serapan spektrum IR perekat poliuretan 51 Tabel 4.2 Hasil Uji Kuat Impak Plafon Gipsum dengan Pengisi Jerami

Padi 56

Tabel 4.3 Hasil pengukuran koefisien serap bunyi plafon gipsum

murni 61

Tabel 4.4 Hasil pengukuran koefisien serap bunyi plafon gipsum

dengan perbadingan campuran gipsum dan jerami padi 90:10 63 Tabel 4.5 Hasil pengukuran koefisien serap bunyi plafon gipsum

dengan perbadingan campuran gipsum dan jerami padi 80:20 65 Tabel 4.6 Hasil pengukuran koefisien serap bunyi papan gipsum

dengan perbadingan campuran gipsum dan jerami padi 70:30 68 Tabel 4.7 Hasil pengukuran koefisien serap bunyi papan gipsum

dengan perbadingan campuran gipsum dan jerami padi 60:40 70 Tabel 4.8 Hasil pengukuran koefisien serap bunyi plafon gipsum

dengan perbadingan campuran gipsum dan jerami padi 50:50 73

Tabel 4.9 Koefisien serap bunyi plafon gipsum 74

Tabel 4.10 Data hasil termogram TGA 79


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Alat Uji Impak dan Simulasi Alat Uji Impak 23

Gambar 2.2 Kuat Lentur 24

Gambar 2.3 Perpindahan Energi Gelombang Datang dan Gelombang

Pantul 29

Gambar 2.4 Resultan Bentuk Gelombang di Dalam Impedance Tube 31 Gambar 3.1 Diagram Alat Pengukuran Koefisien Serap Bunyi Dengan

Tabung Impedansi 40

Gambar 3.2 Bagan Dari Tabung Impedansi 41

Gambar 4.1 Reaksi Sintesis Poliuretan 49

Gambar 4.2 Spektrum FTIR Lignin, TDI dan Poliuretan 50 Gambar 4.3 Grafik Kerapatan Plafon Gipsum dengan Pengisi Jerami

Padi 52

Gambar 4.4 Grafik Kadar Air Plafon Gipsum dengan Pengisi Jerami Padi 54 Gambar 4.5 Grafik Daya Serap Air Plafon Gipsum dengan Pengisi

Jerami Padi 55

Gambar 4.6 Grafik Hasil Uji Kuat Impak Plafon Gipsum dengan Pengisi

Jerami Padi 57

Gambar 4.7 Gambar Hasil Uji Modulus Patah Plafon Gipsum Dengan

Pengisi Jerami Padi 58

Gambar 4.8 Gambar Hasil Uji Modulus Elastisitas Plafon Gipsum

Dengan Pengisi Jerami Padi 59

Gambar 4.9 Bentuk gelombang pada frekuensi 2000 Hz yang dihasilkan

dari plafon gipsum murni (tanpa pengisi) 60


(18)

Gambar 4.11 Bentuk gelombang pada frekuensi 2000 Hz pada campuran

gipsum dan jerami padi dengan perbandingan 90 : 10 62 Gambar 4.12 Grafik koefisien serap bunyi plafon gipsum dengan

campuran gipsum dan jerami padi 90:10 64

Gambar 4.13 Bentuk gelombang pada frekuensi 2000 Hz pada campuran

gipsum dan jerami padi dengan perbandingan 80:20 65 Gambar 4.14 Grafik koefisien serap bunyi papan gipsum dengan

campuran gipsum dan jerami padi 80:20 66

Gambar 4.15 Bentuk gelombang pada frekuensi 2000 Hz pada campuran

gipsum dan jerami padi dengan perbandingan 70:30 67 Gambar 4.16 Grafik koefisien serap bunyi plafon gipsum dengan

campuran gipsum dan jerami padi 70:30 68

Gambar 4.17 Bentuk gelombang pada frekuensi 2000 Hz pada campuran

gipsum dan jerami padi dengan perbandingan 60:40 69 Gambar 4.18 Grafik koefisien serap bunyi papan gipsum dengan

campuran gipsum dan jerami padi 60:40 71

Gambar 4.19 Bentuk gelombang pada frekuensi 2000 Hz pada campuran

gipsum dan jerami padi dengan perbandingan 50:50 72 Gambar 4.20 Grafik koefisien serap bunyi plafon gipsum dengan

campuran gipsum dan jerami padi 50:50 73

Gambar 4.21 Grafik koefisien serap bunyi plafon gipsum pada berbagai

perbandingan komposisi gipsum dan jerami padi 75

Gambar 4.22 Hasil SEM untuk perbesaran 150 kali 76

Gambar 4.23 Hasil SEM untuk perbesaran 1000 kali 76

Gambar 4.24 Termogram TGA dari sampel gipsum murni, campuran gipsum dan jerami pada komposisi optimum (90:10) dan


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran A.1 Spektrum FTIR Lignin 88

Lampiran A.2 Spektrum FTIR Toluena Diisosianat (TDI) 88

Lampiran A.3 Spektrum FTIR perekat poliuretan 89

Lampiran A.4 Hasil SEM plafon gipsum (tanpa pengisi) dengan

perbesaran 150 kali dan 1000 kali 89

Lampiran A.5 Hasil SEM plafon gipsum campuran gipsum dan jerami padi pada komposisi optimum (45:5) dengan perbesaran

150 kali dan 1000 kali 90

Lampiran A.6 Hasil SEM je rami murni dengan perbesaran 150 kali dan

1000 kali 90

Lampiran B.1 Perhitungan Penentuan Rendemen Lignin Isolat dari

Serbuk Kayu Gergajian 91

Lampiran B.2 Perhitungan Penentuan Kadar Kemurnian Lignin Isolat 91 Lampiran B.3 Perhitungan Penentuan Bilangan Hidroksi Pada Lignin Isolat 91 Lampiran B.4 Data Hasil Pengujian Kerapatan Plafon Gipsum dengan

Pengisi Jerami Padi 92

Lampiran B.5 Hasil Pengujian Kadar Air Plafon Gipsum dengan Pengisi

Jerami Padi 93

Lampiran B.6 Hasil Pengujian Daya Serap Air Plafon Gipsum dengan

Pengisi Jerami Padi 94

Lampiran B.7 Hasil Pengujian Modulus Patah dan Modulus Elastisitas

Plafon Gipsum dengan Pengisi Jerami Padi 95 Lampiran B.8 Hasil Pengujian Daya Serap Bunyi dengan Tabung

Impedansi 96


(20)

Lampiran C.1 Gambar Bahan Penelitian 98

Lampiran C.2 Gambar Alat Penelitian 99

Lampiran C.3 Gambar Tahap Penelitian 100

Lampiran C.4 Gambar Hasil Penelitian 101

Lampiran C.5 Gambar Hasil Pembuatan Plafon Gipsum dengan Perekat


(21)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM : American Standard for Testing and Material

FTIR : Fourier Transform Infrared Spectroscopy

MOE : Modulus of Elastisity

MOR : Modulus of Rupture

SEM : Scanning Electron Microscopy SNI : Standar Nasional Indonesia TDI : Toluena Diisosianat


(22)

PEMANFAATAN POLIURETAN DARI LIGNIN ISOLAT SERBUK KAYU HASIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI MEDAN TEMBUNG

SEBAGAI PEREKAT DALAM PEMBUATAN PLAFON GIPSUM DENGAN PENGISI

JERAMI PADI

Abstrak

Penelitian mengenai pemanfaatan poliuretan dari lignin isolat serbuk kayu hasil industri pengolahan kayu di Medan Tembung sebagai perekat dalam pembuatan plafon gipsum dengan pengisi jerami padi telah dilakukan. Isolasi lignin dari kayu gergajian yang diperoleh dari hasil industri pengolahan kayu di Medan Tembung dilakukan dengan metode klason menghasilkan lignin isolat sebesar 23,84% dengan kadar kemurnian 86%, dan bilangan hidroksi sebesar 560 mmol/g. Lignin isolat kemudian direaksikan dengan toluena diisosianat (TDI) dengan perbandingan (1:2) untuk menghasilkan poliuretan, yang kemudian hasil reaksi dikarakterisasi dengan FTIR. Poliuretan yang dihasilkan selanjutnya dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan plafon gipsum berpengisi jerami padi dengan variasi (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50). Dari hasil pengujian diperoleh nilai kerapatan optimum pada komposisi (90:10) yaitu sebesar 1,46 g/cm3. Hasil pengukuran terhadap kadar air dan daya serap air terbaik diperoleh pada komposisi (90:10) yaitu masing-masing sebesar 2,99% dan 4,89% dimana hal ini telah sesuai standar SNI 03-2105-2006 . Sedangkan pengujian terhadap sifat mekanik terhadap kuat impak yang terbaik diperoleh pada komposisi (90:10) yaitu sebesar 2299,8 J/m2. Hasil pengujian terhadap modulus patah dan modulus elastisitas yang terbaik diperoleh pada komposisi (90:10) yaitu sebesar 141,77 kg/cm2 dan 13.752 kg/cm2. Dari hasil pengujian terhadap koefisien serap bunyi maka dapat dilihat bahwa plafon gipsum dengan perbandingan gipsum dan jerami padi (50:50) memiliki nilai koefisien serap bunyi yang paling baik. Hasil uji SEM menunjukkan menunjukkan bahwa adanya jerami yang digunakan dalam pembuatan plafon gipsum akan mempengaruhi distribusi partikel yang akan menyebabkan gangguan terhadap perekatannya. Dan dari hasil termogram TGA, maka dapat dilihat bahwa adanya penambahan jerami pada plafon gipsum akan mempengaruhi kestabilan termalnya.

Kata kunci : plafon gipsum, jerami padi, perekat poliuretan, lignin, toluena diisosianat

THE USE OF POLYURETHANE FROM LIGNIN ISOLATE OF WOODEN POWDER FROM WOOD PROCESSING INDUSTRY IN

MEDAN TEMBUNG AS AN ADHESIVE IN THE MANUFACTURE OF GYPSUM CEILING


(23)

WITH RICE STRAW FILLER

Abstract

The research of polyurethane from lignin isolate of wooden powder from wood processing industry in Medan Tembung as an adhesive in the manufacture of gypsum ceiling with rice straw filler had been done. Lignin isolation of wooden powder obtained from wood processing industry in Medan Tembung conducted using Klason method produced lignin isolates which was 23,84% with a purity of 86%, and hydroxyl number of 560 mmol/g. Lignin isolate was then reacted with toluene diisocyanate (TDI) with a ratio of (1:2) to produce polyurethane, which was then the reaction result being characterized by FTIR. The produced polyurethanes then could be used as a adhesive in the manufacture of gypsum ceiling with rice straw filler with the variation of (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), and (50:50). From the test result obtained on the composition of optimum density value (90:10) that is equal to 1.46 g/cm3. The result of measurements of the water absorption and obtained the best water in composition (90:10), respectively 2.99% and 4.89% where it has been appropriate standard SNI 03-2105-2006. While the mechanical properties of the best impact strength was obtained on the composition (90:10) that is equal to 2299.8 J/m2. The result of modulus of rupture and modulus of elasticity are best obtained on the composition (90:10), respectively 141.77 kg/cm2 and 13.752 kg/cm2. From the result of sound absorption test can be seen that the composition (50:50) has the best sound absorption. SEM test result indicate that the presence of rice straw used in manufactureof gypsum ceiling will affect the distribution of particles that will cause disruption to its gluing. And from the TGA thermogram, it can be seen that the addition of rice straw on gypsum ceiling will affect its thermal stability.

Keyword : gypsum ceiling, rice straw, polyurethane adhesive, lignin, toluene diisocyanate.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Lignin merupakan polimer alam yang terdapat dalam tumbuhan. Struktur lignin sangat beraneka ragam tergantung dari jenis tanamannya. Namun, secara umum lignin merupakan senyawa polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang diikat dengan gugus C-O-C dan C-C. Tanaman kayu atau non kayu merupakan sumber utama lignin yang berfungsi sebagai pelindung dan pemberi kekuatan pada tanaman sehingga mampu menahan tekanan mekanis. Lignin berpotensi besar jika diaplikasikan dalam berbagai industri karena lignin memiliki banyak manfaat. Lignin dapat digunakan sebagai bahan perekat, bahan pengisi karet, sebagai bahan baku vanilin, disulfonasi menjadi lignosulfonat dan sebagainya (Lubis, 2007).

Saat ini penelitian pengembangan polimer yang dapat digunakan sebagai bahan perekat dititikberatkan pada sintesis polimer baru yang dapat diproduksi sendiri, dan bahan dasarnya relatif murah serta mudah didapat. Bahan perekat yang umum digunakan saat ini adalah poliepoksi, atau polimetakrilat. Poliuretan berbasis hydroxyl terminated polybutadiene (HTPB) sebagai poliol banyak digunakan untuk bahan perekat komposit padat. Namun sumber poliol yang berasal dari minyak bumi merupakan bahan yang mahal, sulit pengadaannya dan berasal dari bahan industri petrokimia yang tak terbaharukan serta masih diimpor. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk membuat bahan alternatif lain yang dapat digunakan sebagai poliol untuk bahan pembuatan poliuretan yang digunakan sebagai perekat (Sutiani, 2013).

Lignin dari kayu dapat dimanfaatkan sebagai natural binder atau bahan pengikat alami dengan harga yang relatif lebih murah dengan memanfaatkan sebuk gergajian kayu, karena diperkirakan serbuk gergajian kayu tersebut mengandung lignin yang dapat diisolasi dengan menggunakan metoda ekstraksi dan isolasi, dan dapat digunakan sebagai sumber poliol untuk sintesis poliuretan. Lignin sebagai sumber poliol berfungsi sebagai natural binder, merupakan polimer alam yang sudah banyak


(25)

diteliti, dimana lignin mempunyai lebih dari dua gugus hidroksil per molekulnya yang dapat disintesis menghasilkan poliuretan dengan mereaksikan isosianat melalui gugus -NCO dengan poliol dari lignin

Penelitian mengenai penggunaaan poliol alam dalam sintesis poliuretan telah banyak dilakukan, seperti halnya yang telah dilakukan oleh Sutiani (2013) telah meneliti mengenai pengaruh variasi komposisi gliserol, PEG1000 dan MDI terhadap sifat mekanik perekat Poliuretan. Desai (2003) telah meneliti mengenai penggunaan perekat poliuretan yang berasal dari alam sebagai perekat kayu, Sheikhy (2013) telah meneliti mengenai efek dari perpanjangan rantai ikatan kimia terhadap sifat rekat dan sifat mekanik perekat poliuretan, Hui Du (2008) juga telah meneliti mengenai sintesis dan karakterisasi perekat poliuretan dari MDI dan HDI.

(Harmawan, 2013).

Plafon atau sering disebut juga langit-langit merupakan bidang atas bagian dalam dari ruangan bangunan ( rumah ). Sekitar tahun 80-an bahan asbes biasanya sangat akrab digunakan sebagai penutup atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena asbes memiliki bobot yang ringan. Namun bahan asbes ini di beberapa negara sudah dilarang penggunaannya seperti di China, Amerika Serikat, Columbia dan negara-negara maju lainnya. Hal ini disebabkan karena bahan ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker bagi para pekerja dan pemakainya.

Plafon gipsum merupakan solusi pengganti dari plafon asbes. Papan gipsum plafon adalah interior permukaan bagian atas dari ruangan yang digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap, biasanya dibuat dari campuran semen, gipsum dan serat-serat seperti rami, serat-serat pakaian bekas atau kertas sebagai pengganti. Kelebihan dari papan gipsum selain dari memperindah ruangan, juga dapat menahan panas dari matahari yang langsung menyinari atap perumahan. Penggunaan bahan pengisi terhadap material gipsum sangat penting untuk dapat mengoptimalkan penggunaannya, sekaligus dapat mengefisiensi penggunaan gipsum (Rahmadi, 2011). Oleh karena itu sangat penting untuk memanfaatkan bahan limbah sebagai pengisi papan gipsum plafon.


(26)

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum juga sepenuhnya dimanfaatkan. Mengingat ketersediaan dan pengunaannya yang belum dioptimalkan maka penggunaan jerami sebagai bahan baku pembuatan komposit sangat menjanjikan (Mulana, 2011).

Pemanfaatan produk substitusi ini bukan hanya mengurangi nilai krisis energi tetapi pembaharuan pada produk kayu dengan pemanfaatan yang optimal serta menerapkan konsep lestari. Usaha untuk meningkatkan nilai produk yang berasal dari alam dengan menggunakan modifikasi bahan kimia yang inovatif membuat pemanfaatan bahan berlignoselulosa lebih luas. Keuntungannya, karena material lignoselulosa dapat diperbaharui maka dapat diterima sebagai suatu produk yang lebih baik dibandingkan bahan yang tidak dapat diperbaharui (Probowati, 2012).

Secara umum, zat penyusun di dalam bahan fraksi papan gipsum plafon terdiri dari gipsum, bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengikat dapat membentuk sebuah matriks pada suhu yang relatif stabil. Untuk menghasilkan plafon gipsum yang bagus harus disesuaikan dengan bahan perekatnya. Optimasi proses pembuatan plafon sangat dipengaruhi oleh kadar perekat dan kerapatan terhadap sifat fisis dan mekanis.

Beberapa penelitian sebelumnya tentang pembuatan papan gipsum baik yang penggunaannya sebagai partisi maupun sebagai plafon juga telah dilakukan antara lain oleh Sinaga (2009) yang melakukan penelitian tentang “Pembuatan papan gipsum plafon dengan bahan pengisi limbah padat pabrik kertas rokok dengan perekat polivinil alkohol”. Sama halnya yang dilakukan oleh Rosmaida (2009) meneliti tentang “Pembuatan papan gipsum tetapi difungsikan sebagai partisi dengan memanfaatkan limbah padat pabrik kertas rokok dengan perekat tepung tapioka”. Dari kedua penelitian di atas, menggunakan komposisi perekat sebanyak 10% dari komposisi limbahnya dengan komposisi terbaik antara limbah dengan gipsum adalah (1:1). Selain itu Barunea (2011) telah meneliti mengenai “Pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan lembaran plafon gipsum dengan bahan pengikat poliuretan” , dan Saragih (2011) yang juga meneliti “Pemanfaatan serbuk sabut kelapa sebagai pengisi gipsum pada pembuatan lembaran plafon dengan bahan pengikat


(27)

poliuretan”. Dimana dari kedua penelitian ini menggunakan komposisi perekat poliuretan sebanyak 15 gram dan perbandingan komposisi terbaik antara komposisi limbah dan gipsum adalah (25 : 25) gram.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian mengenai pemanfaatan poliuretan dari lignin isolat serbuk kayu gergajian sebagai perekat dalam pembuatan plafon gipsum dengan pengisi jerami padi. Pada sintesis poliuretan dalam penelitian ini digunakan poliol berbasis lignin isolat dari serbuk kayu gergajian yang direaksikan dengan toluena diisosianat (TDI) yang disesuaikan dengan jumlah hidroksi dari lignin isolat dimana dengan adanya TDI berlebih dari poliuretan hasil sintesis dapat bertindak sebagai binder.

1.2.Permasalahan

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemanfaatan lignin isolat sebagai bahan pengikat alami (Natural binder) dari serbuk kayu gergajian efektif digunakan dalam pembuatan poliuretan sebagai perekat dalam mengikat gipsum dan jerami padi dalam pembuatan plafon gipsum? 2. Bagaimana pengaruh penambahan jerami padi terhadap karakteristik plafon

gipsum meliputi sifat fisis, sifat mekanik dan sifat termalnya?

3. Berapakah perbandingan optimum antara gipsum dan jerami padi guna mendapatkan plafon gipsum yang memenuhi standar SNI 03-2105-2006?

1.3.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada: 1. Sumber sampel yang digunakan yaitu :

- Isolat Lignin diperoleh dari serbuk kayu gergajian yang berasal dari Hasil Industri Pengolahan Kayu Citra Jaya Medan, Medan Tembung, Sumatera Utara.

- Tepung gipsum yang digunakan diperoleh dari CV. Stabat Gipsum, Langkat Sumatera Utara.


(28)

- Jerami padi diperoleh dari lahan pertanian Desa Ara Condong, Stabat, Langkat, Sumatera Utara.

2. Analisis dan karakterisasi yang dilakukan yaitu pengukuran kerapatan (density), uji kadar air dan uji daya serap air (Water Absorption Test) serta analisa sifat mekanik meliputi uji impak, uji modulus patah dan modulus elastisitas. Analisa sifat morfologi dengan uji Scanning Electron Microscopy (SEM), analisa sifat termal dengan uji Thermogravimetry Analysis (TGA) dan uji keofisien serap bunyi dengan tabung impedansi.

3. Standar pengujian yang digunakan mengacu pada SNI 03-2105-2006 (papan partikel).

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah diatas maka, tujuan penelitian ini adalah :

1. Memanfaatkan lignin isolat dari serbuk kayu gergajian untuk dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam sintesis poliuretan yang kemudian dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan plafon gipsum.

2. Mengetahui pengaruh penambahan jerami padi terhadap karakteristik plafon gipsum meliputi sifat fisis, sifat mekanik dan sifat termalnya.

3. Menentukan perbandingan optimum antara gipsum dan jerami padi guna mendapatkan plafon gipsum yang memenuhi standar.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai informasi tambahan mengenai pemecahan masalah pemanfaatan limbah serbuk kayu gergajian dan jerami padi.

2. Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) sebagai bahan tambahan dalam pembuatan perekat poliuretan.


(29)

3. Diharapkan dalam penelitian ini penggunaan lignin isolat dari serbuk kayu gergajian yang ditambahkan pada sintesis poliuretan dan pemanfaatan jerami padi sebagai pengisi dapat memberikan peningkatan sifat fisis, sifat termal dan mekanik dari plafon gipsum yang dihasilkan.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :

1. Tahap isolasi lignin isolat bahan pengikat alami (Natural Binder) dari serbuk kayu gergajian hasil industri pengolahan kayu di Medan Tembung

2. Tahapan pembuatan poliuretan

Pada tahapan ini direaksikan TDI : lignin isolat dengan perbandingan 2 : 1 (mol/mol). Kemudian karakterisasi yang dilakukan yaitu analisa gugus fungsi dengan uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR).

3. Tahap pembuatan plafon gipsum

Pada tahap ini dilakukan variasi (b/b) gipsum terhadap bahan pengisi jerami padi dengan perbandingan (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50), dan perekat poliuretan alam (25g) dibuat dengan perbandingan tetap.

4. Tahapan Karakterisasi Plafon Gipsum

Untuk karakterisasi yaitu dengan Pengukuran kerapatan (density), uji kadar air dan uji daya serap air (Water Absorption Test) serta analisa sifat mekanik meliputi uji impak, Uji Modulus Patah (Modulus of Rupture), dan Uji Modulus Elastisitas (Modulus Elastisity). Analisa sifat morfologi dengan uji Scanning Electron Microscopy (SEM), analisa sifat termal dengan uji Thermogravimetry Analysis

(TGA) dan uji keofisien serap bunyi dengan tabung impedansi.

Variabel yang ditentukan dalam penelitian ini adalah :


(30)

b/b) : yaitu (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), dan (50:50)

- Variabel Tetap : - 25 gram perekat poliuretan - Variabel Terikat : - Uji kerapatan (density)

- Uji kadar air dan daya serap air

- Uji mekanik meliputi uji impak, Uji Modulus Patah (Modulus of Rupture), dan Uji Modulus Elastisitas (Modulus Elastisity)

- Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) - Uji Thermogravimetry Analysis (TGA) - Uji koefisien serap bunyi

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kayu

Kebutuhan manusia akan kayu terus meningkat, walaupun produksi hutan alam untuk menghasilkan kayu semakin berkurang dari tahun ke tahun. Berbagai kegunaannya di dalam kehidupan manusia, membuat fungsi kayu semakin berkembang dan beragam sesuai dengan sifat alami kayu itu sendiri (Sitorus, 2009).

Kayu ataupun pohon dikategorikan atu diklasifikasikan kedalam dua jenis yaitu : kayu keras (hard wood) dan kayu lunak (soft wood). Secara botanis, pohon dari kayu- keras berbeda dengan pohon dari kayu lunak. Keduanya termasuk didalam divisi spermatophyta yang berarti tumbuh-tumbuhan berbiji. Daun jarum mencirikan kayu-lunak, pohon-pohon seperti itu umunya dikenal sebagai pohon yang selalu hijau karena memang selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan hanya sebagian sebagian saja dari daunnya yang tanggal. Kebanyakan kayu-lunak mempunyai buah bersisik yang berbentuk seperti kerucut. Sedangkan kayu-keras dicirikan dengan kayu daun ini dikarenakan kayu-keras mempunyai daun yang lumayan lebar dan tidak seperti daun jarum .

2.2. Lignin

Lignin adalah bahan polimer alam kedua terbanyak setelah selulosa, lignin berada pada dinding sel dan antar sel, membuat kayu keras dan mampu menahan stress mekanik. Lignin berada dengan polisakarida kayu, seperti selulosa dan hemiselulosa yang mempunyai afinitas yang kuat terhadap molekul air (hidrofobik) dan berfungsi mengontrol penyerapan air oleh kayu. Lignin merupakan perekat alam, suatu polimer kompleks penyusun kayu (Wagener, 1985).

Polimer lignin terdiri dari gugus metoksil, hidroksil fenolik, benzil alkohol, dan karbonil alkohol serta beberapa terminal gugus aldehida yang berada pada ikatan sampingnya . Gugus fungsional yang sama yang terdapat dalam polimer lignin juga


(32)

terdapat dalam prekursor lignin. Perbedaan distribusi dari gugus fungsional yang terdapat dalam lignin berbeda-beda bergantung pada jenis kayu. (Li Jingjing, 2011)

Kemampuan lignin untuk meredam kekuatan mekanis yang dikenakan pada kayu, memungkinkan usaha pemanfaatan lignin sebagai bahan perekat (adhesive) dan bahan pengikat (binder) pada papan partikel (particle board) atau kayu lapis (plywood). Ketahanan terhadap perlakuan biokimia (fisiologis) dan perlakuan kimia di dalam batang melalui mekanisme enzimatik dan reaksi redoks memungkinkan lignin untuk diolah menjadi zat antioksidan (Rudatin, 1989). Sulitnya upaya pembuatan lignin sebagai bahan baku perekat termoset, telah mendorong pemakaian lignin ini sebatas hanya sebagai campuran bahan perekat, dengan maksud untuk menghemat pemakaian perekat utama (Santoso, 2004).

2.3. Gipsum

Gipsum murni merupakan suatu mineral yang berwarna putih hingga transparan, namun gipsum yang tidak murni memiliki warna abu-abu, coklat, atau merah muda. Secara kimia, gipsum memiliki nama kalsium sulfat dihidrat (CaSO4.2H2O). Ketika

gipsum dipanaskan, maka akan melepaskan satu setengah molekul air sehingga akan menjadi suatu molekul gipsum hemihidrat (CaSO4.½H2

Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gipsum merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen. Di alam gipsum merupakan mineral hidroskalsium sulfat (CaSO

O), yang lebih lembut dan lebih mudah dihaluskan menjadi serbuk yang disebut plaster gipsum hemihidrat. Jika serbuk gipsum ini dicampurkan dengan air maka akan membentuk pasta atau bubur, kemudian akan mengering dan membentuk suatu ikatan yang kuat. Gipsum dapat menghasilkan suatu material bangunan yang ideal dikarenakan sifatnya yang tahan terhadap api, murah, dan kuat (Olson, 2001).

4.2H2O). Sifat fisik mineral antara lain : berwarna

putih, kuning, abu-abu, merah jingga, atau hitam, bila tidak murni : lunak, pejal, kekerasan dan mempunyai kilap sutera. Kelarutan air adalah 2,1 g/l pada suhu 40 oC; 1,8 g/l pada 0 oC dan 1,9 g/l pada suhu 70 – 90 oC. Kelarutan bertambah dengan


(33)

penambahan HCl atau HNO3. Pada umumnya gipsum mempunyai komposisi CaO;

32,6%; SO3; 46,5%, dan H2

Berdasarkan proses terbentuknya gipsum dibagi menjadi dua jenis yaitu : O; 20,9%.

1. Gipsum alam, yaitu merupakan mineral hidrous sulfat yang mengandung dua molekul air dengan rumus kimia CaSO4.2H2

2. Gipsum sintetis, yaitu gipsum yang diperoleh dengan memproses air laut dan air kawah yang banyak mengandung sulfat dengan menambahkan unsur kalsium ke dalamnya, dan sumber lainnya adalah gipsum sebagai produk sampingan pembuatan asam fosfat, asam sulfat, dan asam sitrat.

O, dimana jenis batuannya adalah satinspar, alabaster, gypsite dan selenit, dengan warna bervariasi mulai dari putih, kekuning-kuningan sampai abu-abu.

Saat ini gipsum sebagai bahan bangunan digunakan untuk membuat papan gipsum dan profil pengganti eternit asbes. Papan gipsum profil adalah salah satu produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung. Papan gipsum profil digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon.

2.4. Papan Gipsum Plafon

Papan gipsum adalah salah satu produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung. Papan gipsum digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon.

Papan gipsum plafon merupakan papan yang digunakan untuk konstruksi bangunan, khususnya pada dinding-dinding langit yang bahan dasarnya menggunakan gipsum. Dimana kelebihan dari pada papan gipsum yaitu mudah didesain dan enak dipandang (artistik), ruangan menjadi lebih sejuk karena dapat menahan panas, dapat sebagai peredam suara yang baik terutama untuk air hujan yang jatuh dari atap.

Papan gipsum juga digunakan sebagai plafon dimana gipsum mempunyai kelendutan paling minimal, fleksibel dan memiliki kemampuan konduktivitas suhu yang rendah. Berdasarkan sifat di atas gipsum sebagai plafon dengan mudah dapat di


(34)

modifikasi sesuai dengan kebutuhan. Kekuatan papan gipsum berbanding lurus dengan ketebalannya.

2.5. Pemanfaatan Papan Gipsum Plafon Sebagai Pengganti Asbes

Sekitar tahun 80-an bahan asbes umumnya sangat akrab digunakan sebagai penutup atap dan plafon rumah. Selain harga dan pemasangannya mudah karena asbes memiliki bobot yang ringan sehingga tidak membutuhkan gording yang khusus. Asbes plat biasanya digunakan sebagai partisi dan plafon. Karena sifatnya tahan panas, kedap suara dan kedap air, asbes juga sering digunakan pada insolating pipa pemanas dan juga untuk panel akustik.

Sebenarnya asbes termasuk dalam kategori bahan berbahaya, karena asbes terdiri dari serat-serat yang berukuran sangat kecil, kira-kira lebih tipis dari 1/700 rambut kita. Serat-serat ini menguap di udara dan tidak larut dalam air, jika terhirup oleh paru-paru akan menetap di sana dan menyebabkan berbagai macam penyakit.

Adapun beberapa penyakit yang ditimbulkan karena asbes antara lain yaitu : 1. Asbestosis, yaitu luka pada paru-paru hingga kesulitan bernafas dan dapat

mengakibatkan kematian.

2. Mesothelioma, sejenis kanker yang menyerang selaput pada perut dan dada, muncul gejalanya setelah 20-30 tahun sejak pertama kali menghirup serat asbes.

3. Kanker paru-paru, biasanya asbes putih penyebab utama kanker paru-paru. Di Indonesia, pemakaian asbes sebagai bahan bangunan (misal genteng) masih sering ditemukan. Ini berarti terdapat risiko terkena pajanan asbes bagi pekerja di industri yang memproduksi bahan bangunan yang mengandung asbes tersebut sehingga risiko untuk terkena gangguan fungsi paru dan kanker paru atau mesotelioma sangat tinggi (Samara, 2002).

Sejak tahun 2001 pemerintah sudah melarang penjualan dan penggunaan asbes sebagai atap rumah. Sehingga banyak yang sekarang menggunakan triplek ataupun papan gipsum plafon sebagai pengganti asbes.


(35)

2.6. Jerami

Jerami merupakan suatu material yang kaya dengan serat, sampai sekarang masih terbuang percuma, dibakar, dan belum termanfaatkan. Jerami padi mengandung serat berlignoselulosa, artinya suatu bahan yang mengandung serat dan lignin.

Kandungan beberapa sumber serat sebagai biomassa ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Beberapa Sumber Serat Sebagai Biomassa

No. Jenis Sellulosa

(%)

Hemisellulosa (%)

Lignin (%) Abu (%)

1. Kayu lunak 41 24 27,8 0,4

2. Kayu keras 39 35 19,5 0,3

3. Jerami 30,2 24,5 11,9 16,1

4. Bagas tebu 33,6 29 18,5 23

Tabel 2.1 menunjukkan jerami padi sebagai bio-massa lignoselulosa terdiri atas campuran polimer karbohidrat yaitu selulosa dan hemiselulosa, atau disebut juga holoselulosa. Holoselulosa adalah bagian serat yang bebas lignin.

Sifat morfologi dan kandungan kimia jerami padi ditunjukkan dalam tabel 2.2. Peranan dimensi serat (panjang serat, diameter serat dan tebal dinding serat) pada bahan baku serat mempunyai hubungan satu dengan lainnya, yang kompleks dan mempunyai pengaruh terhadap sifat-sifat fisik dari produk yang dihasilkan, seperti kepadatan, kekuatan, fleksibilitas, kelicinan, porositas dan lainnya.

Tabel 2.2 Sifat Morfologi dan Kandungan Kimia Jerami Padi

No. Komponen Nilai


(36)

2. Diameter serat (mm) 0,00929

3. Tebal dinding serat (mm) 0,00297

4. Lignin (%) 25,99

5. Selulosa Alpha (%) 37,81

6. Holo selulosa (%) 80,60

7. Ekstraktif (%) 4,13

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12 – 15 ton per hektar satu kali panen atau 4 – 5 ton bahan kering tergantung pada lokasi atau jenis varietas tanaman yang digunakan. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen.

Sampai saat ini limbah padat jerami padi belum lagi termanfaatkan secara maksimal. Padahal produksi jerami padi di Indonesia sekitar 43% dari total produksi limbah pertanian yang ada. Sebagian kecil limbah jerami padi diolah menjadi kompos dan juga pakan ternak. Umumnya setelah panen, jerami dibakar untuk membersihkan lahan. Akan merupakan suatu langkah yang bijak jika limbah jerami padi dimanfaatkan untuk membuat suatu komposit. Sehingga pembuatan papan partikel dari batang padi akan memberikan manfaat lebih bagi petani.

Agar dihasilkan papan partikel dengan mutu yang lebih baik perlu diberi perlakuan pendahuluan terhadap batang padi. Mutu papan partikel kemudian diuji dengan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kerapatan, kadar air, daya serap air, keteguhan lentur, dan keteguhan tekan (Karim, 2007).

Nilai ekonomis dari bahan yang dianggap limbah tersebut dapat ditingkatkan dengan memberikan masukan ilmu, teknologi permesinan dan lainnya sehingga dapat lebih bermanfaat. Pada jenis padi yang ditanam, perbandingan antara jerami dan padi biasanya 1 : 1. Oleh karena itu, limbah pertanian berupa jerami harus dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai yang lebih.


(37)

Pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan secara langsung di Indonesia juga sangat memungkinkan, namun mengingat keadaan iklim hangat lembab, nampaknya pemakaian jerami di Indonesia tidak akan memberikan nilai tambah yang signifikan. Perbedaan karakteristik jerami dari tanaman padi yang dihasilkan di negara maju dengan jerami tanaman padi yang dihasilkan di Indonesia berupa karakteristik batang, panjang, dan ketebalan batang yang memberikan pengaruh signifikan saat jerami digunakan sebagai bahan bangunan secara langsung. Namun Mediastika (2007) secara umum menyebutkan karakteristik jerami kering hampir sama, maka jerami Indonesia masih dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Penggunaan jerami yang potensial untuk diaplikasikan adalah sebagai bahan pelapis elemen pembatas ruang (seperti dinding dan plafon), bukan sebagai bahan bangunan struktural (Fajarwati, 2009).

2.7. Perekat

Perekat merupakan salah satu faktor yang mempunyai keberhasilan dalam pembuatan papan partikel. Pemilihan jenis dan banyaknya perekat yang dibutuhkan sangat penting untuk diperhatikan. Suatu bahan perekat tergantung pada jenis papan partikel yang akan dibuat.

Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste dan cement.

1. Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot dan tulang yang secara luas digunakan dalam industry pengerjaan kayu.

2. Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan diperuntukkan terutama untuk merekatkan kertas.

3. Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.

4. Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut.


(38)

Berdasarkan unsur kimia utama (major chemical component), perekat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Perekat alami (Adhesive of natural origin)

a. Berasal dari tumbuhan, seperti starches (pati). Dextrins (turunan pati) dan

vegetable gums (getah-getahan dan tumbuh-tumbuhan.

b. Berasal dari protein, seperti kulit, tulang, urat daging, blood (albumin dan darah keseluruhan), casein (susu) serta soybean meal (termasuk kacang tanah dan protein nabati seperti biji-bijian pohon dan biji durian).

c. Berasal dari material lain, seperti asphalt, shellac (lak), rubber(karet), sodium silikat, magnesium oxychloride dan bahan anorganik lainnya.

2. Perekat sintetis (Adhesive of synthetic origin)

a. Perekat termoplastis yaitu resin yang akan kembali menjadi lunak ketika dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan. Contohnya seperti polyvinyl alkohol (PVA), polyvinyl asetat (PVAc), copolymers, cellulose esters, poliamida, polistirena, polivinil butiral, serta polivinil formal.

b. Perekat thermosetting yaitu resin yang mengalami atau telah mengalami reaksi kimia dari pemanasan, katalis, sinar ultra violet dan sebagainya serta tidak kembali ke bentuk semula. Contohnya seperti urea, melamin, phenol, resolcinol, furfuryl alcohol, epoxy, polyurethane, unsaturated polyesters (poli ester tidak jenuh). Untuk perekat urea, melamine, phenol dan resorcinol menjadi perekat setelah direaksikan dengan formaldehida (CH2

Isosianat merupakan salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan papan biokomposit. Perekat ini tergolong dalam kategori perekat termosetting, karena tidak dapat kembali kebentuk semula apabila diaplikasikan kebahan yang digunakan (Vick, 1999).

O) (Sucipto, 2009).

Isosianat adalah perekat yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya. Isosianat bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding). Isosianat


(39)

juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif, yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas, cepat kering, pH netral dan tidak larut dalam pelarut organik.

2.7.1. Isosianat

Isosianat merupakan bagian yang utama dalam pembentukan poliuretan, ia mempunyai reaktivitas yang sangat tinggi, khusnya dengan reaktan nukleofilik. Reaktivitas dari poliuretan ditentukan oleh sifat posistif dari atom C dalam ikatan rangkap yang terdiri dari pada N, C, dan O.

Dalam pembentukan poliuretan adalah sangat perlu memilih isosianat yang sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhir, seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretana, dan alfanat. Isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan contohnya :

a). Difenilmetana diisosianat (MDI)

Difenilmetana diisosianat berwujud padat, dengan titik leleh 37 – 38 oC disamping itu polimer difenilmetana diisosianat juga ada berwujud cair, kedua- duanya produk yang mempunyai tekanan uap rendah dibanding dengan toluena diidosianat telah digunakan dalam pembuatan elastomer dalam skala pabrik dan polimer difenilmetana yang paling luas dalam pemakaiannya terutama untuk produk rigid foam.

b). Toluena Diisosianat (TDI)

Toluena adalah bahan pertama dari produksi toluena diisosianat (TDI). Prosesnya boleh bervariasi supaya memberikan hasil dari turunan isomer yang dikehendaki. Pada proses phosgenasi biasanya mempertimbangkan untuk mengikutsertakan pada pembentukan dari karbonil klorida didalam keadaan dingin dan produk ini dalam keadaan panas.

R – NH2 + COCl2

R – NHCOCl R – NCO + HCl


(40)

Isomer toluena diisosianat adalah campuran cair dalam batas suhu 5 – 15 0 C dan karena itu biasanya dijumpai sebagai cairan tolilen 2,4 – diisosianat, dan jika dijumpai dalam padatan biasanya dengan titik leleh 22 o

Toluena diisosianat dapat menimbulkan iritasi pada pernapasan dan sangat diperhatikan dalam pengguanaannya. Produknya bermacam-macam lebih dari 80 : 20 campuran isomer yang sangat luas penggunaannya, terutama dalam produksi dari fleksibel foam. 4 – isosianat adalah kelompok paling banyak digunakan yang lebih reaktif dibanding 2 atau 6 – isosianat.

C.

c). Naftalena 1,5 – diisosianat (NDI)

Naftalena 1,5 – diisosianat adalah berwujud padat dengan titik leleh 128 0 C dan mempunyai tekanan uap rendah dari pada toluen diisosianat dan bersifat kurang toksit dalam penggunaannya, tetapi ia mempunyai sifat yang sensitive. Naftalenen 1,5 – diisosianat digunakan tertama dalam produk elastomer.

d). HDI (Hexametilen diisosianat)

Hexametilen diisosianat (HDI) dihasilkan melalui phosgenasi hexametilendiamin : H2N – (CH2)6 – NH OCN – (CH2)6

Hexametilen diisosianat merupakan cairan yang tekanan penguapannya hampir sama dengan TDI juga bersifat mengganggu pernafasan dan dapat menimbulkan efek yang berbahaya terhadap kulit dan mata. HDI merupakan salah satu diisosianat yang pertama sekali digunakan dalam pembuatan poliuretan dalam hal ini dalam pembuatan fiber (Hepburn, 1991).

– NCO

2.7.2. Poliol

Di samping isosianat, senyawa dengan berbagai fungsi hidroksil merupakan komponen penting dalam pembentukan poliuretan. Senyawa dengan berat molekul rendah seperti etilen glikol, butandiol, trimetil propana lazim digunakan sebagai agen pemanjang


(41)

rantai atau jaringan. Poliol dengan berat molekul tinggi seperti polieter dan poliester dengan berat molekul rata-rata 8 x 103

Dalam prakteknya, poliols dibedakan dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol (BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan

trimethylol sejenis metan (TMP). Polyols dibentuk oleh pembebasan dan penambahan radikal tentang propylene oksida (PO), ethylene oksida (EO) ke suatu hidroksil atau amina atau oleh polyesterification dari suatu di-acid, seperti asam adipin; dengan glikol, seperti etilen glikol atau dipropilen glikol (DPG). Poliols yang diperluas dengan PO atau EO nantinya disebut poleter poliols (Poliol yang dibentuk oleh poliesterifikasi). Pemilihan dari poliol sangat mempengaruhi status fisiknya, dan sifat fisis dari Poliuretan polimer (seperti bobot molekular).

merupakan poliol yang umum digunakan dalam polimerisasi uretan (Helen, 1970).

Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun aditif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun olahan industri. Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipoldipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain. Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi lipofil. Adanya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Jung, 1998).

2.7.3. Poliuretan

Usaha menciptakan polimer poliuretan pertama kali dirintis oleh Otto Bayer dan rekan-rekannya pada tahun 1973 di labolatorium I.G. Farben di Leverkusen, Jerman. Mereka menggunakan prinsip polimerisasi adisi untuk menghasilkan


(42)

poliuretan dari diisosianat cair dan polieter cair atau diol poliester seperti menunjuk ke berbagai kesempatan spesial, khususnya saat dibandingkan dengan berbagai plastik yang dihasilkan dari olefin, atau dengan polikondensasi.

Awalnya, usaha difokuskan pada produksi serat dan busa yang fleksibel. Kendati pengembangan terintangi oleh Perang Dunia II (saat itu poliuretan digunakan dalam skala terbatas sebagai pelapisan pesawat), poliisosianat telah menjadi tersedia secara komersial sebelum tahun 1952. Produksi komersialnya busa poliuretan yang fleksibel dimulai pada 1954, didasarkan pada toluena diisosianat (TDI) dan poliol poliester. Penemuan busa ini (yang awalnya dijuluki keju Swiss imitasi oleh beberapa penemu) adalah berkat jasa air yang tak sengaja dicampurkan ke dalam campuran reaksi. Bahan-bahan ini digunakan pula untuk memproduksi busa kaku, karet gom, dan elastomer.

Cara simultan interpenetrasi jaringan polimer menggabungkan antara isosianat dan lignin (Sperling, 1994). Peneliti menggunakan isosianat dalam pembentukan interpenetrasi jaringan polimer sehingga menghasilkan bahan polimer baru yang kaya akan sifat fisik dan mekanik.

Polimer uretan biasanya digunakan sebagai larutan perekat yang diproduksi melalui reaksi senyawa-senyawa hidroksi dengan isosianat. Sifat-sifat fisika dari poliuretan yang dihasilkan bergantung pada struktur dan fungsional dari senyawa hidroksil dan isosianat yang membentuknya.

Elastomer poliuretan digunakan sebagai perekat kontak yang dihasilkan melalui reaksi antara poliester diol dengan 4,4’-difenil-imetan-diisosianat yang menghasilkan suatu polimmer linier yang cabangnya dapat diabaikan. Poliester ini akan menyumbangkan sifat kristalinitas pada produk akhir poliuretan. Polimer ini dihasilkan melalui suatu proses polimerisasi dengan temperatur reaksi 100-140oC (umumnya 120oC) dan waktu reaksinya sekita 0,5-24 jam (umumnya adalah sekitar 1-2 jam). Massa molarnya dapat dihitung dengan mengukur viskositas spesifiknya.


(43)

Untuk menghasilkan sifat-sifat larutan yang baik, maka perbandingan molar isosianat dengan hidroksil, biasanya berkisar antara 0,97:1,0 dan 0,99:1,0 yang dapat menghasilkan suatu polimer dengan gugus hidroksil terminal.

Walaupun ada sejumlah reaksi yang merumuskan pembentukan poliuretan, tetapi hanya satu bentuk umum yang paling penting: yaitu reaksi antara suatu isosianat dengan suatu alkohol (Wake, 1987).

2.7.4. Pembentukan Ikatan Silang Poliuretan

Secara umum ada dua tahap pembentukan ikatan silang poliuretan, yaitu:

1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksi per molekulnya. Dimana tingkat ikatan silang tergantung pada dasar struktur, fungsi dari kandungan polihidroksinya, dan variasi kandungan hidroksi.

2. Poliuretan liniear direaksikan dengan gugus hidroksi atau gugus diisosianat yang mempunyai dua gugus fungsi.

Isosianat dapat bereaksi dengan hidroksil kayu membentuk uretan linkage, secara pasti mekanisme ikatan kimia dipengaruhi oleh kondisi pematangan. Di samping itu kayu terdiri dari tiga perbedaan polimer yang terdiri primer, sekunder alifatis, dan aromatis hidroksil, dan juga isosianat dapat berpenetrasi ke dalam pori-pori kayu yang paling dalam (Frazier, 1998), sehingga ikatan kimia yang terbentuk mampu menghasilkan aplikasi yang potensial dalam kegunaannya.

Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil atau hidroksil dari kayu ditentukan menurut reaktivitas kumpulan hidroksil itu sendiri, walaupun reaktivitas kumpulan hidroksil itu bermacam-macam, akan tetapi secara umum reaksi isosianat dengan senyawa hidroksil untuk membentuk poliuretan adalah sebagai berikut :

NCO + HO NHCO


(44)

Isosianat hidroksil Uretan

Poliuretan terbentuk dari polimerisasi dengan memilih isosianat yang sesuai untuk dapat bereaksi dengan poliol atau gugus hidroksil karena akan dapat menentukan hasil akhir, seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan alopanat. Para peneliti terdahulu telah mencoba berbagai isosianat yang berbeda untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan. Isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan adalah Toluena Diisosianat (TDI), Difenilmetan Diisosianat (DMI), Naptalena–1,5–diisosianat (NDI) dan lain-lain. Toluena memiliki senyawa dasar toluena, terdiri dari dua jenis isomer 2,4 (80%) dan isomer 2,6 ( 20%), yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur. Jenis kedua adalah TDI dengan campuran 65% isomer 2,4 dan 35% isomer 2,6. TDI ini memiliki reaktivitas berbeda yang mana kedudukan 4-isosianat adalah lebih reaktif daripada 2 atau 6 isosianat, atau dapat dinyatakan gugus NCO pada kedudukan 4 adalah sepuluh kali lebih reaktif dari letak 2 atau 6 pada suhu kamar. TDI dapat bereaksi dengan gugus fungsi dalam resin poliester dan juga mampu bereaksi dengan air membentuk karbon dioksida yang merupakan hasil sampingan dalam pembentukan ikatan urea.

2.8. Karakterisasi Papan Gipsum Plafon

Pengujian papan gipsum plafon yang mengacu pada standard SNI 03-2105-2006.

2.8.1. Uji Kerapatan (Density)

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Dalam hal ini yang diukur adalah bulk density, merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori. Bulk density untuk benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan, bentuk dan volume sampel dapat diukur dengan cara mengukur dimensinya. Sedangkan untuk bentuk yang tidak beraturan maka bulk density ditentukan dengan metode Archimedes, yaitu dengan persamaan 2.1 :


(45)

(2.1) Dimana : ρ = Densitas sampel uji, kg/m

ρ

3

air = Densitas air, kg/m

M

3

k

M

= Massa kering sampel uji, kg

g

M

= Massa ketika sampel uji digantung dalam air, kg

t = Massa tali penggantung, kg .

2.8.2. Uji Penyerapan Air

Untuk metode pengujian penyerapan air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan SNI 01-4449-2006. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya persentase penyerapan air oleh papan gipsum plafon. Metode pengujian ini dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap sampel papan gipsum plafon untuk waktu perendaman selama 24 jam (1 hari).

Untuk menentukan besarnya nilai penyerapan air, dapat menggunakan persamaan 2.2 :

(2.2)

Dengan : PA = Nilai penyerapan air (%) Mk

M

= Berat sampel kering (g)

b = Berat jenuh air (g)

2.8.3. Uji Impak

Kekuatan material terhadap beban kejut dapat diketahui dengan cara melakukan uji impak. Dari hasil pengujian akan dapat diperoleh tingkat kegetasan material tersebut. Kekuatan impak komposit rata-rata masih dibawah kekuatan impak logam. Kekuatan impak komposit sangat tergantung pada ikatan antar molekulnya semakin kuat ikatan antar molekulnya maka akan semakin tinggi pula kekuatan impaknya.


(46)

Pengujian impak komposit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu flat impact method (impak depan) dan edge impact method (impact samping). Pengujian impak dari samping akan menghasilkan kekuatan impak yang lebih rendah dibandingkan dengan pengujian dari depan. Pada penelitian ini menggunakan metode flat impact method, hal ini dilakukan karena pertimbangan aplikasinya sebagai dinding panel interior.

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Alat Uji Impak, dan (b) Simulasi Alat Uji Impak

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji saat diberi beban kejut oleh pendulum dapat diketahui dengan persamaan 2.3 (Instruction Manual Toyo Seiki Izod impact tester ).

(2.3)

Dimana : Eserap

W = berat pendulum, (N) = energi serap, (J)

R = jarak pendulum terhadap titik poros, (cm)

α = sudut pendulum pada posisi pengujian, (º)


(47)

spesimen, (º)

α’ = sudut ayun pendulum dari posisi sudut α, tanpa spesimen (º) Dengan mengetahui besarnya energi yang diserap oleh material maka kekuatan impak benda uji dapat dihitung sesuai persamaan 2.4 (Instruction Manual Toyo Seiki Izod impact tester).

(2.4)

Dimana : (σ) = Kekuatan Impak ( J/mm2 A = luas (mm

)

2

)

2.8.4. Uji Modulus Patah

Modulus patah atau MOR (modulus of rupture) dapat didefenisikan sebagai kemampuan material untuk menahan deformasi di bawah beban hingga bengkok sebelum patah. Tekanan fleksural pada dasarnya adalah kombinasi dari gaya tekan dan gaya tarik. Modulus patah merupakan besaran dalam bidang teknik yang menunjukkan beban maksimum yang dapat ditahan oleh material (dalam hal ini adalah papan komposit) persatuan luas. Modulus patah bekerja pada batas proporsional atau daerah elastis.(Sudarsono, 2010).

Gambar 2.2 Kuat Lentur

Pada Gambar 2.2 tampak papan segi empat ditekan oleh gaya tunggal F pada bagian tengah sehingga papan akan mengalami defleksi. Jarak terbesar papan mengalami defleksi disebut defleksi maksimum. Bagian atas papan akan mengalami kompresi dan bagian bawah akan mengalami tarikan. Permukaan imaginer pada bagian tengah beam disebut bidang netral.


(48)

Besarnya suatu tekanan atau tarikan akan bertambah besar bila semakin menjauhi bidang netral. Tekanan dan tarikan akan maksimum pada permukaan atas dan bawah. (Dieter, 1981).

Pengujian modulus patah dari papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. Untuk menentukan nilai kuat lenturnya dapat menggunakan persamaan 2.5 :

(2.5) Dimana : Fl = Nilai kuat lentur, kgf/m

P

2

1

S = Jarak penyangga, m = Beban lentur, kgf

L = Lebar benda uji, m T = Tebal benda uji, m

Untuk papan gipsum biasa nilai terendah yang dipakai. Untuk papan gipsum biasa struktural, nilai pada arah panjang dan lebar yang dipakai.

2.8.5. Uji Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas atau MOE (Modulus of Elasticity) merupakan tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam kelengkungannya, dan itu sering digunakan untuk membandingkan material satu dengan yang lainnya.

Modulus elastisitas papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. Metode pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai modulus elastisitas kayu (Sudarsono, 2010).

Benda uji sebelum dilakukan pengujian harus memenuhi persyaratan antara lain yaitu benda uji harus sama jenisnya, benda uji bebas cacat (papan tidak retak, tidak rapuh, dan kadar air maksimum 20%), jumlah benda uji minimum 2 buah untuk setiap jenis papan gipsum.


(49)

Setelah dilakukan pengujian akan diperoleh nilai P maksimumnya, yang kemudian ditentukan nilai Modulus Elastisitas nya dengan menggunakan persamaan 2.6 :

(2.6) Dimana : Fp = Nilai Modulus Elastisitas, kgf/m

S = Jarak penyangga, m

2

L = Lebar benda uji, m T = Tebal benda uji, m P2

Y = Titik pusat kelengkungan, m = Beban patah, kgf

Untuk papan gipsum biasa nilai terendah yang dipakai. Untuk papan gipsum biasa struktural, nilai pada arah panjang dan lebar yang dipakai.

2.8.6. Analisa Sifat Termal dengan Uji Thermogravimetry Analysis (TGA)

Termogravimetri analisis merupakan teknik analisa yang digunakan untuk menentukan stabilitas termal dari suatu material dengan memantau perubahan berat yang terjadi pada material yang dipanaskan. Berat sampel secara terus-menerus dipantau saat peningkatan suhu baik pada tingkat yang konstan atau melalui serangkaian langkah-langkah. Komponen polimer atau formulasi elastomer menguap atau terurai pada temperatur yang berbeda. Hal ini menyebabkan serangkaian langkah penurunan berat komponen dapat diukur secara kuantitatif

Analisis termogravimetri sangat berkaitan dengan sensitifitas yang digunakan untuk mengukur perubahan berat dari sampel oleh adanya pengaruh temperatur. Aplikasi ini berperan dalam memperkirakan temperatur panas yang stabil dan temperatur dekomposisi (Billmeyer, 1984).

. Pengukuran TGA memberikan informasi berharga yang dapat digunakan untuk memilih material untuk penggunaan aplikasi akhir, memprediksi kinerja produk, dan meningkatkan kualitas produk.


(50)

2.8.7. Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).

Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun

terkondensi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif.

Scanning coil yang diberikan energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi gambar (Kroschwitz, 1990).


(51)

2.8.8. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui maupun untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui.

Identifikasi dengan spektroskopi inframerah adalah berdasarkan penentuan gugus fungsinya. Spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawaan yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Selain dari senyawaan isomer-optik, tidak satupun antara 2 senyawaan yang mempunyai kurva serapan inframerah yang identik. Daerah inframerah terletak pada daerah spektrum 4000-400 cm-1

Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai struktur polimer. Di samping itu analisis mengenai bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus karbonil dan karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum infra merah adalah adanya ikatan C/H/regangan pada daerah 2880 cm

.

-1

sampai dengan 2900 cm-1

Sistem analisa spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa infra merah (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya ( Hummel, 1985 ).

dan regangan dari gugus lain yang mendukung suatu analisa mineral.

Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam spektrum inframerah merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula tidak adanya puncak dalam bagian tertentu


(52)

dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah berarti bahwa gugus fungsi yang menyerap pada daerah tersebut tidak ada (Pine, 1988).

2.8.9. Pengujian Koefisien Serap Bunyi

Pengujian ini menggunakan metode pengambilan data dengan alat tabung impedansi. Penggunaan metode ini untuk menunjukkan sifat serapan yang dimiliki oleh sebuah material. Metode ini terutama digunakan didalam pekerjaan riset ataupun dalam pengaturan kualitas untuk pembuatan dari bahan–bahan penyerapan suara.

Gambar 2.3 menunjukkan perpindahan energi gelombang datang dan gelombang pantul, dimana dapat dilihat bahwa besarnya amplitudo yang timbul pada gelombang datang berbeda dengan amplitudo yang timbul pada gelombang pantul.

Gambar 2.3. Perpindahan energi gelombang datang dan gelombang pantul Jika perpindahan gelombang datang yang terjadi pada sembarang waktu, dapat ditunjukkan pada gambar 2.3, dengan persamaan 2.7:

d1 =Asin(ωtkx) (2.7)

k=2/λ

dan perpindahan gelombang pantulan dapat ditunjukkan pada gambar 2.3, dengan persamaan 2.8:

d2 = RAsin(ωt+kx) (2.8) dimana: A = simpangan maksimum mula–mula


(53)

R = koefisien energi pantul gelombang

Jadi sebagai akibat perpindahan pada setiap titik diberikan dengan persamaan 2.9 : d =d1 +d2

=Asin(ϖtkx)+RAsin(ϖt+kx)

=A(1+R)sinϖtcoskx+A(1−R)cosωtsinkx (2.9) Dapat terlihat bahwa masing-masing nilai amplitudo maksimum dan minimum adalah A(1 + R) dan A(1 – R). Jika nilai jarak maksimum dan minimum dari amplitudo adalah A1 dan A2 maka:

(1 )

) 1 ( 2 1 R A R A A A − +

= (2.10)

atau Amplitudo A A A A R = + − = ) 2 1 ( ) 2 1 ( (2.11) Energi dapat ditunjukkan sebagai berbanding langsung terhadap amplitudo kuadrat yaitu: 2 2 ) 2 1 ( ) 2 1 ( A A A A R Energi + − =

= (2.12) R = sebagian energi yang dipantulkan (refleksi)

α = koefisien energi yang diserap (absorbsi) maka:

α +R=1 α =1−R

2 2 ) 2 1 ( ) 2 1 ( 1 A A A A + − − = 2 2 2 ) 2 1 ( ) 2 1 ( ) 2 1 ( A A A A A A + − − + =


(54)

2 ) 2 1 ( 2 1 4 A A xA A + =

α (2.13)

Resultan bentuk gelombang di dalam Impedance Tube dapat dilihat pada gambar 2.4. Pada Gambar 2.4 menunjukkan bahwa resultan tekanan bentuk gelombang bunyi datang dan gelombang bunyi pantul di dalam Impedance Tube dimana Pmax

adalah puncak gelombang dan Pmin adalah lembah gelombang.

Gambar 2.4. Resultan bentuk gelombang di dalam Impedance Tube

Maka nilai koefisien serap bunyi (α) dapat dihitung dengan mencari perbandingan Pmax dan Pmin

atau A1/A2 dengan persamaan 2.14 : 2 A2) / A1 (1 2 1 4 + = A x A α

; (2 A1/A2 A2/A1)

4

+ +

=

α (2.14)

dimana: A1(Pmaks

A2(P

) = Jarak puncak gelombang (cm)

min

(Marjuki, 2013). ) = Jarak lembah gelombang (cm)


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

Alat – alat yang digunakan disusun dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Alat – alat penelitian

Nama Alat Spesifikasi Merek

Alat-alat gelas - -

Neraca analitis (presisi ± 0.0001 g) Mettler Toledo

Hot plate 30 – 600 oC Corning PC 400 D

Mixer 0 – 1200 rpm Fisher Scientific

Oven 30 – 200 oC Precision Scientific

Hot compressor - Shimadzu D 6072 Dreiech

Ayakan - EFL 1 mk3

Stirer fisher scientific Made in USA

Labu alas tiga 500 mL Pyrex

Termometer 100 oC Fisher

Seperangkat alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy

- Perkin Elmer

Seperangkat alat Scanning

Electron Microscopy - Jeol Type JSM-6360 LA

Seperangkatalat

Thermogravimetry Analysis

- SDT Q600 V20.9 Build 20 Seperangkat alat Uji

Impak - Gotech

Seperangkat alat Tabung

Impedansi - -

Seperangkat alat uji MOR

dan MOE -

Servopulser Universal System Machine


(56)

3.2. Bahan

Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan disusun dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2 Bahan – bahan penelitian

Bahan Spesifikasi Merek

Gipsum Jerami padi Aquadest

- - -

- - -

Polipropilena Glikol

(PPG) p.a E. Merck

p.a

Toluena diisosianat (TDI) E. Merck

p.a

Benzena E. Merck

Asamsulfat p.a E. Merck

Etanol p.a E. Merck

Natrium hidroksida p.a E. Merck

Asam asetat anhidrat p.a E. Merck

Piridin p.a E. Merck

Asam klorida p.a E. Merck

Indikator universal - Macherey-Nagel

Tetrahidrofuran (THF) p.a E. Merck

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Preparasi Serbuk Kayu Gergajian

Serbuk kayu gergajian diambil dari hasil industri pengolahan kayu di Medan Tembung, Panglong Citra Jaya Medan Sumatera Utara. Serbuk gergaji kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kering. Serbuk kering dihaluskan dan selanjutnya diayak dengan ayakan ukuran 80 Mesh.


(57)

3.3.2. Preparasi Tepung Gipsum

Tepung gipsum diperoleh dari CV Stabat Gipsum Kec. Stabat Kab. Langkat Provinsi Sumatera Utara. Tepung gipsum kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam. Tepung gipsum kering dihaluskan kemudian diayak dengan ayakan ukuran 100 Mesh dan selanjutnya disimpan di dalam desikator.

3.3.3. Preparasi Jerami Padi

Jerami padi diambil secara acak dari Lahan Pertanian Desa Ara Condong, Kec. Stabat Kab. Langkat Provinsi Sumatera Utara. Jerami padi kemudiandirendam dalam air dan dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Jerami kering kemudian dicacah hingga berukuran ± 1 cm dan selanjutnya disimpan dalam desikator.

3.3.4. Ekstraksi Dan Isolasi Lignin Dari Serbuk Kayu Gergajian

Ekstraksi dan isolasi serbuk kayu gergajian dilakukan dengan menggunakan metoda Klason sesuai SNI 0492-2008. Prosedur metoda Klason adalah :

1. Menimbang 1 ± 0,1 gram contoh serbuk kayu.

2. Mengekstraksicontohserbuk kayudenganetanol:benzenadenganperbandingan 1:2 selama 8 jam. Kemudian dicuci dengan etanol dan air panas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC.

3. Memindahkan contoh serbuk kayu ke dalam gelas piala 100 ml dan menambahkan asam sulfat 72% sebanyak 15 ml. Penambahan dilakukan secara perlahan-lahan di dalam bak perendaman sambil dilakukan pengadukan dengan batang pengaduk selama 2-3 menit.

4. Setelah terdispersi sempurna, menutup gelas piala dengan kaca arloji dan dibiarkan pada bak perendaman selama 45 menit dan sekali-kali dilakukan pengadukan. 5. Aqudests ebanyak 300-400 ml dimasukkan kedalam Erlenmeyer 1000 ml dan

contoh dipindahkan dari gelas piala secara kuantitatif. Kemudian larutan diencerkan dengan aquadest samapai volume 575 ml sehingga konsentrasi H2SO4


(58)

6. Larutan dipanaskan sampai mendidih dan dibiarkan selama 1 jam dengan pemanasan tetap dan dapat digunakan pendingin balik.

7. Kemudian membiarkanya sampai endapan lignin mengendap sempurna.

8. Larutan didekantasi dan endapan lignin dipindahkan secara kuantitatif kecawan atau kertas saring yang telah diketahui beratnya.

9. Endapan lignin dicuci sampai bebas asam dengan aquadest panas, kemudian diuji dengan kertas pH universal.

10.Cawan masir atau kertas saring beserta endapan lignin dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC.

11.Untuk cara ini rendemen lignin dihitung dengan persamaan 3.1 dibawah ini, ... (3.1)

3.3.5. Analisa Kadar Kemurnian Lignin (Metoda Klason)

Ke dalam gelas piala ukuran 100 ml dimasukkan sebanyak 0,5 gram lignin yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 4 jam. Kemudian dilarutkan dengan 15 ml H2SO4 72% dengan perlahan-lahan dan sambil diaduk dengan batang pengaduk

selama 2-3 menit. Menutup dengan kaca arloji dan biarkan selama 2 jam. Hasil reaksi dipindahkan dalam labu erlenmeyer ukuran 500 ml. Diencerkan dengan aquadest sampai 400 ml, lalu direfluks selama 4 jam. Endapan lignin yang terbentuk disaring dengan kaca masir yang terlebih dahulu ditentukan beratnya dan dicuci dengan aquadest sampai bebas asam. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC dan ditimbang sampai berat konstan, kadar kemurnian lignin dapat dihitung dengan persamaan 3.2 dibawah ini ;


(59)

3.3.6. Penentuan Bilangan Hidroksi Pada Lignin

Analisis ini dilakukan terhadap isolat lignin yang diisolasi dari serbuk kayu gergajian. Adapun cara kerja penentuan bilangan hidroksi adalah sebagai berikut.

1. Botol tahan tekanan dan panas disiapkan seperlunya untuk penentuan blanko dan sampel.

2. Dipipet 20 ml reagent asetilasi yang dibuat dengan mencampurkan 127 ml asam asetat anhidrat dengan 1000 ml piridin.

3. Dua buah botol disiapkan untuk penentuan blanko dan kedalam botol lain dimasukkan sejumlah sampel sebanyak 5 gram.

4. Botol-botol tersebut ditutup dan dikocok hingga sampel tersebut larut.

5. Masing-masing botol diletakkan pada posisi yang sesuai dalam penangas minyak pada suhu 98ºC selama 1 jam (diusahakan minyak yang ditambahkan dalam bath

sesuai dengan tinggi permukaan larutan dalam botol.

6. Botol – botol tersebut dikeluarkan dari bath dan dibiarkan hingga botol-botol itu dingin pada temperatur kamar.

7. Bilas dengan hati-hati larutan pada penutup botol, dibilas pada dinding flask,

sekitas 10-15ml aquadest.

8. Pada masing-masing botol ditambahkan potongan es yang bersih hingga sekitar setengahnya.

9. Setelah selesai didinginkan, tambahkan 2-3 tetes larutan indikator PP dan dititrasi segera dengan larutan NaOH yang terlebih dahulu distandarisasi hingga titik akhir titrasi yang ditandai oleh larutan berwarna pink.

10.Mencatat volume NaOH yang digunakan pada titrasi.

Untuk menghitung jumlah OH dari suatu resin poliol dalam sampel mengikuti persamaan 3.3 berikut :


(1)

B.9 Standar Papan Gipsum

Sifat-sifat

Mekanis Satuan

SNI 03-2105-2006 JIS A 5908-2003 ISO 8335-1987 Gipsum Jaya Board / ASTM C 36 /

C36M-01 Kerapatan g/cm3 0,5-0,9 0,4-0,9 Maks 1 0,55

Kadar air g/cm3 Maks 14 5-13 6-12 td

Pengembangan

Tebal % Maks 12 Maks 12 Mak 12 td

Penyerapan

Air % td td td 37,4

Modulus Patah Kg/cm2 82-184 50-240 Min 88 156,122 Modulus

Elastisitas Kg/cm

20400- 30600

2 Min

13000 29411,76 1578,29

Internal Bond Kg/cm2 1,5-3,1 Min 3 td td

Kuat Pegang


(2)

LAMPIRAN C

Serbuk Kayu Gergajian ukuran 80 mesh Serat jerami padi

Gipsum Toluena Diisosianat


(3)

Ayakan Alat Hot Press

Alat Refluks Seperangkat Alat Titrasi C.2 Gambar Alat Penelitian


(4)

Ekstraksi Serbuk Kayu Jati Botol Penentuan Bilangan Hidroksi

TitrasiUntuk Penentuan Bilangan

Hidroksi Pembuatan Poliuretan


(5)

Lignin Terdispersi Lignin Mengendap

Lignin Isolat Lignin Isolat dalam THF C.4 Gambar Hasil Penelitian


(6)