Fungsi Adjektiva Iroiro dan Samazama Definisi Semantik

Kateikei oo-kereba Shizuka-nara pengandaian

2.1.3 Fungsi Adjektiva Iroiro dan Samazama

Adjektiva iroiro dan samazama merupakan adjektiva berakhiran Na atau Da keiyoudoushi. Yang berfungsi sebagai kata sifat yang menerangkan dan menjelaskan kata benda yang mengikutinya dan dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk. Dalam kamus pemakaian bahasa Jepang dasar, Kikuo Nomoto 1988:385, 960, Iroiro merupakan ragam lisan. Samazama merupakan ragam agak formal atau resmi.

2.1.4 Pengertian Adjektiva Iroiro dan Samazama

Dalam kamus bahasa Jepang–Indonesia, Goro taneguchi 1999:199,488 Iroiro artinya adalah macam-macam, berjenis-jenis, warna-warni, berbagai, serba- serbi. Samazama artinya dalah bermacam-macam, berjenis-jenis. Dalam kamus Jepang- Indonesia, T.Chandra 1981:59,156 Iroiro adalah bermacam-macam, berjenis-jenis, berupa-rupa, beraneka ragam, berbagai, serba neka, serba serbi. Samazama sama dengan Iroiro yang menunjukkan bermacam-macam, berjenis-jenis, berupa-rupa, beraneka ragam, berbagai, serba neka, serba serbi Universitas Sumatera Utara

2.2 Studi Semantik dalam Kajian Semantik

2.2.1 Definisi Semantik

Semantik imiron merupakan salah satu cabang linguistik yang gengogaku yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan yang penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna. Penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Sutedi 2008:111 menyebutkan bahwa objek kalimat semantik antara lain makna kata go no imi, relasi makna antarsatu kata dengan kata yang lainnya go no imi kankei, makna frase ku no imi, dan makna kalimat bun no imi. 1. Makna Kata go no imi Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang, baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya. Dalam bahasa Jepang, banyak sinonim ruigigo dan sangat sulit untuk bias dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu persatu. Ditambah minimnya buku-buku atau kamus yang bertuliskan bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang persamaan dan perbedaan dari setiap sinonim tersebut. Universitas Sumatera Utara 2. Relasi Makna go no imi kankei Relasi makna adalah hubungan antara dua kata atau lebih sehubungan dengan penyusunan kelompok kata goi berdasarkan kategori tertentu. Misalnya, pada verba 「話す ‘hanasu’ 」 berbicara, 「言う ‘iu’ 」 berkata, 「しゃべる ‘shaberu’ 」 ngomong, dan 「食べる ‘taberu’ 」 makan, dapat dikelompokkan ke dalam kotoba o hassuru bertutur untuk tiga verba pertama, sedangkan taberu tidak termasuk ke dalamnya. Contoh lainnya, misalnya hubungan makna antara kata 「話す ‘hanasu’ 」 dan 「言う ’iu’ 」 , 「高い ‘takai’ 」 tinggi dan 「低い ‘hikui’ 」 rendah, 「動物 ‘doubutsu’ 」 binatang dan 「犬 ‘inu’ 」 anjing akan berlainan, sehingga perlu diperjelas. Pasangan pertama merupakan sinonim hanasu dan iu, pasangan kedua merupakan antonim takai dan hikui, sedangkan pasangan yang terakhir merupakan hubungan superordinat doubutsu dan inu. 3. Makna Frase ku no imi Makna frase merupakan makna yang terkandung dalam sebuah rangkaian kata-kata yang disebut dengan ungkapan. Contohnya, dalam bahasa Jepang ungkapan 「 本 を 読 む ‘hon o yomu’ 」 membaca buku, 「 靴 を 買 う ’kutsu o kau’ 」 membeli sepatu, dan 「 腹 が 立 つ ‘hara ga tatsu’ 」 perut berdiri = marah merupakan satu frase. Frase ‘hon o yomu’ dan ‘kutsu o kau’ dapat dipahami cukup dengan mengetahui makna kata hon, kutsu, kau, dan o, ditambah dengan pemahaman tentang struktur kalimat bahwa ‘nomina + o + verba’. Jadi, frase tersebut bisa dipahami secara leksikal mojidouri no imi. Tetapi untuk frase ‘hara ga tatsu’, meskipun seseorang mengetahui makna setiap kata dan strukturnya, belum tentu bisa memahami makna frase tersebut, jika tidak mengetahui makna frase secara idiomatikal kanyokuteki imi. Universitas Sumatera Utara Lain halnya dengan frase 「足を洗う ‘ashi o arau’ 」 , ada dua makna, yaitu secara leksikal mojidouri no imi, yaitu mencuci kaki, dan juga secara idiomatical kanyokuteki imi, yaitu berhenti berbuat jahat. Jadi, dalam bahasa Jepang ada frase yang hanya bermakna secara leksikal saja, ada frase yang bermakna secara idiomatikal saja, dan ada juga frase yang bermakna keduanya. 4. Makna Kalimat bun no imi Makna kalimat juga dijadikan sebagai objek kajian semantik, karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya pada kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni megane o ageru’ Saya memberikan kacamata pada Yamada dan kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni tokei o ageru’ Saya memberi jam pada Yamada. Jika dilihat dari strukturnya, kalimat tersebut sama, yaitu, ‘A wa B ni C o ageru’ tetapi maknanya berbeda. Oleh karena itu, makna kalimat ditentukan oleh kata yang menjadi unsure kalimat tersebut. Lain halnya dengan kalimat ‘Watashi wa Yamada san to Tanaka san o matte iru’, terdapat dua makna yang terkandung di dalamnya, yaitu [Watashi wa] [Yamada san to Tanaka san o] [matte iru] yang berarti Saya menunggu Yamada dan Tanaka dan [Watashi wa] [Yamada san to] [Tanaka san o matte iru] yang berarti Saya bersama Yamada menunggu Tanaka. Dari sini bisa diketahui bahwa dalam suatu kalimat bisa menimbulkan makna ganda yang berbeda. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa objek kajian semantik adalah berupa makna kata dan frase, relasi makna antara beberapa kata, dan makna kalimat. Universitas Sumatera Utara

2.2.1.1 Jenis-jenis Makna Dalam Semantik

Menurut Chaer 2002:59, sesungguhnya jenis atau tipe makna itu memang dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kataleksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kataleksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya. Berikut akan dibahas pengertian makna-makna tersebut satu persatu

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Menurut Chaer 2002:60, leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon vokabuler, kosakata, perbendaharaan kata. Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu dapat dikatakan pula bahwa makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Sedangkan menurut Sutedi 2008:115, makna leksikal dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah 「 辞 書 的 意 味 ‘jishoteki imi’ 」 atau 「 語 彙 的 意 味 ‘goiteki imi’ 」 . Makna leksikal adalah makna kata yang ssungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur Universitas Sumatera Utara gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu makna. Misalnya, dalam bahasa Jepang kata 「 猫 ‘neko’ 」 dan kata 「 学 校 ‘gakkou’ 」 memiliki makna leksikal kucing dan sekolah. Makna gramatikal, menurut Chaer 2002:63 adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Sedangkan menurut Sutedi 2008:115, makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut 「文法的意味 ‘bunpouteki imi’ 」 yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Dalam bahasa Jepang, 「助詞 ‘joshi’ 」 partikel dan 「助動詞 ‘jodoushi’ 」 kopula tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam kalimat. Verba dan adjektiva memiliki kedua jenis makna tersbut, misalnya pada kata 「 忙 し い ‘ishogashii’ 」 dan 「 食 べ る ‘taberu’ 」 , bagian gokan-nya [ishogashi] dan [tabe] bermakna leksikal sibuk dan memakan, sedangkan gobi-nya, yaitu [ 伊 i] dan [ る ru] sebagai makna gramatikal, karena akan berubah sesuai dengan konteks gramatikalnya. Partikel 「に ‘ni’ 」 secara leksikal tidak jelas maknanya, tetapi baru jelas kalau digunakan dalam kalimat seperti 「バンドンに住んでいる ‘Bandon ni sunde iru’ 」 tinggal di Bandung.

2. Makna Referensial dan Nonreferensial

Menurut Chaer 2002:63, perbedaan makna referensial dan nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya refern dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata tersebut tidak mempunyai referen, maka kata-kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Universitas Sumatera Utara Kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mmpunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

3. Makna Denotatif dan Konotatif

Menurut Chaer 2002:65, makna denotatif sering disebut juga makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pngamatan lainnya. Jadi makna denotatif menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Sedangkan makna konotatif adalah makna tambahan yang mempunyai nilai rasa, baik positif maupun negatif. Menurut Sutedi 2008:115, makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut 「明示的意味 ‘meijiteki imi’ 」 atau 「外延 ‘gaien’ 」 , yaitu makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti suatu objek atau gagasan dan bias dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna konotatif disebut 「 暗 示 的 意 味 ‘anjiteki imi’ 」 atau 「 内 包 ‘naihou’ 」 yaitu makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicaranya. Misalnya, pada kata 「父 ‘chichi’ 」 dan 「 親 父 ‘oyaji’ 」 kedua-duanya memiliki makna yang sama yaitu ayah, tetapi keduanya memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata chichi digunakan lebih formal dan lebih halus, sedangkan kata oyaji terkesan lebih dekat dan lebih akrab. Begitu juga dengan conto lainnya, yaitu kata 「化粧室 ‘keshoushitsu’ 」 dan 「便所 ‘benjo’ 」 merujuk pada hal yang sama yaitu, kamar mandi. Tetapi, kesan Universitas Sumatera Utara dan nilai rasanya berbeda, keshoushitsu terkesan bersih, sedangkan benjo terkesan kotor dan bau.

4. Makna Umum dan Makna Khusus

Menurut Chaer 2002:71 mengemukakan bahwa kata dengan makna umum memiliki pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas. Misalnya dalam deretan sinonim besar, agung, akbar, raya dan kolosal. Kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas daripada kata lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya, dan kolosal dengan kata besar itu secara bebas. Frase Tuhan yang maha Agung dapat diganti dengan Tuhan yang maha Besar, frase rapat akbar dapat diganti dengan rapat besar, frase hari raya dapat diganti dengan hari besar, dan frase film kolosal dapat diganti dengan film besar. Sebaliknya frase rumah besar tidak dapat diganti dengan rumah agung, atau juga rumah kolosal.

5. Makna Konseptual, Asosiatif, dan Idiomatik

Menurut Chaer 2002:72, makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun. Jadi, dapat dikatakan bahwa makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna suci, atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan makna berani atau juga dengan golongan komunis, kata lmenurut Chaer 2002:75, adalah makna sebuah satuan bahasa kata, frase, atau Universitas Sumatera Utara kalimat, yang ‘menyimpang’ dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur- unsur pembentuknya. Contohnya adalah membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau.

2.2.1.2 Perubahan Makna Dalam Semantik

Menurut Sutedi 2008:116, Perubahan makna suatu kata terjadi karena berbagai faktor, seperti perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa asing. Beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang, di antaranya sebagai berikut. a. Dari yang konkrit ke abstrak Kata 「頭 ‘atama’ 」 kepala dan 「腕 ‘ude’ 」 lengan serta 「道 ‘michi’ 」 jalan yang merupakan benda konkret, berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti berikut ini. 頭がいい atama ga ii kepandaian 腕が上がる ude ga agaru kemampuan 日本語教師への道 nihon go kyoushi e no michi carapetunjuk b. Dari ruang ke waktu Kata 「前 ‘mae’ 」 depan dan 「長い ‘nagai’ 」 panjang yang menyatakan arti ruang, berubah menjadi waktu seperti pada contoh berikut. 三年前 san nen mae yang lalu 長い時間 nagai jikan lama Universitas Sumatera Utara c. Perubahan penggunaan indra Kata 「 大 き い ‘ookii’ 」 besar semula diamati dengan indra penglihatan mata, berubah ke indra pendengaran telinga, seperti frase 「 大 き い 声 ‘ookii koe’ 」 suara keras, kata 「 甘 い ‘amai’ 」 manis dari indra perasa menjadi karakter seperti dalam frase 「甘い子 ‘amai ko’ 」 anak manja. d. Dari yang khusus ke umumgeneralisasi Kata 「 着 物 ‘kimono’ 」 yang semula berarti pakaian tradisional Jepang digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum 「 服 ‘fuku’ 」 dan sebagainya. e. Dari umum ke khususspesialisasi Kata 「花 ‘hana’ 」 bunga secara umum dan 「卵 ‘tamago’ 」 telur secara umum digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih khusus seperti dalam penggunaan berikut. 花見 hana-mi bunga sakura 卵を食べる tamago o taberu telur ayam f. Perubahan nilai kea rah positif Misalnya, kata 「僕 ‘boku’ 」 saya dulu digunakan untuk budak atau pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang kurang baik, menjadi baik. g. Perubahan nilai kea rah negative Misalnya, kata 「 貴 様 ‘kisama’ 」 kamu dulu sering digunakan untuk menunjukkan kata 「 あ な た ‘anata’ 」 anda, tetapi sekarang digunakan Universitas Sumatera Utara hanya kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dari yang baik menjadi kurang baik.

2.2.1.3 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat apa yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari. Bagi seorang wartawan, seorang reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum. Tanpa pengetahuan akan konsep-konsep polisemi, homonim, denotasi, konotasi, dan nuansa-nuansa makna tentu akan sulit bagi mereka untuk dapat menyampaikan informasi secara tepat dan benar. Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar di Fakultas Sastra maupun Fakultas Bahasa dan Seni, pengetahuan semantik akan banyak member bekal teoritis untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik akan member manfaat teoritis, karena sebagai seorang guru bahasa harus mengerti dan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh tentang bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh dari mempelajari teori semantik adalah pemahaman yang Universitas Sumatera Utara lebih mendalam mengenai makna dari suatu kata yang makna katanya berdekatan atau memiliki kemiripan arti Chaer, 2002:11,12.

2.2.2 Definisi Sinonim