Pengkajian Konsep Dasar Nyeri 1. Definifisi

keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu Potter Perry, 2005. 10 Dukungan keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasaskan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan Potter Perry, 2005.

7. Pengkajian

Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST Aziz Alimul, 2008. P pemacu, yaitu factor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri Q quality, dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat R region, yaitu daerah perjalanan nyeri S severity, adalah keparahan atau intensitas nyeri T time, adalah lamawaktu serangan atau frekuensi nyeri. 1 Data Subjektif a. Intensitas skala nyeri Klien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal, misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau sampai 10. Di mana 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri yang sangat hebat. Gambar 2.1 Skala pengukuran nyeri angka Universitas Sumatera Utara Keterangan : 0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. b. Karakteristik nyeri, termasuk area nyeri yang dirasakan, durasi menit, jam, hari, bulan, irama terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri, dan kualitas seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti ditekan. c. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai. e. Kekhawatiran klien tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri Smeltzer Bare. 2001. 2 Data Objektif Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. Menurut Taylor 1997, respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai 1 respons perilaku, 2 respons fisiologik, dan 3 respons afektif. Universitas Sumatera Utara Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat diobservasi. Klien yang mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini beragam dari waktu ke waktu Berger, 1992. Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah Berger, 1992. Respons fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien tidak sadar Smeltzer Bare, 2001. Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada klien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis Taylor, 1997. Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif, perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri tersebut atau konteks nyeri tersebut NIH, 1986; McGuire, 1992.

8. Diagnosa Keperawatan