30
Hindia Belanda sendiri. Seperti pada tahun 1880, sewaktu Tjong A Fie menyusul kakaknya ke Medan, didapati kakanya telah menjadi pemuka golongan China,
dengan pangkat luitenant, yakni pangkat yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Tjong A Fie sendiri un akhirnya juga menjadi pemuka masyarakat China
di Medan dengan pangkat majoor, dan meninggal pada tahun 1921. Tjong A Fie adalah masyarakat Tionghoa perantaun yang memiliki harta yang banyak di
Medan, Jakarta, serta Singapura.
27
Tjong A Fie juga senang terhadap kesenian seerti seni Melayu Deli. Dia juga membangun mesjid di daerah Petisah. Tjong A
Fie telah berhasil mengembangkan usaha secara pribadi dan Kota Medan, salah satu perkembangan yang dihasilkan oleh Tjong A Fie terhadap Kota Medan adalah
dengan mendirikan Bank Kesawan sebagai cikal-bakal penyimpanan uang di Kota Medan selain itu pembangunan sarana pendidikan, rumah sakit, rumah ibadah dan
fasilitas umum lainnya telah menjadikan Tjong A Fie sebagai tokoh yang cukup berperan di Kota Medan, hal ini didukung dengan adanya hubungan yang erat
antara Tjong A Fie dengan Kesultanan Deli yang menjadi penguasa Tanah Deli Kota Medan saat itu.
28
C. Prosedur Perwakafan Tanah Milik masyarakat Tionghoa
Orang Tionghoa adalah “the life and soul of the commerce of the country kehidupan dan jiwa perdagangan di negeri ini”. Mereka memainkan peran yang
sangat penting. Orang Tionghoa banyak yang berperan sebagai “perantara”. Di Kota Medan, masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan
mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka terkadang
27
Ibid, hal 2003
28
Suryadinata, Leo. Negara dan Etnis Tionghoa. Jakarta: pustaka LP3ESSS Indonesia, 2002, hal 78.
31
lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut Cina Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara
bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina, Jawa, Batak dan Melayu. Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya terdiri dari berbagai
suku bangsa etnik yang ada di Negeri China. Umumnya merea berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwantung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya.
Setiap imigran Tionghoa ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya masing-masing bersama dengan bahasanya. Para imigran Tionghoa yang tersebar
di Indonesia ini mulai datang sekitar abad keenam belas sampai kira-kira pertengahan abad kesembilan belas, asal dari suku bangsa Hokkian. Mereka
berasal dari Provinsi Fukien bagian selatan. Daerah ini merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan dagang orang China ke seberang lautan. Orang
Hokkian dan keturunannya telah banyak berasimilasi dengan orang Indonesia, yang sebagian besar terdapat di Indonesia Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur dan
pantai barat Sumatera. Imigran Tionghoa lainnya adalah suku bangsa Teo-Chiu yang berasal dari
pantai selatan Negeri China di daerah pedalaman Swatow di bagian timur Provinsi Kwantung. Orang Teo-Chiu dan Hakka Khek disukai sebagai pekerja di
perkebunan dan pertambangan di Sumatera Timur, Bangka, dan Biliton. Walaupun orang Hakka merupakan suku bangsa China yang paling banyak merantau ke
seberang lautan, mereka bukan suku bangsa maritim. Pusat daerah mereka adalah Provinsi Kwangtung yang terutama terdiri dari daerah gunung-gunung kapur yang
tandus. Orang Hakka merantau karena terpaksa atas kebutuhan mata pencaharian hidup. Selama berlangsungnya gelombang-gelombang imigrasi dari ahun 1850
32
samai 1930, oran Hakka adalah orang yang paling miskin di antara para perantau Tionghoa. Mereka bersama orang Teo-Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk
mengeksploitasi sumber-sumber mineral, sehingga sampai sekarang orang Hakka mendominasi masyarakat Tionghoa di distrik tambang-tambang emas lama di
Kalimantan Barat, Sumatera, Bangka, dan Biliton. Sejak akhir abad kesembilan belas, orang Hakka mulai migrasi ke Jawa Barat, karena tertarik dengan
perkembangan kota Jakarta dan karena dibukanya daeah Priangn bagi pedagang Tionghoa.
Di sebelah barat dan selatan daerah asal orang Hakka di Provinsi Kwantung tinggallah orang Kanton Kwong Fu. Serupa dengan orang Hakka, orang Kanton
terkenal di Asia Tengara sebagai buruh pertambangan. Mereka bermigrasi pada abad kesembilan belas ke Indonesia. Sebahagian besar tertarik oleh tambang-
tambang timah di Pulau Bangka. Mereka umumnya datang dengan modal yang lebih besar dibanding orang Hakka dan mereka datang dengan keterampilan tenis
dan pertukangan yang tinggi. Di Indonesia mereka dikenal sebagai ahli dalam pertukangan, pemilik toko-toko besi, dan industri kecil. Orang Kanton ini lebih
tersebar merata di seluruh kepulauan Indonesia dibanding orang Hokkian, Teo- Chiu, atau Hakka. Jadi orang Tionghoa perantau di Indonesia ini paling sedikitnya
ada empat suku bangsa seperti terurai di atas. Sebutan masyarakat Tionghoa oleh sebagian besar Rakyat Indonesia dan
perlakuan aparat militer yang menjadi alat negara telah mampu mendiskreditkan etnis Tionghoa sebagai kaum pendatang yang harus tunduk pada masyarakat yang
punya tanah kelahiran pribumi. Namun kenyataan menjadi paradoks ketika lobi- lobi penguasa tempo itu tidak bisa menghindar dari sebagian elit etnis masyarakat
33
Tionghoa. Rasa dendam terhadap etnis Cina semakin memberi kekuatan baru bagi perjuangan meminggirkan etnis Cina. Disisi yang lain, bangkitnya semangat
nasionalisme yang cenderung mengacu pada sentimen primordial adalah faktor lain yang menunjukkan betapa suramnya rasialisme itu di wajah Negara Republik
Indonesia.
29
Prosedur yang ditempuh oleh masyarakat Tionghoa dalam mewakafkan tanahnya dapat dikategorikan dalam dua kelompok. Pertama, Berdasarkan tradisi
yang berlaku dikalangan masyarakat setempat dan sesuai dengan hukum Islam, Kedua, berdasarkan ketentuan dalam peraturan pemerintah tentang perwakafan
tanah milik.
30
Sejumlah masyarakat Tionghoa di Kota Medan mendesak Pemko Medan segera merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2011 terkait retribusi pelayanan
pemakaman yang dinilai sangat memberatkan bagi masyarakat Tionghoa. Untuk retribusi dua tahunan itu, makam yang lebih luas dari ukuran standar dikenai
retribusi tambahan kelebihan tanah Rp 250 ribu per meter persegi di Lokasi A dan Rp 200 ribu di Lokasi B. contoh, umumnya, makam warga Tionghoa berukurn 3x4
meter, maka dalam dua tahun mereka harus membayar Rp 2.625.000. Untuk makam ukuran 4x7 meter, dalam dua tahun harus membayar retribusi sebesar Rp
6.250.000. Dan untuk makam kuran 6x10 meter, biaya retribusi dalam dua tahun sebesar Rp 14.625.000. Saat ini kondisi lahan perwakafan tanah msyarakat
Tionghoa di Kota Medan semakin menyempit. Jumlah lahan ini membuat pemerintah harus membatasi pemakaian lahan terutama perwakafan tanah
29
http:www.tionghoa.infodiskriminasi-etnis-tionghoa-di-indonesia-pada-masa-orde- lama-dan-orde-baru.html, diakses tanggal 23 April 2015
30
http:bdkpalembang.kemenag.go.idprosedur-pendaftaran-harta-wakaf.html, diakses tanggal 23 April 2015
34
msyarakat Tionghoa. Kondisi ini tersebut semakin mempersempit lahan yang ada di Kota Medan. Mengenai kelebihan ukuran makam dari 1x2 meter ini berdampak
kepada pendapatan daerah yang harus dibayarkan saat ukuran makam melebihi ukuran yang ditetapkan dalam Perda Nomor 5 Tahun 2011 ini. Kelebihan ukuran
makam 1x2 ini akan dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 250.000. Penambahan ini tidak hanya berlaku bagi warga Tionghoa tapi juga bagi makam warga muslim
yang meninggal dan melebihi ukuran 1x2. Asal usul tanah wakaf dari leluhur 5
orang, berniat mewakafkan tanahnya dipergunakan sebagai lokasi kuburan. Masjid Laksamana Cheng Ho di Kota Medan sudah berdiri, bisa menjadi
pusat pengetahuan dan informasi bagi Muslim Tionghoa. Selain itu kita juga ingin ada satu tempat yang menjadi pusat kegiatan. Selama ini kita selalu mengadakan
pertemuan dan pengajian di kantor sehingga banyak orang tidak tahu. Bahkan kita juga sempat berkeinginan punya kompleks pemakaman sendiri sebagai salah satu
khasanah Muslim nantinya. Jika sudah punya tempat dan pusat informasi, kita berharap nantinya apapun yang kita selenggarakan bisa lebih intens dan maksimal
pelaksanaannya. Sesama Tionghoa Muslim menjalani ibadah di lingkungan keluarga
masing-masing. Sedangkan jika ada kemalangan, atau seseorang di antara mereka yang meninggal, dimakamkan di perkuburan umum karena memang belum ada
tanah wakaf untuk perkuburan Tionghoa Muslim. Di Medan, ada satu peninggalan sejarah yang dapat ditelusuri menjadi bukti kedekatan hubungan Islam dengan
Tionghoa, yakni sebuah bangunan masjid yang terletak di Jalan Masjid, namanya Masjid Lama atau dikenal dengan sebutan Masjid Gang Bengkok. Masjid yang
berada di Kelurahan Kesawan itu dibangun oleh saudagar Tionghoa, Tjong A Fie.
35
Tidak diketahui persis kapan tepatnya masjid ini mulai dibangun, namun rampung pembangunannya pada tahun 1889. Masjid ini kemudian diserahkan Tjong A Fie
kepada Kesultanan Deli.
31
Adapun ProsesProsedur Wakaf Tanah Hak Milik Bagi Masyarakat Tionghoa yaitu:
1. Calon wakif pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang
di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara
lisan, jelas dan tegas kepada Nadzir yang telah disahkan, dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang mewilayahi tanah wakaf dan dihadiri
saksi-saksi dan menuangkan dalam bentuk tertulis menurut bentuk-bentuk W.I. Bagi mereka yang tidak mampu menyatakan kehendaknya secara
lisan, dapat menyatakan dengan isyarat. 3.
Calon wakaf yang tidak datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kantor
Departemen Agama yang mewilayahi tanah wakaf dan dibacakan kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang mewilayahi
tanah wakaf serta diketahui saksi-saksi. 4.
Tanah yang hendak diwakafkan baik seluruhnya maupun sebagian harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik, dan harus bebas dari beban
ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa.
31
http:www.medanbisnisdaily.comnewsread2013072141534geliat-tionghoa-islam- di-medan.html, diakses tanggal 24 April 2015
36
5. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya 2 dua orang yang telah dewasa,
beragama isalam, sehat akalnya dan tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum lihat pasal 20 UU nomor 41 tahun 2004. Dan segera
setelah ada ikrar wakaf pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf membuat Akta Ikrar Wakaf menurut W.2 rangkap 3 tiga dan salinannya menurut bentuk
W.2a rangkap 4 empat. Adapun landasandasar hukum perwakafatan tanah bagi masyakat
Tionghoa yaitu : 1.
Undang-Undang Dasar 1945: sebagai WNI juga dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana disebut dalam Pasal 27 ayat 1 bahwa segala warga
negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Sehingga, tidak boleh ada diskriminasi, karena kedudukan setiap warga negara adalah sama. Pula ditegaskan dalam Pasal 28H ayat 4 UUD
1945 bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria; Terkait
dengan kepemilikan tanah, kita merujuk pada Pasal 9 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria “UUPA”. Ditegaskan pula dalam Pasal 21
ayat 1 UUPA bahwa, hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis
37
4. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengawasan
Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis 5.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf 6.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
7. Peraturan Mentari Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi
Pendaftaran Wakaf Uang 8.
Peaturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
D. Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf