Perdagangan Dalam Negeri Potensi Pasar Domestik

1.1.6 Perdagangan Dalam Negeri Potensi Pasar Domestik

McKinsey Global Institute dalam laporan risetnya berani memproyeksikan Indonesia sebagai negara berperekonomian terbesar ketujuh dunia pada tahun 2030 nanti, yakni dengan 135 juta konsumen potensial dengan pasar bernilai USD 1,8 triliun. Angka-angka itu menunjukkan besarnya potensi pasar domestik yang bisa dioptimalkan, baik oleh para investor maupun para pelaku usaha dalam negeri. Dengan kata lain, fakta ini merupakan tantangan bagi para pelaku industri manufaktur dalam negeri untuk bersaing dengan perusahaan- perusahaan global dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa konsumen pasar domestik.

Adapun kunci utama untuk berdiri kokoh dalam persaingan tersebut adalah kemampuan berinovasi, baik dari segi produksi maupun dari sisi pemasarannya. Hal ini penting karena kelas menengah Indonesia yang sedang tumbuh pesat saat ini merupakan konsumen-konsumen cerdas yang dinamis, berselera tinggi dan memiliki daya beli yang cukup kuat.

Bahkan, mayoritas mereka ini diprediksi para pakar ekonomi tidak akan mempersoalkan harga, tapi lebih mementingkan desain, kualitas, dan keragamaan produk. Karena itu, dalam peta persaingan perdagangan domestik ke depan para pelaku usaha nasional dituntut untuk mampu menjawab kebutuhan konsumen yang menghendaki produk-produk yang berkualitas, inovatif, variatif dan harga yang bersaing.

Sektor Infrastruktur dan Logistik Penentu Daya Saing

Dalam dunia perdagangan, semua aktivitas di sektor logistik memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan daya saing sebuah produk atau komoditas. Artinya, produk atau komoditas yang unggul sekalipun tidak akan mampu bersaing di tengah-tengah persaingan pasar yang ada. Sebab, besarnya biaya Dalam dunia perdagangan, semua aktivitas di sektor logistik memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan daya saing sebuah produk atau komoditas. Artinya, produk atau komoditas yang unggul sekalipun tidak akan mampu bersaing di tengah-tengah persaingan pasar yang ada. Sebab, besarnya biaya

Semua itu adalah tantangan besar yang harus bersama-sama diselesaikan untuk mendukung kinerja perdagangan dalam negeri dan juga perdagangan luar negeri secara umum. Karena, efektivitas waktu dan efisiensi biaya logistik harus menjadi muara dari semua aktivitas logistik tersebut.

Paling tidak, ada dua faktor penyebab rendahnya daya saing beberapa produk dan komoditas Indonesia. Pertama, adalah tingginya biaya logistik itu. Yakni, akumulasi dari biaya sejumlah indikator yang terkait langsung dengan biaya logistik. Diantara unsur-unsur yang menjadi penyebab tingginya biaya logistik itu adalah; 1) Belum optimalnya pemanfaatan kemajuan teknologi informasi

mendukung proses pemantauan arus barang antar wilayah; 2) Sarana yang mahal dalam hal pengadaan alat angkut truk dan kapal laut (pajak dan suku bunga tinggi); 3) Masih ada sejumlah regulasi logistik yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah; 4) Rendahnya kompetensi SDM logistik; 5) Masih mengandalkan sejumlah armada yang tidak layak beroperasi.

dan komunikasi

untuk

Kedua, lamanya waktu kirim juga termasuk hal yang menyebabkan kurang kuatnya daya saing komoditas Indonesia di pasar nasional, regional maupun internasional. Faktor kedua ini membutuhkan perbaikan-perbaikan dan penambahan sejumlah prasarana logistik yang ada saat ini, seperti jalan raya, pelabuhan, dan hubungan antar moda.

Walaupun peringkat Indonesia dalam survey Logistic Performance Index (LPI) 2014 mengalami kemajuan dibanding tahun 2012 dari peringkat 58 menjadi peringkat 53, tetapi masih menyimpan hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Indikasinya adalah peningkatan peringkat kinerja logistik Indonesia belum mampu mengimbangi kinerja logistik di negara Malaysia, Thailand bahkan Vietnam. Dalam kerangka kewenangan

Kementerian Perdagangan, yang perlu diperbaiki adalah optimalisasi sarana distribusi yang sudah dibangun dan mematangkan sarana distribusi yang akan dibangun.

Tingginya biaya logistik akan menimbulkan banyak persoalan, salah satunya adalah mengakibatkan lemahnya daya saing produk dalam negeri, baik di pasar domestik maupun internasional. Maka dari itu, Kementerian Perdagangan sangat perlu melakukan langkah-langkah nyata yang bisa mendorong penyelesaian berbagai masalah yang ditimbulkan oleh mahalnya biaya logistik.

Sebagai acuan, perlu kita ingat bersama bahwa arah kebijakan pembangunan perdagangan dalam negeri adalah “Penataan sistem distribusi nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan jasa, kepastian berusaha, dan peningkatan daya saing produk domestik”. Sementara itu, strategi kebijakan yang akan ditempuh adalah dengan meningkatkan integrasi perdagangan antar dan intra wilayah dengan mengembangkan “distribution point” dalam memperlancar distribusi dan memperkuat sistem logistik nasional – PDR/PDP dan Pasar rakyat.

Mengacu pada semua itu, maka pada tahun 2013 ini Kementerian Perdagangan akan melakukan beberapa langkah, yaitu: 1) Pematangan konsep Pusat Distribusi Regional; 2) Pengembangan dan pembangunan Pusat Distribusi Regional; 3) Optimalisasi pembangunan pasar percontohan.

Merujuk pada Perpres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, terdapat 6 penggerak utama Sislognas yakni: komoditas, infrastruktur, pelaku dan penyedia jasa, Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajemen, teknologi informasi dan komunikasi, serta regulasi. Untuk itu, sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya, Kementerian Perdagangan RI dalam mencapai tujuan penyelenggaraan Sislognas tersebut akan melakukan beberapa langkah prioritas.

Selama periode 2011-2014 Kementerian Perdagangan telah mengembangkan 67 pasar percontohan yang diharapkan dapat menjadi referensi pengembangan pasar di Indonesia. Selain itu, dalam 4 tahun terakhir, Kementerian Perdagangan melalui Tugas Pembantuan juga telah merevitalisasi 541 unit pasar rakyat dan

6 Pusat Distribusi Nasional/ Provinsi sebesar lebih dari Rp2 triliun.