Uji Goodness of Fit Statistic

2. Uji Goodness of Fit Statistic

Model persamaan struktural (Structural Equation Modelling) digunakan untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh antara variabel laten bebas, yaitu pelatihan ( ξ 1 ) dengan variabel laten tak bebas (terikat), yaitu pemberdayaan ( 1 ),

komitmen organisasi ( 2 ), kepuasan kerja ( 3 ).

Hasil estimasi awal dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai chi-square yang tercantum adalah sebesar 54.94, df (degrees of freedom) sebesar 39, p-value sebesar 0.04662 dan RMSEA sebesar 0.072. Model ini tergolong memiliki kecocokan model yang jelek.

Pada hasil estimasi akhir dengan model yang telah dimodifikasi dan diberi variabel patokan dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai chi-square yang tercantum adalah sebesar 25.68 df (degrees of freedom) sebesar 36, p-value sebesar 0.89894 dan nilai RMSEA sebesar 0.000. Modifikasi yang dilakukan ialah dengan menambahkan korelasi error pada hubungan variabel 1 dan 3, 3 dan 4, 1 dan 7. Model ini memiliki kecocokan model yang fit.

Hal ini sesuai dengan aturan yang terdapat di dalam LISREL, bahwa untuk mendapatkan model yang fit (tepat), p-value harus lebih besar atau sama dengan

0.05 dan nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Aproximation) yang kurang daripada 0.05 mengindikasikan adanya model yang fit, sedangkan nilai chi-square yang diperoleh tidak jauh berbeda dari derajat bebasnya. Dikarenakan ukuran sampel yang kecil, maka uji chi-square akan menunjukkan data secara signifikan tidak berbeda dengan model dan teori-teori yang mendasarinya (Ghozali, 2005).

Ukuran validitas model yang lain dapat dilihat dari nilai GFI, ECVI, AIC, CAIC, NFI, IFI dan RFI seperti yang terdapat pada Lampiran 5. Menurut Sitinjak dan Sugiarto (2006) Goodness of Fit Index (GFI) harus nilainya berkisar antara 0-

1, dengan nilai lebih tinggi adalah lebih baik GFI ≥ 0,90 adalah good-fit, sedang 0,80 ≤ GFI ≤ 0,90 adalah marginal fit. Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Meskipun secara teori GFI mungkin memiliki nilai negative tetapi hal tersebut seharusnya tidak terjadi karena model yang memiliki GFI negatif adalah model yang paling buruk dari seluruh model yang ada. Nilai GFI yang lebih besar daripada 0.9 menujukkan fit suatu model yang baik. Hasil yang didapat pada data ini ialah memiliki GFI sebesar 0.95. Jadi, model ini menunjukan ketetapan model yang fit. Expected Cross Validation Index (ECVI) digunakan untuk menilai kecenderungan bahwa model, pada sample tunggal, cross validates (dapat divalidasi silang) pada ukuran sample dan populasi sama. ECVI mengukur penyimpangan antara fitted (model) covariance matrix pada sample yang dianalisis dan kovarians matriks yang akan diperoleh pada sample lain tetapi yang memiliki ukuran sample yang sama besar. Model yang memiliki ECVI terendah berarti model tersebut sangat potensial

untuk direplikasi. Karena koefisien ECVI tidak dapat direndahkan, maka kita tidak dapat memberikan suatu judgement nilai ECVI berapa yang diharuskan agar model dapat dikatakan baik. Namun, nilai ECVI model yang lebih rendah daripada ECVI yang diperoleh pada saturated model dan independence model, mengindikasikan bahwa model adalah fit. Dapat dilihat pada Lampiran 5, nilai ECVI model adalah sebesar 1.23, sedangkan nilai ECVI pada saturated model dan independence model secara berturut-turut adalah 1.69 dan 4.83. Hal ini mengindikasikan bahwa model tersebut merupakan model yang fit.

AIC dan CAIC digunakan untuk menilai mengenai masalah parsimony dalam penilaian model fit. Meskipun nilai AIC tersebut tidak sensitif terhadap kompleksitas model, dan demikian juga dengan CAIC, namun AIC lebih sensitive dan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah sample yang digunakan. Sedangkan CAIC tidak sensitive terhadap jumlah sample. AIC dan CAIC digunakan dalam perbandingan dari dua atau lebih model, dimana nilai AIC dan CAIC yang lebih kecil dari AIC model saturated dan independence berarti memiliki model fit yang lebih baik. Nilai AIC dan CAIC berturut-turut adalah sebesar 85.68 dan 186.77. Kedua nilai ini lebih rendah daripada model saturated dan independence-nya, maka model tersebut merupakan model yang fit. Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler dan Bonetts merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, karena NFI ini memiliki tendensi untuk merendahkan fit pada sampel yang kecil, Bentler merevisi indeks ini dengan nama Comparative Fit Index (CFI).

Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 dan 1 dan diturunkan dari perbandingan antara model yang dihipotesiskan dan independence model. Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar daripada 0.9 dan nilai yang diperoleh oleh model ini untuk NFI dan CFI adalah sebesar 1.00. Sedangkan Non-Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Tetapi karena NNFI adalah non-normed, maka nilainya dapat lebih besar daripada 1 sehingga susah untuk diinterpretasikan. Meskipun ketiga indeks tersebut dihasilkan pada output LISREL, tetapi Bentler menganjurkan penggunaan CFI sebagai ukuran fit. Pada Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 dan 1 dan diturunkan dari perbandingan antara model yang dihipotesiskan dan independence model. Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar daripada 0.9 dan nilai yang diperoleh oleh model ini untuk NFI dan CFI adalah sebesar 1.00. Sedangkan Non-Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Tetapi karena NNFI adalah non-normed, maka nilainya dapat lebih besar daripada 1 sehingga susah untuk diinterpretasikan. Meskipun ketiga indeks tersebut dihasilkan pada output LISREL, tetapi Bentler menganjurkan penggunaan CFI sebagai ukuran fit. Pada

Incremental Fit Index (IFI) digunakan untuk mengatasi masalah parsimony dan ukuran sampel, dimana hal tersebut berhubungan dengan NFI. Batas cut-off IFI adalah 0.9. Hasil yang didapat ialah memiliki nilai 1.11 maka batasnya ialah fit. Sedangkan Relative Fit Index (RFI) digunakan untuk mengukur fit dimana nilainya adalah 0 sampai 1, dimana nilai yang lebih besar menunjukkan adanya superior fit. Hasil yang didapat RFI nilanya ialah 1.00 maka dikatakan superior fit. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degrees of freedom pada suatu model. Sedangkan model yang fit adalah yang memiliki nilai AGFI adalah 0.9. GFI yang didapat ialah 0.95 maka model tersebut fit, sedangkan nilai AGFI memiliki nilai 0.91 maka model tersebut fit. Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI). Interpretasi PGFI ini sebaiknya diikuti dengan indeks model fit lainnya. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6. Hasil PGFI yang didapat ialah 0.52 menunjukan parsimoni yang rendah, ukuran ini digunakan untuk perbandingan diantara model-model.

Dalam mengevaluasi model pengukuran difokuskan pada hubungan- hubungan antara variabel laten dan indikatornya (variabel manifest). Tujuan dalam mengevaluasi model pengukuran ini adalah untuk menentukan validitas dan reliabilitas indikator-indikator dari suatu konstruk. Uji validitas merupakan suatu uji yang bertujuan untuk menentukan kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel laten tersebut. Sedangkan uji reliabilitas adalah suatu pengujian untuk menentukan konsistensi pengukuran indikator-indikator dari variabel laten. Dari berbagai ukuran validitas di atas yang menjadi indikator- indikator model fit maka dapat disimpulkan bahwa model ini merupakan model yang valid dan fit untuk digunakan pada penelitian ini.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25