107010752 Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Unit Produksi Studi Kasus Di Cv Kharisma Jaya Cirebon
PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA UNIT PRODUKSI
(Studi Kasus di CV. Kharisma Jaya, Cirebon)
Oleh : AHMAD ANSORI F34103110 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA UNIT PRODUKSI
(Studi Kasus di CV. Kharisma Jaya, Cirebon)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : AHMAD ANSORI F34103110
Dilahirkan pada tanggal 30 September 1985
Di Serang
Tanggal Lulus : Januari 2007
Menyetujui, Bogor, Januari 2007
Dr. Ir. Aji Hermawan, MM. Dosen Pembimbing
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................... 26 Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian................................................... 28 Gambar 3. Langkah-Langkah dalam Structural Equation Modelling ............ 35 Gambar 4. Struktur Organisasi CV. Kharisma Jaya ........................................ 38 Gambar 5. Proses Pengerjaan Produk .............................................................. 48 Gambar 6. Saluran Distribusi CV. Kharisma Jaya .......................................... 50 Gambar 7. Estimasi Model Awal..................................................................... 61 Gambar 8. Estimasi Model Hasil Akhir........................................................... 63 Gambar 8. Uji-t Model Hasil Akhir ................................................................. 66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Lokasi I ........................................................................... 88 Lampiran 2. Denah Lokasi II ........................................................................... 89 Lampiran 3. Kuesioner..................................................................................... 90 Lampiran 4. Goodness of Fit Statistic.............................................................. 96
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi dengan penerapannya di segala bidang telah membawa kemajuan yang sangat pesat dalam efesiensi kerja, juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya kemajuan yang sangat pesat tidak terlepas dari bagaimana teknik dalam pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh setiap perusahaan.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, setiap manusia mempunyai peluang untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan, karena itulah perlu adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai loyalitas yang tinggi, dalam rangka meningkatkan produktivitas perusahaan. Hal ini dapat direalisasikan dengan adanya program pendidikan dan pelatihan karyawan. Proses pendidikan dan pelatihan merupakan upaya perusahaan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan tenaga kerja, sehingga perlu direncanakan dengan baik. Pelatihan pekerja saat ini menjadi sangat penting dikarenakan pelatihan dapat mengurangi jumlah waktu belajar yang diperlukan pekerja untuk mencapai suatu tingkat atau standar yang telah ditetapkan pada suatu pekerjaan tertentu.
Secara umum perusahaan melihat arti pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan yaitu untuk mengimbangi perkembangan perusahaan itu sendiri atau menjawab tantangan teknologi. Dalam dunia usaha dimana persaingan semakin tajam, perusahaan perlu mengelola program pelatihannya agar perusahaan dapat bertahan atau bahkan berkembang. Pelatihan yang baik akan menghasilkan karyawan yang bekerja secara lebih efektif dan produktif sehingga prestasi kerjanya pun meningkat.
CV. Kharisma Jaya merupakan salah satu perusahaan argoindustri penghasil rotan. Industri rotan tergolong industri padat karya, sehingga peranan sumber daya manusia dalam perusahaan tersebut adalah sangat penting, khususnya dalam kemampuan dan penguasaan keterampilan dalam proses produksi.
Oleh karena itu, perusahaan berupaya terus memperbaiki kinerja pekerja melalui pelatihan sebagai upaya meningkatkan hasil produksinya. Pelatihan tersebut diharapkan dapat menggambarkan, menunjukan dan mempraktekan bagaimana cara dan proses kerja terbaik.
CV. Kharisma Jaya telah telah memberikan pelatihan-pelatihan kepada karyawan-karyawan. Namun sampai saat ini belum diketahui seberapa jauh pelatihan tersebut mempengaruhi kinerja karyawan. Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah seberapa besar pengaruh pelatihan terhadap kinerja kerja karyawan pada CV. Kharisma Jaya Cirebon.
Kinerja karyawan dalam hal ini dapat didekati dengan menganalisis kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Dalam beberapa studi, pelatihan diketahui mempengaruhi pemberdayaan karyawan. Disamping itu, pemberdayaan karyawan diketahui sebagai variabel penting yang mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji pengaruh sistem pelatihan terhadap pemberdayaan kerja, kepuasaan kerja dan komitmen organisasi.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mengkaji pengaruh pelatihan terhadap pemberdayaan.
2. Mengkaji pengaruh pelatihan terhadap kepuasan kerja.
3. Mengkaji pengaruh pelatihan terhadap komitmen organisasi.
4. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja.
5. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasi.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya mentitikberatkan pada pelatihan bagian produksi. Pelatihan yang sering dilakukan berupa pelatihan operasi kerja. Dimensi pelatihan yang dikaji meliputi metode, materi, pelatih, fasilitas, kebutuhan akan pelatihan, dukungan perusahaan, manfaat dan persepsi peserta terhadap pelatihan. Pada kinerja yang dibagi meliputi pemberdayaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Pemberdayaan meliputi rasa kebermaknaan, kemampuan, Penelitian ini hanya mentitikberatkan pada pelatihan bagian produksi. Pelatihan yang sering dilakukan berupa pelatihan operasi kerja. Dimensi pelatihan yang dikaji meliputi metode, materi, pelatih, fasilitas, kebutuhan akan pelatihan, dukungan perusahaan, manfaat dan persepsi peserta terhadap pelatihan. Pada kinerja yang dibagi meliputi pemberdayaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Pemberdayaan meliputi rasa kebermaknaan, kemampuan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Sumberdaya Manusia
Umar (2005) mendefinisikan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.
Fungsi-fungsi dari MSDM yang dijelaskan oleh Arep dan Tanjung (2002), terdiri dari:
1. Fungsi manajerial, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan langsung dengan
aspek-aspek manajerial yang merupakan fungsi umum dari manajemen organisasi.
a. Fungsi perencanaan : melaksanakan tugas dalam hal merencanakan kebutuhan, pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan sumberdaya manusia.
b. Fungsi pengorganisasian : menyusun suatu organisasi dengan membentuk struktur dan hubungan antara tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan. Struktur dan hubungan yang dibentuk, harus disesuaikan dengan situasi dengan kondisi organisasi yang bersangkutan.
c. Fungsi pengarahan : memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efesien.
d. Fungsi pengendalian : melakukan pengukuran antara kegiatan yang telah dilakukan dengan standar yang ditetapkan dan fokusnya tenaga kerja.
2. Fungsi operasional, yaitu fungsi yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek
yang operasional sumber daya manusia dalam organisasi atau perusahaan, meliputi rekutmen, seleksi, penempatan, pengangkatan, pelatihan dan pengembangan, kompensasi, pemeliharaan serta pemutusan hubungan kerja.
Manajemen sumber daya manusia menurut Mangkuprawira (2003) merupakan penerapan pendekatan sumber daya manusia untuk mencapai dua kepentingan tujuan yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan. Dua kepentingan Manajemen sumber daya manusia menurut Mangkuprawira (2003) merupakan penerapan pendekatan sumber daya manusia untuk mencapai dua kepentingan tujuan yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan. Dua kepentingan
a. Karyawan merupakan unsur investasi efektif yang jika dikelola dan dikembangkan dengan baik akan berpengaruh pada imbalan jangka panjang bagi perusahaan dalam bentuk produktivitas yang semakin tinggi.
b. Kebijakan, program dan pelaksanaan harus diciptakan dengan memuaskan kedua pihak, yaitu untuk ekonomi perusahaan dan kebutuhan kepuasaan karyawan.
c. Lingkungan kerja harus diciptakan, dimana karyawan terdorong untuk mengembangkan dan memenfaatkan keahliannya semaksimal mungkin.
d. Program dan pelaksanaan manajemen sumber daya manusia, harus dilaksanakan dalam kebutuhan seimbang antara pemenuhan tujuan perusahaan dan karyawan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
manajemen sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama, baik itu tujuan perusahaan maupun tujuan karyawan sebagai individu. Tujuan bersama dapat tercapai jika dan hanya jika, pengelolaan dalam pendekatan sumber daya manusia dilakukan dengan baik dan dari sisi karyawan. Oleh karena itu, mengetahui dan mempelajari kinerja kerja karyawan dalam pendekatan sumber daya manusia menjadi penting.
B. Pelatihan Karyawan
Menurut Notoatmodjo (2003) pelatihan meliputi metode pelatihan, pengajar atau pelatih, fasilitas pelatihan, kebutuhan akan pelatihan, dukungan perusahaan, manfaat pelatihan, materi pelatihan dan peserta pelatihan
Pelatihan atau latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Ranupandoyo dan Husnan (2000) mengemukakan definisi tentang pelatihan sebagai berikut : pelatihan adalah kegiatan atau aktivitas untuk memperbaiki kemampuan seseorang dalam kegiatannya dengan aktivitas ekonomi karena Pelatihan atau latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Ranupandoyo dan Husnan (2000) mengemukakan definisi tentang pelatihan sebagai berikut : pelatihan adalah kegiatan atau aktivitas untuk memperbaiki kemampuan seseorang dalam kegiatannya dengan aktivitas ekonomi karena
Dari definisi tersebut di atas jelas bahwa pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu relatif singkat. Sedangkan, pelatihan itu sendiri adalah upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia Notoatmodjo (1998). Menurut Arep dan Tanjung (2002) pelatihan merupakan salah satu usaha
untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama dalam hal:
a. Pengetahuan (Knowledge), maksudnya adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu posisi.
b. Kemampuan (Ability), maksudnya adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang diamanahkan.
c. Keahlian (Skill), maksudnya adalah beberapa keahlian yang diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
d. Sikap (Attitude), maksudnya adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar suatu pekerjaan berhasil dengan sukses.
1. Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Menurut Suprihanto (1996) pelatihan berperan besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi. Beberapa manfaat yang dihubungkan dengan program pelatihan adalah:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas.
b. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar-standar kinerja yang dapat diterima.
c. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
d. Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja.
e. Membantu karyawan dalam meningkatkan dan mengembangkan dirinya.
Ranupandoyo dan Husnan dalam bukunya Manajemen Personalia, latihan adalah kegiatan atau aktivitas untuk memperbaiki kemampuan seseorang dalam kegiatannya dengan aktivitas ekonomi karena latihan tersebut membantu pegawai dalam memahami pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuan.
Menurut Sikula (2000) tujuan dari pelatihan secara umum adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan produktivitas Pelatihan dapat meningkatkan kinerja pada posisi jabatannya yang sekarang. Kalau level of performance naik atau meningkat maka berakibat peningkatan produktivitas dan peningkatan keuntungan bagi perusahaan.
b. Meningkatkan mutu kerja Ini berarti peningkatan baik kuantitas maupun kualitas karyawan yang mempunyai pengetahuan, jelas akan lebih baik dan akan lebih sedikit berbuat kesalahan dalam operasionalnya.
c. Meningkatkan ketetapan dalam human resources planning Trainning yang baik dapat mempersiapkan karyawan untuk keperluan di masa yang akan datang. Apabila ada lowongan-lowongan maka secara mudah akan diisi oleh tenaga-tenaga dari dalam perusahaan sendiri.
d. Memperbaiki moral kerja Apabila perusahaan menyelenggarakan program pelatihan yang tepat, maka iklim dan suasana organisasi pada umumnya akan menjadi lebih baik. Dengan iklim kerja yang sehat maka moral kerja (semangat kerja) juga akan meningkat.
e. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja Suatu pelatihan yang tepat dapat membantu menghidari timbulnya kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. Selain daripada itu lingkungan kerja akan menjadi lebih aman dan tenteram.
f. Menunjang pertumbuhan pribadi Program pelatihan yang tepat sebenarnya memberikan keuntungan kepada
kedua belah pihak yaitu perusahaan dan tenaga kerja/karyawan. Bagi kedua belah pihak yaitu perusahaan dan tenaga kerja/karyawan. Bagi
2. Metode Pelatihan
Sesungguhnya langkah dalam program pelatihan adalah menetapkan terlebih dahulu apa yang harus dicapai dengan pelatihan tersebut. Tujuan pelatihan sesungguhnya merupakan landasan dari pokok-pokok lainnya, sebab berdasarkan tujuan itulah ditetapkan metode pelatihan yang mana akan dianut. Menurut Hasibuan (2001) metode pelatihan yang dapat diberikan pada karyawan antara lain :
a. On The Job Training Para peserta pelatihan langsung bekerja ditempat untuk belajar dan meniru
suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas. Metode-metode latihan dibedakan dalam 2 cara, yaitu:
1. Cara informal yaitu pelatih menyuruh peserta latihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang melakukan pekerjaan, kemudian ia diperintahkan untuk mempraktekannya.
2. Cara formal yaitu supervisor menunjuk seseorang karyawan senior untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara-cara yang dilakukan karyawan senior.
b. Vestibule Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan dalam kelas satu bengkel
yang biasa diselanggarakan dalam suatu perusahaan industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.
c. Demontration and Example Demontration and Example adalah metode latihan yang dilakukan dengan
cara peragaan dan penjelesan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemontrasikan.
d. Simulation Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip
mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruan saja.
f. Apprenticeship Metode ini adalah suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukangan
sehingga karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaanya.
g. Classroom Methods Metode pertemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference
(rapat), programmed instruction, metode studi kasus, role playing, metode diskusi, dan metode seminar.
Selain metode pelatihan perusahaan harus memperhatikan jenis pelatihan apa yang dibutuhkan oleh karyawan agar jenis pelatihan itu sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Ishak Arep dan Hendri Tanjung (2002), pelatihan itu ada dua jenis yaitu :
a. Pelatihan Intern Pelatihan yang dilaksanakan secara resmi oleh organisasi atau perusahaan
untuk para karyawannya sendiri. Pelatihan ini diadakan secara teratur, terjadwal dengan mengacu pada kurikulum-silabus yang sudah ada, sehingga materi pelatihan dapat meningkatkan kemampuan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan. Untuk karyawan operasional, materi pelatihannya mengenai bidang pekerjaan yang bersifat operasional saja yang menunjang pelaksanaan tugas di lapangan.
b. Pelatihan Ekstern Pelatihan yang tidak dilaksanakan secara resmi oleh organisasi atau perusahaan untuk para karyawannya sendiri. Biasanya pelatihan ini diikuti dengan inisiatif karyawan sendiri. Yang paling sering pelatihan seperti ini adalah pelatihan yang berkenaan dengan kepribadian.
3. Pelatih atau Pengajar
Pekerjaan kepelatihan merupakan suatu pekerjaan profesional yang harus dan hanya dilakukan oleh orang yang telah dipersiapkan sebagai tenaga profesional, sehingga dia ahli sebagai pelatih dan memiliki dedikasi, loyalitas dan berdisiplin dalam melaksanakan tugas pekerjaaanya. Tugas dan fungsinya sebagai tenaga kependidikan menuntut kemampuan sebagai tenaga profesional, yakni kemampuan dalam proses pembelajaran (kemampuan profesional), kemampuan kepribadian, dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan-kemampuan ini mengandung aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan pengalaman lapangan. Persyaratan ini menyebabkan setiap pelatih harus mempelajari dan menguasai :
1. Pengetahuan yang memadai dan mendalam dalam bidang keilmuan atau studi tertentu, sesuai dengan bidang-bidang keilmuan yang diterapkan dan dikembangkan dalam lembaga pelatihan tersebut. Umumnya bidang- bidang keilmuan adalah banyak diterapkan dalam program institusi atau organisasi, dimana lembaga pelatihan tersebut bernaung. Pengetahuan ini diperoleh melalui program pendidikan kesarjanaan di perguruan tinggi yang telah ditempuhnya.
2. kemampuan dalam bidang kependidikan dan keguruan, yakni yang berkenaan dengan proses pembelajaran, berupa teori, praktek dan pengalaman lapangan.
3. kemampuan kemasyarakatan adalah kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan antara manusia dan bermasyarakat, baik di lingkungan lembaga pelatihan dan masyarakat maupun dengan masyarkat luas.
4. kemampuan kepribadian yang berkenan dengan pribadi khususnya yang menunjang pekerjaan sabagai pendidikan dan pelatihan.
Menurut Suryana (2006), pengaruh pelatih akan meninggalkan kesan mendalam pada kehidupan peserta selanjutnya. Karena itu seorang pelatih haruslah sebagai seseorang pemimpin dan bersikap profesional dalam setiap aksinya. Seorang pelatih yang sukses harus memiliki kualitas kepribadian sebagai berikut :
1. Hasrat. Pelatih harus memiliki kepribadian yang menawan, karena pelatih harus memiliki keseimbangan emosi dan perilaku saat berada di antara yang lain.
2. Menjadi pemimpin Kepemimpinan bukan hanya urusan memimpin, tapi lebih sebagai seni memahami orang lain atau dalam hal ini, peserta pelatihan. Ia harus mengetahui alat dan metode terbaik agar peserta bisa menunjukan upaya terbaiknya. Karena pelatih berhadapan dengan peserta, yang manusia juga sebagaimana dirinya, maka ia harus terampil dalam merasakan gejolak peserta pelatihan.
3. Rapi Pelatih harus bersih, rapi, dan teratur. Perilakunya harus menyenangkan tapi tetap tegas, penuh antusias tapi tetap teratur.
4. Rasa humor Pelatih bisa menggunakan humor untuk memotivasi dan membuat pelajaran jadi lebih menarik. Ini bisa membantu mencairkan suasana di dalam kelas.
5. Adil Pelatih harus cepat dan tidak memihak dalam mengambil keputusan. Tindakannya harus adil, terpercaya dan bermakna.
6. Sehat fisik dan mental Pelatih harus memiliki kesehatan fisik dan mental dalam mengemban tugasnya.
C. Kinerja Karyawan
Kinerja atau prestasi kerja adalah terjemahan dari performance, dan Sianipar dan Entang (2001) mengartikan performance atau kinerja kerja adalah hasil kerja yang sangat dilakukan seseorang dan sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak mendengar hukum sesuai dengan moral maupun etika.
Pencapaian kinerja yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbins (1998), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Furtwengler (2002), kinerja dapat diukur dalam empat hal :
1. Kecepatan : perusahaan memerlukan karyawan yang kinerjanya harus cepat, dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai atau bahkan lebih awal dari deadline serta bebas dari kesalahan.
2. Kualitas : kecepatan tanpa kualitas akan sia-sia, kualitas yang jelek berarti pengerjaan ulang dan penambahan biaya.
3. Layanan : permintaan atasan atau bawahan dan permintaan rekan kerja yang dilakukan dengan tidak baik dan menghapus manfaat yang dicapai dari kecepatan dan kualitas.
4. Nilai : kombinasi dari kualitas dan imbalan, yang memungkinkan pihak perusahaan dapat melaksanakan bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari yang mereka bayarkan.
1. Merencanakan Kinerja
Pada tahap ini harus jelas mengenai apa yang diharapkan dan apa yang akan diperoleh oleh perusahaan melalui komitmen yang kuat, karena tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Tahap selanjutnya adalah menetapkan tujuan. Menetapkan tujuan di defenisikan sebagai pernyataan yang jelas tentang kuantitas maupun kualitas tentang output tertentu yang dihasilkan. Tujuan yang ditetapkan dapat dikembangkan dari arah dan strategi perusahaan secara keseluruhan, dengan pendekatan baik dari atas ke bawah (top-down) maupun pendekatan dari bawah ke atas (bottom up). Menurut Ginting (2004), Tujuan yang ditetapkan haruslah memenuhi kriteria SMART yaitu: Specifik (tepat), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat dicapai), Result oriented (berorientasikan hasil), dan Time related (terikat oleh waktu). Menurut Atmodiwiro (2002), faktor lain yang harus dipertimbangkan antara lain target individu yang harus dicapai, dan pengaruh individu terhadap tujuan dan Pada tahap ini harus jelas mengenai apa yang diharapkan dan apa yang akan diperoleh oleh perusahaan melalui komitmen yang kuat, karena tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Tahap selanjutnya adalah menetapkan tujuan. Menetapkan tujuan di defenisikan sebagai pernyataan yang jelas tentang kuantitas maupun kualitas tentang output tertentu yang dihasilkan. Tujuan yang ditetapkan dapat dikembangkan dari arah dan strategi perusahaan secara keseluruhan, dengan pendekatan baik dari atas ke bawah (top-down) maupun pendekatan dari bawah ke atas (bottom up). Menurut Ginting (2004), Tujuan yang ditetapkan haruslah memenuhi kriteria SMART yaitu: Specifik (tepat), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat dicapai), Result oriented (berorientasikan hasil), dan Time related (terikat oleh waktu). Menurut Atmodiwiro (2002), faktor lain yang harus dipertimbangkan antara lain target individu yang harus dicapai, dan pengaruh individu terhadap tujuan dan
Menurut Notoatmodjo (2003), hal penting dalam menggunakan kompetensi sebagai pengukur kinerja adalah : (1) Harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga dapat dicapai secara objektif, kalau tidak akan beresiko hanya menjadi daftar belanja dari sikap yang disukai; (2) Harus relevan dengan pekerjaan; (3) Harus ada inti kompetensi yang umum untuk pekerjaan yang beroperasi dilingkungan yang sama; (4) Harus dapat dicapai secara objektif .
2. Mengelola Kinerja
Menurut Furtwrengler (2002), setelah rencana kerja ditetapkan atau disusun maka tahap selanjutnya adalah mengelola kinerja yakni memastikan bahwa rencana kinerja yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dan hasil yang ditentukan akan tercapai. Peran manajer pada tahap ini adalah memberikan dukungan kepada karyawan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi mereka untuk mencapai hasil yang diharapkan. Dalam istilah praktisnya berarti :
1. Memberikan bantuan praktis yang diperlukan.
2. Memastikan karyawan mengerti dengan jelas hasil yang harus dicapai.
3. Memberikan pelatihan dan pengembangan yang perlu kepada karyawan.
4. Menyesuaikan target dan prioritas sehubungan dengan perubahan yang terjadi.
Jadi pada intinya pada tahap ini yang dituntut adalah tanggung jawab setiap individu terhadap kinerja mereka sendiri. Persyaratan ini berlaku bagi manajer dan anak buahnya, dalam rangka mengembangkan budaya kerja yang berorientasi pada hasil. Perlu juga diperhatikan gaya manajemen yang paling efektif, yang berbeda untuk setiap bagian, namun bertujuan sama yakni membekali individu dengan kekuatan sehingga dapat membuat keputusan sesuai dengan kemampuannya.
3. Meninjau kinerja
Menurut Mangkuprawira (2003), peninjauan kinerja atau menilai kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja. Proses ini dilaksanakan pada setiap karyawan dan setiap pegawai berhak mengetahui bagaimana kinerja mereka dan manajemen berkewajiban memberi tahu mereka. Penilaian kinerja atau penilaian performance sering pula dikenal dengan istilah performance appraisal merupakan proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi performance pekerjaan. Penilaian (appraisal) seharusnya menghasilkan gambaran akurat dari performance pekerjaan secara individu. Ukuran kinerja merupakan ukuran atau standar kinerja yang dapat diandalkan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi penilaian yang kritis dalam menentukan kinerja, ukuran yang handal juga hendaknya dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama untuk mencapai kesimpulan sama tentang kinerja sehingga pada sistem penilaian dapat diandalkan atau dipercaya.
Ukuran kinerja yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : • Praktis, keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa
penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
• Kejelasan standar, standar adalah merupakan tolak ukur seseorang dalam melakukan pekerjaannya.
• Kriteria yang objektif, kriteria yang dimaksud adalah ukuran-ukuran yang memenuhi persyaratan seperti mudah digunakan, handal, dan memberikan
informasi tentang perilaku kritikal yang menentukan keberhasilan dalam informasi tentang perilaku kritikal yang menentukan keberhasilan dalam
D. Pemberdayaan
Menurut Byham (1993), secara spesifik pemberdayaan terjadi ketika karyawan :
• Bertanggung jawab sebagai wakil wilayah untuk hasil keluaran. • Memiliki kontrol untuk sumber daya, sistem, metode dan peralatan. • Memiliki kontrol untuk kondisi dan penjadwalan pekerjaan. • Memiliki kewenangan untuk menjalankan organisasi. • Dievaluasi oleh prestasi kerja.
Menurut Stoner dan Freeman (1992), pemberdayaan masyarakat harus dapat menjawab kebutuhan praktis dan strategis (kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang) :
a. Kebutuhan praktis
a. Menjawab kebutuhan mendesak yang mendasar.
b. Menyentuh kondisi kongkrit / nyata.
c. Menghindari persoalan struktur sosial yang timpang.
d. Kebutuhan-kebutuhan yang semata-mata yang berasal dari penguatan peran reproduksi dan produksi kesehatan.
b. Kebutuhan strategis
a. Kebutuhan yang berbasis pada analisis.
b. Mengarah pada usaha mengubah relasi kekuasaan.
c. Kejelasan system.
d. Mengarah pada pembangunan tatanan baru (penataan usaha produksi masyarakat).
Selanjutnya dikatakan oleh Scott dan Jaffe (1997) bahwa organisasi yang melakukan pemberdayaan memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut :
- Mempertinggi kadar pekerjaan. - Mengembangkan kompetensi dan susunan pekerjaan. - Membebaskan kreativitas dan inovasi. - Kontrol yang lebih bagus pada pengambilan keputusan tentang pekerjaan. - Melengkapi seluruh tugas dibandingkan hanya membaginya saja. - Kepuasan pelanggan. - Orientasi pasar pekerja. Kesimpulan yang dikemukakan Murrell dan Meredith (2000) tentang
pemberdayaan adalah : - Memberdayakan adalah saling mempengaruhi. - Memberdayakan adalah kekuatan distribusi yang kreatif. - Memberdayakan adalah berbagi tanggung jawab bersama. - Memberdayakan adalah penting dan penuh semangat. - Memberdayakan adalah demokrasi dan berkepanjangan. - Memberdayakan menunjukkan kemampuan dan kapabilitas. - Memberdayakan membantu perkembangan prestasi. - Memberdayakan berinvestasi pada pembelajaran. - Memberdayakan menemukan semangat dan membangun hubungan yang efektif. - Memberdayakan menginformasikan, memimpin, melatih, melayani, berkreasi dan membebaskan. Untuk menilai sejauh mana organisasi telah menerapkan pemberdayaan
dapat dilihat dari elemen-elemen sebagai berikut (Scott dan Jaffe, 1997) : - Kejelasan tujuan. - Moral. - Keadilan. - Penghargaan. - Kelompok kerja. - Partisipasi. - Komunikasi. - Lingkungan kerja yang sehat.
Berdasarkan karya Thomas dan Velthouse (1990), Spreitzer (1995) mengembangkan secara empiris ukuran multi dimensi pemberdayaan psikologi dalam studinya pada karyawan tingkat menengah dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada dalam Fortune 500. Dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis, dia mengemukakan bahwa pemberdayaan memiliki empat dimensi dan masing-masing berkontribusi pada keseluruhan konstruksi pemberdayaan psikologis. Keempat komponen tersebut adalah kebermaknaan, kemampuan, kemandirian, dan keberpengaruhan. Definisi komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebermaknaan didefinisikan sebagai nilai dari tujuan dan sasaran pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar individu itu sendiri. Kebermaknaan juga menunjukkan kecocokan antara kebutuhan pekerjaan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku seseorang.
2. Kemampuan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Istilah kemampuan ini lebih sering digunakan daripada self-esteem karena Spreitzer (1990), lebih memfokuskan pada efficacy yang terkait dengan pekerjaan daripada efficacy global.
3. Kemandirian adalah perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaan. Ini merefleksikan otonomi dalam memulai atau melanjutkan perilaku dan proses kerja.
4. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan baik yang bersifat strategis, administratif ataupun operasional.
E. Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (1998), kepuasan kerja adalah kepuasan yang dirasakan karyawan di tempat dia bekerja. Kepuasan mencerminkan perasaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam memandang pekerjaannya. Pandangan yang dimaksud adalah pandangan terhadap atasannya, teman sekerja, sistem gaji/upah, kondisi perusahaan serta terhadap pekerjaanya.
Menurut Umar (2002), kepuasan kerja adalah penilaian seseorang atas pekerjaanya, khususnya mengenai kondisi kerjaanya, dalam hubungan apakah pekerjaan tersebut mampu memenuhi harapan, kebutuhan dan keinginannya.
Robbins (2001) menyatakan bahwa variabel–variabel yang berkaitan dengan pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja, yaitu :
1. Kerja yang secara mental menantang, yaitu karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan menggunakan keterampilan, kemampuan dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
2. Ganjaran yang mendukung, yaitu suatu keinginan karyawan mengenai suatu upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung, yaitu karyawan peduli terhadap lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi atau memudahkan bekerja.
4. Rekan sekerja yang mendukung, yaitu hubungan dimana seseorang mendapatkan lebih sekedar uang dan prestasi yang berwujud pada pekerjaan, tetapi menganggap bahwa kerja juga mengisi kebutuhan untuk interaksi sosial.
5. Kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan, yaitu seseorang yang berkepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bakat dan kemampuan yang tepat. Umar (2005) mengutip pendapat Handoko (1987) dan Asa’ad (1987)
bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaanya. Hal ini akan tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerjanya. Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada output yang dihasilkan, misalnya kepuasan kerja dengan produktivitas, kepuasan kerja dengan turn over, kepuasan kerja dengan efek lainnya seperti dengan kesehatan fisik mental, kemampuan mempelajari pekerjaan baru atau dengan kecelakaan kerja.
Salah satu teori yang penting tentang kepuasan yang merupakan perwujudan dari hasil study tentang bagaimana menentukan bahwa para karyawan Salah satu teori yang penting tentang kepuasan yang merupakan perwujudan dari hasil study tentang bagaimana menentukan bahwa para karyawan
Dalam menentukan apakah karyawan puas atau tidak puas, haruslah terlebih dahulu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan kerja tersebut. Menurut Mangkunegara (2001), ada faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor penjelasannya.
1. Faktor Pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja.
2. Faktor Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, kedudukan, pangkat (golongan), mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.
F. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi menurut Mathis dan Jackson (2001) adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran dan masuk keluar tenaga kerja (turnover).
Menurut Luthan (1995) komitmen organisasi adalah :
a. Suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari organisasi tertentu.
b. Keinginan menuju level keahlian tinggi atas nama organisasi.
c. Suatu kepercayaan tertentu di dalam, dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi tersebut.
Porter, Mowday, et. al.(1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :
a. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
b. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.
c. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). Kepercayaan dan penerimaan merupakan kesesuaian persepsi pribadi
tenaga kerja terhadap tujuan-tujuan organisasi, yang akan diperlihatkan pada bentuk nyata apakah mereka tetap ingin berada di dalam organisasi atau tidak. Karyawan akan berada di dalam organisasi jika tujuan perusahaan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan memberikan kontribusi tidak hanya kepada pencapaian tujuan organisasi semata, namun juga mampu memenuhi tujuan individu atau karyawan organisasi. Komitmen organisasi dibedakan menjadi dua bagian :
1. Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (1990) :
a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.
b. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
c. Komponen kontinuan berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.
Allen dan Meyer (1990) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen kontinuan tinggi tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif Allen dan Meyer (1990) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen kontinuan tinggi tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif
Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan kontinuan. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Steers (1974), komitmen ini lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi yang memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku, sikap mencakup :
a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi
b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya
c. Kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan c. Kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan
Sikap organisasi pada kehendak untuk bertingkah laku mencakup :
a. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi ikut memperhatikan nasib organisasi
b. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam kepegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.
Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas pegawai terhadap organisasinya :
1. Identifikasi Identifikasi yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.
2. Keterlibatan Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai
menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah. Ahli lain, Beynon mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai memperoleh kepuasan kerja, maka pegawai pun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan mereka pun akan lebih terpuaskan.
3. Loyalitas Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, jika perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila 3. Loyalitas Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, jika perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila
BAB III METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka pelatihan merupakan unsur penting untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan diharapkan untuk mengurangi kesenjangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh karyawan dengan dibutuhkan oleh perusahaan.
Dalam studi manajemen SDM kinerja dapat didekati dengan cara melihat kepuasan karyawan, dan komitmennya terhadap organisasi. Meskipun kepastian hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan kinerja masih banyak diperdebatkan namun kedua variabel diatas masih digunakan secara luas dalam penelitian MSDM dan perilaku organisasi. Beberapa hasil penelitian menunjukan adanya variabel antara yang mempengaruhi hubungan antara sistem pelatihan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi yaitu pemberdayaan karyawan. Pemberdayaan yang dimaksud adalah pemberdayaan secara psikologi yaitu dimana kondisi karyawan merasa berdaya.
Dengan prinsip-prinsip diatas kerangka penelitian ini disusun, sistem pelatihan diduga akan mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara langsung. Adapun secara tidak langsung melalui pemberdayaan karyawan terlebih dahulu. Kerangka pemikiran yang dipakai dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
Kepuasan Kerja
Pelatihan Pemberdayaan
Komitmen Organisasi
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Menurut Notoatmodjo (2003) pelatihan meliputi metode pelatihan, pelatih, fasilitas pelatihan, kebutuhan akan pelatihan, dukungan perusahaan, manfaat pelatihan, materi pelatihan dan persepsi peserta pelatihan. Metode pelatihan ialah tatacara pelaksanaan saat melakukan pelatihan. Pelatih ialah orang yang membantu peserta pelatihan. Fasilitas pelatihan ialah sarana dan prasarana yang disediakan pada saat pelatihan. Kebutuhan akan pelatihan ialah kebutuhan para pekerja dan perusahaan untuk diadadaknnya pelatihan. Dukungan perusahaan ialah perusahaan yang mendukung adanya pelatihan dengan menyiapkan segala sesuatu yang akan dibutuhkan pada saat dilakukannya pelatihan. Manfaat pelatihan ialah hasil yang positif setelah diadakaannya pelatihan. Materi pelatihan ialah bahan atau topik yang akan dibicarakan pada saat melakukan pelatihan. Persepsi peserta terhadap pelatihan ialah adanya perubahan sikap dan keterampilan setelah melakukan pelatihan.
Untuk konsep pemberdayaan karyawan, dalam penelitian ini digunakan konsep Spreitzer (1995) yang membatasi pemberdayaan dalam empat dimensi, yaitu rasa kebermaknaan, kemampuan, kemandirian dan keberpengaruhan. Kebermaknaan berarti keyakinan seseorang terhadap nilai dari tujuan dan sasaran pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar masing-maing individu. Kemampuan artinya keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Kemandirian berkaitan dengan perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan, baik yang bersifat strategis, administratif ataupun operasional.
Konsep kepuasan kerja yang digunakan ialah konsep Sefton (1999), yaitu kepuasan kerja menyeluruh, konsep ini berarti mewakili semua perasaan yang dirasakan oleh karyawan tersebut terhadap pekerjaannya.
Konsep komitmen organisasi yang digunakan adalah konsep dari Allen dan Meyer (1990). Komitmen organisasi ini memiliki tiga dimensi, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuan dan komitmen normatif. Komitmen afektif berkaitan dengan emosi, identifikasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi.
Komitmen afektif yang tinggi berarti karyawan memiliki keinginan dari dalam dirinya sendiri untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen kontinuan merupakan persepsi karyawan tentang kerugian jika meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuan yang tinggi berarti karyawan tetap bertahan karena membutuhkan organisasi tersebut. Sedangkan komitmen normatif adalah perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komitmen normatif yang tinggi artinya karyawan merasa harus melakukan tanggung jawabnya di dalam perusahaan.
B. Tahapan Penelitian
Secara umum tahapan penelitian yang dilaksanakan mengikuti diagram alir yang dapat dilihat pada Gambar 2 .
Indentifikasi Variabel Penelitian
Perumusan Hipotesis
Penentuan Alat dan Teknik Pengumpulan data
Penentuan Sampel
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian
C. Variabel Penelitian .
Setiap variabel tersebut dioperasionalkan di dalam seperangkat kuesioner seperti yang terdapat pada Lampiran 3. Untuk rincian masing-masing pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 . Variabel-variabel Penelitian
Nomor Variabel Laten
Variabel Indikator
Pertanyaan Pelatihan ( ξ1)
Metode Pelatihan (X 1 ) 1,2,3,4 (variabel laten bebas) Materi Pelatihan (X 2 ) 5,6,7,8
Pelatih (X 3 ) 9,10,11 Fasilitas Pelatihan (X 4 ) 12,13,14 Kebutuhan akan Pelatihan (X 5 ) 15,16,17 Dukungan Pelatihan (X 6 ) 18,19,20
Manfaat Pelatihan (X 7 )
Persepsi Peserta terhadap Pelatihan (X 8 )
Pemberdayaan ( η1)
Makna (Y 1 )
(variabel laten tak
bebas)
Kemampuan (Y 2 )
Pilihan atau Penentuan Sendiri (Y 3 )
Dampak (Y 4 )
Kepuasan kerja ( η2)
Kepuasan Kerja Menyeluruh (y2)
(variabel laten tak
Afektif (Y 1 )
(variabel laten tak
bebas)
Normatif (Y 2 )
Kontinuan (Y 3 )
Variabel Laten ialah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa variabel indikator sebagai proksi. Pada variabel pelatihan (variabel laten bebas) terdiri dari delapan variabel indikator yaitu metode pelatihan, materi pelatihan, pelatih, fasilitas pelatihan, kebutuhan akan pelatihan, dukungan pelatihan, manfaat pelatihan dan persepsi peserta terhadap pelatihan. Pada variabel laten tak bebas terbagi menjadi tiga variabel. Pertama ialah pemberdayaan terdiri dari empat variabel indikator yaitu makna, kemampuan, pilihan, dampak. Kedua ialah kepuasan kerja yang terdiri dari satu variabel indikator yaitu kepuasan kerja menyeluruh. Ketiga ialah komitmen organisasi yang terdiri dari tiga indikator yaitu afektif, normatif, kontinuan.
Kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan berbentuk tertutup yang berjumlah 79, yaitu bentuk pertanyaan dimana responden dapat memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Skala pengukuran yang digunakan untuk setiap Kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan berbentuk tertutup yang berjumlah 79, yaitu bentuk pertanyaan dimana responden dapat memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Skala pengukuran yang digunakan untuk setiap
D. Perumusan Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Sistem pelatihan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan.
2. Sistem pelatihan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan.
3. Sistem pelatihan memiliki pengaruh positif terhadap komitmen perusahaan.