TRANSFER OF POWER KEPADA UNI EROPA SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA KRISIS EKONOMI DI LATVIA

BAB 5 TRANSFER OF POWER KEPADA UNI EROPA SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA KRISIS EKONOMI DI LATVIA

Pada bab ini penulis akan membahas bagaimana integrasi dengan Uni Eropa memberikan perubahan secara sturktural pada sistem perekonomian Latvia. Perubahan tersebut sebagai implikasi dari adanya exclusive competence yang dimiliki Uni Eropa sehingga negara Latvia terkena krisis ekonomi pada tahun 2008 yang lalu. Pertama-tama, penulis akan berusaha menjelaskan exclusive competence Uni Eropa dalam bidang ekonomi berdasarkan isi dari artikel TFEU. Selanjutnya akan bisa terlihat bagaimana isi dalam artikel-artikel tersebut membe- rikan dampak terhadap perekonomian domestik negara Latvia.

5.1 Implikasi Exclusive Competence Uni Eropa terhadap Negara Anggota

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pembagian wewenang antara Uni Eropa dengan negara-negara anggotanya, membuat Uni Eropa memiliki exclusive competence dimana Uni Eropa berhak untuk membuat dan menjalankan seperangkat aturan yang berada dalam teritori kewenangannya. Exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa yakni pengaturan dalam: custom union, pengaturan terkait kompetisi dalam internal market, monetary policy bagi negara anggota yang telah mengadopsi mata uang Euro, common fisheries policy, serta common commercial policy. Dengan demikian, negara anggota Uni Eropa tidak Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pembagian wewenang antara Uni Eropa dengan negara-negara anggotanya, membuat Uni Eropa memiliki exclusive competence dimana Uni Eropa berhak untuk membuat dan menjalankan seperangkat aturan yang berada dalam teritori kewenangannya. Exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa yakni pengaturan dalam: custom union, pengaturan terkait kompetisi dalam internal market, monetary policy bagi negara anggota yang telah mengadopsi mata uang Euro, common fisheries policy, serta common commercial policy. Dengan demikian, negara anggota Uni Eropa tidak

Pengaturan terkait custom union terdapat dalam artikel 30 TFEU hingga artikel 32 TFEU. Secara umum, artikel-artikel yang mengatur tentang exclusive competence Uni Eropa dalam custom union berisi tentang penerapan tarif dagang oleh the Council yang berlaku bagi semua negara anggota. Pengaturan terkait kompetisi dalam internal market terdapat dalam artikel 34 TFEU hingga artikel

37 TFEU, serta artikel 101 TFEU hingga artikel 118 TFEU. Secara umum, artikel-artikel yang mengatur tentang kompetisi dalam internal market berisi

tentang serta pelarangan adanya hambatan dagang secara kuantitatif di seluruh negara anggota serta pelarangan adanya segala jenis peraturan di level domestik negara anggota yang dapat memberatkan sesama negara anggota di dalam melakukan perdagangan. Pengaturan terkait custom union dan kompetisi di internal market tersebut diturunkan kedalam indikator trade movement.

Pengaturan terkait monetary policy bagi negara anggota yang telah mengadopsi mata uang Euro terdapat dalam artikel 127 TFEU hingga artikel 144 TFEU. Secara umum, artikel-artikel yang mengatur tentang monetary policy tersebut berisi tentang fungsi dan area tugas dari European Central Bank, mekanisme pengukuran monetary policy, mekanisme monitoring negara anggota, mekanisme nilai tukar mata uang Euro, serta mekanisme pencegahan dan penanggulangan krisis neraca pembayaran. Pengaturan di atas diturunkan untuk menjawab indikator kebijakan moneter.

Pengaturan common commercial policy terdapat dalam artikel 206 dan 207 TFEU. Secara umum, artikel-artikel tersebut berisi tentang adanya penghapusan hambatan dalam perdagangan internasional dan kemudahan dalam penanaman FDI. Dalam treaty yang terbaru, yakni Treaty of Lisbon, pengaturan terkait common commercial policy secara khusus dipindah kedalam chapter tentang FDI, yang termasuk ke dalam artikel 63 TFEU hingga artikel 66 TFEU. Pengaturan terkait common commercial policy diturunkan untuk menjawab indikator capital movement.

5.2 Transfer of Power dalam Kebijakan Ekonomi dari Pemerintah Latvia kepada Uni Eropa

Secara tradisional, suatu negara seharusnya memiliki supremasi otoritas dan kontrol terhadap wilayah yang dimilikinya 167 . Salah satunya yakni kewenangan untuk mengatur segala sesuatu yang dapat keluar ataupun masuk teritori negaranya. Selain itu, pemerintah suatu negara harus memiliki otoritas di dalam menentukan arah kebijakan domestik negaranya sesuai dengan kepentingan nasional yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur setiap kebijakan yang terkait, terutama kebijakan ekonomi. Pemerintahan di suatu negara secara tradisional memiliki otoritas untuk mengatur sektor perdagangan, investasi, menetapkan anggaran belanja negara, dan kebijakan-kebijakan lainnya yang bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan warganya.

167 Simon V. Sander. loc.cit. hlm 1.

Namun pada saat ini, di tengah sistem internasional yang kian dinamis, banyak negara-negara yang ikut tergabung dalam berbagai organisasi di tingkat regional dan internasional. Bergabung dengan suatu organisasi regional maupun internasional, memberikan kesempatan kepada suatu negara untuk memaksimal- kan potensi yang dimilikinya. Meskipun tetap akan ada konsekuensi yang harus diterima dari keanggotannya di organisasi regional ataupun organisasi internasional tersebut.

Salah satu konsekuensi yang harus diterima yakni hilangnya sejumlah kewenangan dari negara anggota karena organisasi regional ataupun internasional

yang diikutinya tersebut memiliki otoritas yang lebih tinggi. Hilangnya kewenangan tersebut sebagai konsekuensi dari adanya mekanisme transfer of power dari negara anggota kepada organisasi yang diikutinya tersebut. Besaran kewenangan yang kemudian harus diserahkan tergantung sesuai kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak tersebut.

Dalam kasus keanggotaan Latvia di Uni Eropa, maka negara Latvia harus kehilangan kewenangan yang dimilikinya sebagai konsekuensi dari adanya transfer of power kepada Uni Eropa. Dengan bergabungnya negara Latvia ke Uni Eropa, maka secara sadar negara Latvia telah mengakui adanya kewenangan Uni Eropa yang lebih tinggi sehingga Uni Eropa berhak untuk mengatur seluruh negara anggotanya, termasuk negara Latvia, sesuai dengan exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa. Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya, bahwa Uni Eropa memiliki kewenangan untuk membuat seperangkat kebijakan Dalam kasus keanggotaan Latvia di Uni Eropa, maka negara Latvia harus kehilangan kewenangan yang dimilikinya sebagai konsekuensi dari adanya transfer of power kepada Uni Eropa. Dengan bergabungnya negara Latvia ke Uni Eropa, maka secara sadar negara Latvia telah mengakui adanya kewenangan Uni Eropa yang lebih tinggi sehingga Uni Eropa berhak untuk mengatur seluruh negara anggotanya, termasuk negara Latvia, sesuai dengan exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa. Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya, bahwa Uni Eropa memiliki kewenangan untuk membuat seperangkat kebijakan

Dalam hal pengaturan kebijakan fiskal, sebagai bagian dari Uni Eropa, negara Latvia berkewajiban untuk mengikuti Maastricht criteria yang di antaranya berisi peraturan mengenai kebijakan fiskal, sesuai dengan isi artikel 126

TFEU 168 : (1) bahwa setiap negara anggota tidak boleh memiliki defisit anggaran belanja melebihi 3% dari GDP; (2) serta setiap negara anggota tidak boleh

memiliki rasio hutang pemerintah melebihi 60% dari GDP 169 . Uni Eropa tidak memiliki exclusive competence untuk mengatur kebijakan fiskal negara anggota

karena pengaturan terkait kebijakan fiskal tetap menjadi hak prerogatif bagi negara anggota 170 . Namun, Uni Eropa tetap membuat batasan maksimal terkait toleransi defisit anggaran belanja serta rasio hutang pemerintah terhadap GDP. Hal tersebut untuk menjamin stabilitas perekonomian domestik di masing-masing negara anggota serta stabilitas perekonomian kawasan Eropa secara umum.

Dalam pengaturan terkait kebijakan moneter, negara Latvia belum dikenakan exclusive competence Uni Eropa karena negara Latvia belum mengadopsi mata uang Euro. Sesuai dengan exclusive competence yang telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa exclusive competence Uni Eropa pada

168 Official Journal of the European Union. Consolidated Version of the Treaty on the Functioning of the European Union. 2010. hlm 99-100. Diakses dari http://eur-

lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:C:2010:083:0047:0200:en:PDF pada 29 November 2012 pukul 12:14 WIB.

169 Dirk-Jan Kraan, et all. Budgeting in Latvia (OECD Journal on Budgeting Volume 2009/3) hlm 194. Diakses dari http://www.oecd.org/countries/latvia/46501679.pdf

pada 21 November 2012 pukul 09:06 WIB. 170 Lars Calmfors. Fiscal Policy Coordination in Europe. European Parliament: Directorate General

for Internal Policies. September 2010. Hlm 1. Diakses dari http://www.europarl.europa.eu/ activities/committees/studies.do?language=EN pada 17 Januari 2013 pukul 12:02 WIB.

kebijakan moneter hanya berlaku pada negara anggota yang telah melakukan adopsi mata uang tunggal Euro. Namun, karena Latvia memiliki keinginan untuk mengadopsi mata uang Euro (bergabung dalam European Monetary Union), maka negara Latvia tetap harus memenuhi persyaratan sesuai dengan artikel 140

TFEU 171 : negara Latvia harus ikut bergabung dalam Exchange Rate Mechanism (ERM) dimana mata uang domestik Latvia, dalam hal ini the Latvian lats, harus

dikonversikan ( pegged) dengan mata uang Euro dengan tingkat fluktuasi tidak melebihi 15% selama periode waktu 2 tahun 172 . Sejalan dengan ERM, Bank

Sentral negara Latvia, Bank of Latvia, juga telah menjalankan setiap kegiatan operasional perbankan nya berdasarkan standar prosedur aktivitas Bank Sentral Eropa ( European Central Bank). Hal tersebut bertujuan untuk melakukan adaptasi lingkungan finansial dan perbankan di negara Latvia sebelum melakukan adopsi mata uang Euro pada tahun 2014 mendatang. Dengan kata lain, negara Latvia secara sukarela telah setuju untuk dikenakan exclusive competence dalam pengaturan kebijakan moneter karena Latvia telah setuju untuk ikut bergabung dalam ERM II serta secara sukarela telah mendasarkan kegiatan Bank Sentral negaranya pada standar prosedural kegiatan Bank Sentral Eropa.

Secara tradisional, kewenangan negara di sektor kebijakan fiskal dan moneter merupakan salah satu kewenangan yang paling penting yang harus dimiliki oleh suatu negara, karena melalui kewenangan di kedua sektor tersebut,

171 Official Journal of the European Union. Consolidated Version of the Treaty on the Functioning of the European Union. 2010. Hlm 108-109. Diakses dari http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/

LexUriServ.do?uri=OJ:C:2010:083:0047:0200:en:PDF pada 29 November 2012 pukul 12:14 WIB. 172 Anonymous. Exchange Rate Policy. Website of Bank of Latvia.

Diakses dari http://www.bank.lv /en/monetary-policy/exchange-rate-policy pada 21 November 2012 pukul 09:07 WIB.

pemerintah suatu negara dapat menetapkan arah pembangunan ekonomi serta usaha-usaha untuk mengurangi dampak negatif dari pembangunan tersebut. Dengan hilangnya kewenangan di kedua sektor tersebut, dapat memberikan implikasi pada hilangnya kekuasaan untuk memprediksi arah pembangunan ekonomi negara tersebut.

Dalam pengaturan terkait trade movement, negara anggota diharuskan untuk menghilangkan berbagai custom duties dalam hal ekspor dan impor serta pengenaan biaya ( charges). Selain itu, the Council of the European Union berkewenangan untuk menentukan common customs tariff. Dalam hal kegiatan ekspor-impor, negara anggota juga dilarang untuk mengenakan hambatan dagang yang bersifat kuantitatif di sesama negara anggota. Hal tersebut termasuk pelarangan dalam pembatasan jumlah impor, ekspor, distribusi barang, pembatasan pembuatan kebijakan publik terkait trans-border movement.

Namun, dalam artikel 36 TFEU disebutkan bahwa implementasi terhadap penghilangan berbagai hambatan dalam perdagangan, tidak membuat dihilangkannya hambatan ekspor dan impor bilamana diharuskan adanya perlindungan terhadap kesehatan dan perlindungan manusia, hewan, dan tanaman, perlindungan terhadap warisan budaya nasional, perlindungan terhadap nilai bersejarah dan peninggalan arkeologis, perlindungan terhadap properti industri dan keuangan.

Bergabungnya Latvia dengan Uni Eropa, membuat negara Latvia tidak lagi bisa untuk memberlakukan berbagai hambatan-hambatan dalam kegiatan perdagangannya. Dengan berpegang pada Single Europen Act serta pilar pertama

Uni Eropa, negara Latvia diharuskan untuk ikut melandaskan kegiatan perdagangannya kedalam mekanisme perdagangan dengan kompetisi sempurna. Dalam artian, negara Latvia tidak lagi bisa melakukan perdagangan dengan memasukkan unsur-unsur politis di dalamnya, seperti memberlakukan kuota impor, politik dumping, dan lain-lain. Sehingga persaingan yang terjadi di antara sesama negara anggota berlangsung secara fair.

Dalam hal labour movement, atau secara umum terkait dengan perpindahan orang/individu, telah dihapuskannya berbagai diskriminasi yang

berbasis kewarganegaraan di seluruh negara Uni Eropa, secara spesifik di antara sesama angkatan kerja. Selain itu, pembedaan dalam hal kebijakan publik yang terkait dengan keamanan publik serta kesehatan publik harus dihapuskan di seluruh negara anggota, karena telah dijunjungnya persamaan hak di seluruh teritorial negara anggota Uni Eropa. Dalam artikel 46 disebutkan bahwa the Parliament bersama dengan the Council of the European Union secara langsung membuat regulasi terkait kebijakan untuk menghilangkan semua hambatan- hambatan yang bersifat prosedural serta legislasi di seluruh negara anggota, demi terciptanya kebebasan untuk melakukan perpindahan bagi seluruh pekerja ( freedom of movement for workers).

Dengan hilangnya batas-batas negara di semua negara anggota Uni Eropa, maka perpindahan penduduk, khususnya tenaga kerja, menjadi suatu hal yang tidak lagi bisa dihindarkan. Padahal secara tradisional suatu negara seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan pembatasan terhadap perpindahan tenaga kerja tersebut. Pembatasan tersebut bukan hanya berupa penetapan seberapa besar Dengan hilangnya batas-batas negara di semua negara anggota Uni Eropa, maka perpindahan penduduk, khususnya tenaga kerja, menjadi suatu hal yang tidak lagi bisa dihindarkan. Padahal secara tradisional suatu negara seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan pembatasan terhadap perpindahan tenaga kerja tersebut. Pembatasan tersebut bukan hanya berupa penetapan seberapa besar

Dan pengaturan mengenai capital movement, yang diatur dalam artikel 63 TFEU sampai dengan artikel 66, bahwa terdapat larangan bagi semua bentuk hambatan dalam capital movement di antara sesama negara anggota serta di antara negara anggota dengan negara-negara dunia ketiga. Selain itu dalam artikel 206 TFEU secara eksplisit tertuang bahwa semua negara anggota secara berkelanjutan harus menghilangkan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan internasional dan dalam penanaman FDI, serta dengan menurunkan tarif dan hambatan-hambatan lainnya. Dengan demikian, berbagai peraturan terkait pembatasan dan pembuatan aturan yang dapat mencegah, menghalangi, dan membatasan masuknya FDI, investasi dan pergerak modal di sesama anggota Uni Eropa harus dihapuskan.

5.2.1 Peran Pemerintah Latvia untuk Mengadopsi Kebijakan Makroeko- nomi yang dapat Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Pada periode tahun 2004 – 2008, pemerintah Latvia menerapkan kebijakan pro-cyclical fiscal policy 173 . Seperti kebanyakan negara berkembang lainnya di

dunia, pemerintah Latvia meningkatkan pengeluaran belanja di saat terjadi boom period. Pengeluaran belanja pemerintah tumbuh rata-rata 20% per tahun selama

173 Inna Dovladbekova. loc.cit. hlm 1.

periode 2006 hingga 2008 174 . Hal tersebut membuat terjadinya budget deficit dan kemudian diperparah dengan adanya penurunan tingkat pendapatan dari semua

sektor pajak 175 . Budget deficit pemerintah Latvia telah mencapai angka 22,5% dari GDP pada tahun 2006 dan 2007 176 . Dengan kata lain, defisit belanja pemerintah

Latvia telah melanggar Maastricht criteria yang telah menetapkan batas maksimal defisit yang mencapai 3% per tahun.

Dengan semakin tergerusnya pendapatan GDP negara Latvia akibat pengadopsian kebijakan budget deficit, maka salah satu konsekuensi yang harus

diterima yakni meningkatnya tingkat hutang luar negeri pemerintah Latvia karena harus menutupi peningkatan anggaran belanja negara yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan tingkat GDP setiap tahunnya. Tingkat rasio hutang luar negeri pemerintah Latvia yakni 25,4% dari GDP, dan kemudian terus meningkat hingga mencapai rasio 57,6% dari GDP pada tahun 2008 177 .

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Latvia pada dasarnya bukan merupakan kebijakan yang dianggap bertentangan dengan exclusive competence yang dimiliki oleh Uni Eropa karena pada kenyataannya pengaturan terkait kebijakan fiskal pada dasarnya tetap menjadi hak prerogatif seluruh negara anggota Uni Eropa karena kewenangan tersebut tidak terdapat dalam exclusive

competence yang dimiliki Uni Eropa 178 . Negara anggota Uni Eropa bebas untuk merencanakan dan menjalankan kebijakan fiskalnya masing-masing, meskipun

174 Inna Dovladbekova. loc.cit. hlm 1. 175 Ibid. 176 Igors Kasjanovs and Anna Kasjanova. loc.cit. hlm 109 177 Kinga Dudzinska. Latvia: The Economic Crisis and (Im)possible Changes?. Polish Institute of

International Affairs. hlm 89. Diakses dari http://www.lfpr.lt/uploads/File/2011-26/Dudzinska.pdf pada 8 April 2012 pukul 11:48 WIB.

178 Lars Calmfors. op.cit. hlm 1.

Uni Eropa tetap memberikan batasan-batasan sehingga tetap terjaganya stabilitas harga di internal Uni Eropa. Namun, dibuatnya Maastricht Criteria dan juga the Stability Growth Pact bertujuan untuk menghindari penggunaan pos anggaran belanja pemerintah secara berlebihan serta untuk mendorong pengaplikasian

kebijakan 179 countercyclical fiscal policy di negara-negara anggota Uni Eropa . Penerapan pro-cyclical fiscal policy di negara Latvia berdampak pada

defisit belanja pemerintah Latvia yang telah melebihi Maastricht Criteria pada periode tahun 2008. Dengan kondisi demikian sudah seharusnya negara Latvia

mendapatkan peringatan serta rekomendasi saran kebijakan dari the Commission dan the Council sesuai dengan artikel 103 TFEU. Namun pada kenyataannya, penulis tidak menemukan laporan berita yang menyebutkan negara Latvia mendapatkan peringatan tersebut. Hal tersebut dikarenakan tingkat rasio hutang luar negeri pemerintah Latvia masih berada di bawah ketentuan yang terdapat dalam Maastricht Criteria. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, baik the Commission maupun the Council, belum merasa perlu untuk memberikan peringatan dan rekomendasi saran kebijakan kepada Latvia terkait defisit belanja pemerintah Latvia yang telah melebihi batasan yang telah ditetapkan dalam Maastricht Criteria.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sektor kebijakan fiskal, negara anggota Uni Eropa, secara khusus negara Latvia, tetap memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pengaturan di sektor tersebut. Terdapat term

179 Jordi Gali and Roberto Perotti. Fiscal Policy and Monetary Integration in Europe. NBER Wor- king Paper Series, Working Paper 9773. (Cambridge, Massachusetts: National Bureu of Econo-

mic Research. 2003) hlm 1. Diakses dari http://www.nber.org/papers/w9773 pada 03 Desember 2012 pukul 12:42 WIB mic Research. 2003) hlm 1. Diakses dari http://www.nber.org/papers/w9773 pada 03 Desember 2012 pukul 12:42 WIB

policy and many fiscal policies 180 . Dengan dipegangnya term ECB di atas, maka setiap negara anggota Uni Eropa harus tetap melandaskan setiap kebijakan fiskal

yang dijalankannya atas dasar common concern, namun tetap memiliki keleluasaan tersendiri untuk menentukan kebijakan fiskal seperti apakah yang cocok untuk dipergunakan di domestik negaranya masing-masing.

Selain itu, meskipun Uni Eropa telah memiliki regulasi yang mengatur tentang pemberian sanksi bagi negara anggota yang melanggar ketentuan dalam

Maastricht Criteria, namun pada kenyataannya kewenangan tersebut tidak dijalankan dengan sebagaimana mestinya, bahkan untuk negara Latvia sekalipun. Menjadi sebuah kewajaran ketika regulasi pemberian sanksi tersebut tidak diberlakukan pada negara anggota yang tergolong sebagai negara super power, seperti negara Jerman, Inggris, dan Perancis. Namun menjadi sebuah pertanyaan besar ketika regulasi pemberian sanksi tersebut tidak dijalankan sekalipun negara yang melanggar Maastricht Criteria tersebut merupakan negara yang memiliki low power.

Pengaturan kebijakan fiskal yang tetap berada pada level negara (tingkat domestik), memberikan kekuasaan penuh bagi pemerintah Latvia untuk menentukan arah kebijakan ekonomi domestiknya sendiri, dengan tetap memperhatikan berbagai implikasi yang mungkin muncul terhadap sesama negara anggota Uni Eropa. Melalui kewenangan dalam sektor fiskal, pemerintah Latvia

180 European Central Bank. The Monetary Policy of the ECB. (Executive Board of the ECB: Frankfurt am Main. 2011) hlm 15. Diakses dari http://www.ecb.int/pub/pdf/other/

monetarypolicy2011en.pdf pada 8 Januari 2013 pukul 23:25 WIB.

bisa memaksimalkan pendapatan dari sektor pajak dan pendapatan dalam negerinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor potensial dan mengalokasikan anggaran dana yang lebih besar pada pos-pos belanja yang dapat mendukung terciptanya kehidupan sosial-ekonomi yang lebih baik di negara Latvia.

Meskipun Latvia telah menjadi anggota Uni Eropa, namun Latvia masih tetap mengadopsi mata uangnya sendiri yakni the Latvian lats. Saat ini Latvia telah bergabung dalam Exchange Rate Mechanism (ERM) Uni Eropa. Hal tersebut menjadi salah satu syarat bilamana negara anggota berkeinginan untuk mengadopsi mata uang Euro. Pemerintah Latvia menargetkan untuk bisa bergabung dalam Eurozone pada tahun 2014 mendatang, sehingga pemerintah Latvia saat ini telah melakukan berbagai akomodasi/penyesuaian terhadap fluktuasi harga di domestik negaranya 181 . Dalam exchange rate peg tersebut, 1 Euro dikonversikan setara dengan 0,702804 lats 182 .

Dengan adanya keinginan untuk mengadopsi mata uang Euro dalam beberapa tahun kedepan, maka negara Latvia harus memenuhi berbagai kriteria untuk dapat mengadopsi mata uang regional tersebut. Salah satu kriteria untuk dapat menjadi bagian dalam European Monetary Union (EMU) tersebut yakni

dengan memenuhi kriteria dalam ERM II 183 . Melalui mekanisme ERM II, mata

181 Ibid. 182 Mark Weisbrot. Latvia Shows the Damage that Far Right Economic Policy Can Do – With

Support from the European Union and IMF. (Center for Economic and Policy Research Website. 2010) Diakses dari http://www.cepr.net/index.php/op-eds-&-columns/op-eds-&-columns/latvia- shows-damage-far-right-economic-policy-can-do/ pada 21 November 2012 pukul 09:12 WIB.

183 Anonymous. Exchange Rate Policy. Website of Bank of Latvia. Diakses dari

http://www.bank.lv/en/monetary-policy/exchange-rate-policy pada 21 November 2012 pukul 09:07 WIB.

uang the Latvian lats harus dilakukan pegged convertion terhadap mata yang Euro dan fluktuasi mata uang the Latvian lats tidak boleh melebihi 15% dalam kurun

waktu dua tahun 184 . Untuk mencapai target tersebut, maka pemerintah Latvia, melalui Bank of

Latvia, mengeluarkan sebuah exchange rate strategy yang bertujuan untuk mencegah fluktuasi pegged convertion tersebut dengan melakukan stabilisasi

terhadap pengaruh eksternal yang dapat menerpa negara Latvia 185 . Melalui strategi tersebut maka Bank of Latvia berhak untuk melakukan intervensi ketika

nilai tukar mata uang 186 the Latvian lats telah berfluktuasi lebih dari 1% . Selain itu, negara Latvia juga sudah mulai mendasarkan kegiatan Bank Sentral negaranya

pada standar operasional kegiatan Bank Sentral Eropa. Hal tersebut berimplikasi : Bank Sentral Latvia menggunakan instrumen kebijakan moneter yang berbasis pasar ( market-based monetary policy instruments) yang digunakan oleh Bank Sentral Eropa 187 . Dengan diberlakukannya instrumen kebijakan moneter berbasis pasar, maka negara Latvia harus membuat seperangkat kebijakan untuk dapat merespon setiap pengaruh eksternal agar tidak bedampak negatif terhadap kondisi di internal Latvia.

Dari penjelasan di atas bisa dilihat bagaimana negara Latvia yang belum mengadopsi mata uang Euro, dengan masing digunakannya mata uang the Latvian Lats, pemerintah Latvia melalui Bank of Latvia masih dapat melakukan intervensi bilamana mata uang the Latvian Lats dinilai mengalami depresiasi maupun

184 Ibid. 185 Ibid. 186 Ibid. 187 Ibid. hlm 11.

apresiasi yang terlalu signifikan. Selain itu, Bank of Latvia, selaku Bank Sentral di Latvia masih dapat mengeluarkan kebijakan exchange rate strategy, dimana hal tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan oleh negara-negara anggota Uni Eropa lainnya yang telah melakukan adopsi mata uang Euro.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa negara Latvia, melalui Bank of Latvia, masih memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjalankan kebijakan ekonomi di sektor moneter. Pengaturan di sektor moneter tersebut menjadi salah satu kewenangan yang krusial yang harus dimiliki oleh sebuah negara, karena bila kewenangan tersebut hilang, maka negara tersebut tidak lagi memiliki kontrol terhadap pengaruh dari eksternal negaranya, serta kontrol terhadap tingkat inflasi dan fluktuasi harga di tingkat domestik. Dengan tetap memiliki kewenangan di sektor moneter, negara Latvia tetap memiliki kewenangan untuk membuat seperangkat kebijakan yang dapat mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Melalui kewenangan dalam pengaturan kebijakan fiskal dan moneter, negara Latvia dapat merumuskan dan menjalankan seperangkat kebijakan yang sesuai dengan kondisi negaranya sendiri. Pemerintah Latvia memiliki keleluasaan untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan dan bergantung pada situasi yang dihadapi, sehingga bisa bersifat fleksibel dan responsif.

5.2.2 Peran Pemerintah Latvia untuk Mengadopsi Kebijakan Trans-border Economic Movement yang sejalan dengan EU Exclusive Competence

Salah satu keuntungan dari adanya integrasi dengan Uni Eropa yakni dengan tersedianya pangsa pasar yang lebih luas bagi negara Latvia dari adanya

penghilangan berbagai hambatan dalam perdagangan 188 . Pangsa pasar baru di seluruh anggota Uni Eropa membuat negara Latvia bisa melakukan ekspansi

barang-barang yang termasuk comparative advantages, selain mitra dagang tradisional Latvia yakni Lithuania, Estonia, Belarus, dan negara-negara eks-Uni

Soviet lainnya. Secara umum, tingkat ekspor negara Latvia semakin meningkat dari tahun ke tahun setelah bergabung dengan Uni Eropa. Hal tersebut bisa dilihat pada diagram 9 di bawah ini dimana jumlah ekspor Latvia meningkat hampir tiga kali lipat dalam kurun waktu tahun 2002 hingga 2008:

1200 1000

800 600

Tingkat Ekspor Latvia (nominal)

400 200

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Diagram 4 : Tingkat Ekspor Latvia (dalam LVL) 189

188 Valerijs Skribans. Development of System Dynamic Model of Latvia’s Economic Integration in the EU. (Riga: Faculty of Engineering Economics and Management, Riga Technical University)

hlm 3. Diakses dari http://mpra.ub.uni-muenchen.de/3456/1/p1041.pdf pada 09 November 2013 pukul 15:29 WIB

189 Valdis Dombrovskis and Janet Hartley. Latvia Turns the Corner (LSE European Institute – APCO Worldwide Perspective on European Series) hlm 21. Diakses dari

Namun dengan terbukanya pangsa pasar tersebut juga memberikan dampak terhadap sektor industri di Latvia. Industri di Latvia secara langsung harus berhadapan vis-a-vis dengan industri negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Dengan adanya kompetisi tersebut membuat negara Latvia kehilangan competitiveness dengan menyisakan sektor industri kayu dan olahan kayu sebagai penopang sektor ekspor di Latvia. Sektor-sektor industri lainnya, seperti sektor manufaktur, tidak dapat bersaing dengan negara-negara anggota Uni Eropa lainnya yang memang lebih memiliki industri yang lebih mapan dan maju, seperti negara Inggris, Jerman, dan Perancis. Terlebih, pangsa pasar domestik di Latvia yang sangat kecil membuat produksi berbagai jenis barang menjadi tidak menguntungkan, dan tentunya akan kalah dengan produk-produk serupa yang dihasilkan oleh produsen-produsen besar dari negara-negara anggota Uni Eropa lainnya yang kemudian memiliki harga yang jauh lebih murah 190 . Sehingga bisa disimpulkan bahwa ekspor negara Latvia yang hanya mengadalkan raw materials dikarenakan hilangnya competitiveness dari barang-barang industri produksi

negara Latvia 191 . Di sisi yang lain, dengan adanya integrasi dengan Uni Eropa membuat

negara Latvia harus menghilangkan berbagai tarif dan hambatan dagang di internal negaranya. Hilangnya hambatan dagang untuk melakukan impor dimanfaatkan oleh pemerintah Latvia untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa

http://www2.lse.ac.uk/assets/richmedia/channels/publicLecturesAndEvents/slides/20110119_17 00_latviaTurnsTheCorner_sl.pdf pada 9 November 2012 pukul 14:29 WIB.

190 Valerijs Skribans. Latvia’s Incoming in European Union Economic Effect Estimation (Latvia: Riga Technical University) hlm 3. Diakses dari http://mpra.ub.uni-muenchen.de/32522/1/Skribans.pdf

pada 9 November 2012 pukul 14:09 WIB. 191 Irina Skribane and Sandra Jekabsone. Structural Changes in the Economy of Latvia After It

Joined the European Union. (Riga: University of Latvia) hlm 31.

di domestik Latvia. Berkaitan dengan penjelasan di sektor ekspor di atas, dengan tidak berkembangnya industri di Latvia akibat kalah bersaing dengan industri negara Uni Eropa lainnya, maka pemerintah Latvia lebih memilih untuk menutupi defisit kebutuhan barang dan jasa dengan melakukan impor dari sesama negara Uni Eropa yang lebih murah karena telah dihilangkannya tarif bea masuk, dan lain – lain.

Jumlah impor Latvia yang berjumlah dua kali lipat dari ekspor, menyebabkan terjadinya defisit anggaran belanja sebesar 6,5 milyar dollar AS (atau setara dengan 24% dari GDP) pada tahun 2007 192 . Barang-barang yang

diimpor oleh Latvia sebagian besar merupakan mesin-mesin berat yang belum bisa diproduksi di industri domestik Latvia, seperti mesin-mesin industri dan kendaraan-kendaraan transportasi, dan negara Latvia juga melakukan impor prepared foodstuffs 193 .

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa hilangnya kewenangan negara Latvia untuk mengatur perpindahan arus barang dan jasa membuat negara Latvia harus mengalami defisit neraca perdagangan. Hal tersebut sebagai implikasi dari hilangnya kewenangan negara Latvia untuk membatasi jumlah barang yang dapat masuk ke teritorial negaranya. Dengan menjadi bagian dari Uni Eropa, negara Latvia telah setuju untuk menghilangkan berbagai hambatan dalam perdagangan seperti penetapan kuota impor, pengenaan tarif terhadap barang tertentu, dan sebagainya. Hal tersebut membuat Latvia kehilangan boundaries negaranya sehingga pembatasan terhadap barang yang dapat masuk menjadi suatu

192 Ted Reinert, et all. loc.cit. hlm 8. 193 Janis Berzins. loc.cit. hlm 15.

hal yang mustahil. Padahal secara tradisional, negara memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol terhadap wilayah teritorialnya, termasuk melakukan pengaturan terkait barang-barang apa saja yang dapat keluar-masuk dari dan ke teritorial negaranya. Dan sebaliknya, hilangnya berbagai hambatan dalam perdagangan tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Latvia untuk mendorong sektor industri domestiknya agar bisa melakukan intensifikasi dan diversikasi produksi sehingga dapat meningkatkan jumlah ekspor barang-barang bernilai tinggi, bukan sekedar barang-barang yang bersifat raw materials.

Dari segi labour movement, saat ini setidaknya terdapat hampir 86.000 ribu penduduk Latvia bekerja di luar Latvia sejak periode tahun 2004 hingga 2006 194 . Sejumlah 8% dari total angkatan kerja Latvia memang lebih memilih untuk bekerja di negara Irlandia, Britania Raya serta Jerman 195 . Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Strategic Analysis Commission terdapat beberapa alasan mengapa sebagian besar angkatan kerja Latvia memilih untuk mencari pekerjaan di luar negara Latvia, di antaranya : (1) tingkat upah yang rendah di Latvia (23 dari 118 responden); (2) keraguan akan adanya peningkatan taraf hidup di Latvia dalam jangka waktu dekat (17 dari 118 responden); (3) adanya keinginan untuk merasakan pengalaman bekerja di luar negeri (13 dari 118 responden); (4) kondisi pekerjaan yang buruk di Latvia (9 dari 118 responden) serta (5) kurangnya kesempatan untuk mendapat pekerjaan di Latvia (9 dari 118

194 Ivars Indans. Global Economic Recovery and Emigration: News from Latvia (Friedrich Ebert Stiftung. May 2010) hlm 3. Diakses dari http://www.fes-baltic.lv/wp-

content/uploads/2012/06/global_economic_recovery_and_emigration_news_from_latvia.pdf pada 9 November 2012 pukul 15:23 WIB.

195 Ibid.

responden) 196 . Alasan lain yang juga mengemuka di antaranya ketidakpuasaan tinggal di Latvia, serta keinginan untuk mendapat uang dengan cepat. Upah yang

masih relatif rendah serta rasa pesimis akan adanya perbaikan tingkat taraf hidup di Latvia dalam waktu dekat, menjadi dua alasan yang paling banyak diberikan

oleh para angkatan kerja yang memilih untuk bekerja di luar negara Latvia. Fenomena gelombang emigrasi tersebut merupakan implikasi dari hilangnya batas-batas negara secara

de facto sehingga membuat pergerakan manusia di benua Eropa menjadi hal yang wajar terjadi. Dengan diberlakukannya

single identity dan pemberlakukan visa Schengen, memungkinkan masyarakat negara Latvia melakukan mobilisasi ke berbagai negara di benua Eropa. Pergerakan dan perpindahan tersebut terkadang bukan hanya bersifat sementara, seperti untuk tujuan liburan maupun studi. Namun, perpindahan tersebut tidak jarang karena alasan mencari pekerjaan.

Bergabungnya Latvia ke Uni Eropa menjadi salah satu pendorong terjadinya arus emigrasi di Latvia. Terbukanya kesempatan untuk melakukan perpindahan secara bebas di intra Uni Eropa membuat banyak penduduk Latvia mencari pekerjaan di luar negara Latvia. Adanya perbedaan taraf hidup yang cukup signifikan antara Latvia dengan banyak negara maju di Eropa membuat penduduk Latvia melakukan emigrasi untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih besar bila dibandingkan dengan yang didapat di negara Latvia sendiri. Contohnya, pada tahun 2006 tingkat upah di Britania Raya (United Kingdom)

196 Ibid. hlm 5.

lebih tinggi 7,6 kali dibandingkan dengan tingkat upah di Latvia 197 . Pada tahun yang sama, tingkat upah di Swedia lebih tinggi 7,7 kali lipat dibandingkan tingkat

upah di Latvia 198 . Melihat adanya arus emigrasi yang terus terjadi, ditambah kekhawatiran

akan tingkat pertumbuhan penduduk di Latvia yang mencapai -6% setiap tahunnya, maka pemerintah Latvia semakin khawatir akan terjadinya perubahan

dalam struktur piramida penduduk di Latvia 199 . Total penduduk Latvia pada tahun 2001 berjumlah 2.364.254 jiwa, sedangkan total penduduk Latvia pada

tahun 2007 berjumlah 2.281.305 jiwa 200 . Berarti dalam kurun waktu 6 tahun, negara Latvia mengalami penurunan jumlah penduduk sebesar 82.949 jiwa, atau

setara dengan 3,508% dari total jumlah penduduknya pada tahun 2001. Trend emigrasi tersebut bukan hanya akan membuat Latvia kehilangan angkatan kerja muda, namun juga akan menambah beban pemerintah Latvia dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang memasuki usia tua sehingga pemerintah harus terus menyediakan jaring pengaman sosial bagi golongan tersebut melalui tunjangan pensiun, dan sebagainya. Terlebih mulai tahun 2005 muncul trend dari perekrut kerja yang lebih memilih untuk mempekerjakan tenaga kerja dari negara-negara seperti Ukraina, Belarus, serta Russia sebagai tenaga

kerja di bidang konstruksi 201 . Minimnya tenaga kerja tidak terdidik di Latvia tersebut merupakan imbas dari banyaknya keinginan dari tenaga kerja tidak

197 Valerijs Skribans. Latvia’s Incoming in European Union Economic Effect Estimation. hlm 6-7 198 Ibid. 199 Ibid. hlm 6. 200 Eurostat Website. Population at 1 January. Diakses dari

http://epp.eurostat.ec.europa.eu/tgm/web/_download/Eurostat_Table_tps00001PDFDesc_98c1 b0d5-af46-4790-8ca4-f2a5f61e21a9.pdf pada 8 Januari 2013 pukul 22:46 WIB.

201 Eurofound Website. 2006. Ibid.

terdidik tersebut untuk mencari pekerjaan di luar negara Latvia agar bisa mendapatkan upah yang lebih tinggi seperti di Inggris, Irlandia, dan Swedia 202 .

Terjadinya trend emigrasi dari penduduk negara Latvia memang menjadi dampak yang tidak bisa dihindarkan pasca negara Latvia bergabung dengan Uni Eropa. Kebebasan untuk bergerak tersebut sebagai sebuah implikasi yang seharusnya bisa memberikan dampak yang positif bagi negara Latvia. Dengan demikian, warga negara Latvia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat meningkatkan taraf hidpnya dengan mencari pekerjaan ke negara-negara yang secara tingkat ekonomi lebih maju dibandingkan Latvia itu sendiri. Namun munculnya dampak negatif dari adanya labour movement tersebut juga tidak bisa dipungkiri, sehingga hilangnya kewenangan negara untuk melakukan pembatasan terhadap terjadinya gelombang emigrasi menjadi sebuah implikasi yang harus diterima oleh negara Latvia pasca bergabung dengan Uni Eropa.

Selain itu pula, dengan bergabungnya Latvia dengan Uni Eropa membuat negara Latvia, sebagai negara yang masih berkembang, dimasuki berbagai jenis investasi. Hal tersebut juga didukung dengan berbagai kebijakan pemerintah Latvia yang berusaha menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif bagi investor. Pada tahun 2004, pemerintah Latvia menyederhanakan prosedur untuk melakukan business registration yakni dengan menggabungkan company registration dengan tax registration. Dengan demikian, untuk membuka bisnis baru di Latvia hanya membutuhkan 5 prosedur saja dengan waktu 16 hari kerja,

202 Ibid. Orang-orang Latvia menyebut negara-negara di kawasan Eropa Barat sebagai ‘Intelligent Workplaces’.

dibandingkan dengan yang ada di tahun 1999 dengan 17 prosedur dalam 114 hari kerja 203 .

Hal tersebut salah satunya bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah bank yang beroperasi di Latvia, serta pertumbuhan sektor perbankan setiap tahunnya pasca Latvia melakukan integrasi dengan Uni Eropa. Sektor perbankan Latvia tumbuh secara sangat signifikan dari tahun ke tahunnya, yakni tumbuh 30% pada tahun

2005, 45% pada tahun 2006, dan 40% pada tahun 2007 204 . Rasio total aset dari bank-bank yang beroperasi di Latvia pada tahun 2006, sebesar 141,2% dari total

GDP negara Latvia 205 . Rasio tersebut meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 2002, yang mana hanya memiliki rasio sebesar 76,8% dari GDP Latvia 206 .

Pertumbuhan tersebut tidak dapat dikontrol oleh pemerintah Latvia karena pemerintah Latvia telah mendelegasikan kewenangannya kepada Uni Eropa. Dengan bergabung dengan Uni Eropa, pemerintah Latvia secara langsung telah mengakui kewenangan Uni Eropa untuk mengatur sektor perdagangan dan modal di Latvia karena pengaturan terkait common commercial policy termasuk kedalam exclusive competence yang dimiliki Uni Eropa. Pemerintah Latvia tidak lagi memiliki power untuk menutup keran arus investasi yang masuk ke negaranya. Latvia sebelum bergabung dengan Uni Eropa (tahun 2001 sampai dengan tahun

203 Caroline Frontigny and Betina Tirelli Hennig. Latvia: Maintaining a Reform State of Mind (Doing Business. 2013) hlm 33. Diakses dari

http://www.doingbusiness.org/~/media/GIAWB/Doing%Business/Documents/Annual- Report/English/DB13-Chapters/DB13-CS-Latvia.pdf pada 09 November 2012 pukul 13:41 WIB

204 Ibid. 205 Konstantins Benkovskis. Is There a Bank Landing Channel of Monetary Policy in Latvia?

Evidence from Bank Level Data. Working Paper ISBN 9984-676-20-X (Riga: Bank of Latvia. January 2008). hlm 7. Diakses dari http://www.macroeconomics.lv/sites/default/files/wp_2008- 1_benkovsky.pdf pada 21 November 2012 pukul 09:10 WIB.

206 Ibid.

2003) memiliki investasi masuk berjumlah sekitar 15% dari total GDP nya, dan setelah bergabung dengan Uni Eropa (tahun 2004 dan 2005) memiliki investasi

masuk sebesar 20% dari total GDP 207 . Selain itu, pemerintah Latvia yang gencar melakukan pembangunan

infrastruktur di domestik Latvia juga mempersingkat waktu pengurusan ijin pembangunan gedung. Pada tahun 2001, dibutuhkan waktu 2 tahun untuk melakukan pengurusan ijin pembangunan gedung di Latvia, namun pada tahun 2004, pemerintah Latvia mempersingkat waktu pengurusan tersebut menjadi 2

bulan saja 208 . Dengan semakin dipermudahnya pengurusan ijin tersebut membuat sektor konstruksi gedung menjadi salah satu sektor yang mendorong pertumbuhan

ekonomi di Latvia. Hal tersebut diperparah dengan tidak terkontrolnya saluran kredit hutang di Latvia, sehingga menyebabkan banyak kredit-kredit yang diberikan untuk sektor perumahan yang membuat harga perumahan menjadi semakin mahal. Peredaran uang di Latvia menjadi tidak terkendali akibat banyaknya hutang yang dikucurkan oleh sektor perbankan di Latvia, serta akibat terbukanya keran investasi, dalam bentuk saham, deposito, FDI, dan sebagainya, sehingga membuat perekonomian Latvia menjadi rentan terjadi krisis. Hal tersebut terbukti dengan harga perumahan di Latvia yang selalu naik dari tahun ke tahun sehingga memberikan sumbangsih terjadinya economy overheating di Latvia.

207 Inci Otker-Robe, Zbigniew Polanski, Barry Topf, dan David Vavra. Coping with Capital Inflows: Experiences of Selected European Countries (IMF Working Paper WP/07/190. Juli 2007) hlm. 5.

Diakses dari http://akson.sgh.waw.pl/~zpolansk/ppsz/OtkerPolanski_wp07190.pdf pada 09 November 2012 pukul 15:29 WIB

208 Caroline Frontigny and Betina Tirelli Hennig. loc.cit.

Padahal dengan dimilikinya kewenangan untuk dapat mengatur pergerakan arus modal yang keluar-masuk Latvia, maka faktor-faktor penyebab terjadinya krisis di Latvia dapat diminimalisir. Suatu negara yang berdaulat secara alamiah memiliki kewenangan untuk mengatur keran investasi yang masuk ke negaranya. Negara tersebut dapat membuat berbagai regulasi kebijakan yang dapat membatasi gerak arus modal dan investasi yang masuk, sehingga modal dan investasi tersebut dapat menjadi instrumen pertumbuhan ekonomi bagi suatu negara.

Dengan hilangnya kewenangan tersebut membuat negara Latvia tidak lagi memiliki kontrol terhadap modal dan investasi yang masuk ke negaranya. Dengan demikian negara Latvia tidak lagi dapat menentukan seberapa besar modal tersebut dapat masuk, berapa lama modal tersebut dapat masuk dan kemudian keluar, sektor apa saja yang dapat dimasuki, dan sebagainya. Hal tersebutlah yang kemudian membuat perekonomian Latvia sangat rentan terhadap aktivitas yang berbasis pasar eksternal.

5.3 Hilangnya Peran Pemerintah untuk Mengatur Perekonomian Latvia sebagai Dampak dari Adanya Transfer of Power kepada Uni Eropa

Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bagaimana pemerintah Latvia berupaya untuk menjalankan perekonomian negaranya sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa, seperti penghapusan berbagai hambatan dalam perdagangan, penciptaan wilayah yang mendukung kebebasan terjadinya labour movement, serta pembuatan kebijakan di level domestik untuk Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bagaimana pemerintah Latvia berupaya untuk menjalankan perekonomian negaranya sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa, seperti penghapusan berbagai hambatan dalam perdagangan, penciptaan wilayah yang mendukung kebebasan terjadinya labour movement, serta pembuatan kebijakan di level domestik untuk

Akibat bergabung dengan Uni Eropa, maka pemerintah Latvia tidak lagi memiliki kapasitas untuk mencegah barang/jasa, capital, serta individu/orang,

masuk ke wilayah negaranya. Hal tersebut dikarenakan kewenangan untuk mengatur tiga sektor di atas telah menjadi kewenangan Uni Eropa. Sebagai anggota Uni Eropa, Latvia telah setuju untuk menyerahkan kewenangan untuk melakukan pengaturan tersebut kepada Uni Eropa. Terlebih, pemerintah Latvia diharuskan untuk membuat kebijakan di level domestik yang justru mendukung terciptanya pasar yang terbuka bagi investasi, terciptanya pergerakan arus barang dan jasa secara bebas, serta terciptanya pergerakan manusia yang tidak dibatasi batas-batas negara. Hilangnya kewenangan untuk mengatur trans-border economic movement inilah yang penulis anggap sebagai penyebab terjadinya krisis ekonomi di Latvia.

Padahal, kedaulatan merupakan dasar dari supremasi negara atas wilayah nya sendiri, bukan hanya secara normatif namun juga secara hukum 209 . Sehingga

dapat dikatakan secara jelas bahwa kedaulatan negara, dalam hal ini kewenangan untuk mengatur perekonomian domestiknya, sebagai sebuah pengakuan atas

209 Sander. loc.cit. hlm.1 209 Sander. loc.cit. hlm.1

Keanggotaan Latvia di Uni Eropa secara langsung meningkatkan resiko terjadinya krisis ekonomi di Latvia 210 . Di satu sisi negara Latvia, melalui

pemerintah Latvia, berusaha untuk mendorong terciptanya pasar yang lebih bebas di domestik Latvia melalui penciptaan credit market, di sisi lain pemerintah Lat- via bergabung dengan mekanisme ERM II 211 . Hal tersebut kemudian membuat tingkat inflasi di Latvia semakin meningkat secara tajam dari tahun ke tahun.

Di negara-negara Uni Eropa lainnya yang juga mengalami krisis ekonomi yang serupa, penyebab terjadinya krisis secara garis besar disebabkan oleh adanya pelanggaran terhadap Maastricht Criteria, yakni hutang luar negeri pemerintah dan defisit neraca pembayaran yang jauh lebih besar dari batas yang ditetapkan oleh Uni Eropa. Hal tersebut dipicu oleh adanya tingkat suku bunga yang rendah sehingga membuat harga barang-barang impor menjadi sangat murah, tingkat inflasi yang cenderung selalu tinggi, serta meningkatkan kecenderungan untuk meningkatkan pengeluaran untuk belanja pemerintah.

Berdasarkan seluruh penjelasan yang telah diberikan, dapat dilihat bagaimana integrasi dengan pasar tidak dapat menjamin suatu negara selalu

210 David L. Stern. 2009. Latvia’s Government Collapse. The New York Times Website Published on Friday, February 20, 2009.

211 Ibid.

mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik. Sistem perekonomian yang terlalu bebas dapat meningkatkan potensi terjadinya ekonomi karena tidak adanya sebuah kerangka untuk mengantisipasi kegagalan sistem tersebut. Otoritas negara dalam sektor-sektor tertentu harus tetap ada sebagai sebuah mekanisme kontrol, bukan hanya sebatas mekanisme penciptaan pasar.